Wednesday, May 31, 2023

Karakteristik pengembangan Logika Matematika Anak TK

 


            Dalam undang-undang Sisdiknas No.2  Tahun 2003 dijelaskan bahwa anak usia dini adalah 0-6 tahun. Pada usia tersebut anak ada dalam masa peka, yang memiliki kecepatan pertumbuhan otak sangat tinggi hingga mencapai 50% dari keseluruhan perkembangan otak anak selama hidupnya. Artinya masa golden age merupakan waktu yang sangat tepat untuk menggali potensi kecerdasan anak sebanyak-banyaknya (Achdami dkk, 2006:33).

            Pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini perlu diarahkan agar mengalami kemajuan pada setiap tahapan perkembangannya secara optimal. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat karakteristik yang ditemukan pada anak-anak sesuai dengan tingkat usianya, maka dari itu para pendidik ataupun orang-orang disekitar anak dapat memberikan serangkaian bahan dan kegiatan ataupun pembelajaran yang kongkrit, menyenangkan, dan dapat mendorong rasa ingin tahu anak. Kegembiraan terhadap pengalaman-pengalaman melalui kegiatan yang melibatkan seluruh panca indra dan keinginan menjelajah gagasan baru yang dimiliki anak dapat membangun pengetahuan dalam diri anak.

            Piaget (Foreman, 1993) dalam Sujiono (2007:5.4) mengungkapkan bahwa pengetahuan dibangun  berdasarkan kemampuannya dalam memahami perbedaan berdasarkan persamaan yang tampak. Piaget membagi pengetahuan menjadi tiga jenis yang berdasarkan sumber-sumber pengetahuan, salah satunya pengetahuan logika matematika yang meliputi kemampuan dalam membandingkan, mengurutkan, mengelompokan, menghitung, dan berfikir dengan menggunakan logika.

            Menurut Sujiono (2007) orang dengan kecerdasan logika matematika mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) memiliki kemampuan untuk memahami angka dan konsep logika yang sangat bagus, (2) memiliki kemampuan sangat tinggi untuk mengemukakan sesuatu dengan alasan yang kuat, (3) bisa menjelaskan ide secara konseptual dengan sangat baik, (4) selalu tertantang menjalani tugas dari awal hingga akhir, dan (5) membuka diri terhadap upaya untuk menjalani eksperimen tentang sebuah perubahan.

            Selaras dengan pendapat di atas, Taazkiroatun & Fawzia (2004 : 34-35) mengungkapkan anak dengan kecerdasan logika-matematika mudah terlibat dengan angka dan senang berhitung. Anak-anak dengan kecerdasan ini belajar melalui angka dan berfikir logis, melalui dari mengkatagorikan, mengelompokan, menandai persamaan dan perbedaan benda-benda di sekelilingnya, mencermati serta menandai ciri-ciri tentang sesuatu.

            Pengembangan kemampuan logika matematika di taman kanak-kanak dilakukan pada pembelajaran matematika melalui kemampuan berhitung, permulaan dan pemecahan masalah dalam kegiatan sederhana yang terjadi dalam kehidupan anak sehari-hari. Misalnya pada saat anak menyebutkan umur lima tahun dengan mengangkat jari-jari tangannya, atau ketika mereka harus bergantian dengan anak-anak lainya dengan cara dihitung sampai 10 kali ayunan sehingga semua anak dapat giliran bermain.

Hakikat Pembelajaran Matematika Anak Usia Dini

 


            Pembelajaran matematika pada anak usia dini merupakan sarana yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan berfikir, mendorong anak untuk mengembangkan berbagai potensi intelektual anak yang dimilikinya dapat dijadikan sebagai sarana untuk menumbuhkan berbagai sikap dan prilaku positif dalam rangka meletakan dasar-dasar kepribadian sedini mungkin seperti sikap kritis, ulet, mandiri, ilmiah, rasional dan lain sebagainya (Sriningsih, 2009: 22).

Kegiatan pembelajaran matematika untuk anak usia dini (termasuk anak usia TK) merupakan pembelajaran matematika terpadu yang memiliki peranan yang sangat penting dalam mengembangkan potensi anak dan peningkatan kualitas praktik-praktik pembelajaran matematika anak usia dini di lapangan. Pentingnya pembelajaran matematika terpadu untuk anak usia dini menurut Sriningsih (2009: 27) dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu:

(1) sudut pandang anak sebagai subjek layanan, anak memiliki posisi yang sangat signifikan dalam rangka menstimulasi dan mengoptimalkan kemampuan berfikir anak. Oleh karena itu guru perlu memahami bagaimana perkembangan pemahaman anak terhadap konsep-konsep matematika serta tahapan pembelajaran matematika. dan (2) sudut pandang guru sebagai pengelola kegiatan pembelajaran, adalah begaimana peran guru dalam mengorkestrasikan berbagai komponen pembelajaranmatematika terpadu sehingga memiliki kontribusi yang signifikan dalam mengoptimalkan kemampuan logika matematika anak dan juga kemamapuan lainnya.

 

 Berdasarkan pendapat di atas hakikat matematika untuk anak usia dini merupakan suatu upaya yang dapat dilakukan dalam merencanakan dan mengorganisasikan kegiatan pengembangan kecerdasan logika-matematika anak usia dini dengan cara menyajikan tema-tema pembelajaran yang dekat dengan lingkungan anak. Lebih lanjut Sriningsih (2009: 90) menjelaskan bahwa, “Implementasi pembelajaran matematika untuk anak usia dini memerlukan media pembelajaran yang diperlukan oleh anak untuk mengembangkan berbagai kompetensi matematika.”

Standar kompetensi matematika untuk anak usia dini menurut The National Countil Of Matematics (NCTM) yaitu meliputi:

Kompetensi isi dan proses pembelajaran matematika, kompetensi isi yaitu:  bilangan dan operasinya, aljabar, geometri, analisis data, pengukuran, pemecahan masalah, penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi dan representasi. Sedangkan kompetensi proses yaitu: problem solving, penalaran dan pembultian, komunkasi, koneksi, represntasi.

 

            Secara khusus pembelajaran matematika di taman kanak-kanak menurut (NCTM) tidak terlepas dari 2 hal penting yaitu: Content / materi dan proses. Ada 5 konten pembelajaran matematika menurut NCTM dalam Copley (2001) mencakup bidang-bidang pengetahuan tentang bilangan, aljabar, geometri, pengukuran dan probabilitas / analisis data. Berikut penjelasan mengenai lima konten matematika yaitu:

1)      Bilangan, mempelajari tentang pengenalan konsep angka / bilangan, banyaknya benda, membedakan angka dan jumlah serta menghitung bilangan dengan benda-benda. Pada saat mempelajari tentang konsep bilangan ini, guru dapat melakukan beberapa paermainan angka yang dapat memotivasi anak dan membuat pembelajaran matematika lebih menyenangkan.

2)      Aljabar, mempelajari tentang pola (parenting), kegiatannya berupa: meronce, menyusun rangkaian warna, menyusun bagian-bagian, suara-suara yang berurutan, variasi dan tepukan gerakan yang terpola.

3)      Geometri, mempelajari tentang bentuk-bentuk geometri seperti lingkaran, bujur sangkar, segitiga, trapesium, segi enam dan belah ketupat. Mempelajari posisi seperti kanan, kiri atas bawah, samping, belakang, depan, dan pergeseran benda.

4)      Pengukuran, mempelajari ukuran suatu benda, volume, perbandingan, berat benda dan luas.

5)      Probabilitas / analisis data, mempelajari tentang bagaimana cara menganalisis banyaknya benda. Memikirkan beberapa kemungkinan yang akan muncul pada saat permainan dadu, menebak jumlah angka yang tinggi atau sebaliknya.

 

Kegiatan pembelajaran matematika pada anak TK diorganisasikan secara terpadu melalui tema-tema pembelajaran yang paling dekat dengan konteks kehidupan anak dan pengalaman-pengalaman riil. Guru memberikan berbagai pilihan kegiatan sesuai dengan minat anak. Guru dapat menggunakan media permainan dalam pembelajaran yang memungkinkan anak bekerja dan belajar secara individual, kelompok dan juga klasikal. Peranan guru dalam kegiatan pembelajaran sangat dominan yaitu dengan cara mengatur anak untuk mengikuti serangkaian kegiatan belajar yang telah disiapkan sebelumnya.

Dalam kegiatan pembelajaran matematika pada anak usia dini dalam permainan hitung-menghitung bertujuan mengembangkan pemahaman anak terhadap bilangan dan operasi bilangan dengan benda-benda kongkrit sebagai pondasi yang kokoh pada anak untuk mengembangkan kemampuan membilang pada tahap selanjutnya. Sriningsih (2009: 121) menyatakan bahwa, “guru secara bertahap memberikan pengalaman belajar yang dapat menggantikan benda-benda kongkrit dengan alat-alat yang dapat mengantarkan anak pada kemampuan berhitung secara mental.”

Perkembangan Kognitif Anak Taman Kanak-Kanak

 

Anak Usia Taman Kanak-kanak menurut Garnida (2011) adalah individu yang sedang mengalami atau menjalani suatu proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan fundamental, salah satu aspek perkembangan yang akan dikembangkan adalah perkembangan kognitif.

Sedangkan Kognitif menurut Garnida (2011) adalah suatu istilah yang digunakan oleh psikolog untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, menilai, dan memikirkan lingkungannya.

Kognitif sering disebut juga intelek. Pengertian kognitif menurut Chaplin dalam Mohammad Asrori (2007:47) diartikan sebagai:

1. Proses kognitif, proses berpikir, daya menghubungkan, kemampuan menilai, dan kemampuan mempertimbangkan.

2. Kemampuan mental atau inteligensi.

Menurut Gagne dalam Maelani (2010:12) “kognitif adalah proses terjadinya secara internal di dalam pusat susunan syaraf pada waktu manusia sedang berpikir".

Tahapan perkembangan kognitif menurut Jean Piaget dalam Sriningsih (2009:30) antara lain: (1) Sensorimotorik (0-2 Tahun), (2) Praoperasional (2-7 Tahun), (3) Operasional kongkrit (7-12 Tahun), (4) Operasional formal (12 Tahun ke atas). Menurut pendapat tersebut, pada tahap sensori motorik (0-2 Tahun), anak memperoleh pengalaman tentang matematika melalui berbagai kontak fisik dan eksplorasi terhadap lingkungan. Sedangkan pada tahap praoperasional (2-7 Tahun), anak sudah mampu menggunakan simbol-simbol dalam pikirannya untuk mempresentasikan benda atau kejadian.

Lebih lanjut Santrock dalam Erawati (2010) menegaskan, pada tahap praoperasional anak belum mampu memahami peraturan tertentu atau operasi. Pada tahap ini anak belum mampu berfikir secara operasional. Anak 3-5 tahun termasuk kedalam tahap praoperasional dimana pada tahap ini diajarkan dengan menggunakan benda-benda kongkrit.

Teori Dienes dalam Erawati (2010:18) konsep matematika termasuk bilangan akan berhasil di pelajari apabila dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dalam teori ini dikemukakan 6 tahapan, yaitu: permainan bebas (free flay), permainan yang disertai aturan (games), persamaan kesamaan sifat (suarching for communities), representasi (representation), simbulasi (symbolization) dan formalisasi (formalization).

Teori Piaget dipengaruhi aliran konstuktif dimana hal ini terlihat dari pandangan Piaget bahwa anak membangun kemampuan kognitif melalui interaksi dengan dunia sekitarnya.

Tokoh lain yang melakukan studi terhadap ini secara mendalam ialah Bruner dalam Maelani (2010:12) ia membagi proses perkembangan kognitif kedalam tiga periode:

1. Enactive stage, merupakan proses yang sangat operasional tidak menggunakan citra (bayangan) maupun kata-kata tetapi langsung bentuk tindakan (action) dan dapat diamati, tahap ini mirip dengan sensor motor dari Piaget.

2. Iconic stage, merupakan bayangan atau imajinasi, meskipun belum menggunakan bahasa,  dan banyak tergantung pemanfaatan pengamatan visual atau alat indera yang lain dalam melukiskan konsep tanpa mengidentifikasikannya yang mendekati kepada tahap operasi kongkrit dari Piaget.

3. Symbolic stage, merupakan proses yang lebih dari tindakan dan imajinasi, merujuk dan mengarah pada proses berfikir yang lebih abstrak dan luwes, memungkinkan seseorang untuk terlibat dalam proses berfikir mendalam (reflektif thinking) dengan cara menyusun pernyataan, mencari contoh, dan menyusun konsep-konsep dalam suatu susunan yang hierarkis (berurutan), yang juga mendekati kepada cirri fase oprasi formal dari Piaget.

Usia dini merupakan usia yang paling tepat untuk menstimulasi berbagai hal, termasuk memstimulasi perkembangan kemampuan metematika anak. Masa ini merupakan masa peka yang dapat diberikan pengetahuan  beragam secaraa nyata sesuai dengan tahap perkembangan anak. Seperti diungkapkan oleh Frobel dalam Solehudin (2007:27) bahwa:

     Masa anak itu merupakan Fase yang sangat berharga dan dapat dibentuk dalam kehidupan manusia (a noble and malleable phase of human life). Karenanya masa anak dalah masa emas bagi penyelenggara pendidikan. Masa anak merupakan fase yang sangat fundamental bagi perkembangan individu karena pada fase inilah terjadi peluang yang sangat besar untuk pembentukan dan perkembangan pribadi seseorang (Frobel:1993).

Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa ketika anak belajar dari pengalaman anak sehari-hari dan secara tidak langsung asfek perkembangan anak terkembangkan. Pada saat anak belajar secara nyata anak secara tidak langsung akan belajar matematika adalah suatu kesatuan integral daripada kehidupan.


Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive