Pada suatu hari ada seekor kancil berjalan-jalan di sekitar
ladang milik Pak Tani. Kancil menginginkan buah ketimun milik Pak Tani. Tetapi
Pak Tani selalu siaga dan berjaga-jaga mengawasi kebunnya, sehingga sulit bagi
kancil untuk mencuri ketimun.
Kancil berjalan mengendap-endap menunggu Pak Tani lengah.
Sampai siang hari, ia belum juga berhasil mendapatkan kesempatan. Akhirnya ia
pergi meninggalkan tempat itu. Di tengah perjalanan, bertemu ia dengan seekor
sapi.
“Hai sapi! Sedang apa kamu?” sapa kancil. “Hai, aku sedang
makan rumput, mari ke sini makan bersamaku!” Jawab sapi sambil memamah rumput.
“Terima kasih, tetapi aku tidak suka memakan rumput.” Jawab kancil. Lalu
kancilpun berkata, “Maukah kau kuberi ketimun?”"Ketimun? Di mana ada
ketimun?” tanya sapi. “Di sana, di ladang milik Pak Tani!” Jawab kancil sambil
menunjuk ke ladang Pak Tani. “Ooo… milik Pak Tani, tidak ah aku tidak mau.
Ketimun itu ditanam oleh Pak Tani, jadi aku tidak mau mencurinya.” Sahut sapi
menolak.
“Baiklah kalau kau tidak mau, aku pergi dulu.” jawab kancil
lalu pergi meninggalkan sapi. Baru beberapa langkah kancil berjalan, bertemulah
ia dengan seekor kambing. “Aduh lahap sekali kau makan daun itu! Sampai-sampai
lupa tidak menawari aku?” sapa kancil. “Oh kau cil, kalau kau belum makan, ayo
makanlah bersamaku.” Seru kambing menawarkan. “Terima kasih, tetapi sayang aku
tidak suka makan daun itu.” Jawab kencil. “Kenapa kau tidak suka? Oh… aku tahu
maksudmu, kau pasti takut dimarahi Pak Tani kan? Pak Tani sudah memperbolehkan
aku makan daun ini sepuasnya, tetapi Pak Tani bepesan padaku jangan sampai
merusak batang pohonnya.” Kambing menjelaskan.
“Ya… ya, aku tahu itu. Tapi… hari ini aku ingin sekali makan
ketimun.” Sahut kancil. “O… kalau ketimun, Pak Tani melarangku untuk
mengambilnya. Karena buah ketimun itu akan dijual oleh Pak Tani ke pasar untuk
menambah penghasilannya.” Jelas kambing pada kancil. “Tapi aku ingin mengambil
beberapa buah saja…” kata kancil. “Terserah, kalau kau berniat mengambilnya.
Yang penting aku sudah memperingatkanmu.” Ucap kambing lagi.
“Ya sudah, aku mau pergi saja…” kancil kembali berjalan
untuk mencari kawan yang mau diajak mencuri ketimun. Dia memang takut mencuri
sendiri, karena sudah berkali-kali Pak Tani mengetahui kalau ketimunnya dicuri
oleh kancil. Pak Tani juga telah bersumpah bila nanti dapat menangkap kancil
saat mencuri ketimun, dia akan memenggal kepalanya. Oleh karena itu kancil
berusaha mencari kawan yang akan dijadikan teman mencuri ketimun di ladang.
Sampailah kancil di pinggiran sebuah kubangan. Ia melihat
seekor kerbau yag sedang mandi lumpur. Di siang hari yang terik kerbau memang
sangat senang bermandi lumpur. “Hai kerbau! Sedang apa kau di situ?” tanya
kancil kepada kerbau. “Oh… kau Cil! Aku sedang mandi lumpur. Aku tidak tahan
panasnya siang hari ini.” Sahut kerbau. “Iih, bukankah kau bertambah kotor
dengan mandi di lumpur.” Seru kancil lagi. “Tidak, yang penting aku tidak
kepanasan. Kalau kau kepanasan ayo kemarilah kita mandi bersama!” ajaknya.
“Tidak, ah! Aku tidak mau badanku jadi kotor sepertimu.” Kata kancil
menolaknya. “Ya sudah, kalau kau tidak mau.” Sahut kerbau. “Apakah kau sudah
makan siang hari ini?” tanya kancil menyelidik. “Belum…, memangnya kenapa?
Apakah kamu mempunyai makanan yang banyak?” jawab kerbau. “Ada, di sana banyak
ketimun yang besar-besar.” “Lho, bukankah ketimun itu milik Pak Tani.” Sahut
kerbau.
“Ya, memang ketimun itu milik Pak Tani, tapi kita kan hanya
ingin mengambil beberapa buah saja. Kalau kau mau, ayo sama-sama kita ke sana!”
bujuk kancil kepada kerbau. “Nanti…, biar aku saja yang memetik, kamu hanya
berjalan saja melewati ladang, supaya Pak Tani tidak curiga. Dan aku akan
berjalan di sebelahmu agar tak terlihat oleh Pak Tani.” “Baiklah, mari kita ke
sana sekarang,” kata kerbau menyetujui.
Mereka berdua lalu berjalan bersama menuju ladang ketimun
milik Pak Tani. Kancil berjalan di balik tubuh kerbau yang besar itu, sehingga
yang tampak oleh Pak Tani hanya kerbau yang melintas di pinggir ladang. Pak
Tani tidak merasa curiga sedikitpun, karena kerbau memang belum pernah mencuri
ketimun ataupun merusak ladang miliknya. Ketika Pak Tani lengah, dengan cepat
kancil memetik beberapa buah ketimun yang besar-besar. Setelah berhasil
merekapun memakan buah ketimun itu di suatu tempat yang sepi.
“Kau cerdik sekali, Cil! Pak Tani pasti tidak tahu kalau kau
mencuri ketimun itu. Karena yang dilihatnya cuma aku yang sedang berjalan
sendirian.” Ucap kerbau kagum kepada akal bulus kancil. “Ya memang, makanya aku
mengajakmu.” Sahut kancil dengan bangga. “Keesokan harinya, kancil dan kerbau
mengulangi perbuatan itu lagi bersama-sama. Dalam sehari saja mereka telah
mencuri sebanyak tiga kali atau lebih. Lama kelamaan Pak Tani pun mulai curiga
melihat kerbau yang makin sering berjalan melewati ladang miliknya. Setelah
kerbau lewat, Pak Tani memeriksa buah ketimun yang sebentar lagi akan dipanen.
“Oh….” Pak Tani terkejut.” Buah ketimunku yang besar-besar
banyak yang hilang. Apa mungkin kerbau yang mencurinya, sebab beberapa hari ini
hanya kerbau yang terlihat melewati ladang ini.” Ujar Pak Tani menduga-duga.
“Awas kau kerbau!” Ancam Pak Tani. “Kancil saja sudah tak berani mencuri
ketimunku. Kau malah berulangkali mencuri. Bila nanti kau tertangkap olehku,
kau akan kuhukum yang berat.”
Hari berikutnya kancil dan kerbau kembali beraksi. Namun Pak
Tani sudah siap dengan tambang dan pecut untuk menangkap kerbau. Ketika kerbau
terlihat melintas di ladangnya, perlahan-lahan Pak Tani mendekatinya. “Ssstt…
kancil, Pak Tani berjalan ke arah kita.” Ujar kerbau. “Ya… tenang saja, aku
sudah dapat beberapa buah.” Ucap kancil tak peduli. “Kalau Pak Tani tahu
bagaimana?” tanya kerbau yang mulai takut. “Tidak usah takut! Ini bagianmu, aku
akan menaruh bagianku dulu disana. Dan kau jalan perlahan saja, agar Pak Tani
tidak curiga.” Ujar kancil lalu berlari kencang meninggalkan kerbau. “Hai! Mau
ke mana kau!” cegah Pak Tani di hadapan Kerbau. “Aku mau ke sana Pak Tani!”
sahut kerbau pelan. “Oh… rupanya kamu yang selama ini telah mencuri ketimunku.
Pantas saja akhir-akhir ini kau sering hilir mudik melewati ladangku.” Tegur
Pak Tani marah. “Bu… bukan aku yang mencurinya Pak Tani. Tetapi kancillah yang
telah mencuri ketimunmu.” Sahut kerbau mengelak. “Itu yang kau bawa apa?
Bukankah itu ketimun dari ladangku?” Pak Tani semakin marah. “Ya…, ini memang
ketimun milikmu Pak Tani, tetapi kancil yang mencurinya, dan aku diberi
sebagian olehnya. Lalu ia pergi membawa bagiannya.”
“Tidak
mungkin, kancil sudah tidak lagi berani mencuri ketimunku. Lagian beberapa hari
ini hanya kau yang kulihat melintas di sini,” kata Pak Tani yang tidak
mempercayai ucapan kerbau. “Sekarang sebagai hukumanmu, kamu harus mau membajak
sawah-sawahku di sana!” perintah Pak Tani. “Baiklah Pak Tani, kalau memang itu
keputusanmu, aku menurut.” Sahut kerbau kemudian. Pak Tani lalu mengikat leher
kerbau dengan tambang agar tidak lari dari hukuman. Sejak itulah setiap hari
kerbau mulai membajak sawah Pak Tani. Setelah selesai membajak sawah, barulah
kerbau diberi makan oleh Pak Tani
No comments:
Post a Comment