Tuesday, December 25, 2018

Karakteristik Perkembangan Kemampuan Motorik Halus Anak Usia Dini


Menurut Mahendra (Sumantri, 2005:143) kemampuan dalam keterampilan motorik halus merupakan keterampilan-keterampilan yang memerlukan kemampuan untuk mengontrol otot-otot kecil/halus untuk mencapai pelaksanaan keterampilan yang berhasil. Keterampilan ini melibatkan koordinasi syaraf otot yang memerlukan ketepatan derajat tinggi untuk berhasilnya keterampilan ini. Keterampilan jenis ini sering disebut sebagai keterampilan yang memerlukan koordinasi mata-tangan. Menulis, menggambar, bermain piano adalah contoh keterampilan tersebut.
Perkembangan motorik halus anak usia dini ditekankan pada koordinasi gerakan motorik halus dalam hal ini berkaitan dengan kegiatan meletakkan atau memegang suatu objek dengan menggunakan jari tangan. Pada usia 4 tahun koordinasi gerakan motorik halus anak sangat berkembang bahkan hampir sempurna. Walaupun demikian anak usia ini masih mengalami kesulitan dalam menyusun balok-balok menjadi suatu bangunan.
Hal ini disebabkan oleh keinginan anak untuk meletakkan balok secara sempurna sehingga kadang-kadang meruntuhkan bangunan itu sendiri. Pada usia 5 atau 6 tahun koordinasi gerakan motorik halus berkembang pesat. Pada masa ini anak telah mampu mengkoordinasikan gerakan visual motorik, seperti mengkoordinasikan gerakan mata dengan tangan, lengan, dan tubuh secara bersamaan, antara lain dapat dilihat pada waktu anak menulis atau menggambar.
Kegiatan motorik halus sebaiknya sudah diperkenalkan kepada anak-anak usia prasekolah. Tentu saja hal ini seiring dengan kegiatan motorik kasarnya. Sebab kegiatan motorik halus merupakan langkah awal bagi pematangan dalam hal menulis dan menggambar. Anak-anak memerlukan persiapan yang matang sebelum mereka bersekolah, sehingga kelak diharapkan mereka mampu menguasai gerakan-gerakan yang akan dilakukan nantinya pada saat bersekolah.
Sudah menjadi ciri khas, hampir semua anak memiliki sifat ingin tahu yang tinggi, memiliki imajinasi yang alami serta kreatif. Anak-anak akan beradaptasi dan merespon dengan cepat ketika mereka berinteraksi dengan orang-orang atau benda yang ada di lingkungannya. Mereka sangat tertarik dengan berbagai hal, seperti bagaimana sesuatu bekerja atau mengapa sesuatu terjadi sebagaimana sesuatu itu terjadi.
Keterampilan motorik halus adalah aktivitas-aktivitas yang memerlukan pemakaian otot-otot kecil pada tangan. Aktivitas ini termasuk memegang benda kecil seperti manik-manik, butiran kalung, memegang sendok, memegang pensil dengan benar, menggunting, melipat kertas, mengikat tali sepatu, mengancing, dan menarik ritsleting. Aktivitas tersebut terlihat mudah namun memerlukan latihan dan bimbingan agar anak dapat melakukannya secara baik dan benar (Hamdani, 2010:25).
Keterampilan motorik halus ternyata memang harus melalui proses latihan yang rutin, berkelanjutan dan tepat sasaran. Hal ini bisa dibuktikan karena tidak semua anak pandai menggerakkan tangannya, misalnya ada seorang anak yang kesulitan ketika ia akan memegang sebuah bola pingpong, bola tersebut selalu lepas ketika akan diraihnya, tetapi ada anak lainnya dengan begitu mudah memegangnya.
Menurut Fiits dan Postner (Sumantri 2005: 101) proses perkembangan belajar motorik halus anak usia dini terjadi dalam 3 (tiga) tahap yaitu:
1. Tahap Verbal Kognitif
Tahap ini merupakan tahap awal dalam belajar gerak, tahap ini disebut fase kognitif karena perkembangan yang menonjol terjadi pada diri anak adalah menjadi tahu tentang gerakan yang dipelajari. Sedangkan penguasaan geraknya sendiri masih belum baik karena masih dalam taraf mencoba-coba gerakan. Pada tahap kognitif, proses belajar gerak diawali dengan aktif berfikir tentang gerakan yang dipelajari.
2. Tahap Asosiatif
Tahap ini disebut juga tahap menengah. Tahap ini ditandai dengan tingkat penguasaan gerakan di mana anak sudah mampu melakukan gerakan-gerakan dalam bentuk rangakaian yang tidak tersendat-sendat pelaksanaannya. Pada tahap ini anak usia dini sedang memasuki masa pemahaman dari gerakan-gerakan yang sedang dipelajari.
3. Tahap Otomatis
Pada tahap ini dikatakan sebagai fase akhir dalam belajar gerak.Tahap ini ditandai dengan tingkat penguasaan gerakan di mana anak mampu melakukan gerakan keterampilan secara otomatis. Tahap ini dikatakan sebagai tahap otonom karena anak mampu melakukan gerakan keterampilan tanpa terpengaruh walaupun pada saat melakukan gerakan itu anak harus memperhatikan hal-hal lain selain gerakan yang dilakukan. Pada tahap ini anak sudah dapat melakukan gerakan dengan benar dan baik.

Anak yang mengalami kesulitan dalam motorik halus diakibatkan karena pesatnya kemajuan teknologi. Adanya permainan melalui video games atau computer telah menyebabkan anak-anak kurang menggunakan waktu mereka untuk permainan yang memakai motorik halus. Tentu saja hal ini dapat menyebabkan berkembangnya otot-otot halus pada tangan mereka kurang berkembang. Keterlambatan otot-otot ini berdampak pada anak yang mengalami kesulitan menulis ketika mereka mulai masuk sekolah. Beberapa anak menunjukkan keterlambatan dalam kemampuan motorik halus karena keterlambatan tumbuh kembang atau diagnose medik seperti down syndrome atau cerebral palsy (cacat mental).
Karakteristik keterampilan motorik halus anak menurut Depdiknas (2007) antara lain :
a.   Pada usia 4 tahun koordinasi motorik halus anak sudah lebih substansial sudah mengalami kemajuan dan gerakannya sudah lebih cepat, bahkan cenderung ingin sempurna.
b.   Pada usia 5 tahun, koordinasi motorik halus anak sudah lebih sempurna lagi. Tangan, lengan dan tubuh bergerak di bawah koordinasi mata. Anak juga mampu membuat dan melaksanakan kegiatan yang lebih majemuk, seperti dalam kegiatan proyek.
Aktivitas gerak-gerak kecil (motorik halus) dibatasi dalam bentuk menulis dengan pensil, mewarnai gambar-gambar bentuk atau mengikuti ceramah terstruktur. Dalam pandangan saat ini, strategi pendidikan yang dilakukan mestinya memberi banyak kesempatan kepada anak-anak untuk menggunakan otot-ototnya seluas-luasnya. Misalnya melalui berlari, melompat, meloncat, menjaga kesehatan.
Gerakan motorik halus yang terlihat saat usia TK, antara lain adalah anak mulai dapat menyikat giginya, menyisir, membuka dan menutup resleting, memakai sepatu sendiri, mengancingkan pakaian, serta makan sendiri dengan menggunakan sendok dan garpu. Semakin baiknya gerakan motorik halus anak membuat anak dapat berkreasi, seperti menggunting kertas dengan hasil guntingan yang lurus dan lain sebagainya.
Selain gerakan motorik halus seperti: menyikat gigi, menyisir, membuka dan menutup resleting, memakai sepatu sendiri, mengancingkan pakaian, serta makan sendiri dengan menggunakan sendok dan garpu, ada aktivitas lainnya yang dapat membantu meningkatkan kemampuan motorik halus anak diantaranya adalah mencocok, menjepit, mengambil benda dengan capit, dan menjahit gambar.

Pada usia 3 (tiga) tahun gerakan motorik halus anak sudah mulai berkembang pesat. Di usia itu, anak dapat meniru cara ayahnya memegang pensil. Namun, posisi jari-jarinya masih belum cukup jauh dari mata pensil. Namun, saat anak berusia 4 tahun, ia sudah dapat memegang pensil warna atau crayon untuk menggambar. Gerakan motorik halus, seperti menulis dan menggambar akan diperlukan saat ia bersekolah nanti. Kemampuan seorang anak untuk melakukan gerak motorik tertentu tak sama dengan anak lain walaupun usia mereka sama.

Fungsi Kemampuan Motorik Halus Anak Usia Prasekolah


Menurut Suyanto (2005) motorik halus berfungsi untuk melakukan gerakan-gerakan bagian tubuh yang lebih spesifik, seperti menulis, melipat, merangkai, mengancing baju, menali sepatu dan menggunting. Menurut Sumantri (2005) juga menjelaskan bahwa fungsi pengembangan keterampilan motorik halus adalah mendukung aspek lainnya seperti kognitif dan bahasa serta sosial karena pada hakekatnya setiap pengembangan tidak dapat terpisahkan satu sama lain.
Selain itu menurut Saputra dan Rudyanto (2005) fungsi pengembangan motorik halus adalah sebagai alat untuk mengembangkan koordinasi kecepatan tangan dengan gerakan mata, dan sebagai alat untuk melatih penguasaan emosi.
Anak-anak usia prasekolah harus dikenalkan dengan kegiatan motorik halus di samping kegiatan motorik kasarnya. Hal ini dikarenakan kegiatan motorik halus adalah sebuah awalan pematangan dalam hal menulis dan menggambar. Anak-anak butuh sebuah persiapan yang matang sebelum bersekolah sehingga dia akan mampu menguasai gerakan-gerakan yang akan dilakukan nantinya pada saat dia bersekolah.
Persiapan dan alat-alatnya pun sangat mudah didapatkan di sekitar kita bahkan itu adalah sesuatu yang tanpa kita sadari bisa dijadikan sebagai sebuah pembelajaran bagi anak. Adapun aktivitas-aktivitas yang bisa dilakukan adalah:
a.         Senam tangan
Kegiatan membuka dan menutup tangan secara berulang-ulang disertai dengan nyanyian adalah sesuatu yang sangat disenangi oleh si anak dan ini adalah sebuah pemanasan awal buat anak sebelum dia melakukan aktivitas menulisnya. Cara ini digunakan untuk melenturkan otot-otot tangan agar anak mudah melakukan gerakan-gerakan yang lebih rumit.
b.         Menggunting kertas
Menggunting kertas juga sangat baik sekali karena melatih otot-otot tangan, usahakan posisi dalam memegang gunting tepat Karena kegiatan memegang dan menggerakkan gunting sama halnya dengan menulis, maka jikalau salah maka akan berpengaruh dengan cara anak menulis.
c.         Menempel/Kolase
Menempel/kolase adalah kegiatan yang melibatkan visual, imajinasi dan motorik halus anak. Selanjutnya kolase dipahami sebagai suatu teknik menempel berbagai macam materi, selain cat, seperti kertas, kain kaca, logam dan lainnya. Sebagian dikombinasikan dengan cat (minyak) atau teknik yang lainnya. Kolase dapat rekat dengan berbagai jenis permukaan, seperti kayu, plastik, kertas, kaca dan sebagainya untuk dimanfaatkan atau difungsikan sebagai benda funsional atau karya seni.
d.         Meronce
Kegiatan meronce bahan yang digunakan pun lebih murah dan bervariasi. Contohnya saja sedotan yang banyak sekali kita temui di toko-toko atapun warung-warung. Sedotan dipotong kecil-kecil kemudian potongan tersebut dimasukkan ke dalam sebuah benang maka terbentuklah sebuah kalung bertahtah plastik atapun gelang dan cincin.
e.         Menyambung titik-titik
Kegiatan menyambung titik-titik ini mengajarkan kepada anak untuk melatih kekuatan tangan, ketelitian, konsentrasi dan kesabaran, untuk anak yang masih belajar maka jangan terlalu memaksakan untuk mendapatkan hasil yang baik tapi teruslah berikan dia latihan dan semangat agardia bisa menyelesaikan dengan baik.
f.          Melipat kertas
Melipat kertas dengan menggunakan kertas origami adalah sesuatu yang sangat menyenangkan bagi anak karena bisa dibuat apa saja, mulailah dengan kegiatan melipat yang sederhana seperti melipat bentuk segitiga, segiempat kemudian ke bentuk yang agak sulit. Yang dilatih dari kegiatan melipat ini adalah bagaimana anak menekan lipatan-lipatan itu karena kegiatan ini akan memperkuat otot-otot telapak dan jari tangan anak.
g.         Kegiatan menggambar
Kegiatan ini adalah yang paling umum dikerjakan oleh anak. Menggambar adalah proses membuat gambar dengan cara menggoreskan benda-benda seperti pensil dan pena.Hasil dari proses ini berupa susunan garis. Adapun melukis adalah proses membuat gambar dengan cara melumurkan bahan warna seperti cat,pada bidang datar (misalnya kanvas, papan, triplek dan hardboard). Hasil dari melukis berupa tata susunan warna.


Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah



1.         Pertumbuhan
a.         Definisi Pertumbuhan
Menurut Soetjiningsih (2013) pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ, maupun individu. Sedangkan menurut Behrman (2010) pertumbuhan adalah perubahan struktur dan fungsi setiap organ dan proses fisiologi sistem organ.
Menurut Nursalam (2008) pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur tubuh sebagian atau seluruhnya karena adanya multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga karena bertambah besarnya sel.
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan adalah perubahan fisik yang bersifat kuantitatif yang ditandai dengan bertambahnya jumlah dan ukuran sel, organ disertai dengan perubahan struktur dan fungsi setiap organ.

b.         Pola Pertumbuhan Anak Prasekolah
Pertumbuhan masa prasekolah pada anak yaitu pada pertumbuhan fisik, khususnya berat badan mengalami kenaikan rata - rata pertahunnya adalah 2 kg, kelihatan kurus, akan tetapi aktivitas motoriknya tinggi, dimana sistem tubuh sudah mencapai kematangan, seperti berjalan, melompat, dan lain-lain. Sedangkan pada pertumbuhan tinggi badan anak kenaikannya rata-rata akan mencapai 6,75 - 7,5 cm setiap tahunnya (Hidayat, 2009).

c.         Aspek Pertumbuhan
Untuk menilai pertumbuhan anak dilakukan pengukuran antropometri, pengukuran antropometri meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan (panjang badan), lingkar kepala. Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, pengukuran tinggi badan digunakan untuk menilai status perbaikan gizi di samping faktor genetik sedangkan pengukuran lingkar kepala dimaksudkan untuk menilai pertumbuhan otak. Pertumbuhan otak kecil (mikrosefali) menunjukkan adanya reterdasimental, apabila otaknya besar (volume kepala meningkat) terjadi akibat penyumbatan cairan serebrospinal (Hidayat, 2011).

d.         Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Anak
1)     Faktor sebelum lahir, misalnya kekurangan nutrisi pada ibu dan janin.
2)     Faktor ketika lahir, misalnya pendarahan pada kepala bayi yang dikarenakan tekanan dari dinding rahim ibu sewaktu ia dilahirkan.
3)     Faktor sesudah lahir, misalnya infeksi pada otak dan selaput otak
4)     Faktor psikologis, misalnya dititipkan dalam panti asuhan sehingga kurang mendapatkan perhatian dan cinta kasih.

2.          Perkembangan
a.         Definisi Perkembangan
Menurut Soetjiningsih (2013) Perkembangan (development) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan/maturitas.
Perkembangan juga dapat didefinisikan sebagai hasil interaksi antara kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, sehingga perkembangan ini berperan penting dalam kehidupan manusia (Nursalam, 2008).
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan adalah interaksi antara kematangan sel saraf dengan organ yang mengakibatkan bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang bersifat kuantitatif dan kualitatif dengan pola yang teratur.

b.         Pola Perkembangan anak prasekolah
Perkembangan merupakan proses yang tidak akan berhenti. Masa prasekolah merupakan fase perkembangan individu dapat usia 2-6 tahun, perkembangan pada masa ini merupakan masa perkembangan yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting (Fikriyanti, 2013).

c.         Tahap Perkembangan Anak Prasekolah
Menurut Wong (2008), periode prasekolah dimulai pada usia 3-6 tahun. Periode ini dimulai dari waktu anak bergerak sambil berdiri sampai mereka masuk sekolah dicirikan dengan aktivitas yang tinggi.Pada masa ini merupakan perkembangan fisik dan kepribadian yang pesat, kemampuan interaksi sosial lebih luas, memulai konsep diri, perkembangan motorik berlangsung terus menerus ditandai keterampilan motorik seperti berjalan, berlari dan melompat.

d.         Ciri – Ciri Perkembangan
Menurut Soetjiningsih (2013) ciri-ciri perkembangan anak adalah sebagai berikut:
1)         Tumbuh kembang adalah proses yang kontinyu sejak dari konsepsi sampai maturitas atau dewasa, yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan.
2)         Pola perkembangan anak adalah sama pada semua anak, tetapi kecepatannya berbeda antara anak yang satu dengan yang lain.
3)         Perkembangan erat hubungannya dengan maturasi sistem susunan saraf.
4)         Aktivitas seluruh tubuh diganti respon individu yang khas
5)         Arah perkembangan anak adalah sefalokaudal.
6)         Refleks primitif seperti refleks memegang dan berjalan akan menghilang sebelum gerakan volunter tercapai.

e.         Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak
1)         Faktor warisan sejak lahir.
2)         Faktor lingkungan yang menguntungkan atau yang merugikan.
3)         Peran orang tua dalam membimbing anak belajar
4)         Kematangan fungsi-fungsi organis dan psikis
5)         Aktivitas anak sebagai subyek bebas yang berkemauan, bisa menolak atau menyetujui.

f.          Prinsip Pertumbuhan dan Perkembangan
Secara umum pertumbuhan dan perkembangan memiliki beberapa prinsip dalam prosesnya. Prinsip tersebut dapat menentukan ciri atau pola dari pertumbuhan dan perkembangan setiap anak. Menurut Narendra (2002, dalam Hidayat 2005) prinsip-prinsip pertumbuhan dan perkembangan antara lain sebagai berikut :
1)     Proses pertumbuhan dan perkembangan sangat bergantung pada aspek kematangan susunan saraf pada manusia, dimana semakin sempurna atau kompleks kematangan saraf maka semakin sempurna proses pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi mulai dari proses konsepsi sampai dengan dewasa.
2)     Proses pertumbuhan dan perkembangan setiap individu adalah sama, yaitu mencapai proses kematangan, meskipun dalam proses pencapaian tersebut tidak memiliki kecepatan yang sama antara individu yang satu dengan yang lain.
3)     Proses pertumbuhan dan perkembangan memiliki pola khas yang dapat terjadi mulai dari kepala hingga ke seluruh bagian tubuh mulai dari kemampuan yang sederhana hingga mencapai kemampuan yang lebih kompleks dari tahap pertumbuhan dan perkembangan.

g.         Stimulasi dalam Tumbuh Kembang Anak Prasekolah
Stimulus adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak 0-6 tahun agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak perlu mendapatkan stimulus rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap kesempatan. Stimulasi tumbuh kembang anak dilakukan oleh ibu dan ayah atau yang merupakan orang terdekat anak (Depkes, 2012).
Menurut Soetjiningsih (2013) beberapa stimulasi yang diperlukan untuk faktor tumbuh kembang anak antara lain sebagai berikut:

1)     Stimulasi aspek fisik
Rangsangan untuk fisik bayi dan balita amat diperlukan, karena pada usia mereka perkembangan syaraf-syaraf motorik sangat pesat. Melakukan gerakan-gerakan sederhana seperti berlari, berjalan, menari akan sangat membantu perkembangan mereka.
2)     Stimulasi aspek emosi
Kenalkan mereka dengan bentuk emosi dasar, bahagia dan sedih. Dengan menghiburnya pada saat menangis karena mainannya rusak akan membantu. Ajari pula mereka untuk berbagi dengan teman sebayanya, misalnya dengan berbagi mainan, sehingga dapat menimbulkan kepekaan untuk bertoleransi dan berperilaku menyenangkan.
3)     Stimulasi aspek spiritual
Ajarilah anak untuk berdoa dengan menggunakan kata-kata yang sederhana, mengucapkan terimakasih kepada Tuhan atas makanan, hari yang indah, dan meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan hari itu. Akan membuat anak semakin peka. Ajak juga mereka ke tempat ibadah, dan membacakan dongeng dan kisah-kisah para nabi juga akan membantu meningkatkan moral.
4)     Stimulasi aspek intelektual
Rangsangan intelektual dapat dilakukan dengan sering memberikan buku bacaan, mengajak anak melakukan permainan, dan rekreasi bersama, dan juga dengan rajin menjawab keingintahuan anak. Jadi sebagai orangtua juga harus rajin belajar agar sanggup memenuhi dan menjawab keingintahuan anak dengan baik dan benar.
5)     Stimulasi aspek sosial
Anak harus diajari untuk peka terhadap lingkungan sekitarnya, seperti: membantu menjaga saudaranya (adik), membantu orang tua yang sedang sibuk, akan merangsang kepekaan alaminya.

3.    Definisi Anak Usia Prasekolah
                        Anak prasekolah adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun. Dalam usia ini anak umumnya mengikuti program anak (3 tahun – 5 tahun) dan kelompok bermain ( usia 3 tahun ), sedangkan pada usia 4 – 6 tahun biasanya mereka mengikuti program Taman Kanak – Kanak (Patmonodewo, 2008).
Anak prasekolah adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak prasekolah berada pada rentang usia 0-8 tahun. Pada masa ini proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek sedang mengalami masa yang cepat dalam rentang perkembangan hidup manusia. Proses pembelajaran sebagai bentuk perlakuan yang diberikan pada anak harus memperhatikan karakteristik yang dimiliki setiap tahapan perkembangan anak (Sujiono, 2009).
Anak usia prasekolah atau anak usia dini merupakan fase perkembangan individu, ketika anak mulai memiliki kesadaran tentang dirinya sebagai pria atau wanita, dapat mengatur diri dalam buang air (toilet training), dan mengenal beberapa hal yang dianggap berbahaya (mencelakakan dirinya) (Yusuf, 2005).
Dari definisi tersebut menunjukkan bahwa anak merupakan individu yang unik dimana masing-masing memiliki bawaan, minat, kapabilitas, dan latar belakang kehidupan yang berbeda satu sama lain. Di samping memiliki kesamaan, anak juga memiliki keunikan tersendiri seperti dalam gaya belajar, minat, dan latar belakang keluarga. Meskipun terdapat pola urutan umum dalam perkembangan anak yang dapat diprediksi, namun pola perkembangan dan belajarnya tetap memiliki perbedaan satu sama lain.
Dalam perkembangan anak prasekolah sudah ada tahapan – tahapannya, anak sudah siap belajar khususnya pada usia sekitar 4-6 tahun memiliki kepekaan menulis dan memiliki kepekaan yang bagus untuk membaca. Perkembangan kognitif anak masa prasekolah berbeda pada tahap praoprasional.

4.    Ciri- ciri Anak Prasekolah
                        Snowman (dalam Patmonodewo 2008) mengemukakan ciri- ciri anak prasekolah (3-6 tahun ) yang biasanya ada di TK meliputi beberapa ciri  yaitu :
a.        Ciri fisik
              Anak prasekolah dalam penampilan maupun gerak gerik prasekolah mudah dibedakan dengan anak yang berada dalam tahapan sebelumnya yaitu umumnya anak sangat aktif, mereka telah memiliki penguasaan (kontrol) terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri seperti memberikan kesempatan kepada anak untuk lari, memanjat dan melompat.
b.        Ciri Sosial
              Anak prasekolah biasanya bersosialisasi dengan orang di sekitarnya. Umumnya anak pada tahap ini memiliki satu atau dua sahabat, tetapi sahabat ini cepat berganti, mereka mau bermain dengan teman. Sahabat yang dipilih biasanya sama jenis kelaminnya, tetapi kemudian berkembang sahabat yang terdiri dari jenis kelamin yang berbeda.
c.        Ciri Emosional
              Pada aspek ini anak cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia tersebut dan iri hati sering terjadi. Mereka sering kali memperebutkan perhatian guru.
d.        Ciri Kognitif
              Pada umumnya anak usia prasekolah telah terampil dalam bahasa. Sebagian besar dari mereka senang berbicara, khususnya dalam kelompoknya. Sebaiknya anak diberi kesempatan untuk bicara, sebagian mereka perlu dilatih untuk menjadi pendengar yang baik.
5.    Aspek- Aspek Perkembangan Pada Anak Prasekolah
                        Menurut Kemenkes RI (2010) aspek-aspek perkembangan yang dipantau pada anak meliputi:

a.      Kemampuan bicara dan Bahasa
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya.
b.      Sosialisasi dan kemandirian
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain), berpisah dengan ibu/ pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya, dan sebagainya.
c.      Gerak kasar atau motorik kasar
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti duduk, berdiri, dan sebagainya. Perkembangan motorik kasar pada anak usia prasekolah diawali dengan kempuan untuk berdiri dengan satu kaki selama 1-5 detik, melompat dengan satu kaki, membuat posisi merangkak dan lain-lain (Hidayat, 2009)
d.      Gerak halus atau motorik halus

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya. Perkembangan motorik halus mulai memiliki kemampuan menggoyangkan jari-jari kaki, menggambar dua atau tiga bagian, menggambar orang dan melambaikan tangan atau sebagian (Hidayat, 2009).

KAJIAN TEORETIS PENGARUH PENGGUNAAN METODE BERCERITA DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR




2.1         Pembahasan tentang Media Pembelajaran
2.1.1      Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti ’tengah’, ’perantara’ atau ’pengantar’. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.
“Media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran. (Djamarah, 2002: 137).
“Sedangkan pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan yang menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.” (kamus besar bahasa indonesia, 2002: 17).
Jadi, media pembelajaran adalah media yang digunakan pada proses pembelajaran sebagai penyalur pesan antara tenaga pendidik dan peserta didik agar tujuan pengajaran tercapai. Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa syarat. Penggunaan media mempunyai tujuan memberikan motivasi kepada peserta didik. Selain itu media juga harus merangsang peserta didik mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan mengaktifkan peserta didik dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong peserta didik untuk melakukan praktik-praktik dengan benar.

2.1.2      Manfaat dan Fungsi Media Pembelajaran
Secara umum, manfaat media dalam proses pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara tenaga pendidik dan peserta didik sehingga pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Tetapi secara khusus ada beberapa manfaat media yang lebih rinci.
Kemp dan Dayton (Depdiknas, 2003) mengidentifikasikan beberapa manfaat media dalam pembelajaran yaitu :
a.         Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan.
b.         Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik.
c.         Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif.
d.         Efisiensi dalam waktu dan tenaga.
e.         Meningkatkan kualitas hasil belajar peserta didik
f.      Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja.
g.    Media dapat menumbuhkan sikap positif peserta didik terhadap materi dan proses belajar.
h.         Mengubah peran tenaga pendidik ke arah yang lebih positif dan produktif.
     Kemudian adanya fungsi media pembelajaran antara lain :
             a.          Menyampaikan informasi dalam proses belajar mengajar.
             b.          Melengkapi dan memperkaya informasi dalam kegiatan belajar mengajar.
              c.          Mendorong motivasi belajar.
             d.          Menambah variasi dalam penyajian materi.
              e.          Menambah pengertian nyata tentang suatu pengetahuan.
               f.     Memungkinkan peserta didik memilih kegiatan belajar sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya.
             g.     Mudah dicerna dan tahan lama dalam menyerap pesan-pesan (informasinya sangat membekas dan tidak mudah lupa) ( Rohani, 1997: 9).

2.1.3      Ciri-ciri Media Pembelajaran
Gerlach & Ely (1971) mengemukakan tiga ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh media yang mungkin tenaga pendidik tidak mampu (atau kurang efisien) melakukannya :
a.         Ciri Fiksatif (Fixative Property)
Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek. Dengan ciri fiksatif, media memungkinkan suatu rekaman kejadian atau objek yang terjadi pada satu waktu tertentu ditransportasikan tanpa mengenal waktu.
b.    Ciri Manipulatif (Manipulative Property)
Transformasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif. Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar time-lapse recording. Suatu kejadian dapat dipercepat dan dapat juga diperlambat pada saat menayangkan kembali hasil suatu rekaman video.
c.                   Ciri Distributif (Distributive Property)
Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransformasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar peserta didik dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu.


2.1.4      Klasifikasi dan Karakteristik Media Pembelajaran
Menurut Oemar Hamalik (1985:63) ada empat klasifikasi media pengajaran yaitu:
a.         Alat-alat visual yang dapat dilihat.
b.         Alat-alat yang bersifat auditif atau hanya dapat didengar.
c.          Alat-alat yang bisa dilihat dan didengar.
d.         Dramatisasi, bermain peranan, sosiodrama, sandiwara boneka, dan sebagainya.


2.2                     Pembahasan tentang Metode Bercerita
2.2.1      Pengertian Metode Bercerita
“Bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain”. (Bachri :2005:10).
Dengan kata lain bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian secara lisan dalam upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa.
Metode bercerita adalah cara penyampaian atau penyajian materi pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita dari tenaga pendidik kepada peserta didik. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di TK, metode bercerita dilaksanakan dalam upaya memperkenalkan, memberikan keterangan, atau penjelasan tentang hal baru dalam rangka menyampaikan pembelajaran yang dapat mengembangkan berbagai kompetensi dasar usia anak TK. Oleh karena itu materi yang disampaikan berbentuk cerita yang awal dan akhirnya berhubungan erat dalam kesatuan yang utuh, maka cerita tersebut harus dipersiapkan terlebih dahulu. Biasanya kegiatan bercerita dilaksanakan pada kegiatan penutup, sehingga kalau anak pulang, anak menjadi tenang dan senang setelah mengikuti pembelajaran, Namun demikian pada prakteknya tidak selalu pada saat kegiatan penutup, bercerita dapat dilakukan pada saat kegiatan pembukaan, kegiatan inti, maupun pada waktu-waktu senggang di sekolah, misalnya pada saat waktu istirahat, karena mendengarkan cerita adalah sesuatu yang mengasyikkan bagi anak usia TK.
Menurut Tampubolon (1991:50), “Bercerita kepada anak memainkan peranan penting bukan saja dalam menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca, tetapi juga dalam mengembangkan bahasa dan pikiran anak”.
Fungsi kegiatan bercerita bagi peserta didik usia 4-6 tahun adalah membantu perkembangan bahasa peserta didik dan dengan bercerita pendengaran Peserta didik  dapat difungsikan dengan baik, untuk kemampuan berbicara dengan menambah perbendaharaan kosa kata, kemampuan mengucapkan kata-kata, melatih merangkai kalimat sesuai dengan tahap perkembangannya, selanjutnya peserta didik dapat mengekpresikannya melalui bernyanyi, menulis, ataupun menggambar sehingga pada akhirnya peserta didik mampu membaca situasi , gambar, tulisan atau bahasa isyarat.
Bercerita merupakan salah satu metode dan teknik bermain yang banyak dipergunakan di TK. Bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi peserta didik TK dengan membawakan cerita kepada peserta didik secara lisan. Jadi, bercerita adalah cara bertutur dan menyampaikan cerita atau memberikan penjelasan secara lisan. Bercerita juga merupakan cara untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Seorang tenaga pendidik TK hendaklah mampu menjadi seorang pendongeng yang baik yang akan menjadikan cerita sebagai kegiatan bermain yang menarik dan dapat menjadikan pengalaman yang unik bagi peserta didik. Isi cerita pun diupayakan berkaitan dengan cara berikut ini :
a.         Dunia kehidupan peserta didik yang penuh suka cita, yang menuntut isi cerita memiliki unsur yang dapat memberikan perasaan gembira, lucu, menarik dan mengasyikkan bagi peserta didik. Dunia kehidupan peserta didik berkaitan dengan cerita seputar lingkungan terdekat peserta didik, seperti lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan bermain peserta didik.
b.        Minat peserta didik pada umumnya anak TK sangat berminat pada cerita-cerita tentang : binatang, tanaman, kendaraan, boneka, robot, planet, dan lain-lain.
c.         Tingkat usia, kebutuhan dan kemampuan mencerna isi cerita. Ceritanya harus cukup pendek dalam rentang perhatian peserta didik. Cerita tersebut bersifat meningkatkan daya pikir peserta didik seperti cerita-cerita tentang makanan dan minuman sehat, kebersihan diri melayani diri sendiri.
d.        Membuka kesempatan bagi anak untuk bertanya dan menanggapi setelah tenaga pendidik selesai bercerita.
Bercerita atau yang biasa disebut mendongeng, merupakan seni atau teknik budaya kuno untuk menyampaikan suatu peristiwa yang dianggap penting, melalui kata-kata, imaji dan suara-suara (Ismoerdijahwati K, 2007). Dongeng atau cerita telah ada dalam banyak kebudayaan dan daerah sebagai hiburan, pendidikan, pelestarian kebudayaan dan menyimpan pengetahuan serta nilai-nilai moral. Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang lain dengan alat peraga atau tanpa alat tentang apa yang harus disampaikan dalam bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah dongeng yang untuk didengarkan dengan rasa menyenangkan, oleh karena itu orang yang menyajikan cerita tersebut harus menyampaikannya dengan menarik (Dhieni et al, 2005: 6.3).
Menurut kamus besar bahasa indonesia (2003: 210) cerita adalah:
Tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal atau peristiwa atau karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman kebahagiaan atau penderitaan orang, kejadian tersebut sungguh-sungguh atau rekaan.
Berdasarkan pengertian di atas, maka cerita anak dapat didefinisikan “tuturan lisan, karya bentuk tulis atau pementasan tentang suatu kejadian, peristiwa, dan sebagainya yang terjadi di seputar dunia anak (Musfiroh et al, 2005: 59). Sedangkan Depdiknas (2004: 12) mendefinisikan bahwa “metode bercerita adalah cara bertutur kata dalam penyampaian cerita atau memberikan penjelasan kepada anak secara lisan”, dalam upaya memperkenalkan ataupun memberikan keterangan hal baru pada anak.

2.2.2      Cerita Perkembangan Anak
Kegiatan bercerita memberikan nilai pembelajaran yang banyak bagi proses belajar dan perkembangan anak serta dapat menumbuhkan minat dan kegemaran membaca, Jensen (Solehuddin, 2000: 91) “membacakan cerita dengan nyaring kepada anak secara substansial dapat berkontribusi terhadap pengetahuan cerita anak dan kesadarannya tentang membaca”. Solehuddin (2000: 90):
Di samping dapat menciptakan suasana menyenangkan, bercerita dapat mengundang dan merangsang proses kognisi, khususnya aktivitas berimajinasi, dapat mengembangkan kesiapan dasar bagi perkembangan bahasa dan literacy, dapat menjadi sarana untuk belajar, serta dapat berfungsi untuk membangun hubungan yang akrab.
Cerita bagi anak-anak harus sesuai dengan tahap perkembangan anak. Tampubolon (Dhieni, 2005: 6.9) “ isi cerita hendaknya sesuai dengan tingkatan pikiran dan pengalaman anak”. Bercerita sesuai dengan perkembangan anak dalam konsep Development Appropriate Practice (DAP) dari The National Association for The Education of Young Children (NAEYC), yaitu bercerita sesuai dengan pedoman pendidikan anak (Musfiroh, et al, 2005: 3), cerita yang dimaksud mengandung beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi oleh para pendidik, yakni:
a.         Memahami pengertian dan permasalahan seputar cerita dan bercerita.
Pada konsep ini, pendidik perlu memastikan apa pengertian bercerita, apa perbedaannya mendongeng, serta bagaimana konsep penyajian bercerita yang mendukung perkembangan anak dalam berbagai aspeknya.
b.        Memahami asumsi dasar anggapan perkembangan anak.
Pendidik perlu menyadari bahwa anak berkembang menurut fase-fase tertentu. Anak usia 4-7 tahun berada pada fase praoprasional dengan ciri perkembangan yang berbeda dengan anak-anak di atas usia itu.
c.    Memahami arti dan tugas perkembangan anak.
Pada masa TK, anak-anak perlu diperkenalkan konsep baik buruk melalui contoh agar membantu mereka mencapai tugas perkembangan moral usia tersebut.
d.    Memahami domain dan teori perkembangan yang dianut.
Peserta didik perlu mengetahui mengenai teori perkembangan dan meyakininya agar dalam praktik bercerita (khususnya) dan pembelajaran (umumnya) tidak buta arah. Setiap teori perkembangan memiliki karakteristik yang membedakannya dengan teori yang lain.

e.    Memahami konsep belajar dan mengajar.
Pencerita perlu memahamia peserta didik belajar bukan melalui ceramah, tetapi melalui keaktifan dan interaksi aktif peserta didik dengan materi belajar. Melalui cerita, peserta didik melibatkan diri secara aktif, senang hati dan bermotivasi intrinsik untuk membangun konsep “baik-buruk”, “benar-salah”, “tepat-tidak” yang tersaji dalam cerita.
f.     Memahami konsep “sesuai perkembangan” dalam pedoman praktik pembelajaran atau Development Appropriate Practic (DAP).
Pendidik perlu menyadari bahwa cerita seyogyanya disesuaikan dengan taraf perkembangan peserta didik, meliputi abilitas peserta didik dalam berbahasa, berpikir, bersosial-emosi, motorik dan moral, tanpa pemahaman ini cerita akan menjadi terlalu sulit (sehingga tidak dimengerti peserta didik) atau terlalu mudah (membosankan bagi peserta didik).

2.2.3      Bentuk-bentuk Metode Bercerita Untuk Anak
Pada pelaksanaannya metode bercerita dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a.         Bercerita tanpa alat peraga
Di mana pada pelaksanaannya tanpa menggunakan alat peraga sebagai media bercerita dan guru harus memperhatikan ekspresi wajah, gerak-gerik tubuh, dan suara tenaga pendidik harus dapat membantu fantasi peserta didik untuk mengkhayalkan hal-hal yang diceritakan guru.


b.        Bercerita dengan alat peraga
Di mana pada pelaksanaannya menggunakan alat peraga sebagai media penjelas dari cerita yang didengarkan peserta didik, sehingga imajinasi peserta didik terhadap suatu cerita tidak terlalu menyimpang dari apa yang dimaksudkan oleh tenaga pendidik.
1)          Alat peraga yang digunakan dapat berupa: Alat peraga langsung, yaitu menggunakan benda asli atau benda sebenarnya (misalnya: kelinci, kembang, piring) agar peserta didik dapat memahami isi cerita dan dapat melihat langsung ciri-ciri serta kegunaan dari alat tersebut.
2)          Alat peraga tak langsung, yaitu menggunakan benda-benda yang bukan alat sebenarnya. Bercerita dengan alat peraga tak langsung dapat berupa:
a)      Bercerita dengan benda-benda tiruan.
Tenaga pendidik menggunakan benda-benda tiruan sebagai alat peraga (misalnya: binatang tiruan, buah-buahan tiruan, sayuran tiruan). Benda-benda tiruan tersebut hendaknya mempunyai proporsi bentuk dan warna yang sesuai dengan aslinya.
b)      Bercerita dengan menggunakan gambar-gambar.
Tenaga pendidik menggunakan gambar sebagai alat peraga dapat berupa gambar lepas, gambar dalam buku atau gambar seri yang terdiri dari 2 sampai 6 gambar yang melukiskan jalannya cerita.
c)      Bercerita dengan menggunakan papan flanel.
Tenaga pendidik menggunakan papan flanel untuk menempelkan potongan-potongan gambar yang akan disajikan dalam suatu cerita.
d)     Membacakan cerita.
Tenaga pendidik menggunakan buku cerita dengan tujuan agar minat peserta didik terhadap buku semakin bertambah.
e)      Sandiwara boneka.
Tenaga pendidik menggunakan berbagai macam boneka yang akan dipentaskan dalam suatu cerita.

2.2.4      Manfaat Metode Bercerita
Menurut Tadkiroatun Musfiroh, (2005:95) ditinjau dari beberapa aspek, manfaat metode bercerita sebagai berikut:
a.         Membantu pembentukan pribadi dan moral peserta didik
b.        Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi
c.         Memacu kemampuan verbal peserta didik
d.        Merangsang minat menulis peserta didik
e.         Merangsang minat baca peserta didik
f.         Membuka cakrawala pengetahuan peserta didik
Sedangkan menurut Bachri (2005: 11), manfaat bercerita adalah “dapat memperluas wawasan dan cara berfikir anak, sebab dalam bercerita anak mendapat tambahan pengalaman yang bisa jadi merupakan hal baru baginya”.
Manfaat bercerita dengan kata lain adalah menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi sehingga dapat memperluas wawasan dan cara berfikir peserta didik. Misalnya melalui media dongeng/bercerita dapat berfungsi sebagai penggugah kreativitas anak-anak. Melalui dongeng/cerita, tenaga pendidik bisa menyampaikan pesan-pesan, hikmah-hikmah dan pengalaman-pengalaman kepada murid-muridnya. Disamping memperkaya imajinasi peserts didik, dongeng/bercerita pun menjadikan peserta didik merasa belajar sesuatu, tetapi tak merasa digurui. Bahkan,  dengan melalui dongeng/cerita diketahui adalah merupakan salah satu cara yang efektif mengembangkan aspek-aspek kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan), social dan aspek konatif (penghayatan) peserta didik. Dongeng/cerita mampu membawa peserta didik pada pengalaman-pengalaman baru yang belum pernah dialaminya. Karena itu tenaga pendidik perlu memiliki kreativitas, penghayatan, dan kepekaan pada saat bercerita agar kesan dapat sampai kepada murid-muridnya.
Beberapa manfaat metode bercerita bagi anak TK (Moeslichatoen 2004:45) di antaranya adalah :
a.         Melatih daya serap atau daya tangkap anak TK, artinya anak usia TK dapat dirangsang untuk mampu memahami isi atau ide-ide pokok dalam cerita secara keseluruhan
b.        Melatih daya pikir anak TK, untuk terlatih memahami proses cerita, mempelajari hubungan bagian-bagian dalam cerita termasuk hubungan-hubungan sebab akibatnya
c.         Melatih daya konsentrasi anak TK untuk memusatkan perhatiannya kepada keseluruhan cerita.
d.        Mengembangkan daya imajinasi anak, artinya dengan bercerita anak dengan daya fantasinya dapat membayangkan atau menggambarkan sesuatu situasi yang berada di luar jangkauan inderany.
e.         Menciptakan situasi yang menggembirakan serta mengembangkan suasana hubungan yang akrab sesuai dengan tahap perkembangannya.
f.         Membantu perkembangan bahasa anak dalam berkomunikasi secra efektif dan efisien sehingga proses percakapan menjadi komunikatif.
Adapun fungsi dari pada metode bercerita (Moeslichatoen 2004:45) yaitu :
a.         Melatih daya konsentrasi
b.        Melatih mengungkapkan daya pikir
c.         Menambah pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam mengkomunikasikan isi gambar
d.        Melatih menghubungkan isi gambar sesuai dengan imajinasi anak
e.         Melatih mengungkapkan imajinasi peserta didik.
f.         Melatih peserta didik berkomunikasi secara lisan
g.        Menambah kosa kata dalam berbahasa
Peserta didik membutuhkan dongeng atau cerita karena beberapa hal:
a.         Peserta didik membangun gambaran-gambaran mental pada saat tenaga pendidik memperdengarkan kata-kata yang melukiskan kejadian.
b.        Peserta didik memperoleh gambaran yang beragam sesuai dengan latar belakang pengetahun dan pengalaman masing-masing.
c.         Peserta didik  memperoleh kebebasan untuk melakukan pilihan secara mental.
d.        Peserta didik memperoleh kesempatan menangkap imajinasi dan citraan-citraan cerita: citraan gerak, citraan visual, dan auditif.
Cerita mendorong peserta didik bukan saja senang menyimak cerita, tetapi juga senang bercerita atau berbicara. Peserta didik belajar tentang tata cara berdialog dan bernarasi dan terangsang untuk menirukannya. Kemampuan untuk mempraktekkan terdorong karena dalam cerita ada negosiasi, pola tindak-tutur yang baik seperti menyuruh, melarang, berjanji, mematuhi larangan dan memuji.
Memacu kemampuan bercerita peserta didik merupakan sesuatu yang penting, karena beberapa alasan, yaitu :
 Pertama peserta didik memiliki kosa kata cenderung berhasil dalam meraih prestasi akademik.
Kedua, peserta didik yang pandai berbicara memperoleh perhatian dari orang lain. Hal ini penting karena pada hakikatnya anak senang menjadi pusat perhatian dari orang lain.
Ketiga, peserta didik yang pandai berbicara mampu membina hubungan dengan orang lain dan dapat memerankan kepemimpinannya dari pada anak yang tidak dapat berbicara. Berbicara baik mengisyaratkan latar belakang yang baik pula.
Keempat, peserta didik yang pandai berbicara akan memiliki kepercayaan diri dan penilaian diri yang positif, terutama setelah mendengar komentar orang tentang dirinya.
Dalam berbicara terkadang individu dapat menyesuaikam dengan keinginannya sendiri. Pada dasarnya berbicara sama halnya dengan menuangkan segala perasaan  kita yang tersimpan. Kita dalam berbicara dapat mengungkapkan, serta mengekspresikan apa keinginan kita.


2.2.5      Metode Bercerita dengan Gambar
Metode bercerita dengan gambar merupakan salah satu cara yang paling mendasar untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan membina hubungan interaksi dengan peserta didik. Pada usia anak-anak, kemampuan bahasa kata (bahasa lisan) belum cukup dikuasainya, dan bahasa tulisan pun masih dalam proses, tetapi anak sudah mempunyai kemampuan bahasa rupa (bahasa gambar). Melalui seluruh kemampuan yang dimilikinya, yaitu perpaduan antara bahasa kata dan bahasa gambar, peserta didik jadi mengerti apa yang dikatakan orang lain kepadanya.
Hal ini disebabkan, oleh peserta didik apa yang dikatakan orang lain diimajinasikannya dengan apa yang diinginkan orang tersebut. Depdiknas (2001: 18) mengungkapkan bahwa metode bercerita dengan gambar merupakan “bentuk bercerita dengan alat peraga tak langsung yang menggunakan gambar-gambar sebagai alat peraga dapat berupa gambar lepas, gambar dalam buku atau gambar seri yang terdiri dari 2 sampai 6 gambar yang melukiskan gambar ceritanya”.

2.2.6      Tujuan Metode Bercerita dengan Gambar
Pada usia 4-6 tahun, anak-anak mulai dapat menikmati sebuah cerita pada saat ia mengerti tentang peristiwa yang terjadi di sekitarnya dan mampu mengingat beberapa berita yang diterimanya. Hal ini menurut Depdiknas (2005: 5) ditandai oleh berbagai kemampuan sebagai berikut:
a.         Mampu menggunakan kata ganti saya dan berkomunikasi.
b.        Memiliki berbagai perbendaharaan kata kerja, kata sifat, kata keadaan, kata tanya, dan kata sambung.
c.         Menunjukkan pengertian dan pemahaman tentang sesuatu.
d.        Mampu mengungkapkan pikiran, perasaan dan tindakan dengan menggunakan kalimat sederhana.
e.         Mampu membaca dan mengungkapkan sesuatu melalui gambar.
Bercerita bagi peserta didik usia dini bertujuan agar peserta didik mampu mendengarkan dengan berkonsentrasi dan mengekspresikan perasaannya terhadap apa yang diceritakan. Adapun tujuan diberikannya metode bercerita menurut Depdiknas (Depdiknas, 2001: 19) yaitu :
a.         Melatih daya tangkap anak.
b.        Melatih daya pikir anak.
c.         Melatih daya konsentrasi anak.
d.        Membantu perkembangan fantasi atau imajinasi anak.
e.         Menciptakan suasana menyenangkan dan akrab di dalam kelas.

2.2.7      Manfaat Bercerita dengan Gambar
Kegiatan bercerita selain membantu perkembangan bahasa peserta didik, juga dapat membangun hubungan yang erat antara tenaga pendidik dan peserta didik. Melalui bercerita, tenaga pendidik berinteraksi secara akrab dan penuh kasih sayang dengan anak-anak. Penelitian Ferguson (Solehuddin, 2000: 92) pun menunjukkan bahwa anak-anak yang dibacakan kepada mereka cerita-cerita semasa di TK memperoleh skor lebih tinggi dalam tes keterampilan membaca daripada anak-anak lainnya.
Beberapa manfaat metode bercerita dengan gambar bagi anak TK (Dhieni et al, 2005: 6.6) :
a.         Melatih daya serap atau daya tangkap anak TK, artinya anak usia TK dapat dirangsang, untuk mampu memahami isi atau ide-ide pokok dalam cerita secara keseluruhan.
b.        Melatih daya pikir anak TK, untuk terlatih memahami proses cerita, mempelajari hubungan bagian-bagian dalam cerita termasuk hubungan-hubungan sebab-akibatnya.
c.         Melatih daya konsentrasi anak TK, untuk memusatkan perhatiannya kepada keseluruhan cerita, karena dengan pemusatan perhatian tersebut anak dapat melihat hubungan bagian-bagian cerita sekaligus menangkap ide pokok dalam cerita.
d.        Mengembangkan daya imajinasi peserta didik, artinya dengan bercerita peserta didik dengan daya imajinasinya dapat membayangkan atau menggambarkan suatu situasi yang berada di luar jangkauan inderanya bahkan yang mungkin jauh dari lingkungan sekitarnya, ini berarti membantu mengembangkan wawasan anak.
e.         Menciptakan situasi yang menggembirakan serta mengembangkan suasana hubungan yang akrab sesuai dengan tahap perkembangannya, anak usia TK senang mendengarkan cerita terutama apabila gurunya menyajikannya dengan menarik.
f.         Membantu perkembangan bahasa anak dalam berkomunikasi secara efektif dan efesien sehingga proses percakapan menjadi komunikatif.




2.2.8      Tehnik Bercerita dengan Gambar
Kegiatan bercerita dengan gambar dapat menggunakan gambar lepas atau 1 gambar atau gambar seri terdiri 2-4 gambar yang meluruskan jalan cerita dengan ukuran tertentu dan tehnik sebagai berikut (Dhieni et al, 2005: 6.28):
a.         Kegiatan bercerita dengan gambar lepas atau 1 gambar.
1)          Ketentuan kegiatan bercerita dengan gambar lepas atau 1 gambar:
a)    Judul cerita singkat dan menarik bagi anak didik.
b)   Cerita singkat dan sarat dengan nilai-nilai kehidupan yang ada di lingkungan anak.
c)    Menggunakan gaya bahasa anak.
d)   Gambar dibuat dalam ukuran 1 karton 60×60 cm.
e)    Gambar menggambarkan tokoh yang sedang bereaksi, merupakan hal yang menarik dari satu cerita.
f)    Gambar dibuat sesuai dengan tahap perkembangan anak.
g)   Gambar diberi warna yang menarik dan tidak mengaburkan imajinasi anak.
h)   Isi cerita ditulis pada bagian belakang gambar.
2)          Langkah-langkah pelaksanaan:
a)    Anak mengatur posisi duduknya.
b)   Anak memperhatikan guru menyiapkan alat peraga.
c)    Anak termotivasi mendengarkan cerita.
d)   Anak diberi kesempatan memberi judul cerita.
e)    Anak melengkapi judul cerita dari anak.
f)    Anak mendengarkan cerita guru sambil memperhatikan gambar yang guru perlihatkan.
g)   Setelah selesai bercerita, anak memberikan kesimpulan isi cerita.
h)   Guru melengkapi kesimpulan tentang isi cerita dari anak.
3)          Evaluasi:
Setelah selesai bercerita, guru bertanya tentang isi cerita, tokoh dalam cerita, isi gambar dan memberi kesempatan pada satu atau dua orang anak untuk menceritakan kembali cerita tersebut.
b.        Kegiatan bercerita dengan gambar menggunakan 2 gambar.
1)          Ketentuan kegiatan bercerita dengan gambar menggunakan 2 gambar:
a)    Judul cerita singkat dan menarik bagi anak didik.
b)   Ada jilid cerita.
c)    Menggunakan gaya bahasa anak.
d)   Cerita singkat dan sarat dengan nilai-nilai kehidupan, sosialisasi dan lingkungan anak.
e)    Isi cerita kesatu dan kedua berkaitan.
f)    Gambar dibuat pada karton, berukuran 50×30 cm, sebanyak 2 lembar, antara gambar kesatu dan kedua diberi lakban/benang agar mudah pada saat membalikkan gambar.
g)   Gambar diberi warna yang menarik dan tidak mengaburkan imajinasi anak.
h)   Gambar 1 menggambarkan situasi tokoh sedang bereaksi awal suatu cerita.
i)     Gambar 2 menggambarkan situasi tokoh sedang bereaksi di akhir cerita.
j)     Isi cerita ditulis pada bagian belakang jilid.
2)          Langkah-langkah pelaksanaan:
a)    Dengan bimbingan tenaga pendidik, anak mengatur posisi duduknya.
b)   Peserta didik memperhatikan tenaga pendidik pada saat menyiapkan alat peraga.
c)    Peserta didik termotivasi untuk mendengarkan cerita tenaga pendidik.
d)   Peserta didik diberi kesempatan memberikan judul cerita.
e)    Tenaga pendidik memberi tahu judul cerita.
f)    Tenaga pendidik bercerita sambil memegang gambar dan memperlihatkannya pada peserta didik .
g)   Setelah selesai bercerita, tenaga pendidik memberikan kesimpulan.
3)          Evaluasi:
Setelah selesai bercerita, tenaga pendidik bertanya tentang isi cerita, tokoh dalam cerita, isi gambar dan memberi kesempatan pada satu atau dua orang anak untuk menceritakan kembali cerita tersebut.
c.         Kegiatan bercerita dengan gambar menggunakan 3 gambar.
1)          Ketentuan kegiatan bercerita dengan gambar menggunakan 3 gambar:
a)    Judul cerita singkat dan menarik bagi peserta didik .
b)   Ada jilid cerita.
c)    Menggunakan gaya bahasa peserta didik
d)   Cerita singkat dan sarat dengan nilai-nilai kehidupan, sosialisasi dan lingkungan peserta didik
e)    Isi berurutan dan berkaitan dari gambar kesatu sampai dengan ketiga.
f)    Gambar dibuat pada karton berukuran 30×25 cm sebanyak 3 lembar, antara gambar ke-1, ke-2, ke-3 diberi lakban agar mudah pada saat membalikkan gambar.
g)   Gambar diberi warna yang menarik dan tidak mengaburkan imajinasi peserta didik
h)   Gambar kesatu menggambarkan situasi tokoh yang sedang bereaksi, di awal cerita.
i)     Gambar kedua menggambarkan situasi tokoh di tengah cerita.
j)     Gambar ketiga adalah gambar akhir sebuah cerita.
k)   Isi cerita dapat ditulis pada bagian belakang jilid
2)          Langkah-langkah pelaksanaan:
a)    Dengan bimbingan tenaga pendidik, peserta didik mengatur posisi duduknya.
b)   Peserta didik memperhatikan tenaga pendidik pada saat menyiapkan alat peraga.
c)    Peserta didik termotivasi untuk mendengarkan cerita tenaga pendidik.
d)   Peserta didik diberi kesempatan memberikan judul cerita.
e)    Peserta didik mendengarkan cerita tenaga pendidik dan memperhatikan gambar yang diperlihatkan oleh tenaga pendidik.
f)    Anak mendengarkan tenaga pendidik bercerita secara berurutan sesuai gambar yang dipegang ke-1, ke-2, dan ke-3 pada saat cerita gambar kesatu gambar kedua dan ketiga tidak diperlihatkan, begitupun ketika bercerita ke-2 gambar ke-1 tidak diperlihatkan.
g)   Setelah selesai bercerita seluruh gambar dari ke-1 sampai dengan ke-3 diperlihatkan kepada peserta didik.
h)   Peserta didik diberi kesempatan untuk memberi kesimpulan isi cerita.
i)     Tenaga pendidik melengkapi kesimpulan cerita peserta didik.
3)          Evaluasi:
Setelah selesai bercerita, tenaga pendidik bertanya tentang isi cerita, tokoh dalam cerita, isi gambar dan memberi kesempatan pada satu atau dua orang peserta didik untuk menceritakan kembali cerita tersebut.
d.        Kegiatan bercerita dengan gambar menggunakan 4 gambar.
1)      Ketentuan kegiatan bercerita dengan gambar menggunakan 4 gambar:
a)    Judul cerita singkat dan menarik bagi peserta didik didik.
b)   Ada jilid cerita.
c)    Menggunakan gaya bahasa peserta didik.
d)   Cerita singkat dan sarat dengan nilai-nilai kehidupan, sosialisasi dan lingkungan peserta didik.
e)    Isi berurutan dan berkaitan dari gambar kesatu sampai dengan keempat.
f)    Gambar dibuat pada karton berukuran 30×25 cm sebanyak 4 lembar, antara gambar ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4 diberi lakban agar mudah pada saat membalikkan gambar.
g)   Gambar diberi warna yang menarik dan tidak mengaburkan imajinasi peserta didik.
h)   Gambar kesatu menggambarkan situasi tokoh yang sedang bereaksi pada awal suatu cerita.
i)     Gambar kedua menggambarkan situasi tokoh dalam cerita sedang bereaksi pada proses isi cerita.
j)     Gambar ketiga menggambarkan situasi tokoh dalam cerita yang menunjukkan ke akhir cerita.
k)   Gambar keempat menggambarkan situasi tokoh dalam akhir cerita.
l)     Isi cerita ditulis pada bagian belakang jilid.
2).   Langkah-langkah pelaksanaan:
a)    Dengan bimbingan tenaga pendidik, peserta didik mengatur posisi duduknya.
b)   Peserta didik memperhatikan tenaga pendidik pada saat menyiapkan alat peraga.
c)    Anak termotivasi untuk mendengarkan cerita tenaga pendidik.
d)   Pesrerta didik diberi kesempatan memberikan judul cerita.
e)    Peserta didik mendengarkan cerita tenaga pendidik dan memperhatikan gambar yang diperlihatkan oleh tenaga pendidik.
f)    Anak mendengarkan tenaga pendidik bercerita secara berurutan sesuai gambar yang dipegang ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4 pada saat cerita gambar kesatu gambar ke-1 dan ke-3 tidak diperlihatkan, begitupun ketika bercerita ke-2 gambar ke-1 tidak diperlihatkan.
g)   Setelah selesai bercerita seluruh gambar dari ke-1 sampai dengan ke-4 diperlihatkan kepada peserta didik.
h)   Peserta didik diberi kesempatan untuk memberi kesimpulan isi cerita.
i)     Tenaga pendidik melengkapi kesimpulan cerita peserta pendidik.
3).   Evaluasi:
Setelah selesai bercerita, tenaga pendidik bertanya tentang isi cerita, tokoh dalam cerita, isi gambar dan memberi kesempatan pada satu atau dua orang peserta didik untuk menceritakan kembali cerita tersebut.

2.2.9      Kegiatan Bercerita di Sekolah
Untuk menyajikan secara menarik, diperlukan beberapa persiapan, mulai dari memilih jenis cerita, menyiapkan tempat, panyiapan alat peraga dan sebagainya hingga penyajian cerita. Menurut Tampubolon, (1991 : 11) persiapan kegiatan bercerita dan penjelasannya sebagai berikut:
a.         Memilah dan memilih materi cerita
Diantara berbagai jenis cerita, cerita tentang pengalaman seseorang dan faktor tradisional merupakan sumber cerita terbaik bagi anak-anak.
b.        Jenis cerita
Dalam program pembelajaran di TK, cerita dapat digolongkan menjadi tiga, yakni cerita untuk program inti, cerita untuk program pembuka, dan cerita untuk tujuan rekreasi pada akhir program. Cerita untuk program inti, digunakan dalam kegiatan inti cerita ini disampaikan oleh peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin di capai. Misalnya cerita tentang Bebek si buruk rupa. Cerita ini menggambarkan seekor bebek yang buruk rupanya, tetapi hatinya baik, suka menolong dan sebagainya. Tujuan pembelajaran ini, tenaga  didik ingin menanamkan rasa saling tolong menolong, tidak membeda-bedakan teman. Cerita untuk program pembuka dan penutup, disampaikan pada kegiatan inti dan penutup yang menyampaikan adalah anak, seorang pesrta didik hanya memberikan stimulasi, misalnya dalam kegiatan berbagi cerita tentang pengalaman naik sepeda dan sebagainya. Sedangkan cerita untuk tujuan rekreasi pada akhir program, cerita ini disampaikan oleh anak setelah liburan sekolah. Untuk jenis cerita anak yang banyak disukai adalah cerita fable karena anak sedang senang dengan binatang-binatang peliharaan.
c.         Pengelolaan kelas untuk bercerita
Pengelolaan kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas pengelolaan kelas dengan baik seorang guru perlu memperhatikan aspek-aspek pengelolaan kelas Tampubolon, (1991 : 29) yang terdiri: “Pengorganisasian siswa, penugasan kelas, disiplin kelas dan pembimbingan siswa”.



Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1)   Pengorganisasian siswa
Bentuk pengelompokan anak-anak yang akan dilibatkan atau diajak berinteraksi dalam penceritaan terlebih dahulu guna mengetahui hubungan sosial antar peserta didik dalam kelas.
2)   Penugasan kelas
Dalam kegiatan bercerita, penugasan kelas dapat dilakukan dengan meminta anak-anak untuk mencari tokoh utama dalam cerita mengingatnya dan menyebutkan kembali sifat-sifatnya. Tentunya tugas tersebut dikomunikasikan terlebih dahulu sebelum penceritaan berlangsung.
3)   Disiplin kelas
Dalam kegiatan bercerita di TK, bentuk-bentuk disiplin kelas tentu harus disesuaikan dengan karakteristik anak usia dini. Dalam melakukan peceritaannya seorang peserta didik tetap perlu menenangkan muridnya untuk mendengarkan pesan melalui ceritanya. Proses menenangkan murid perlu dilakukan dengan cara mendidik, tidak disertai dengan ancaman dilakuan dengan mengikat perhatian mereka melalui cerita yang disajikan dengan menarik sehingga tidak membuat anak sibuk sendiri.
4)                                     Pembimbingan siswa
Dalam kegiatan bercerita, bimbingan yang diperlukan dapat berbentuk pemberian informasi sejelas-jelasnya tentang proses dan tujuan cerita yang akan disampaikan serta kemungkinan permasalahan yang muncul dalam memahami pembelajaran yang akan diikutinya.
d.        Pengelolaan tempat untuk bercerita
Banyak cara pengelolaan tempat untuk bercerita menurut Tampubolon, (1991:17) yang terdiri dari: “penataan tempat untuk bercerita, posisi media, penataan ruang cerita dan strategi penyampaian cerita untuk anak”.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1)   Penataan tempat untuk bercerita
Tempat duduk sisa dalam kegiatan bercerita perlu mendapatkan perhatian yang serius. Sebab tempat duduk berkaitan dengan banyak hal. Keterkaitan itu adalah interaksi tenaga pendidik dan siswa, karakteristik materi penceritaan, media pembelajaran yang digunakan dalam penceritaan.Oleh karena, itu tempat duduk siswa sangat berpengaruh dalam keberhasilan kegiatan bercerita. Aktifitas bercerita tidak harus dilakukan didalam kelas, kegiatan bercerita dapat dilakukan dimanapun asal memenuhi kriteria kebersihan, keamanan dan kenyamanan. Jika jumlah anak sedikit, bercerita dapat dilakukan diberbagai tempat seperti di teras, di bawah pohon, dan lain sebagainya. Pada prinsipnya yang penting tempat tersebut dapat menampung semua peserta didik, teduh, bersih dan aman. Apabila jumlah anak relatif banyak sebaiknya dipilih tempat yang lebih luas. Ruang kelas merupakan tempat yang paling representative (memenuhi persyaratan) yang lebih baik lagi apabila cerita yang disampaikan ditempat yang berkaitan.
2)   Posisi media
Penempatan dalam ruangan perlu memperhatikan beberapa aspek. Keterjangkauan menjadi prioritas bahwa semua media yang akan dipakai mudah dijangkau oleh tenaga pendidik sehingga tidak mengganggu proses penceritaan. Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah keselamatan media terhadap kemungkinan gangguan yang muncul berasal dari murid-murid sendiri. Untuk itu yang perlu dilakukan adalah peraturan akan peserta didik, tenaga pendidik dan media dengan baik.
3)   Penataan Ruang Cerita
Kegiatan bercerita di TK dapat dilakukan dimana saja. Pelaksanaanya dapat dilakukan didalam maupun diluar kelas. Jika penceritaan dilakukan di dalam kelas, maka kelas perlu dtata untuk memberikan dukungan penceritaan. Penataan tersebut meliputi ventilasi, tata cahaya dan tata warna. Sedangkan penataan yang dilakukan di luar kelas membutuhkan beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti kesesuaian tuntutan cerita, keamanan dan kenyamanan.
e.         Strategi Penyampain cerita untuk peserta didik
Kegiatan bercerita di sekolah dapat dilakukan dengan baik, apabila sebelumnya dipersiapkan terlebih dahulu, tidak hanya itu saja peran seorang tenaga pendidik disini juga sangat berperan penting, untuk memberikan suasana yang menyenangkan agar peserta didik dalam mendengarkan cerita atau bercerita dengan hati yang senang. Karena pada prinsipnya belajar di TK itu belajar sambil bermain. Oleh karena itu seorang tenaga pendidik harus mempunyai metode yang tepat dalam menyampaikan kegiatan bercerita, strategi tersebut  Tampubolon, (1991 : 18) yang terdiri dari: ”strategi storytelling, strategi reproduksi cerita dan strategi simulasi kreatif.”
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1)   Strategi Storytelling
Straregi Storytelling merupakan penceritaan cerita yang dilakukan secara terencana dengan menggunakan boneka, atau benda-benda visual, metode ini bertujuan untuk menghasilkan kemampuan berbahasa peser5ta didik. Penggunaan metode ini dibutuhkan untuk melatih dan membentuk ketrampilan berbicara, pengembangkan daya nalar, dan pengembanangkan imajinasi peserta didik. Metode ini contohnya seperti metode sandiwara boneka, metode bermain peran, metode bercakap-cakap dan metode tanya jawab.
2)   Strategi Reproduksi Cerita
Strategi reproduksi cerita adalah kegiatan belajar mengajar bercerita kembali cerita yang didengar. Tujuan kegiatan ini sama dengan tujuan straregi Storytelling. Strategi ini dimulai setelah guru bercerita,kemudian anak diminta menceritakan cerita itu sesuai dengan daya tangkap anak.
3)   Strategi Simulasi Kreatif
Strategi simulasi kreatif dilaksanakan untuk memanipulasi kegiatan belajar sambil bermain dari penggalan dialog cerita atau bermain peran membawakan tokoh-tokoh dalam cerita.


2.3                     Pembahasan tentang Motivasi Belajar
2.3.1      Pengertian Motivasi Belajar
Dalam dunia pendidikan, terutama dalam kegiatan belajar, seperti yang sudah saya bahas dalam tulisan terdahulu, bahwa kelangsungan dan keberhasilan proses belajar mengajar bukan hanya dipengaruhi oleh faktor intelektual saja, melainkan juga oleh faktor-faktor nonintelektual lain yang tidak kalah penting dalam menentukan hasil belajar seseorang, salah satunya adalah kemampuan seseorang siswa untuk memotivasi dirinya. Mengutip pendapat Daniel Goleman (2004: 44), kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.
Motivasi sangat penting artinya dalam kegiatan belajar, sebab adanya motivasi mendorong semangat belajar dan sebaliknya kurang adanya motivasi akan melemahkan semangat belajar. Motivasi merupakan syarat mutlak dalam belajar; seorang siswa yang belajar tanpa motivasi (atau kurang motivasi) tidak akan berhasil dengan maksimal.
Motivasi memegang peranan yang amat penting dalam belajar, Maslow (1945) dengan teori kebutuhannya, menggambarkan hubungan hirarkhis dan berbagai kebutuhan, di ranah kebutuhan pertama merupakan dasar untuk timbul kebutuhan berikutnya. Jika kebutuhan pertama telah terpuaskan, barulah manusia mulai ada keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang selanjutnya. Pada kondisi tertentu akan timbul kebutuhan yang tumpang tindih, contohnya adalah orang ingin makan bukan karena lapar tetapi karena ada kebutuhan lain yang mendorongnya. Jika suatu kebutuhan telah terpenuhi atau perpuaskan, itu tidak berarti bahwa kebutuhan tesebut tidak akan muncul lagi untuk selamanya, tetapi kepuasan itu hanya untuk sementara waktu saja. Manusia yang dikuasai oleh kebutuhan yang tidak terpuaskan akan termotivasi untuk melakukan kegiatan guna memuaskan kebutuhan tersebut (Maslow, 1954).
Dalam implikasinya pada dunia belajar, siswa atau pelajar yang lapar tidak akan termotivasi secara penuh dalam belajar. Setelah kebutuhan yang bersifat fisik terpenuhi, maka meningkat pada kebutuhan tingkat berikutnya adalah rasa aman. Sebagai contoh adalah seorang siswa yang merasa terancam atau dikucilkan baik oleh siswa lain mapun gurunya, maka ia tidak akan termotivasi dengan baik dalam belajar. Ada kebutuhan yang disebut harga diri, yaitu kebutuhan untuk merasa dipentingkan dan dihargai. Seseorang siswa yang telah terpenuhi kebutuhan harga dirinya, maka dia akan percaya diri, merasa berharga, marasa kuat, merasa mampu/bisa, merasa berguna dalam didupnya. Kebutuhan yang paling utama atau tertinggi yaitu jika seluruh kebutuhan secara individu terpenuhi maka akan merasa bebas untuk menampilkan seluruh potensinya secara penuh. Dasarnya untuk mengaktualisasikan sendiri meliputi kebutuhan menjadi tahu, mengerti untuk memuaskan aspek-aspek kognitif yang paling mendasar.
Tenaga pendidik sebagai seorang pendidik harus tahu apa yang diinginkan oleh para sisiwanya. Seperti kebutuhan untuk berprestasi, karena setiap siswa memiliki kebutuhan untuk berprestasi yang berbeda satu sama lainnya. Tidak sedikit siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah, mereka cenderung takut gagal dan tidak mau menanggung resiko dalam mencapai prestasi belajar yang tinggi. Meskipun banyak juga siswa yang memiliki motivasi untuk berprestasi yang tinggi. Siswa memiliki motivasi berprestasi tinggi kalau keinginan untuk sukses benar-benar berasal dari dalam diri sendiri. Siswa akan bekerja keras baik dalam diri sendiri maupun dalam bersaing dengan siswa lain.
Peserta didik yang datang ke sekolah memiliki berbagai pemahaman tentang dirinya sendiri secara keseluruhan dan pemahaman tentang kemampuan mereka sendiri khususnya. Mereka mempunyai gambaran tertentu tentang dirinya sebagai manusia dan tentang kemampuan dalam menghadapi lingkungan. Ini merupakan cap atau label yang dimiliki siswa tentang dirinya dan kemungkinannya tidak dapat dilihat oleh tenaga pendidik namun sangat mempengaruhi kegiatan belajar siswa. Gambaran itu mulai terbentuk melalui interaksi dengan orang lain, yaitu keluarga dan teman sebaya maupun orang dewasa lainnya, dan hal ini mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah.
Berdasarkan pandangan di atas dapat diambil pengertian bahwa peserta didik datang ke sekolah dengan gambaran tentang dirinya yang sudah terbentuk. Meskipun demikian adanya, tenaga pendidik tetap dapat mempengaruhi mapun membentuk gambarang siswa tentang dirinya itu, dengan tujuan agar tercapai gambarang tentang masing-masing siswa yang lebih positif. Apabila seorang tenaga pendidik suka mengkritik, mencela, atau bahkan merendahkan kemampuan siswa, maka siswa akn cenderung menilai diri mereka sebagai seorang yang tidak mampu berprestasi dalam belajar. Hal ini berlaku terutama bagi anak-anak TK atau SD yang masih sangat muda. Akibatnya minat belajar menjadi turun. Sebaliknya jika guru memberikan penhargaan, bersikap mendukung dalam menilai prestasi siswa, maka lebih besar kemungkinan siswa-siswa akan menilai dirinya sebagai orang yang mampu berprestasi. Penghargaan untuk berprestasi merupakan dorongan untuk memotivasi siswa untuk belajar. Dorongan intelektual adalah keinginan untuk mencapai suatu prestasi yang hebat, sedangkan dorongan untuk mencapai kesuksesan termasuk kebutuhan emosional, yaitu kebutuhan untuk berprestasi.
Mengutip pendapat Mc. Donald (Tabrani, 1992: 100), “motivation is energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction.” Motivasi adalah sesuatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dari perumusan yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu:
a.    Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi
b.    Motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan (affective arousal)
c.    Motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.
Dari uraian di atas jelas kiranya bahwa motivasi bertalian erat dengan suatu tujuan. Makin berharga tujuan itu bagi yang bersangkutan, makin kuat pula motivasinya. Jadi motivasi itu sangat berguna bagi tindakan atau perbuatan seseorang. Penjelasan mengenai fungsi-fungsi motivasi adalah:
a.       Mendorong manusia untuk bertindak/berbuat. Motivasi berfungsi sebagai pengerak atau motor yang memberikan energi/kekuatan kepada seseorang untuk melakukan sesuatu.
b.      Menentukan arah perbuatan. Yakni ke arah perwujudan tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan itu, makin jelas pula jalan yang harus ditempuh.
c.       Menyeleksi perbuatan. Artinya menentukan perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan, yang serasi, guna mencapai tujuan itu dengan menyampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan. (Ngalim Purwanto, 2002: 71)

2.3.2      Aspek-Aspek Motivasi Belajar

Terdapat dua aspek dalam teori motivasi belajar yang dikemukakan oleh Santrock (2007), yaitu:
a.         Motivasi ekstrinsik,
Yaitu melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya, murid belajar keras dalam menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik. Terdapat dua kegunaan dari hadiah, yaitu sebagai insentif agar mau mengerjakan tugas, dimana tujuannya adalah mengontrol perilaku siswa, dan mengandung informasi tentang penguasaan keahlian. 

b.        Motivasi intrinsik,
Yaitu motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu. Murid termotivasi untuk belajar saat mereka diberi pilihan, senang menghadapi tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan mendapat imbalan yang mengandung nilai informasional tetapi bukan dipakai untuk kontrol, misalnya guru memberikan pujian kepada siswa.
Terdapat dua jenis motivasi intrinsik, yaitu:
1)       Motivasi intrinsik berdasarkan determinasi diri dan pilihan personal.
Dalam pandangan ini, murid ingin percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena kesuksesan atau imbalan eksternal. Minat intrinsik siswa akan meningkat jika mereka mempunyai pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab personal atas pembelajaran mereka.
2)       Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal.
Pengalaman optimal kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas serta terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah.
Lalu bagaimanakan cara untuk meningkatkan motivasi peserta didik agar mereka memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, khususnya bagi mereka yang memiliki motivasi rendah dalam berprestasi. Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh tenaga pendidik untuk menumbuhkan motivasi belajar peserta didik, sebagai berikut:
a.         Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik 
Pada permulaan belajar mengajar hendaknya seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang akan dicapai siswa. Tidak cukup sampai di situ saja, tapi guru juga bisa memberikan penjelasan tentang pentingnya ilmu yang akan sangat berguna bagi masa depan seseorang, baik dengan norma agama maupun sosial. Makin jelas tujuan, maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
b.        Hadiah
Berikan hadian untuk siswa-siwa yang berprestasi. Hal ini akan sangat memacu siswa untuk lebih giat dalam berprestasi, dan bagi siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk mengejar atau bahkan mengungguli siswa yang telah berprestasi. Hadiah di sini tidak perlu harus yang besar dan mahal, tapi bisa menimbulkan rasa senag pada murid, sebab merasa dihargai karena prestasinya. Kecuali pada setiap akhir semester, guru bisa memberikan hadiah yang lebih istimewa (seperti buku bacaan) bagi siswa ranking 1-3.
c.         Saingan/kompetisi
Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.


d.        Pujian
Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun. Bisa dimulai dari hal yang paling kecil seperti, “beri tepuk tangan bagi si Budi…”, “kerja yang bagus…”, “wah itu kamu bisa…”.
e.         Hukuman. 
Hukuman diberikan kepada peserta didik yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar peserta didik tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya. Hukuman di sini hendaknya yang mendidik, seperti menghafal, mengerjakan soal, ataupun membuat rangkuman. Hendaknya jangan yang bersifat fisik, seperti menyapu kelas, berdiri di depan kelas, atau lari memutari halaman sekolah. Karena ini jelas akan menganggu psikis peserta didik.
f.         Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar 
Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik, khususnya bagi mereka yang secara prestasi tertinggal oleh siswa lainnya. Di sini guru dituntut untuk bisa lebih jeli terhadap kondisi anak didiknya. Ingat ini bukan hanya tugas guru bimbingan konseling (BK) saja, tapi merupakan kewajiban setiap guru, sebagai orang yang telah dipercaya orang tua siswa untuk mendidik anak mereka.
g.        Membentuk kebiasaan belajar yang baik 
Ajarkan kepada siswa cara belajar yang baik, entah itu ketika siswa belajar sendiri maupun secara kelompok. Dengan cara ini siswa diharapkan untuk lebih termotivasi dalam mengulan-ulang pelajaran ataupun menambah pemahaman dengan buku-buku yang mendukung.
h.        Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok. 
Ini bisa dilakukan seperti pada nomor 6.
i.          Menggunakan metode yang bervariasi 
Guru hendaknya memilih metode belajar yang tepat dan berfariasi, yang bisa membangkitkan semangat siswa, yang tidak membuat siswa merasa jenuh, dan yang tak kalah penting adalah bisa menampung semua kepentingan siswa. Sperti Cooperative Learning, Contectual Teaching & Learning (CTL), Quantum Teaching, PAKEM, mapun yang lainnya. Karena siswa memiliki tingkat intelegensi yang berbeda-beda satu sama lainnya. Ada siswa yang hanya butuh 5 menit untuk memahami suatu materi, tapi ada siswa yang membutuhkan 25 menit baru ia bisa mencerna materi. Itu contoh mudahnya. Semakin banyak metode mengajar yang dikuasai oleh seorang guru, maka ia akan semakin berhasil meningkatkan motivasi belajar siswa.
j.          Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran
Baik itu media visual maupun audio visual.

2.3.3      Indikator dan Instrumen Motivasi Belajar
Motivasi yang bekerja dalam diri individu mempunyai kekuatan yang
berbeda–beda. Ada motif yang begitu kuat sehingga menguasai motif–motif lainnya.
Motif yang paling kuat adalah motif yang menjadi sebab
uatama tingakh laku individu pada saat tertentu. Motif yang lemah hampir
tidak mempunyai pengaruh pada tingkah laku individu.
Motif yang kuat
pada suatu saat akan menjadi sangat lemah karena ada motif lain yang lebih
kuat pada saat itu.
Untuk mengetahui kekuatan motivasi belajar siswa, dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut :
a.         Kuatnya kemauan untuk berbuat
b.        Jumlah waktu yang disediakan untuk belajar
c.         Kerelaan meninggalkan kewajiban atau tugas yang lain
d.        Ketekunan dalam mengerjakan tugas
Kemudian untuk mengetahui apa saja kisi-kisi instrumen motivasi belajar peserta didik, dapat dilihat dari beberapa instrumennya sebagai berikut :
a.    Hasrat dan keinginan untuk berhasil.
b.    Dorongan dan kebutuhan dalam belajar.
c.    Harapan dan cita-cita masa depan.
d.    Penghargaan dalam belajar.
e.    Kegiatan yang menarik dalam belajar
f.     Lingkungan belajar yang kondusif



Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive