Wednesday, September 21, 2022

Kelekatan Sosial Pada Anak

 Definisi kelekatan 

Kelekatan Menurut (Santrock, 2007, hlm. 11) kelekatan merupakan ikatan emosional yang kuat antara dua orang.Ikatan tersebut dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orangtuanya. Sedangkan (Ainsworth, 2010, hlm. 210) mendefinisikan kelekatan sebagai bentuk ikatan emosional yang dibentuk seorang individu dengan orang lain yang bersifat spesifik mengikat mereka dalam suatu kedekatan yang bersifat kekal sepanjang waktu. Kelekatan didukung oleh tingkah laku lekat atau attachment behavior yang dirancang untuk memelihara hubungan tersebut.Papalia dkk. (1986, hlm. 170)  menjelaskan kelekatan  sebagai suatu ikatan timbal balik yang bertahan antara dua orang, terutama bayi dan pengasuh, yang masingmasing berkontribusi kepada kualitas hubungan. Dalam pembentukan kelekatan orangtua diharuskan mampu untuk menimbulkan rasa kepercayaan pada anak sejak bayi. (Bowlby, 2010m hlm. 82) menjelaskan bahwa kelekatan memiliki nilai keberlangsungan hidup yang bukan hanya fisik, namun juga berhubungan dengan psikologis yang abadi antar sesame manusia. Armsden dkk. (2007, hlm. 419) memandang  kelekatan sebagai ikatan afeksi antara dua individu yang memiliki intensitas yang kuat. Sementara itu  Berk mendefinisikan  kelekatan sebagai ikatan kuat kasih sayang antara anak dengan orangtua atau orang-orang yang khusus dalam hidup anak, yang menuntun anak untuk merasakan kesenangan ketika anak berinteraksi dengan mereka. Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan kelekatan sebagai ikatan emosional antara anak dengan orang terdekatnya dalam bentuk interaksi, komunikasi yang menimbulkan perasaan percaya diri bagi anak sehingga anak merasa aman dan mendapat limpahan kasih sayang dari orang terdekat.Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sosialisasi merupakan suatu proses dalam memperoleh pengetahuan, mengembangkan kemampuan social, kebiasaan social, kepribadian serta pembentukan standar individu tentang keterampilan untuk dapat berinteraksi secara baik dengan lingkungan dan memperoleh nilai-nilai yang sesuai dengan lingkungannya. Sosialisasi ini dipengaruhi oleh lingkungan dimana seseorang itu berada.

2. 4 Fungsi keluarga dalam perkembangan sosial anak

Keluarga mempunyai peranan yang amat pentingbagi proses sosial anak. Mengapa ? karenakeluarga merupakan tempat awal kontak anak dengan anggota keluarga (ibu dan bapak) pada tahun-ahun pertama kehidupan anak. Seperti anda maklumi, tahun pertama merupakan tahun yang amat kritis bagi pperkbangan sosial anak. Fungsi keluarga yang sangat penting diantaranya sebagai wadah sosialisasi bagi anak . keluarga merupakan suatu sistem interaksi antar individu secara timbul balik. Tiap individu tersebut mensosialisasikannya dan akan saling mengatur para anggotnya.

2.5 fungsi kelompok teman sebaya

Pada periode pra sekolah anak sudah mulai bermain dengan dirinya sendiri, artinya walaupun bersama-sama dengan temannya, tapi masing-masing sibuk sendiri. Menjelang anak amsuk TK, anak sudah dapat bermain bersama-sama dengan teman sebayanya.

2.5 Kelekatan Orangtua

Kelekatan orangtua adalah ikatan interpersonal antara anak dan orangtua yang diwarnai dengan kasih sayang sehingga dapat menciptkan ikatan emosional yang positif dari orantua kepada anaknya kelekatan antara anak dan oragtua harus dibangun sedini mungkin, agar berkemang dalam diri anak rasa aman dan nyaman dengan orangtua karena orangtua merupakan unsur terdekat dengan diri anak.

Kelekatan sebagai kebutuhan mendasar yang memiliki dasar biologis dalam hubungan anak dengan orang dewasa. Menurut John Bolwby kelekatan anatara anak dengan orangtua akan menumbuhkan kepercayaan diri anak sehingga ia siap untuk memasuki lingkungan sosial di luar keluarga intinya.

Santrock (2002) menyatakan bahwa 

“attachment refers to a relasionship between two individuals who feel strongly about each other and do a number things to continue the relasionship”

Kelekatan mengacu kepada suatu relasi antara dua orang yang memilki perasaan kuat satu sama lain dan melakukan banyak hal bersama untuk melanjutkan relasi itu. Kelekatan kepada anak biasanya terlebih dahulu berkembang pada orang dewasa yang berbeda disekitar anak, karena sifatnya anak mencari kenyamanan setelah itu kelekatan pada anak berkembangan pada hubungan dengan teman sebaya yang dinillai memilki kesamaan dengan anak. Sedangkan menutur Berk (2007) di kemukan bahwa,

“attachent can  be defined as the strong affectionate tie we have with special people in our live thet leads us to feel pleasure when we inteteract with them and to  be comforted  by their nearness during times of stress.”

Kelekatan dapat didefinisikan sebagai ikatan kuat kasih syang yang kuat antara anak dengan orangtua atau dengan orang-orang yang khusus dalam kehidupan anak, yang menuntun anak untuk merasakan kesenangan ketika anak erinteraksi dengan mereka merasa nyaman dan membuatnya jauh dari tekanan selama berada dengan mereka. Diane Papalia (2012) memandang kelekatan anak dan orantua sebagai,

“attachment is reciprocal, enduring emotional tie between two people especially between infant and caregiver- each whom contributes to the quality of relationship”.   

Kelekatan adalah hubungan  timbal balik yang menakjubkan ikatan emosional antara dua orang khususnya antara  bayi dan pengasuh, setiap  yang memverikan kontribusi untuk kualitas hubungan. Pendapat lain dari Mc Cartey dan Dearing (2012)  yaitu

“attachment is a strong emotional bond developed by the child through his interaction with people who have special meaning in life, usually parents”

Kelekatan merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua. Kelekatan juga merupakan bentuk komunikasi non verbal antara anak dengan lingkungan yang terdekat dengan anak Kelekatan tidak terbentuk begitu saja, melainkan terdiri dari tahapan-tahapan tertentu yang telah muncul dari bayi. 


Makalah Tentang Lingkungan Pendidikan

 BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Lingkungan secara umum diartikan sebagai kesatuan ruang dengan segala benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Lingkungan hidup menyediakan kebutuhan-kebutuhan hidup manusia. Begitupun sebaliknya, kehidupan manusia sangat tergantung pada tersedianya sumber daya alam yang memadai dalam lingkungan hidup. Manusia dan lingkungan hidup selalu terjadi interaksi timbal balik, manusia mempengaruhi lingkungan dan sebaliknya manusia dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Demikian pula manusia membentuk lingkungan hidupnya dan manusia dibentuk oleh lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup memegang peranan penting dalam kebudayaan manusia, mulai dari manusia primitif sampai pada yang modern.


B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dan jenis pendidikan?

2. Sebutkan fungsi lingkungan pendidikan untuk kepentingan mendidik! 

3. Apa karakteristik setiap jenis lingkungan pendidikan?

4. Apa dampak dari setiap lingkungan pendidikan terhadap peserta didik ?


C. TUJUAN PENULISAN 

1. Mengetahui pengertian dan jenis pendidikan.

2. Untuk mengetahui fungsi setiap jenis lingkungan pendidikan unuk kepentingan mendidik.

3. Untuk mengetahui karakteristik setiap jenis lingkungan pendidikan.

4. Mengetahui dampak dari setiap lingkungan pendidikan terhadap peserta didik.





BAB II

PEMBAHASAN

A.        Pengertian dan Jenis lingkungan pendidikan.

Pengertian lingkungan pendidikan 

Proses pendidikan selalu berlangsung dalam suatu lingkungan tertentu, baik lingkungan yang berhubungan ruang maupun waktu.

Dalam lingkup pendidikan, lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar kegiatan mendidik dan berpotensi memberikan pengaruh terhadap proses dan hasil pendidikan. Lingkungan juga dapat disebut dengan istilah milleu.

Faktor milleu yang berpengaruh terhadap individu 

Lingkungan dalam kaitan dengan pendidikan adalah segala sesuatu yang berada diluar diri anak dalam alam semesta ini (Depdikbud, 1981:85). Pendidik merupakan bagian dari lingkungan akan tetapi sifatnya berbeda dengan pengaruh yang diberikan oleh lingkungan. Pengaruh  pendidik merupakan pengaruh yang mengandung unsur tanggung jawab, sedangkan pengaruh lingkungan hanya merupakan pengaruh belaka, tidak tersimpul unsur tanggung jawab di dalamnya.(Sutari Imam Barnadib,1987:117)

Jenis lingkungan pendidikan

Jenis lingkungan menurut wujud fisiknya dibagi menjadi 4 yaitu:

1)   Lingkungan alam (benda)

Lingkungan alam adalah segala sesuatu yang ada dibumi yang berada diluar diri anak yang bukan manusia atau benda-benda yang ada disekitar manusia. Misalnya: tanah, batu, binatang, tumbuh-tumbuha, iklim ,air,gedung, rumah, dan benda-benda alam lainnya.

2)   Lingkungan sosial

Lingkungan sosial adalah semua manusia yang berada diluar diri seseorang yang dapat mempengaruhi diri orang tersebut atau lingkungan yang berwujud manusia. Misalnya: teman sekolah, teman sebaya, atau orang sekitar tempat tinggal merupakan lingkungan sosial yang bersifat langsung. Sedangkan progam-progam dalam televisi, radio, surat kabar, atau media cetak yang lainnya termasuk lingkungan sosial yang tidak langsung.


3)   Lingkungan budaya

Lingkungan budaya adalah lingkungan yang berupa hasil cipta karsa, dan karya manusia termasuk didalamnya ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Misalnya: seni tari, seni musik, dan ilmu pengetahuan alam.

4)   Lingkungan moral

Lingkungan moral adalah  segala sesuatu yang mengatur tata laku manusia, baik yang diciptakan manusia sendiri. Misalnya: sopan santun, beribadah, dan menghormati orang yang lebih tua.

Jenis lingkungan berdasarkan ruang lingkupnya, yakni :

1) Lingkungan Mesjid

Mesjid merupakan instusi pendidikan yang pertama di bentuk dalam lingkungan masyarakat muslim. Pada dasarnya mesjid yang mempunyai fungsi yang tidak terlepas dari kehidupan keluarga sebagai lembaga pendidikan. Mesjid juga berfungsi penyempurna pendidikan dalam keluarga agar selanjutnya anak mampu melaksanakan tugas-tugas hidup dalam masyarakat dan lingkungan. Juga mampu menjadi pusat pembelajaran kaidah-kaidah islam, sehingga mampu menjadi sekelompok umat muslim menjadi pribadi yang baik dan saleh.

Menurut An-Nahlawi (1995) mesjid merupakan pusat pendidikan nonformal yang memiliki tingkat implikasi yang cukup besar, diantaranya:

Pertama, mendidik masyarakat agar memiliki semangat pengabdian dalam seluruh aktivitasnya kepada Allah swt.

Kedua, menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan dan menanamkan solidaritas sosial, serta menyadarkan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sebagai insan pribadi, sosial dan warga masyarakat dan negara.

Ketiga, memberikan rasa ketentraman, kekuatan, dan kemakmuran serta mengembangkan potensi-potensi ruhiah manusia melalui pendidikan kesabaran, keikhlasan, optimisme, dan akhlak luhur lainnya.


2) Lingkungan keluarga

Keluarga memiliki wewenang secara kodrat untuk mandidik anak-anaknya. Anak-anak pertama-tama mendapatkan pendidikan adalah lingkungan keluarga. Pendidikan yang pertama-tama diterima olah anak-anak adalah pendidikan dilingkungan keluarga. Pendidik dalam lingkungan keluarga adalah orang tua (bapak dan ibu). Oleh karena itu orang tua biasa mendapat predikat pendidik yang pertama dan utama. Dikatakan pendidik pertama karena pertama-tama anak mendapatkan pendidikan adalah pendidikan dari orang tua mereka sebelum anak-anak memasuki lingkungan-lingkungan pendidikan yang lain.

Menurut Ki Hajar Dewantara pendidik dalam lingkungan keluarga terutama bertanggung jawab tentang pendidikan budi pekerti. Tekanan di sini adalah pembentukan moral, budi pekerti dengan harapan melewati pendidikan keluarga akan menjadikan anak yang bermoral mulia, yang selanjutnya akan dikembangkan lebih lanjut dalam pendidikan di sekolah-sekolah dan lingkungan masyarakat.

3) Lingkungan sekolah

Lingkungan pergaulan diluar keluarga tetapi masih memiliki sifat kekeluargaan yaitu lingkungan sekolah. Setelah anak dianggap matang untuk memasuki sekolah, maka pendidikan diteruskan dengan mengikuti pendidikan disekolah. Sekolah merupakan lembaga pendidikan dalam masyarakat yang menyalenggarakan kegiatan pendidikan kepada anak-anak yang telah “diserahkan” orang tuanya di sekolah tertentu.

            Pendidikan di sekolah merupakan pendidikan formal yang dilakukan oleh para guru yang telah dipercaya oleh masyarakt untuk menyelenggarakan pendidikan yang bersifat formal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (menurut UU No.20 tahun 2003 ). Para guru menyelenggarakan pendidikan dengan mendasarkan diri kepada kurikulum atau rencana pelajaran tertentu sesuai dengan tingkat kelasnya serta berbagai aturan yang berlaku disekolah-sekolah tersebut. Dengan demikian pendidik-pendidik dilingkungan  sekolah adalah para guru dengan dikoordinasi oleh kepala sekolah.

4) Lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat adalah orang-orang yang ada diluar lingkungan keuarga dan sekolah, masyarakat umum, para pejabat, para pedagang, para ulama, para pemimpin.

Tugas masyarakat didalam pendidikan adalah membiayai sekolah/pendidikan serta menjadi kondisi dan kebiasaan positif yang telah diajarkan di mesjid, keluarga, dan sekolah.

B. Pemanfaatan dan Fungsi Lingkungan Pendidikan

1) Keluarga


Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Pendidikan keluarga berfungsi:

1. Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak

2. Menjamin kehidupan emosional anak

3. Menanamkan dasar pendidikan moral

4. Memberikan dasar pendidikan sosial

5. Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak

2) Sekolah


Di sekolah, di bawah asuhan guru-guru, anak-anak memperoleh pengajaran dan pendidikan. Anak-anak belajar berbagai macam pengetahuan dan ketrampilan, yang akan dijadikan bekal untuk kehidupannya nanti di masyarakat. Memberikan bekal ilmu pengetahuan dan ketrampilan kepada anak untuk kehidupannya nanti. Inilah sebenarnya tugas utama dari sekolah. Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka diserahkan kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai lembaga terhadap pendidikan, diantaranya sebagai berikut:


1. Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta menanamkan budi pekerti yang baik.

2. Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah.

3. Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan.

4. Di sekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika, membenarkan benar atau salah, dan sebagainya.

3) Masyarakat

1. Masyarakat sebagai penyelengara pendidikan, baik yang dilembagakan (jalur sekolah dan jalur luar sekolah) maupun yang tidak dilembagakan (jalur luar sekolah).

2. Lembaga-lembaga kemasyarakatan atau kelompok sosial di masyarakat, baik langsung maupun tak langsung, ikut mempunyai peran dan fungsi edukatif.

3. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang (by design) maupun yang dimanfaatkan (utility). Perlu pula diingat bahwa manusia dalam bekerja dan hidup sehari-hari akan selalu berupaya memperoleh manfaat dari pengalaman hidupnya itu untuk meningkatkan dirinya. Dengan kata lain, manusia berusaha mendidik dirinya sendiri dengan memanfaatkan dalam bekerja, bergaul, dan sebagainya.


C. Karakteristik Lingkungan Pendidikan

Pembahasan tentang karakteristik lingkungan ditinjau dari kualitas dan kuantitas pengaruhnya terhadap proses pendidikan. Lingkungan alam merupakan lingkungan yang pasif tetapi juga berpengaruh terhadap pendidikan anak, baik dalam proses belajar maupun dalam pembentukan kepribadian. Lingkungan alam yang keras akan mengganggu proses pendidikan tetapi juga akan membuat pribadi yang tangguh, ulet dan sebagainya.

Lingkungan keluarga yang harmonis akan berpengaruh yang baik bagi perkembangan pribadi anak secara umum dan sebaliknya lingkungan keluarga yang diharmonis akan berpengaruh buruk bagi perkembangan anak. Demikian juga lingkungan budaya.



D. Dampak dari lingkungan pendidikan bagi peserta didik

a.    Keluarga

Pengaruh keluarga dapat menurunkan kemampuan mental anak  dimulai dari dalam kandungan yaitu kurangnya gizi, terserang infeksi, mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, sering minum alkohol, atau kerap terpapar pada polusi, maka anaknya memiliki resiko mengalami ketidakmampuan dan ber-IQ rendah.  Selain itu lingkungan keluarga yang tidak sehat seperti adanya pertengkaran,   perselisihan dan kurangnya kasih sayang orang tua (perceraian), juga dapat mengurangi fungsi mental anak. Sehingga usaha untuk meningkatkan fungsi mental anak yaitu:

1)   Harus memberikan contoh yang baik bagi anak supaya anak dapat mengikuti apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya.

2)   Memberikan kasih sayang penuh tanpa membanding-bandingkan dengan anaknya lain.

3)   Memberikan dukungan penuh (pendekatan) terhadap bakat dan minat anak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.


b.   Lingkungan sekolah

Pengaruh lingkungan sekolah dapat berdampak negatif terhadap perkembangan peserta didik ketika seorang guru tidak mengetahui karakter setiap siswanya. Selain itu, pengaruh teman juga sangat mempengarui dalam mencari jati diri sendiri. Dalam hal ini seorang guru harus bisa mengetahui karakter setiap siswa agar dapat mengetahui bakat dan minat dalam diri anak. Maka seorang guru harus interaksi dengan anak didiknya agar dapat mengontrol kenakalan anak didiknya antar teman. Sedangakan usaha untuk mengatasi dampak negatif dari teman yaitu harus pintar mengontrol diri supaya tidak terjerumus pada kenakalan remaja.

c.    Masyarakat

Pengaruh masyarakat dapat berdampak negatif terhadap perkembangan anak didik ketika lingkungan sekitar tidak sehat, misalkan di lingkungan masyarakat yang bermoral tidak baik sehingga anak akan mengikuti keadaan yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu usaha untuk mengatasi dampak negatif yang terjadi pada lingkungan tersebut harus pihak keluarga yang selalu mendidik anak tersebut dengan baik. Lingkungan masyarakat dapat berperan membentuk karakter anak. 

Misalnya dengan memilih tinggal di tengah-tengah kota besar, yang mana sesama tetangga tak saling mengenal satu sama lain lingkungan yang seperti ini dapat membentuk karakter yang tidak baik juga pada anak, anak jadi terbiasa untuk tidak peka terhadap orang lain, merasa tidak memerlukan orang lain dalam hidupnya, sikap individualismenya juga akan sangat terlihat.

      Lingkungan masyarakat juga dapat berpengaruh sebaliknya yaitu berpengaruh baik bagi anak Anda. Misalnya dengan memilih tinggal di sebuah perkampungan di pinggiran kota. Di lingkungan tersebut terdapat masjid, para remajanya pun aktif dan antusias dalam kegiatan-kegiatan syiar agama untuk masyarakat sekitar, baik orangtua, remaja bahkan anak-anak kecil. Suasana lingkungan menjadi hidup dinamis, agamis, harmonis serta menyenangkan hati masyarakat yang tinggal di lingkungan tersebut. Anak-anak membentuk karakter yang sopan, santun, beradaptasi, berempati, serta dapat menjadi manusia yang berjiwa sosial.


Ruang Lingkup Bimbingan dan Konseling Prinsip, Fugsi, Asas

 

 

1.      Prinsip Bimbingan dan Konseling

·         Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli.

 Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan daripada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok daripada perseorangan (individual).

·         Bimbingan dan konseling sebagai proses individu.

Prinsip ini juga berarti berarti bahwa yang menjadi focus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.

·         Bimbingan menekan hal yang positif.

Bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.

·         Bimbingan dan konseling merupakan usaha bersama.

 Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawam konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala sekolah/madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing.

·         Pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial

 dalam bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk mempertimbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.

·         Bimbingan dan konseling berlangsung dalam berbagai setting (adegan) kehidupan. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, social, pendidikan, dan pekerjaan.

2.      asas Bimbingan dan Konseling

·         Asas kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang konseli yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain.

·         Asas kesukarelaan, yaitu asa bimbingan dan koseling yang mengkehendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlukan baginya.

·         Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam mennerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap tterbuka dan tidak berpura-pura.

·         Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan.

·         Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunujuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri.

·         Asas kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli dalam kondisinya sekarang.

·         Asas kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan yang sama hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.

·         Asas keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

·         Asas keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma agama, hokum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.

·         Asas keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakn atas dasar kaidah-kaidah profesional. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.

·         Asas alih tangan kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli.

3.      Fungsi bimbingan dan konseling

·          Fungsi Pemahaman,

 yaitu fungsi bimbingan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai kepentingan pengembangan peserta didik

·          Fungsi Pengentasan

Pelayanan bimbingan konseling berusaha membantu pemecahan masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik.

·         Fungsi Pemeliharaan

Menurut Prayitno dan Erman Amti (1999) fungsi pemeliharaan berarti memelihara sesuatu yang baik (positif) yang ada pada diri individu agar tetap utuh, tidak rusak dan agar hal-hal tersebut bertambah baik dan berkembang.

·         Fungsi pencegahan (Preventif)

Bimbingan dan konseling yang menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari permasalahan yag timbul dan menghambat proses perkembangannya.

·         Fungsi Penyaluran

Melalui fungsi ini pelayanan bimbingan dan konseling berupaya mengenali masing-masing perorangan , selanjutnya memberikan bantuan menyalurkan ke arah yang dapat menunjang tercapainya perkembangan yang optimal.

·         Fungsi Penyesuaian

Pelayanan bimbingan dan konseling juga berfungsi membantu terciptanya penyesuian siswa dengan lingkungan

·         Fungsi Pengembangan

Bimbingan dan konseling membantu para siswa mengembangkan potensi yang dimiliki secara terarah.

·         Fungsi Perbaikan

Pelayanan bimbingan dan konseling diberikan kepada siswa untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa.

·         Fungsi Advokasi

Layanan bimbingan konseling dalam fungsi ini, membantu peserta didik memperoleh pembelajaran atas hak dan atau kepentingannya yang kurang mendapat perhatian.

 

4.      Ruang Lingkup Bimbingan dan Konseling

Ruang lingkup bimbingan dan konseling di sekolah mencakup upaya bantuan yang meliputi bidang bimbingan pribadi, bimbingan Sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karier.

a.       Bidang pribadi dan sosial

Dalam bimbingan pribadi, membantu siswa menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri serta sehat jasmani dan rohani. Dalam bidang bimbingan social, membantu siswa mengenal dan berhubunghan dengan lingkungan social yang dilandasi budi pekerti luhur, tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan. Bimbingan Pribadi-Soaial berarti bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi pergumulan-pergumulan dalam dirinya sendiri dibidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual dan sebagainya, serta bimbingan dalam membina hubungan kemanusiaan dengan sesama diberbagai lingkungan (Pergaulan Social).

b.      Bidang bimbingan belajar

Dalam bidang bimbingan belajar, membantu siswa mengembangkan diri, sikap dan kebiasaan belajar yang baik untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan serta menyiapkannya melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Bimbingan belajar atau akademik ialah bimbingan dalam menemukan cara belajar yang tepat dalam memillih program studi yang sesuai dan dalam mengatasi kesukaran-kesukaran yang timbul berkaitan dengan tuntutan-tuntutan brelajar di suatu instansi pendidikan.

c.       Bidang bimbingan karier

Bimbingan karier ialah bimbingan dalam mempersiapkan diri mengahadapi dunia pekerjaan, dalam memilih lapangan pekerjaan atau jabatan/profesi tertentu serta membekali dirinya supaya siap memangku jabatan itu, dan menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan dari lapangan pekerjaan yang telah dimasuki.

 

Kleptomania

 Kleptomania merupakan kondisi yang termasuk ke kelompok gangguan kendali impulsif, yaitu ketika penderita tidak dapat menahan diri untuk mengutil atau mencuri. Sebagian besar penderita kleptomania adalah perempuan. Biasanya gangguan ini mulai terbentuk di masa remaja atau ada juga yang ketika memasuki usia dewasa. Para penderita kleptomania kerap melakukan aksinya di tempat umum, seperti di warung, toko, dan supermarket. Sebagian ada juga yang mengutil dari rumah teman.


Kleptomania berbeda dengan pencurian biasa yang mana rencana dan motif mencari keuntungan ada di dalamnya. Pada kasus kleptomania, pengutilan dilakukan tanpa niat dan didasari oleh dorongan psikologis mereka secara spontan. Barang-barang yang dicuri oleh penderita kleptomania umumnya sepele dan bisa tidak memiliki nilai tinggi (murah). Mereka pun sebenarnya mampu membeli barang yang dicuri. Selain itu, penderita kleptomania tidak pernah menggunakan barang-barang hasil curiannya. Ada yang hanya dikoleksi dan ada juga yang dibagi-bagikan kepada orang-orang terdekat mereka. Bahkan sebagian penderita kleptomania ada yang mengembalikan barang curian ke tempat semula.

Saat melakukan pengutilan, perasaan yang dialami penderita kleptomania dapat bermacam-macam. Ada yang merasakan ketegangan dan ada juga yang merasa senang. Kemudian perasaan menikmati dan puas ketika mereka berhasil mengambil barang yang tiba-tiba diinginkan. Setelah puas mengambil barang, dapat timbul rasa malu dan bersalah pada diri penderita. Beberapa di antara mereka bahkan ada yang merasa takut terhadap konsekuensi yang bisa ditimbulkan dari tindakan yang tergolong kriminal tersebut. Meskipun begitu, dorongan untuk mencuri bisa muncul kembali di lain waktu dan penderita akan kembali mengulangi perbuatannya.

Penyebab Kleptomania

Penyebab kleptomania belum diketahui secara pasti. Kondisi ini diperkirakan terbentuk akibat adanya perubahan komposisi kimia di dalam otak atau hasil dari gabungan perubahan di dalam otak. Sebagai contoh, munculnya perilaku impulsif (salah satunya kleptomania) terjadi akibat menurunnya kadar serotonin (hormon yang bertugas mengatur emosi). Perilaku impulsif ini mungkin juga terkait dengan ketidakseimbangan sistem opioid otak sehingga keinginan untuk mencuri tidak bisa ditahan. Selain itu, diperkirakan juga berhubungan dengan gangguan adiksi dimana terjadi pelepasan dopamin yang menjadikan pelaku merasa senang atas perbuatannya dan cenderung untuk ketagihan.

Diperkirakan seseorang yang memiliki riwayat penyakit psikologis lainnya, seperti gangguan kepribadian, gangguan bipolar, dan gangguan kecemasan rentan mengalami kleptomania. Risiko untuk menderita kondisi ini juga akan meningkat bagi mereka yang pernah mengalami cedera di kepala dan mereka yang memiliki keluarga dekat penderita kleptomania.

Diagnosis Kleptomania

Segera temui dokter apabila Anda mengalami gejala-gejala kleptomania. Jika ciri-ciri kondisi ini terdapat pada teman atau kerabat Anda, maka bujuklah mereka agar mau diperiksa dan diobati oleh dokter. Penderita kleptomania biasanya tidak mau memeriksakan dirinya ke dokter karena merasa malu dengan kebiasaan dirinya sendiri. Perlu Anda ketahui bahwa kondisi ini sebaiknya diobati sebelum terlambat. Jika Anda sedang naas dan tertangkap, bisa jadi Anda harus berhadapan dengan hukum karena pencurian merupakan tindakan kriminal. Atau yang lebih parah dari itu adalah dikeroyok massa seperti yang kerap muncul di berita. Bukan hanya Anda dan orang-orang terdekat yang nanti menanggung rasa malu, hubungan Anda dengan lingkungan sosial pun bisa menjadi rusak karena tidak semua orang mengerti soal kleptomania dan risiko dicap sebagai pencuri tidak bisa dihindari.

Dalam mendiagnosis kleptomania, dokter akan menarik kesimpulan berdasarkan keterangan yang disampaikan langsung oleh pasien atau melalui kuisioner yang harus mereka isi. Seseorang bisa dinyatakan positif penderita kleptomania apabila tidak bisa menahan dorongan untuk mencuri barang-barang yang sebenarnya tidak memiliki nilai ekonomi atau tidak untuk dipakai yang ditunjang dengan perasaan senang atau puas saat melakukannya. Bukan hanya itu, tindakan yang mereka lakukan juga bukan didasari oleh halusinasi atau rasa marah. Karena itu penting bagi dokter untuk memastikan bahwa tindakan pasien tidak terkait dengan kondisi selain kleptomania, misalnya gangguan kepribadian antisosial atau gangguan bipolar.

Dokter juga mungkin akan melakukan pemeriksaan fisik. Hal ini juga untuk memastikan ada tidaknya penyakit medis yang mendasari gejala dan tanda yang muncul pada pasien.

Pengobatan Kleptomania

Kleptomania umumnya ditangani melalui terapi psikologi oleh ahli terkait serta dikombinasikan dengan pemberian obat. Namun yang lebih penting dalam pengobatan kondisi ini adalah keinginan kuat pasien untuk sembuh dan kebersediaannya mengikuti tiap saran yang dokter berikan. Apabila pasien berusaha kuat untuk melawan dorongan yang timbul dari dalam dirinya, bukan hal yang mustahil kleptomania bisa dihilangkan dan tidak kambuh lagi. Selain itu dukungan dan semangat yang diberikan orang-orang terdekat terhadap kesembuhan pasien sangat besar perannya.

Jenis terapi yang umumnya diterapkan pada penanganan kleptomania adalah terapi perilaku kognitif.  Melalui metode ini, pasien akan diberikan gambaran mengenai perbuatan yang dia lakukan serta akibat yang bisa diterima, seperti berurusan dengan pihak berwajib. Melalui gambaran tersebut, pasien diharapkan bisa menilai secara objektif dan menyadari bahwa pencurian yang dia lakukan merupakan tindakan salah. Selain gambaran diri, pasien juga akan diajarkan untuk melawan atau mengendalikan keinginan kuatnya dalam mencuri, misalnya dengan teknik relaksasi.

Untuk obat-obatan, salah satu yang mungkin akan diresepkan oleh dokter adalah selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI). Dokter juga mungkin akan memberikan obat opioid antagonist. Sama seperti terapi kognitif, pemberian obat ini bertujuan menurunkan dorongan dan rasa senang yang timbul dari diri penderita kleptomania untuk mencuri. Tidak menutup kemungkinan dokter memberikan obat lain. Misalnya, bilamana dokter mencurigai bahwa kleptomania dipicu oleh gangguan psikologis lainnya, misalnya OCD Obsessive-Compulsive Disorder) atau depresi.


Makalah Tentang Trauma

 

Trauma

 

1. Pengertian

            Trauma adalah hal sering dikaitkan dengan tekanan emosional dan psikologis yang besar, biasanya karena kejadian yang sangat disayangkan atau pengalaman yang berkaitan dengan kekerasan. Namun, dalam konteks ini, yang dimaksud dengan “trauma” adalah trauma sebagai penyakit atau trauma pada fisik seseorang. Dalam istilah kesehatan, “trauma” adalah cedera yang parah dan sering membahayakan jiwa yang terjadi ketika seluruh atau suatu bagian tubuh terkena pukulan benda tumpul atau tiba-tiba terbentur. Jenis cedera yang seperti ini berbahaya karena tubuh dapat mengalami shock sistemik, dan organ vital dapat berhenti bekerja secara cepat. Oleh karena itu, penolongan secara medis tidak hanya dibutuhkan, namun juga harus cepat diberikan agar dapat meningkatkan kemungkinan pasien selamat dari trauma.

            Trauma memiliki banyak jenis, yang dibedakan berdasarkan bagian tubuh yang mengalami trauma dan seberapa parah trauma yang dialami. Beberapa jenis cedera yang paling sering diderita adalah cedera pada otak, tulang belakang, perut, dan dada. Jenis cedera ini juga dapat dikategorikan sebagai cedera tertutup atau tembus. Cedera dianggap tertutup ketika trauma terjadi di dalam tubuh. Contohnya, cedera otak traumatis dapat terjadi karena trauma akibat benda tumpul pada kepala. Sementara itu, cedera dianggap menembus dalam kasus seperti luka akibat tusukan pisau atau gunting. Patah tulang dan luka bakar juga merupakan cedera traumatis, sama halnya dengan memar, terutama ketika terjadi pada organ vital seperti jantung.

 

2. Gejala, Penyebab dan Cara Mengobati Trauma

 

a) Gejala Trauma

Berikut beberapa reaksi atau gejala yang muncul pada anak usia 0-6 tahun yang terkena stres traumatik. :

Anak usia 0-2 tahun

·         Menyendiri

·         Menuntut perhatian melalui perilaku yang positif maupun negatif

·         Perkembangan kemampuan berbahasa/lisan yang minim

·         Emosi yang berlebihan

·         Perilaku agresif

·         Masalah memori

·         Pengalaman mimpi buruk, kesulitan tidur atau memiliki kebiasaan tidur yang buruk

·         Memiliki nafsu makan yang buruk, sehingga sikecil memiliki berat badan rendah atau bermasalah dengan berat badan

·         Mempunyai masalah dengan pencernaan

·         Sering menjerit atau menangis secara berlebihan

·         Lebih mudah marah, sedih dan cemas

Anak usia 3-6 tahun

·         Menyendiri

·         Berbuat diluar kontrol

·         Sering marah yang berlebihan

·         Menuntut perhatian melalui perilaku positif dan negatif

·         Merasa cemas, takut dan menghindar

·         Tidak dapat mempercayai orang lain atau teman-temannya

·         Kasar secara verbal

·         Perilaku agresif

·         Pengalaman mimpi buruk, kesulitan tidur, atau memiliki kebiasaan tidur yang buruk

·         Mempunyai pengalaman sakit kepala dan sakit perut

·         Takut pada orang yang mengingatkan tentang trauma tersebut

·         Ketakutan jika terpisah dari orangtua atau pengasuh

·         Kesulitan fokus dan belajar di sekolah

·         Meniru perbuatan kasar akibat dari traumatik

 

b) Penyebab Trauma

 

Penyebab dari trauma meliputi 2 faktor yaitu:

1.Faktor internal (psikologis)

            Bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental, atau kesehatan mental yang disebabkan oleh kegagalan bereaksinya mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan terhadap stimuli ekstern dan ketegangan-ketegangan, sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur dari satu bagian, satu organ, atau sistem kejiwaan/mental. Merupakan totalitas kesatuan ekspresi proses kejiwaan/mental yang patologis terhadap stimuli sosial, dikombinasikan dengan factor faktor kausatif sekunder lainnya (patalogi = ilmu penyakit ).

Secara sederhana, Trauma dapat dirumuskan sebagai gangguan kejiwaan akiba ketidak mampuan seseorang mengatasi persoalan hidup yang harus dijalaninya, sehingga yang bersangkuan bertingkah secara kurang wajar.

 

Sebab-sebab timbulnya Trauma yaitu :

• Kepribadian yang lemah atau kurang percaya diri sehingga menyebabkan yang bersangkutan merasa rendah diri, ( orang-orang melankolis)

• Terjadinya konflik sosial – budaya akibat dari adanya norma yang berbeda antara dirinya dengan lingkungan masyarakat.

• Pemahaman yang salah sehingga memberikan reaksi berlebihan terhadap kehidupan sosial (overacting) dan juga sebaliknya terlalu rendah diri (underacting).

 

Proses – proses yang diambil oleh sesorang dalam menghadapii kekalutan mental, sehingga mendorongnya kearah :

• Positif, bila trauma (luka jiwa) yang dialami seseorang, akan disikapi untuk mengambil hikmah dari kesulitan yang dihadapinya, setelah mencari jalan keluar maksimal, tetapi belum mendapatkannya tetapi dikembalikan kepada sang pencipta yaitu Allah SWT, dan bertekad untuk tidak terulang kembali dilain waktu.

• Negatif, bila trauma yang dialami tidak dapat dihilangkan, sehingga yang bersangkutan mengalami frustasi, yaitu tekanan batin akibat tidak tercapainya apa yang dicita-citakan. Contohnya :

1.      Agresi, yaitu : Meluapkan rasa emosi yang tidak terkendali dan cenderung melakukan tindakan sadis yang dapat mambahayakan orang lain.

2.      Regresi, yaitu : Pola reaksi yang primitif atau kekanak-kanakan. (menjerit, menangis dll)

3.      Fiksasi, yaitu : Pembatasan pada satu pola yang sama (membisu, memukul dada sendiri dll)

4.      Proyeksi, yaitu : Melemparkan atau memproyeksikan sikap-sikap sendiri yang negatif pada orang lain.

5.      Indentifikasi, yaitu : Menyamakan diri dengan sesorang yang sukses dalam imajinasi, (kecantikan, dengan bintang film .dll)

6.      Narsisme, self love yaitu : Merasa dirinya lebih dari orang lain.

7.      Autisme yaitu : Menutup diri dari dunia luar dan tidak puas dengan pantasinya sendiri.

Penderita Trauma lebih banyak terdapat dalam lingkungan ;

-          Kota- kota besar yang banyak memberikan tantangan hidup yang berat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

-          Anak-anak usia muda tidak berhasil dalam mencapai apa yang dikehendakinya. Para korban bencana alam dan di tempat-tempat konflik, karena setres terhadap harta bendanya yang hilang.

 

2.Faktor eksternal (fisik)

• Faktor orang tua dalam bersosialisasi dalam kehidupan keluarga, terjadinya penganiyayaan yang menjadikan luka atau trauma fisik.

• Kejahatan atau perbuatan yang tidak bertanggung jawab yang mengakibat kan trauma Fisik dalam bentuk luka pada badan dan organ pada tubuh korban.

 

c) Cara Mengobati Trauma

            Salah satu penanganan trauma yaitu dengan konseling trauma. Konseling trauma merupakan kebutuhan mendesak untuk membantu mengatasi beban psikologis yang diderita akibat bencana mapun hal yang linnya. Guncangan psikologis yang dahsyat akibat kehilangan orang-orang yang dicintai, kehilangan sanak keluarga, dan kehilangan pekerjaan, bisa memengaruhi kestabilan emosi para korban. Mereka yang tidak kuat mentalnya dan tidak tabah dalam menghadapi petaka, bisa mengalami guncangan jiwa yang dahsyat dan berujung pada stres berat yang sewaktu-waktu bisa menjadikan mereka lupa ingatan atau gila.

            Konseling trauma dapat membantu menata kestabilan emosinya sehingga mereka bisa menerima kenyataan hidup sebagaimana adanya meskipun dalam kondisi yang sulit. Konseling trauma juga sangat bermanfaat untuk membantu penderita trauma untuk lebih mampu mengelola emosinya secara benar dan berpikir realistik.

            Dengan modal emosi yang stabil dan keterampilan mengelola kehidupan emosionalnya, maka konseling trauma dapat dilanjutkan untuk membantu para korban untuk menemukan kembali rasa percaya diri yang sempat terkoyak tak berdaya dirampas bencana. Tidak mudah bagi setiap orang untuk bisa menerima kenyataan kehilangan istri, anak, atau pun suami. Bahkan ketika perasaan kehilangan yang amat dalam itu muncul, seseorang akan merasa hidupnya tidak berarti lagi. Keadaan inilah yang memicu munculnya kondisi putus asa (hopeless) dan tak berarti (meaningless) (Fromm, 1999). Hidup tanpa arti dan tanpa harapan akan sulit. Membangun rasa percaya diri ditopang kestabilan emosional menjadi awal untuk berkembangnya kemampuan berpikir rasional dan realistik. Kestabilan emosional dan kemampuan berpikir rasional dan realistik merupakan dua tonggak utama yang sangat menentukan pikologi seseorang.

            Semangat hidup menjadi modal utama bagi para korban untuk sanggup bertahan dan menatap masa depan dari balik kehancuran hidup dan kesendirian. Dengan semangat hidup yang kuat, para penderita akan terbebas dari belenggu keputusasaan dan ketidakberdayaan. Konseling trauma juga sangat bermanfaat dalam membantu para korban untuk mampu memecahkan masalah secara kreatif melalui hubungan timbal balik dan dukungan lingkungan.

            Dalam penyembuhan trauma,juga terdapat tahap demi tahap dalam penyembuhan trauma, antara lain :

 

PERATURAN DASAR

1.      Kerahasiaan mutlak (tentang perasaan, pengakuan rasa bersalah, dll.).

2.      Kehadiran dibatasi hanya untuk orang-orang yang terlibat dan teampewawancara (dan orang tua yang ditinggalkan).

3.      Aktif mendengarkan (meminta umpan balik, minta lebih banyak informasi[jangan pernah menanyakan pertanyaan tertutup yang hanya dijawab dengan ya atau tidak), beri umpan balik tentang apa yang saudara pikirkan mengenai apa yang mereka katakan).

4.      Setiap orang dalam kelompok yang terlibat dalam peristiwa tersebut, berbicara untuk diri mereka sendiri saja – jangan ijinkan orang lain mengatakan apa perasaan dari orang lain, menanggapi, atau apa yang mereka rasakan sekarang.

5.      Jangan mengkritik perasaan atau reaksi orang lain.

6.      Bersikap positif, mendukung, suasana pengertian, didasari pada keprihatinan


Dibawah ini adalah tahap-tahap dari pewawancaraan kembali:

 

TAHAP PERTAMA: TAHAP PENGENALAN

            Tujuan dari pewawancaraan kembali harus dijelaskan, demikian juga dengan pentingnya kerahasiaan. Bagikan peraturan dasar dari pertemuan itu – Ceritakan dan jelaskan bahwa, peraturan-peraturan dasar ini dirancang untuk membantu perkembangan rasa aman dan rasa percaya. Pastikan bahwa, ruangan itu sendiri bisa meningkatkan rasa percaya diri dan sikap moral yang baik. Pastikan bahwa, pada tahap ini orang-orang yang tepat berada dalam ruangan – jangan ijinkan siapapun yang tidak terlibat secara langsung dalam krisis / apa yang terjadi berada dalam ruangan (kecuali orang yang melakukan pewawancaraan kembali). Kita perlu menjadikan pewawancaraan kembali itu sebagai keharusan bagi mereka yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa kritis. Beberapa orang tidak akan suka berada disitu – beritahukan ini sejak awal – teknik yang efektif adalah dengan memberitahukan bahwa, mereka mungkin tidak perlu berada di ruangan itu, tetapi sangat mungkin akan menolong mereka jika ada orang lain yang juga berada dalam ruangan itu.

 

 

 

TAHAP KEDUA : TAHAP FAKTA

            Orang yang diwawancarai kembali berbicara tentang apa yang terjadi – fakta-fakta mengenai kejadian tersebut. Biasanya cukup mudah untuk mengatakan apa yang terjadi (fakta-fakta dan detail-detail ), tetapi membagikan perasaan kita tentang apa yang terjadi, itu lebih sulit. Biarkan orang itu menggambarkan fakta-fakta mengenai diri mereka dan kejadian tersebut:

1.      Dimana mereka berada

2.      Apa yang mereka lihat, dengar, dan cium.

3.      Apa yang mereka lakukan di dalam dan disekitar kejadian tersebut.

Jika situasinya telah menjadi sangat menyakitkan maka akan tidak nyaman untuk menceritakan fakta-fakta, tapi keuntungan besarnya adalah jika suatu hal telah diceritakan secara terbuka maka orang yang menceritakan hal itu akan merasa ada kuasa yang memampukan dia mengatasi situasi tersebut dan tidak akan dikalahkan oleh hal itu. Memori-memori yang menekan menuntun pada pengembangan sejumlah perasaan-perasaan menyakitkan secara berkesinambungan yang tidak penting bahkan merusak. Pada tahap ini kelompok mengkontribusikan semua fakta-fakta yang diperlukan untuk membuat kejadian tersebut menjadi nyata kembali di dalam ruangan.

 

TAHAP KETIGA: TAHAP PEMIKIRAN

            Orang tersebut diminta mendiskusikan pemikiran pertamanya selama peristiwa tersebut. Atau pemikiran pertama ketika mereka berhenti memikirkan secara otomatis. Ini menolong untuk masuk ke dalam aspek-aspek pribadi dari situasi tersebut. Pemikiran pribadi seringkali tersembunyi dibalik fakta-fakta dan membawa mereka keluar kepada penegasan terbuka kepada pewawancara yang pemikirannya sendiri penting dan tidak boleh dilupakan atau dikuburkan dibawah fakta-fakta dari situsi itu. Contohnya, pemikiran pertama yang mereka ingat ialah “Saya akan mati. Apa yang akan terjadi dengan isteri dan anak saya?”

 

 

TAHAP KEEMPAT: TAHAP REAKSI / EMOSIONAL / PERASAAN

            Hal ini menolong orang itu berpindah dari tingkat kognitif kepada tingkat emosi dari proses ini. Tingkat kognitif adalah apa yang kita pikirkan dan tingkat emosional ialah apa yang kita rasakan. Orang yang mengabaikan tingkat emosional seringkali berakhir pada menderita penyakit-penyakit yang berhubungan dengan stress. Pertanyaan khas yang menggerakkan orang dari tingkat kognitif ke tingkat emosional dari proses adalah: “Hal terburuk apa yang terjadi dari peristiwa itu?” atau "Apa hal yang paling Anda ingat dari peristiwa itu?" Mengejutkan sekali mendapati pernyataan-pernyataan rumit yang keluar karena dipicu oleh pertanyaan ini. Hal ini menolong orang menyadari bahwa, adalah wajar untuk memiliki perasaan, selain pemikiran, mengenai pengalaman tertentu. Tahap ini merupakan tahap penyebaran. Pada posisi ini mereka mungkin akan berbicara tentang perasaan takut, rasa bersalah, sikap kaku ataupun kemarahan. Mereka dapat juga melaporkan tentang ingatan-ingatan tertentu seperti “Saya ingat bunyi suara senapan yang dikokang”. "Saya ingat tatapan matanya dan ketika saya tutup mata, saya tetap dapat melihat dia menatapku, dan berteriak meminta pertolongan."
Pertanyaan-pertanyaan yang Anda perlu tanyakan pada tahap ini adalah:

1.      “Bagaimana perasaanmu sekarang?”

2.      “Bagaimana perasaanmu pada waktu hal itu terjadi?”

3.      “Pernahkah Anda merasakan hal seperti ini sebelumnya?”

Pastikan tidak seorangpun yang mendominasi, tidak ada yang diabaikan, dan tidak ada yang meninggalkan ruangan. Kemungkinan di tahap inilah seseorang ingin pergi, karena mereka takut pada emosi mereka sendiri, sangat menginginkan mengontrol emosi mereka dengan segala cara, dan mereka pikir satu-satunya cara untuk mengontrol emosi mereka hanya dengan pergi.

 

TAHAP KELIMA: TAHAP GEJALA DAN HASIL-HASIL

            Tanda-tanda dan gejala-gejala kognitif, fisik, emosional dan tingkah laku apakah yang diakibatkan oleh penderitaan yang dulu telah dialami dan terus dialami hingga kini? Mencakup tiga periode waktu: selama peristiwa terjadi, setelah peristiwa terjadi dan keadaan sekarang ini. Tanyakan mereka untuk membicarakan dampakdampak dari stress seperti; sulit tidur, nafsu makan yang rendah, ketidakmampuan untuk kembali bekerja, perasaan muak, rasa bersalah, tidak dapat berdoa, dll. Tolong mereka untuk melihat bahwa gejala-gejala mereka itu normal, wajar dalam menanggapi tekanan, bahkan bersifat universal. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa Anda tanyakan selama tahap ini:

1.      “Apakah Anda mengalami hal-hal yang tidak biasa pada saat mengalami insiden itu?”

2.      “Apa hal-hal yang tidak biasa yang Anda alami sekarang?”

3.      “Apakah kehidupan Anda berubah sejak kejadian tersebut? Berubah bagaimana?”

Pada tahap ini, orang-orang sering menggambarkan “gejala menanggapi tekanan” yang normal.

TAHAP KEENAM: TAHAP PENGAJARAN ATAU PENJAMINAN KEMBALI

            Pada waktu tanda-tanda kesusahan telah didiskusikan, maka sekarang sang pewawancara mulai memberi informasi mengenai reaksi-reaksi stress dan apa yang harus dilakukan untuk mengurangi hal itu. Katakan pada mereka bahwa, hal tersebut adalah normal – dukungan, pengertian, penjaminan kembali mengenai tanggapan-tanggapan yang wajar. Titik permulaan yang baik adalah mengatakan kepada orang yang diwawancarai bahwa, gejala-gejala yang dialami adalah normal dan umumnya akan berkurang seiring berjalannya waktu. Pengajaran khusus mengenai reaksi-reaksi terhadap stress dan teknik-teknik untuk mengurangi dan menanggulangi stress perlu diberikan. Pertanyaan-pertanyaan adalah informasi pengundang yang berhubungan dengan proses dukacita atau hal-hal spesifik yang sewajarnya diberikan. Selebaran seringkali dipergunakan pada tahap ini. Berilah masukan-masukan tentang hal-hal yang dapat menolong, cara-cara untuk memelihara diri Anda sendiri

 

TAHAP KE TUJUH: TAHAP RANGKUMAN DAN RE-ENTRY

            Ini adalah tahap rangkuman – ringkasan pertemuan dan menjawab semua pertanyaan. Mengenali hal-hal spesifik berkenaan dengan jaminan akan tindak lanjut. Mengembangkan perencanaan tindakan mengenai bagaimana orang tersebut atau kelompok tersebut akan berkembang kedepan. Tawarkan lebih banyak bantuan kepada individu-individu jika mereka ingin berbicara lagi sekarang atau besok atau minggu depan. Undang mereka untuk berbicara dan yakinkan mereka yang akan berbicara tersebut. Selalu mendoakan dan melayani orang yang diwawancarai itu sebelum dia pulang. Kita bisa berbicara panjang lebar, tapi pada akhirnya hanya Allah yang akan membawa pemecahan, pemulihan, kesembuhan dan pertumbuhan. Janji untuk bertemu kembali dibuat jika diperlukan.

            Diskusikan hal-hal mengenai bagaimana peristiwa tersebut mempengaruhi masa transisi kembali ke sekolah, pekerjaan atau keluarga. Pernyataan rangkuman perlu dibuat oleh Pewancara. Bahan bacaan mengenai bagaimana mengendalikan stress dapat diberikan kepada orang yang diwawancarai itu. Pewawancara mengulangi lagi bahwa, ia bersedia untuk melanjutkan sesi selanjutnya yang diperlukan, secara khusus bertemu secara pribadi.

 

 

TAHAP KE DELAPAN: TAHAP TINDAK LANJUT

            Setiap Insiden mempunyai potensi membangkitkan perasaan yang memerlukan lebih dari satu sesi pertemuan untuk menyelesaikannya.

1.      Sesi lanjutan dapat dibuat sesuai keperluan untuk seluruh kelompok atau sebagian kelompok atau untuk individu tertentu. Buatlah janji pertemuan lanjutan jika itu diperlukan.

2.      Individu-individu mungkin menyadari perlunya pertolongan dari konselor atau penasehat jika perasaan terluka atau gejala-gejalanya itu kelihatannya telah berlangsung lama, tidak terkendalikan lagi, kelihatannya semakin memburuk, menjadi mimpi buruk yang berkelanjutan, atau sudah merasuki kehidupan keluarga dan pekerjaan.

 

3. Peran Orang Tua

            Dampak besar dari trauma kecil yang nyata adalah pada cara berpikir dan perubahan perilaku individu. Tentunya bila kedua hal ini menjadi semakin ekstrim akan berpengaruh kepada cara pandangnya terhadap masa depan dan penerus keturunan mereka. Seorang anak yang terus menerus mendapat tekanan, secara tidak dia sadari muncul defence untuk dapat bertahan dari tekanan tersebut. Walaupun dari luar secara fisik ia terlihat kuat, tapi karena pemahaman yang keliru terhadap kejadian negative yang dia alami, didukung pemahaman moral dan lingkungan yang secara rasional belum dipahami anak, secara berangsur – angsur akan mempengaruhi pola pikirnya dan tentu saja perubahan perilaku. Ada yang berdampak pada munculnya sikap tertutup, acuh, apatis, tidak percaya diri, agresif dan sebagainya. Tentunya pasti berpengaruh pada cara pandang terhadap masa depannya.

 

Secara umum sikap orang tua yang bijaksana dapat mempengaruhi pembentukan karakter anak. Apa yang mesti dilakukan?

 

1. Sosialisasi tindakan

            Sejak dini sosialisasikan setiap tujuan yang diharapkan dalam perilaku yang ingin dibentuk ketika anak – anak itu bertumbuh dan berkembang, tentunya tergantung dari persepsi yang dimiliki orang tua tentang berbagai aspek kehidupan. Secara bertahap sesuai dengan perkembangan mereka ajarkan kebaikan, pentingnya menghargai kebutuhan dan pendapat orang lain serta kasih saying. Jangan menetapkan sesuatu tanpa sosialisasi terlebih dahulu karena membuat anak kaget dan kadang muncul rasa takut.

 

2. Buat batasan

            Kunci penting disini adalah keberanian dan kesadaran orang tua. Ingatlah bahwa semua anak itu menguji batasan yang ditetapkan untuk dirinya, terutama pada anak yang masih kecil. Hall ini menjadi bagian dari proses perkembangan mereka. Tips yang bisa berguna untuk dikembangkan orang tua adalah :

  1. Batasan yang ditetapkan harus adil
  2. Aturan yang dibuat harus beralasan dan sesuai dengan kemampuan anak
  3. Perintah yang diberikan harus jelas, positif, dan tegas. Perintah tidak jelas contohnya, “Mama mau kamu jadi anak baik!” bagi seseorang anak usia 6 tahun pun ini masih membingungkan. Ia tidak tahu maksud dari “baik” itu apa. Kata ini sangat relative. Orang tua harus menjelaskan poin – poin yang dimaksud dengan kata “baik”. Apakah yang orang tua maksud meletakkan kembali mainan yang telah selesai digunakan atau mengucapkan terimakasih bila diberi sesuatu atau permisi jika hendak lewat di depan orang yang lebih tua. Hal ini juga berlaku untuk kata “sopan”. Seringkali orangtua mengatakan pada anaknya “Kamu harus sopan Nak”. Tanpa dibarengi dengan penjelasan dan batasan tentang kesopanan.

 

3. Beri kesempatan mereka mengalami akibat dari perilakunya

            Ijinkan mereka menanggung akibat dari perilakunya jika mereka mencoba melanggarnya. Mereka akan belajar dari pengalaman buruknya. Yang penting setelah mereka mengalami akibatnya jangan diolok – olok. Olokan semacam, “Nah, rasakan sendiri akibatnya kalau tidak mau menurut Papa/Mama!”, kata – kata ini justru akan menimbulkan kesedihan mendalam dan bahkan luka batin dalam diri anak. Cukup katakan, “Mama/papa ikut sedih kamu mengalami hal ini. Apa yang bisa kamu pelajari dari hal ini agar lain kali kamu bisa lebih baik lagi? Bagaimana Mama/papa membantumu agar lain kali tidak terulang lagi?”. Setelah itu jika perlu peluklah dirinya untuk membuatnya tetap merasa aman dan diterima apa adanya. Tentunya ini akan membantu anak untuk tidak memicu munculnya trauma kecil.

 

4. Penghargaan

            Pelukan hangat dan ciuman selalu merupakan sebuah penghargaan besar bagi seorang anak. Penghargaan berupa hadiah secara perlahan perlu orang tua gantikan dengan perhatian positif saat perilakunya mengalami kemajuan. Kita harus waspada terhadap situasi ketika anak – anak hanya akan melakukan sesuatu demi mendapatkan penghargaan. Upayakan bersikap peka terhadap kejadian dan pengalaman anak setiap kurun waktu yang ia jalani.

 

5. Otoritas      

            Tegakkan otoritas anda sebagai orangtua pada saat yang tepat. Gunakan bahasa tubuh dan intonasi suara yang tepat pula untuk menunjukkan bahwa Anda serius dengan ucapan Anda. Ingatlah selalu “seorang anak senantiasa menguji batasan terhadap dirinya dengan perilakunya”

 

Peran-peran orang tua dalam pencegahan antara lain;

1.      Membangun mental dan keperibadian anak supaya anak tidak mudah stres yang akan mengakibatkan trauma.

2.      Hindari kekerasan keluarga karena akan mengakibatkan trauma.

3.      Memotifasi kelurga supaya menjadi orang yang berpikiran positif dan terhindar dari trauma.

 

 

4. Tahap Perkembangan Perilaku Moral Anak

 

            Menurut Piaget dan Kohlberg seorang pakar dari Psikologi Kognitif dan Moral, sebenarnya setiap anak sejak bayi telah ditanamkan perilaku – perilaku moral dari keluarga ataupun lingkungannya, tetapi perkembangan moral mulai dapat dipahami perlahan sejak usia 4 tahun. Tahap – tahap tersebut adalah :

1. Tahap I (4 – 10 tahun) = Moralitas pra konvensional

            Pada tahap ini seorang anak akan memperhatikan ketaatan dan hukuman, sehingga anak menentukan keburukan perilaku berdasarkan tingkat hukuman akibat keburukan tersebut. Pada tahap ini focus anak hanya pada kebutuhannya sehingga ia hanya memahami bahwa perilaku baik dihubungkan dengan pemuasan keinginan dan kebutuhan tanpa mempertimbangkan kebutuhan orang lain. Tentunya pada tahap ini anak terlihat cenderung mementingkan keinginannya sendiri, bagaimana peranan orang tua dalam memberikan penjelasan dan pemahaman tentang kebutuhan dan makna yang terkandung sebagai akibat perilaku baik perlu menjadi perhatian.

2. Tahap II (11 – 14 tahun) = Moralitas konvensional

            Seorang anak dimasa ini sudah mulai tahu tentang “citra anak baik” dan memperhatikan pelaksanaan hukuman dan peraturan, sehingga anak dan remaja berperilaku sesuai dengan aturan dan patokan moral agar memperoleh persetujuan orang dewasa, bukan untuk menghindari hukuman, dan perbuatan baik dan buruk dinilai berdasarkan tujuannya. Jadi ada perkembangan kesadaran terhadap perlunya aturan dalam setiap perilaku. Bagi keluarga yang menerapkan aturan yang konsisten, anak dan remaja memiliki sikap pasti terhadap wewenang dan aturan. Anak dan remajapun merasa bahwa hokum harus ditaati oleh semua orang termasuk orang tuanya, jadi anak akan merasa kecewa kalau ia dipaksa harus bangun pagi, tetapi justru orang tuanya jarang bangun pagi dan orang tuanya tidak pernah dihukum seperti dirinya.

3. Tahap III (diatas 14 tahun) = Moralitas pasca konvensional

            Anak akan memperhatikan hak perseorangan dan memperhatikan prinsip – prinsip etika, remaja dan dewasa mengartikan perilaku baik dengan hak pribadi sesuai dengan aturan dan patokan social, sehingga perubahan hukum dan aturan dapat diterima jika diperlukan untuk mencapai hal – hal yang paling baik. 

            Ketiga tahapan pada anak itu harus diperhatikan oleh orang tua. Lebih baik orang tua menekankan pentingnya disiplin secara bertahap dibandingkan hukuman. Hukuman mengajarkan suatu pelajaran melalui pemaksaan emosional atau kekerasan fisik, hukuman mungkin terlihat bisa menghentikan perilaku yang tidak diinginkan saat ini namun belum tentu bisa mencegahnya terulang kembali di masa mendatang. Berdasarkan berbagai riset hukuman bukan cara efektif agar anak bertingkah laku baik di masa mendatang. Kadang hal ini juga bisa memunculkan trauma kecil pada anak, terutama bila hukuman diterapkan pada tahap pra konvensional dengan penjelasan dan aturan yang tidak konsisten. Sedangkan disiplin menggunakan kebijaksanaan untuk mengajarkan nilai – nilai yang memperlihatkan betapa seorang anak dapat menentukan sendiri pilihannya dengan baik sesuai dengan perkembangan emosinya saat itu.

 

 

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive