Showing posts with label Makalah. Show all posts
Showing posts with label Makalah. Show all posts

Sunday, December 26, 2021

MAKALAH TENTANG DANIEL

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

 

Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, tabiat, watak, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain[1]. Karakter merupakan suatu proses yang terjadi terus-menerus. Karakter didapat melalui komitmen dan tekad yang kuat untuk mendisiplinkan diri dalam melakukan hal-hal yang benar. Karakter membuat kita memilih untuk melakukan yang benar saat diperhadapkan pada pilihan antara "apa yang ingin kita lakukan" dan "apa yang seharusnya kita lakukan".

Tokoh Daniel pada kitab Daniel yang terdapat pada kitab Perjanjian Lama adalah seorang tokoh Alkitab yang sangat terkenal karena memiliki karakter yang positif  yakni taat kepada Tuhan. Daniel digambarkan sebagai orang Kristen yang taat dan setia kepada Allah dan tidak mau menyembah ilah-ilah lain. Hal tersebut membuat dia selalu diberkati oleh Allah dan terbebas dari berbagai bahaya. Tokoh Daniel tahu apa yang ingin ia lakukan dan tahu apa yang seharusnya ia lakukan karena ia memiliki karakter yang terbentuk baik atas ketaatannya kepada Allah.

            Karakter dari tokoh Daniel patut kita tiru karena mencerminkan kepercayaan orang Kristen yang sesungguhnya terhadap Allah. Namun sangat disayangkan, karena pada masa sekarang ini banyak sekali orang Kristen yang sudah melupakan Tuhan dan menyembah ilah-ilah modern yang semakin mengglobal seperti kemajuan teknologi, narkoba, hingga seks bebas. Oleh karena itu, melalui paper ini penulis akan membahas tentang teladan apa yang dapat ditiru dari karakter tokoh Daniel? Apa yang dapat membuat kita menjadi taat kepada Allah seperti Daniel? Apa yang melatarbelakangi seseorang untuk dapat bersikap taat dan setia kepada Tuhan?

Pada tahun ketiga pemerintahan raja Yoyakim, datanglah raja Babel yang bernama Nebukadnezer mengepung Yerusalem. Ia memerintahkan agar membawa beberapa orang Israel yang berasal dari keturunan raja dan dari kaum bangsawan ke Babel untuk dijadikan penasehat raja karena orang yang berasal dari keturunan raja dan dari kaum bangsawan adalah orang yang pintar, cakap, cekatan, penuh hikmat dan bijaksana. Daniel merupakan keturunan raja Yehuda dan dari kaum bangsawan sehingga ia dan beberapa pemuda Yehuda lainnya di bawa ke pembuangan Babel. Daniel dibawa ke pembuangan Babel saat usianya masih muda.

Daniel dan ketiga temannya yang bernama Hanaya, Misael, dan Azarya dilatih oleh seorang pemimpin pegawai istana yang bernama Aspenas. Aspenas memberikan mereka nama Babel yakni Daniel dinamainya Beltsazar, Hanaya dinamainya Sadrakh, Misael dinamainya Mesakh, dan Azarya dinamainya Abednego. Daniel sangat taat dan setia kepada Allah, ia tidak memakan makanan dan minuman dari istana melainkan meminta kepada Aspenas agar diberikan sayuran untuk dimakan dan air untuk diminum. Oleh karena kesetiannya, Allah sangat mengasihi dia sehingga Allah mengaruniakan kasih sayang dari pemimpin dan raja-raja yang memimpin pemerintahan dari masa yang berbeda kepada Daniel.

 

Daniel mendapat anugerah dari Allah untuk menafsirkan mimpi. Pada suatu hari, ia menafsirkan mimpi raja Nebukadnezer. Raja Nebukadnezar bermimpi melihat sebuah patung tinggi, tegak dan berkilau-kilauan. Kepala patung tersebut terbuat dari emas tua, dada dan lengannya terbuat dari perak, serta perut dan pinggangnya terbuat dari tembaga. Namun tiba-tiba saja sebuah batu menimpa patung itu hingga menjadi remuk, lalu angin menghembuskannya sehingga tidak ada bekas-bekasnya yang ditemukan. Sementara itu, batu yang menimpa patung itu berubah menjadi gunung besar yang memenuhi seluruh bumi. Raja Nebukadnezar merasa sangat penasaran dengan mimpinya tersebut, kemudian ia pun memanggil semua orang-orang berilmu, ahli jampi, ahli sihir dan para Kasdim yang ada di negerinya untuk menerangkan mimpinya itu. Akan tetapi, tidak ada satu pun diantara mereka yang dapat mengartikan dan menafsirkan mimpi raja Nebukadnezar tersebut.

Raja Nebuadnezer menjadi sangat marah dan memerintahkan agar semua orang bijaksana yang ada di Babel dibunuh tanpa terkecuali, termasuk Daniel dan ketiga teman-temannya. Namun Daniel memberanikan diri untuk menghadap raja Nebukadnezer dan mengartikan mimpinya tersebut. Menurut Daniel, makna dari mimpi raja Nebukadnezar adalah kemunculan kerajaan-kerajaan lainnya yang sangat berkuasa setelah pemerintahan raja Nebukadnezar. Akan tetapi, kelak pada zaman raja-raja, Allah semesta langit akan mendirikan suatu kerajaan yang tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan kekuasaan tidak akan beralih lagi kepada bangsa lain: kerajaan itu akan meremukkan segala kerajaan dan menghabisinya, tetapi kerajaan itu sendiri akan tetap untuk selama-lamanya. Mendengar hal tersebut, raja Nebukadnezar menjadi takluk kepada Daniel. Ia menghargai kehebatan Daniel, dengan menganugerahinya pemberian yang besar dan menjadikan Daniel sebagai penguasa atas seluruh wilayah di Babel.

Tidak lama setelah itu, raja Nebukadnezar membuat sebuah patung emas yang sangat besar dan tinggi. Ia memerintahkan seluruh orang di wilayah Babel untuk menyembah patung tersebut. Selain itu, ia juga mengancam akan mencampakkan setiap orang yang tidak menyembah patung tersebut ke dalam perapian yang menyala-nyala. Oleh karena itu, seluruh orang yang mendengar titah raja Nebukadnezar menjadi sangat takut hingga mereka bersedia untuk menyembah patung emas tersebut, namun ternyata ada beberapa orang yang tidak bersedia untuk menyembah patung itu. Sadrakh, Mesakh dan Abednego tidak mau menyembah patung tersebut, karena mereka hanya mau menyembah Tuhan. Ketika mengetahui hal tersebut, raja Nebukadnezar menjadi sangat marah, lalu ia pun memerintahkan para tentaranya untuk mencampakkan Sadrakh, Mesakh dan Abednego ke dalam perapian yang sangat panas. Akan tetapi, mereka tetap sangat setia kepada agama Yahudi dan identitas budaya mereka bahkan mereka rela mati martir demi tetap menyembah Allah.  Oleh karena itu, Allah menyertai dan melindungi mereka bertiga sehingga tidak ada satupun diantara mereka yang terluka. Raja Nebukadnezar menjadi sangat takjub ketika melihat hal tersebut, lalu ia pun memuji kebesaran Allah orang Israel dan memberikan mereka kedudukan yang tinggi untuk menguasai wilayah Babel.

Daniel menjadi terkenal selama periode ini untuk kesalehan, dan ketaatannya terhadap Taurat (Daniel 1:8-16) sehingga ia mendapat kepercayaan dari orang-orang yang di atasnya. Pada akhir tiga tahun disiplin dan pelatihan di sekolah-sekolah kerajaan, Daniel dibedakan atas pengetahuan dan kemahiran dalam praktek-praktek kafir pada zamannya, dan dibawa keluar ke kehidupan publik. Daniel dapat menafsirkan mimpi-mimpi raja Nebukadnezar sebelum akhirnya raja Nebukadnezer berperilaku seperti binatang dan kemudian sembuh dan kembali pada kondisinya semula. Setelah ia sembuh, ia memuliakan nama Allah.

Bertahun-tahun kemudian, ketika ia sudah tua, raja Belsyazar yang merupakan putra dari raja Nebukadnezer mengadakan sebuah pesta besar. Semua orang yang hadir disuguhi anggur hingga mabuk, bahkan selir Belsyazar meminum anggur dari gelas upacara Yahudi kerajaan Bait Allah yang di bawa ayahnya dari Yerusalem. Pada saat pesta sedang berlangsung, raja Belsyazar meminta setiap orang yang bijaksana untuk mengartikan tulisan yang dilihatnya di dinding istana. Atas usul permaisuri raja tersebut, Daniel menafsirkan misterius tulisan tangan di dinding. Daniel diberikan penghargaan dengan mengenakan jubah ungu dan diberikan pangkat yang tinggi atas keberhasilannya membaca tulisan tangan itu yang menyatakan bahwa raja akan dibunuh oleh anaknya pada malam itu juga.

Setelah Persia menaklukan Babel, Daniel diberi kepercayaan sebagai pejabat tinggi kerajaan untuk memimpin kerajaan di bawah pimpinan raja  Darius orang Media yang merupakan anak dari Ahasyweros. Jabatan yang diperoleh Daniel di kerajaan membuat dia memiliki kekuasaan untuk mengurus semua tawanan yang merupakan orang Yahudi. Namun banyak pejabat yang membencinya dan berusaha menjatuhkannya dari jabatannya dengan memfitnahnya hingga akhirnya ia harus masuk goa singa. Ia diselamatkan Allah oleh karena imannya kepada Allah yang begitu besar. Daniel juga masih mendapat pengelihatan-pengelihatan apokaliptis karena Allah mengasihinya.

Akhirnya pada tahun ketiga pemerintahan raja Koresy yakni raja orang Persia, ia berhasil membawa kebahagiaan bagi bangsanya karena tanah mereka dikembalikan. Namun demikian, ia tidak kembali bersama bangsa Yahudi yang selama ini menjadi tawanan, melainkan menetap di Babel hingga wafatnya.

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

 

Kitab Daniel adalah kitab ke 27 dalam kitab Perjanjian Lama. Kitab Daniel adalah sebuah kitab yang berisi narasi tentang kehidupan Daniel itu sendiri, namun bukan berarti dialah yang menulis kitab itu. Daniel adalah tokoh utama dalam kitab Daniel[2]. Daniel adalah seorang pemuda yang berasal dari Israel. Daniel dibawa bersama raja Yoyakim dari Yehuda ke Babel pada waktu masa pembuangan Babel pada zaman Persia (sekitar abad ke-4 sM). Daniel dan ketiga temannya yang bernama Hananya, Misael, dan Azarya dilatih di bawah kewenangan Ashpenaz di Babel. Mereka dilatih khusus selama tiga tahun untuk melayani raja untuk menjadi penasehat raja dengan kebijaksanaan dan hikmat yang mereka miliki. Ketiga temannya tersebut adalah bangsawan muda Yahudi sama seperti dirinya yang juga keturunan raja dan dari kaum bangsawan.

 Karya sastra yang bersifat narasi seperti kitab Daniel memiliki banyak tokoh didalamnya. Penokohan dapat dibedakan atas tokoh pipih dan tokoh bulat[3]. Tokoh Hananya, Misael, dan Azarya pada kisah Daniel ini memiliki karakteristik penokohan yang sama dengan Daniel. Mereka dapat digolongkan sebagai tokoh yang pipih karena karakteristik tokoh yang mereka perankan tidak mengalami perubahan. Artinya, sifat dan sikap mereka yang tetap taat dan setia kepada Allah tidak berubah meski telah banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan mereka. Mereka tetap tidak mau ikut menyembah berhala seperti masyarakat Babel lainnya meskipun mereka hidup ditengah masyarakat yang menyembah ilah-ilah lain selain Allah (Daniel 3). Sementara itu, tokoh Nebukadnezer adalah tokoh yang bulat karena dia mengalami perubahan. Nebukadnezer adalah seorang raja Babel yang menyembah patung berhala namun pada akhirnya dia bertobat dan kemudian berbalik menyembah dan memuliakan nama Allah setelah mengalami mimpi yang menjadi nyata. Hal ini terlihat dari reaksi raja yang berupa pengakuan kepercayaan kepada Allah Daniel (Dan. 2:47; 4:34; 6:27).

Beberapa tokoh seperti Aspenas, raja Belsyazar, raja Darius, dan raja Koresy hanya dianggap sebagai tokoh pembantu saja. Mereka tidak memiliki kisah dan karakteristik yang menunjukkan bahwa mereka itu termasuk tokoh pipih atau tokoh bulat. Daniel yang dianggap memiliki tokoh pipih memiliki karakteristik yang patut kita tiru. Berikut adalah karakter dari Daniel yang menjadi kunci keberhasilannya, yakni:

1.      Mempunyai integritas

Daniel adalah seorang yang mempunyai prinsip yang kuat dalam hidupnya dan tidak pernah mau kompromi terhadap dosa. Dia tidak memakan makanan dan minuman raja yang disediakan baginya (Daniel 1: 8), dia menolak menyembah patung yang dibuat oleh raja Nebukadnezar (Daniel 3), dan dia juga menolak hadiah dari raja Belsyazar (Daniel 5: 17).

2.      Suka berdoa

Daniel dapat menafsirkan dan mengartikan mimpi raja Nebukadnezer karena Daniel sangat peka terhadap suara Tuhan. Tuhan memberi tahu mimpi dan arti mimpi tersebut kepada Daniel melalui doa sebelum seorang pun mengetahui mimpi tersebut. Kepekaan Daniel terhadap suara Tuhan adalah dikarenakan dia sering berdoa. Daniel berlutut, berdoa serta memuji Tuhan sebanyak tiga kali sehari (Daniel 6: 11).

3.      Mempunyai iman

Dalam hidupnya telah terbukti bahwa Daniel adalah seorang yang mempunyai iman yang luar biasa. Salah satu contohnya adalah pada saat dia menolak memakan makanan dan meminum minuman istana, karena dengan imannya dia percaya bahwa meskipun hanya dengan makan sayur dan minum air saja dia akan tetap menjadi sehat. Walaupun secara ilmiah hal ini tidak mungkin, tetapi oleh karena iman Daniel mujizat-pun terjadi (Daniel 1:15).

4.      Dapat dipercaya

Daniel adalah salah satu dari pejabat tinggi dikerajaan orang Kasdim yang berada di bawah pimpinan raja Darius, anak Ahasyweros yang merupakan keturunan orang Median. Raja Darius berkenan mengangkat 120 wakil-wakil raja atas kerajaannya, lalu untuk membawahi mereka semua diangkat pula 3 pejabat tinggi, dan Daniel adalah salah satu dari ketiga orang itu. Daniel diberi kepercayaan untuk memimpin bahkan melebihi para pejabat tinggi dan para wakil raja itu, karena ia mempunyai roh yang luar biasa. Raja Darius bermaksud untuk menempatkan dia atas seluruh kerajaannya. Hal ini membuktikan bahwa Raja Darius memercayai Daniel untuk memegang suatu jabatan tertinggi dalam kerajaannya dan jelas juga terlihat bahwa Raja Darius bersahabat dengan Daniel karena dia dapat dipercaya dan dapat diandalkan.

5.      Setia

Daniel hidup diantara orang-orang yang menyembah patung berhala, namun dia tetap setia kepada Allah dan tidak pernah mau menyembah patung berhala tersebut. Daniel tetap berdoa sebanyak tiga kali sehari meskipun bangsa Babel dan bangsa Median menyembah berhala, bahkan dia berdoa dengan cara sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan oleh orang Median yang membuat larangan untuk menyembah ilah lain selain patung berhala.

6.      Mengenal dan mengasihi Allahnya

Daniel tetap menyempatkan diri untuk berdoa kepada Allah meskipun dia dilarang untuk menyembah Allah. Daniel mengadu kepada Allah saat pejabat-pejabat tinggi lainnya iri padanya dan hendak menjatuhkannya dari posisinya. Daniel lebih mengandalkan Allah daripada raja Darius.

7.      Penuh kasih Allah

Daniel adalah orang yang penuh kasih dan mau mengampuni. Dia tidak pernah dendam kepada siapapun meskipun orang itu pernah menyakitinya. Sifat dan sikap Daniel yang seperti ini merupakan gambaran dari Allah yang penuh kasih kepada kita meski sering kali kita meninggalkan Allah dan berpaling kepada ilah-ilah lain dan menyakiti hati Allah.

8.      Tegas

Daniel adalah seorang pemimpin yang tegas. Dia juga tidak takut kepada siapapun jika dia tidak salah, sekalipun kepada raja. Daniel menjawab raja Darius dengan lantang saat raja Darius menanyakan kesanggupan Allah Daniel untuk menyelamatkannya dari goa singa. Dia menjawab raja Darius dengan tegas dan tanpa ada keraguan karena dia yakin bahwa Allah akan menolongnya.

9.      Bijaksana dan penuh hikmat

Daniel adalah seorang pemuda yang berperawakan baik dan memahami berbagai-bagai hikmat, berpengetahuan, cakap dan berilmu. Oleh karena itu, Daniel dijadikan penasehat raja Nebukadnezer dan menjadi pemimpin di kerajaan orang Kasdim yang dipimpin oleh raja Darius. Daniel sangat bijaksana dalam memimpin dan penuh dengan hikmat dari Allah sehingga dia dapat menyimpulkan arti dari mimpi raja Nebukadnezer itu dengan baik.

Tokoh Daniel yang kita kenal melalui kisah Daniel merupakan tokoh protagonis, yakni tokoh utama dalam suatu karya sastra[4]. Kisah Daniel menggambarkan tokoh Daniel, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego sebagai tokoh yang menampilkan karakter yang positif. Daniel sebagai tokoh protagonis digambarkan memiliki karakter sebagai pemuda yang baik, cakap dan taat kepada Allah, sedangkan raja Nebukadnezer digambarkan sebagai tokoh yang Antagonis, yakni tokoh yang menentang tokoh utama[5]. Hal ini terlihat dari pemaksaannya kepada seluruh bangsa Babel untuk menyembah patung emas yang telah dibuatnya. Ia memaksa seluruh bangsa Babel termasuk kaum jarahan yang dibawanya dari Yerusalem seperti Daniel dan ketiga temannya (Dan. 2)

Tokoh Daniel ini seharusnya dapat kita teladani dalam hidup kita, namun seringkali kita tidak meneladaninya. Daniel yang taat dan setia kepada Allah seharusnya dapat kita jadikan contoh agar kita juga dapat menjadi taat dan setia kepada Allah sama seperti Daniel meskipun kita hidup di tengah era globalisasi ini. Dunia ini semakin maju karena dipengaruhi oleh era globalisasi yang menawarkan berbagai hal duniawi yang menarik. Hasil dari globalisasi tersebut dapat mempengaruhi cara hidup dan prinsip seseorang. Akibat perkembangan globalisasi itu, seringkali kita menjadi lupa kepada Allah. Kita menjadi tidak sempat berdoa karena asyik facebook-an, anak-anak malas beribadah ke gereja karena menonton film kartun anak di televisi, banyak ibu rumah tangga yang lupa memasak dan mengurus urusan rumah tangga karena mereka sibuk menggosipkan artis yang sekarang ini asyik kawin-cerai.

Pengaruh globalisasi tidak hanya sebatas membuat orang malas beribadah hingga akhirnya melupakan Allah, tapi juga dapat menimbulkan dosa. Video porno, foto-foto bugil, dan gambar alat vital yang kian marak beredar di internet sekarang ini juga merupakan wujud dari perkembangan iptek di era globalisasi. Banyak perempuan muda yang dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial, banyak pemuda dan pemudi yang dihasut untuk beradegan mesum dan kemudian dijadikan video porno, ada pula pemuda yang rela menjual pacarnya kepada seorang germo hanya demi uang, ada juga remaja yang mengalami penyimpangan seksual dengan menyukai sesama jenis, bahkan di zaman sekarang ini orang tuapun tega memperkosa dan menjual anaknya sendiri.

 Manusia yang hidup di era globalisasi sekarang ini semakin tidak beradab, berbeda dengan tokoh Daniel dan ketiga temannya. Tokoh Daniel yang sangat sulit tergoda akan dosa memiliki karakter yang sangat bertolak belakang dengan kita yang hidup ditengah perkembangan dunia. Daniel digambarkan sebagai pemuda yang baru beranjak dewasa pada kisahnya tersebut. Dia tidak mudah terpengaruh oleh godaan meski saat di bawa ke pembuangan Babel ia masih berumur 15 tahun[6]. Dia bukan hanya bijaksana dan penuh hikmat, tetapi ia juga membuat berhasil raja Nebukadnezer tidak menyembah patung lagi, melainkan menyembah Allah.

Perbedaan akan terlihat sangat kontras bila Daniel dibandingkan dengan anak muda zaman sekarang ini. Pemuda dan pemudi yang tumbuh di tengah globalisasi rentan terhadap godaan. Mereka tidak dapat menahan hasrat mereka untuk tidak berbuat dosa karena mereka tidak memiliki iman seperti Daniel. Seharusnya, semua orang belajar dari tokoh Daniel yang memiliki karakter pipih yang positif.

Nama Daniel memiliki arti yang sangat indah, yakni “Hakimku adalah Allah”[7], namun nama Daniel dan juga nama ketiga temannya diganti oleh pemimpin pegawai istana yang sangat menyayanginya menjadi Beltsazar, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego. Nama mereka diganti agar bangsa Babel mudah memanggil nama mereka karena sesuai dengan nama kebanyakan orang di kerajaan Babel. Selain itu, penggantian nama tokoh tersebut juga dapat bertujuan untuk memutuskan ikatan mereka dengan negeri asal mereka dan mengidentifikasikan mereka dengan kebudayaan dan orang disekitar mereka di Babel[8]. Meskipun tokoh Daniel mendapat nama Babel, karakter Daniel tetap tidak berubah. Dia tidak mau menjadi sama dengan bangsa Babel yang menyembah berhala dan memakan daging yang dilarang untuk dimakan oleh orang Yahudi seperti daging kuda dan babi (Imamat 11).

Kita yang hidup di era globalisasi ini sering kali terbawa arus perkembangan zaman. Kita boleh saja mengikuti perkembangan zaman, sama seperti Daniel yang beradaptasi dengan lingkungan yang memberinya nama Babel. Namun demikian kita tidak boleh terpengaruh oleh perkembangan zaman yang tidak baik. Kita boleh saja mengikuti perkembangan zaman, namun dalam proses adaptasi kita dengan globalisasi dunia ini, kita tidak boleh mengikuti yang tidak baik dan menjadi sama seperti dunia ini. Kita harus dapat menahan diri dan menghindari dosa sama seperti Daniel yang tidak memakan makanan raja karena menganggap itu sebagai sebuah kenajisan (Yeh. 4: 13; Hos. 9: 3, 4).

Perbedaan karakter antara tokoh Daniel yang hidup pada masa pembuangan Babel dengan kita yang hidup di tengah peradaban modern sekarang ini sangat terlihat jelas. Berbeda dengan kita yang seringkali menjadi sama dengan dunia ini. Kita mengikuti perkembangan zaman globalisasi ini ke arah yang tidak baik. Anak muda menjadi rajin mengakses internet hanya untuk melihat video porno terbaru, semakin banyak germo yang memperluas wilayah trafikingnya dan memperkerjakan anak-anak di bawah umur sebagai pekerja seks, kita semakin malas membawa Alkitab karena sudah memiliki Bible-mobile, malas berangkat ke gereja karena sudah ada DVD kumpulan khotbah yang dijual dipasaran yang dapat ditonton kapan saja bila sempat, bahkan kita sudah semakin malas untuk berdoa dan memulikan nama Allah seperti yang dilakukan oleh Daniel karena banyak tempat menarik yang ingin kita kunjungi, misanya seperti klub malam, diskotik bahkan hotel mewah yang menawarkan fasilitas ‘tambahan’. Daniel berdoa dan memuliakan nama Allah sebanyak tiga kali sehari, berbeda dengan kita yang hidup di era globalisasi ini. Jangankan untuk berdoa tiga kali sehari,  dapat berdoa sekali dalam sehari saja terkadang sudah syukur karena kita terlalu sibuk dengan kesibukan kita.

 


 

BAB III

PENUTUP

 

 

Daniel selalu mengandalkan Allah dalam segala hal. Pada saat ia ingin menafsirkan mimpi dan mengalami kesulitan, ia tetap mengandalkan Tuhan. Bahkan saat memperoleh sukacita sekalipun ia tetap memuliakan nama Allah. ia tidak tergoda pada kenikmataan sesaat yang ditawarkan kepadanya. Tokoh Daniel ini dapat kita jadikan sebagai teladan kita dalam menjalani kehidupan kita di era globalisasi ini. Kemajuan perkembangan iptek adalah hal yang baik namun akan menjadi sesuatu yang negatif bila kita tidak bijaksana dalam memilah milih perkembangan yang bagaimana yang hendak kita ikuti. Kita boleh saja mengikuti perkembangan zaman namun hendaknya kita jangan menjadi sama seperti dunia ini yang semakin tidak beradab dan tidak bermoral karena semakin jauh dengan Tuhan. Bila kita jauh dari Tuhan maka kita tidak akan dapat lagi mendengar suara Tuhan dan mengerti akan kehendak-Nya sehingga kita tidak dapat lagi menaati Dia. Jauh dari Tuhan berarti jauh dari keselamatan dan beroleh kesukaran dalam hidup. Oleh karena itu, hendaklah kita dapat belajar dari tokoh Daniel dan menjadikannya sebagai teladan hidup kita pada masa sekarang ini.

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

Blommendaal, J. Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000. Catatan kuliah Bahasa Indonesia II oleh Dr. Lucy Montolalu.

 

Lasor W. S., dkk; Pengantar Perjanjian Lama 2. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994.

 

Lembaga Biblika Indonesia. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius,2002.

 

Newell, Lynne. Tafsiran Kitab Daniel. Malang: Departemen Literatur Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1996.

 

Siahaan, S. M. & Robert M. Paterson. Tafsiran Alkitab Kitab Daniel. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.

 

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1994.

 

 

Friday, November 5, 2021

PERAN GURU DALAM ERA 4.0 MENUJU ERA 5.0


 

Guru berperan penting untuk mendidik murid secara akademik maupun non-akademik dalam rangka penyiapan sumber daya manusia di era Revolusi 4.0. Pola pengajaran dengan metode STEAM (Science Technology Engineering Arts Mathematics) memerlukan guru yang terus mengembangkan diri.

Guru memiliki posisi paling strategis. Mengingat pentingnya peran guru, perlu dicarikan strategi atau semacam cara khusus agar guru dapat berfungsi dengan semestinya sesuai dengan era saat ini

Ungkapan guru diibaratkan sebagai sebuah lilin yang rela mengorbankan dirinya dengan membakar diri untuk menerangi yang ada di sekitarnya, atau sebagai sebuah teko yang mengisi cangkir (siswa) tidak relevan lagi untuk saat ini. 

Hal itu disebabkan karena profesi guru secara perlahan tetapi pasti sudah mendapatkan penghargaan dan pengakuan dari pemerintah peningkatan kesejahteraan, pelatihan atau diklat-diklat, bantuan sarana prasarana, dan sebagainya.

Pada abad 21 ini, guru dituntut untuk memiliki semangat belajar yang tinggi dan kemampuan mengajar yang mumpuni. Itu artinya, guru merupakan pilar pendidikan yang sangat vital perannya. Keberhasilan pendidikan sangat tergantung pada peran strategis guru. 

Guru dituntut untuk melahirkan generasi muda yang mampu menghadapi era revolusi industri 4.0, dimana peran manusia mengalami disrupsi dengan banyaknya peran manusia tergantikan dengan mesin-mesin dan kecerdasan buatan.

Untuk itu, guru-guru dituntut untuk memiliki "Karakter Guru Abad 21", yaitu: Pertama, guru harus memiliki semangat belajar. Kemauan ini diperlukan karena pengetahuan, tata nilai, dan kondisi sosial dan psokologis masyarakat yang terus berubah. Kedua, guru harus mampu mengembangkan media pembelajaran yang efektif. 

Hal ini disebabkan karena guru adalah komunikator yang harus mampu menyampaikan sesuatu secara efektif dan efisien kepada orang lain, khususnya kepada para peserta didik. Ketiga, guru dituntut menguasai teknologi pendidikan. Hal ini sangat dipentingkan karena perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi belajar, kini hampir seluruhnya memanfaatkan kemajuan teknologi. Keempat, guru diharapkan memiliki rasa empati yang tinggi. 

Guru tidak hanya sekadar melaksanakan tugas mengajar, tetapi juga harus mampu menjalin hubungan emosional yang bermutu dengan siswa dan warga sekolah lainnya. Kelima, hal terpenting yang harus dimiliki adalah bahwa guru dituntut untuk menjadikan dirinya orang yang layak diteladani oleh para siswa serta semua warga sekolah.

Namun sayangnya, kondisi guru saat ini belum 100% siap mendukung harapan tersebut. Sekolah-sekolah masih banyak dihuni oleh guru-guru yang gagap teknologi dan enggan membelajarkan dirinya untuk mengikuti perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi saat ini. 

Mereka ini termasuk kelompok yang secara perlahan-lahan mulai memasuki purna tugas. Berdasarkan pengalaman penulis berwawancara dengan guru-guru yang sudah dan menjelang purna tugas, jawaban mereka umumnya merasa bahagia. Hal itu disebabkan karena mereka terbebas dari belenggu berbagai tuntutan tugas guru abad 21 yang berbasis IT, yang dianggap membebani mereka.

Era yang dialami saat ini, siapa pun dituntut untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi segala tantangannya. Selain tantangan, era ini pun memberikan peluang bagi siapa pun untuk mendapatkan manfaat terbesar dengan perkembangan teknologi yang telah memasuki revolusi Industri era 4.0. Siapa pun yang mampu beradaptasi dengan situasi saat ini serta mengambil manfaat terbaik yang terus berubah cepat setiap saat, niscaya akan memperoleh kemajuan dalam bidang apapun termasuk dalam pendidikan dan pengajaran atau yang kita kenal bidang pembelajaran.

Di dunia pendidikan revolusi industri 4.0 menuntut perubahan model pembelajaran yang dihadapi, dengan semakin masifnya penggunaan teknologi komputer dan digital yang banyak digunakan, penggunaan robot dan kecerdasan buatan (artificial intigence) telah mengurangi tenaga manusia dalam melakukan pekerjaan tergantikan berbagai teknologi digital yang berkembang saat ini.

Revolusi industri 4.0 memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap berbagai aspek. Pengaruh negatif maupun positif memberikan gambaran bahwa persiapan dalam menghadapi revolusi industri 4.0 yang sudah mulai terjadi haruslah matang dan tepat, karena persiapan yang kurang akan membawa dampak negatif bagi diri sendiri maupun orang-orang di sekitar kita. 

Secara nyata revolusi industri keempat sudah terjadi, semua orang akan merasakan dampak yang ditimbulkan dari fenomena ini, baik yang telah mempersiapkannya maupun yang tidak memiliki kesiapan.

Untuk menghadapi hal ini, pemerintah sesungguhnya sudah mengantisipasi dengan diakomodasinya dalam kurikulum 2013 empat hal yang dirangkum dalam HOTS (Higher Order Thinking Skill) modal yang sangat dibutuhkan untuk bisa masuk abad 21.

 Hal tersebut di antaranya: 1) Kemampuan berpikir kritis (Critical thinking): Melalui proses konseptualisasi, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi; 2) Kreatif dan inovatif: Kemampuan mengembangkan solusi, ide, konsep, teori, prosedur, produk. Inovasi Adalah Bentuk Kreativitas; 3) Kemampuan berkomunikasi (Communication): Kemampuan mengemukakan pikiran atau pandangan dan Hasil lain dalam bentuk lisan, tulisan, Menggunakan Teknologi Komunikasi (IT) dan Kemampuan Mendengar, Kemampuan Memahami Pesan; dan 4) Kemampuan bekerja sama (Collaboration): Kemampuan kerjasama dalam kelompok, baik tatap muka atau melalui komunikasi dunia maya untuk memecahkan masalah, menyelesaikan konflik, membuat keputusan dan negosiasi untuk mencapai tujuan tertentu.

 Dalam pergaulan global yang kini dihadapi juga dituntut dan menguasai serta bergaul dalam revolusi industri 4.0. Kurikulum 2013 yang kita gunakan saat ini pun merangkum Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) didalam pembelajaran. Karakter yang diperkuat terutama 5 karakter, yaitu: Religius, Nasionalis, Mandiri, dan Gotong royong.

Guru revolusioner di era industri 4.0 ini adalah keniscayaan yang tidak dapat ditolak. Peran seorang guru dalam menghantarkan generasi yang kuat dan berkarakter tidak akan tergantikan oleh apapun yang sifatnya material. Pendekatan terbaik yang dilakukan oleh seorang guru adalah pendekatan hati. Pendekatan hati tidak akan terhalang oleh waktu, tempat, materi atau apapun yang sifatnya fana, sentuhan hati akan mudah mengendap dalam jiwa manusia tidak ada yang bisa menggantikannya.

Tahun 2018 ini, guru di Indonesia memasuki usia tahun ke 73, usia yang dikatagorikan usia matang dalam proses perjalanan kehidupan manusia. Berbagai dinamika dan peristiwa telah mengiringi perjalanan guru dari zaman ke zaman juga menjadi saksi sejarah perubahan yang terjadi. Guru dan organisasi guru melalui perannya telah melahirkan orang-orang yang berhasil melewati titian zaman juga memberikan warna tersendiri bagi lingkungan masyarakatnya.

Peran guru yang kita kenal tidak hanya ketika organisasi guru terbentuk, jauh sebelum kemerdekaan Indonesia dikumandangkan torehan sejarah yang tercatat maupun tidak tercatat oleh para pejuang kemerdekaan telah diukir dengan baik sejak sebelum kemerdekaan, mulai dari HOS Cokroamonoto, Ki Hajar Dewantara, H. Agus salim, Sukarno-Hatta, serta banyak pejuang lain. 

Mereka dibentuk karakter perjuangannya dalam melawan penjajahan oleh sentuhan-sentuhan guru yang membimbingnya. Akhirnya, mereka pun membentuk dan melahirkan para pejuang-pejuang baru buah dari pemikiran dan gagasan-gagasan untuk kemajuan masyarakatnya hingga bangsa Indonesia merdeka.

Perjuangan dan pengabdian guru sesungguhnya tidak akan terbalas oleh apapun. Kepintaran, kesuksesan yang diraih seorang anak didik tak akan mampu membalas segala kebaikan yang telah diberikan oleh para guru. Akan tetapi, kebahagiaan seorang guru adalah ketika melihat murid-muridnya berhasil di kemudian hari. Kebahagian ini tidak dapat dibandingkan oleh materi apapun.

Pada era revolusi industri 5.0 saat ini, peranan guru sangatlah penting untuk dapat mendidik, mengajar, membimbing dan guru juga harus melakukan penelitian atau riset serta menjadi guru yang memanfaatkan kemajuan teknologi.

Mendidik berarti guru harus dapat meneruskan serta mengembangkan nilai-nilai kehidupan seperti sikap, kepribadian, dan pola pikir yang dimiliki oleh peserta didik. Mengajar berarti guru harus dapat meneruskan serta mengembangkan ilmu pengetahuan maupun teknologi yang sudah ada untuk di ajarkan kepada peserta didik, guru tidak boleh monoton dan hanya berpaku pada materi ajar yang tersedia. Tugas guru berikutnya yaitu membimbing, guru harus dapat membimbing siswanya agar dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan yang dimilikinya.

Guru juga dituntun untuk melakukan penelitian atau riset agar dapat dikatakan sebagai guru yang profesional, dimana penelitian yang dilakukan harus sesuai dengan bidang yang sedang digeluti serta bertujuan untuk dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah ada.

Pada saat ini, arus globalisasi serta evolusi bergerak dengan sangat cepat menuju ke arah teknologi digital. Teknologi digital yang dimaksud berupa teknologi Ai (kecerdasan buatan) serta Internet of Things (IoT). Apabila hal tersebut sudah terealisasikan maka era revolusi industri 5.0 akan terlahir. Ketika era ini terlahir, guru yang tidak dapat memanfaatkan kemajuan teknologi akan tersisihkan dan tergerus oleh zaman.

Untuk menyiasati hal tersebut, guru dituntut untuk melakukan pembelajaran yang aktif dan memanfaatkan semua media serta sumber daya yang ada untuk melakukan proses pengajaran. Untuk itu pembelajaran harus berpusat pada peserta didik, tidak boleh berpusat pada guru. Apabila pembelajaran hanya berpusat pada guru, peserta didik tidak akan dapat mengikuti perkembangan zaman dan hal ini akan berimbas pada sumbar daya manusia (SDM) yang rendah.

 

SDM yang rendah akan mengakibatkan suatu negara tidak akan maju dan berkembang. Maka, untuk mencagah hal itu pemerintah harus ikut berperan dalam mengembangkan SDM yang ada dengan cara ikut mendukung (menyediakan sarana prasarana) dan membuat program yang dapat memajukan proses pembelajaran agar dapat mengikuti perkembangan zaman. Karena pembelajaran menjadi dasar bagi suatu negara untuk maju.

Pada era 5.0, merupakan suatu era dimana era ini berpusat pada manusia yang berbasis pada teknologi. Era ini mulai dengan era 1.0 (berburu), 2.0 (pertanian), 3.0 (industri), dan 4.0 (teknologi informasi).

Dalam setiap era, guru yang memanfaatkan kemajuan teknologi (guru profesional) tidak akan tergerus oleh perkambangan zaman, tetapi untuk menjadi guru yang profesional tidaklah mudah. Dibutuhkan kemauan dan motifasi tinggi serta soft skill dan hard skill yang mumpuni dan guru harus mampu memanfaatkan kemajuan teknologi dalam proses belajar mengajar baik itu di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.

Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dari proses pembelajaran, proses belajar mengajar tidak hanya dilakukan dilingkungan sekolah saja, tetapi harus dilakukan di luar lingkungan sekolah juga. Pembelajaran di luar lingkungan sekolah dapat dilakukan dengan cara mengunjungi pusat teknologi (perusahaan, pabrik, maupun labolatorium penelitian) maupun musium-musium yang berhubungan dengan budaya dan teknologi.

Untuk menjadi negara yang maju, sistem pembelajaran meniru maupun mencontek tidak boleh dilarang, dimana peserta didik harus diarahkan untuk dapat meniru hasil karya dari orang lain. Tetapi tidak hanya menitu, peserta didik harus diarahkan untuk dapat memodifikasi hasil tiruannya, baik dari segi bentuk maupun teknologi yang digunakan agar menjadi produk atau hasil yang lebih baik dari produk terdahulunya.

Oleh karena itu, agar dapat menjadi negara yang maju serta memiliki sumber daya manusia yang tinggi, proses belajar mengajar harus ditingkatkan serta jangan melakukan pembelajaran dengan hanya berpusat pada guru tetapi jadikan pembelajaran menjadi menyenangkan serta berpusat pada peserta didik. Guru hanya menjadi jembatan bagi peserta didik.

Ketika pembelajaran sudah berpusat pada peserta didik dan terdapat banyak guru yang memanfaatkan kemajuan teknologi, serta pemerintah sudah memfasilitasi sarana prasarana untuk menunjang proses pembelajaran, maka SDM yang dimiliki oleh suatu negara akan meningkat dan menyebabkan negara tersebut dapat maju dan berkembang serta akan dapat bersaing dalam menghadapi arus globalisasi dan evolusi yang semakin cepat setiap harinya.

 




Tuesday, September 1, 2020

Makalah Strategi Pengembangan Moral Pada Anak Usia Dini

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

 

A.      Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu upaya pelestarian moralitas yang sangat berpengaruh dalam kehidupan suatu bangsa. Kehidupan suatu bangsa membutuhkan pendidikan sebagai salah satu alat untuk mencetak generasi yang bermutu. Pendidikan dalam hal ini tidak bisa terlepas dari peran pendidikan anak usia dini yang memberikan bimbingan dan pengenalan mengenai nilai agama dan moral kepada anak sejak awal masa pertumbuhan.

Pendidikan seharusnya mampu menghadirkan generasi yang bermoral dan berkarakter kuat karena manusia sesungguhnya dapat dididik. Manusia adalah animal seducandum. Artinya, manusia adalah binatang yang harus dan dapat dididik. Aristoteles mengatakan, sebuah masyarakat yang budayanya tidak memperhatikan pentingnya mendidik good habits (melakukan kebiasaan berbuat baik) akan menjadi masyarakat yang terbiasa dengan hal buruk (Hidayat, 2015: 2.5). Oleh karena itu pengembangan nilai agama dan moral dalam pendidikan anak usia dini menjadi sangat penting dan diharapkan dapat berperan dalam membentuk karakter bangsa yang bermoral dan bermartabat.

Tanda-tanda hancurnya suatu bangsa yang terlihat pada banyaknya kasus-kasus kekerasan di sekolah-sekolah khususnya di kota besar. Kasus yang sangat memprihatinkan adalah masalah ketidakjujuran yang sangat berakibat fatal, dinataranya adalah maraknya karus korupsi di berbagai instansi pemerintah. Selain itu budaya korupsi sudah seperti membudaya. Selain itu tingginya perilaku merusak diri sangat terlihat pada banyaknya remaja yang terlibat penggunaan narkoba. Kasus-kasus yang sering terjadi pada bangsa Indonesia ini harus segera diantisipasi dan dicari solusinya agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bermoral dan bermartabat.

Melihat berbagai permasalahan yang ada pada bangsa ini, pendidikan anak usia dini menjadi bagian penting yang sangat berperan dalam melakukan antisipasi dan memberikan kontribusinya dalam menanamkan nilai-nilai agama dan moral pada anak-anak Indonesia. Penanaman nilai-nilai agama dan moral ini dapat dilakukan dengan menanamkan karakter positif yang akan melekat pada diri seorang anak sehingga anak akan tumbuh menjadi generasi yang beragama, beradab, bermoral dan bermartabat. Beragama, bermoral, beradab dan bermartabat merupakan bagian dari kecerdasan spiritual. Maka kecerdasan spiritual harus menjadi tujuan penting dalam proses pengembangan nilai-nilai agama dan moral.

Pendidikan nilai agama dan moral pada anak usia dini menjadi sangat mendesak dalam upaya untuk membangun masyarakat yang beragama, beradab, bermoral dan bermartabat sesuai dengan nilai-nilai dalam ajaran agama Islam. Selain itu pengembangan moral dan nilai agama juga sangat penting dalam perbaikan kondisi suatu bangsa. Oleh karena itu makalah ini berusaha menggali strategi yang efektif dalam membentuk karakter positif dalam diri seorang anak. Makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran atau alternatif mengenai strategi pengembangan moral dan nilai agama untuk anak usia dini.

 

B. Rumusan Masalah

            Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

  1. Bagaimana Strategi Pengembangan Moral dan Nilai Agama Pada Anak Usia Dini ?
  2. Metode apa saja yang dapat digunakan untuk mengembangkan Nilai moral dan agama pada anak usia dini ?

 

C. Tujuan Penulisan

            Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

  1. Untuk mengetahui Strategi Pengembangan Moral dan Nilai Agama Pada Anak Usia Dini.
  2. Untuk mengetahui Metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan Nilai moral dan agama pada anak usia dini.

 

 

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

 

A. Strategi Pengembangan Moral dan Nilai Agama Pada Anak Usia Dini

1. Menanamkan Rasa Cinta Kepada Allah SWT

Diantara cara membimbing anak menuju akidah yang benar adalah dengan mendidik mereka untuk mencintai Allah. Pendidikan ini harus diberikan sejak  ini. Pada saat tersebut, mulailah mereka diperkenalkan kepada makhluk-makhluk Allah (manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan) yang terdekat disekitar mereka.  Selain itu, juga perlu diupayakan adanya keterikatan antara mereka dengan yang  telah menciptakannya, pemilik keagungan, pemberi nikmat, dan maha dermawan.  

Dengan bentuk seperti ini anak pasti akan mencintai Allah (Rajih, 2008: 87-88) Rasa cinta kepada Allah beserta seluruh ciptaannya dapat diperkenalkan pada anak usia dini melalui pembelajaran saintifik. Pembelajaran saintifik tersebut akan mengenalkan akan pada makhluk ciptaan Allah sekaligus mengenalkan anak untuk mencintai ilmu pengetahuan dengan proses mengamati.

Menciptakan rasa cinta kepada Allah juga diikuti oleh mencintai seluruh ciptaannya, termasuk mencintai orang tua, keluarga, dan tetangga. Strategi penanaman nilai-nilai agama dengan mencintai Allah dan segala ciptaannya akan menciptakan seorang anak yang penuh cinta kasih, sehingga perkataan dan perbuatannya menjadi menyenangkan dan tumbuh menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesamanya.

2. Menciptakan Rasa Aman

Perasaan aman dan ketenangan adalah kebutuhan yang mendasar yang  selalu didambakan anak. Saat dia sakit dan menangis dia mengharapkan ibunya bangun dan berjaga sepanjang malam untuk berada disampinynya, memberikan kehangatan jika diinginkan (Mursi, 2006: 24). Kebutuhan akan rasa aman tidak hanya dari lingkungan keluarga saja, tetapi sekolah beserta seluruh aparaturnya dan lingkungan tempat tinggal juga memberikan pengaruh dalam menciptakan rasa aman bagi seorang anak.

Strategi pengembangan moral dan nilai agama tidak bisa mengesampingkan pentingnya rasa aman bagi seorang anak. Rasa aman ini akan berdampak juga dalam penyerapan nilai-nilai agama dan moral yang diajarkan oleh orang tua maupaun guru di sekolah. Apabila anak merasa aman dan nyaman di rumah maupun di sekolah maka anak tersebut akan mudah menerima pembelajaran ataupun contoh-contoh positif yang diberikan oleh orang tua atau oleh gurunya.

Rasa aman berdampak pada proses pembelajaran yang dapat berjalan dengan optimal, sehingga anak dapat berkembang pesat sesuai masa pertumbuhannya. Misalnya saja dalam hal pengaturan waktu tidur. Seorang anak membutuhkan tidur dalam keadaan tenang dan waktu lebih awal. Tidur siang (kira-kira dari pukul 13.00- 16.00). Jangan menghukum dengan melarang tidur atau mengurangi waktu tidurnya.

Jangan mengganggu tidurnya dengan alasan apapun, karena hal ini akan berpengaruh pada jantungnya. Jangan membangunkan anak supaya dia buang air, atau membangunkannya ketika sang ayah bau datang atau membangunkannya untuk memarahi atau menegurnya. Waktu tidur yang cukup tidak kurang dari tujuh jam atau lebih dalam sehari semalam (Mursi, 2006: 22).

3. Mencium dan Membelai Anak

Mencium anak merupakan hal yang yang mampu memenuhi kebutuhan akan rasa kasih sayang. Rasul SAW bersabda yang intinya agar memperbanyak mencium anaknya, karena setiap ciuman adalah satu derajat di surga dan jarak antara derajat satu dengan yang lain adalah lima ratus tahun. Jika seseorang mencium anaknya, maka Allah akan menuliskan untuknya satu kebaikan. Jika menggembirakan anaknya, maka pada hari kiamat Allah akan menggembirakannya. Jika mengajarkan al-Quran maka pada hari kiamat ia akan diberi pakaian dari cahaya sehingga wajah para penghuni surga menjadi terang dan bercahaya (Mansur, 2011: 306).

Begitu besar kebaikan yang akan kita dapatkan jika kita memberikan ciuman pada seorang anak. Tidak hanya ciuman saja tetapi belaian juga merupakan bentuk kasih sangat yang sangat diperlukan bagi anak. Kebutuhan akan ciuman dan belaian bagi seorang anak akan menumbuhkan rasa aman dan nyaman sehingga anak akan tumbuh menjadi anak yang penuh kasih sayang. Hal ini akan berdampak pada tumbuhkan cinta kasih terhadap teman atau saudaranya.

4. Menanamkan Cinta Tanah Air

Strategi dalam pengembangan moral dan nilai agama untuk anak usia dini salah satunya adalah menanamkan rasa cinta tanah air sejak dini. Cinta tanah air ini dapat diperkenalkan pada anak melalui kegiatan upacara. Dalam kegiatan upacara terdapat bendera merah putih yang harus dihormati. Lagu Garuda Pancasila dan lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan bersama pada saat upacara juga menjadi hal yang menarik bagi anak-anak. Oleh karena itu membela bangsa dan segala hal yang terkait dengan cinta tanah air perlu diajarkan pada anak usia dini. Selain melalui upacara bendera di sekolah. Guru atau orang tua juga dapat memperkenalkan rumah adat atau baju adat dari berbagai suku di Indonesia. Walaupun Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan agama tetapi kita tetap satu kesatuan Bangsa Indoneisa.

5. Meneliti dan Mengamati

Anak memiliki kecenderungan alami untuk meneliti sehingga dia  mendapatkan pengetahuan, kemudian dia kembangkan berdasarkan pengalaman dirinya. Tidak adanya pengalaman dalam beberapa hal dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan, karena adanya dorongan untuk selalu mencoba. Dia ingin medengarkan suara kaca apabila dijatuhkan ke lantai, maka dia jatuhkan kaca. Memberikan kepuasaan pada anak untuk mengetahui hal-hal yang ada disekitarnya akan banyak membantunya dalam perkembangan akalnya dan kecintaan kepada apa yang ada di sekelilingnya (Mursi, 2006: 23).

Dalam kegiatan meneliti dan mengamati ini anak dapat dibiarkan untuk melakukan sesuatu sendiri, mengalami dan merasakan sendiri. Hal ini dilakukan agar anak dapat belajar melalui pengalamannya sendiri dan belajar dari kesalahannya agar tidak mengulanginya lagi. Kegiatan meneliti dan mengamati ini menjadi salah satu strategi dalam menanamkan nilai-nilai agama dan moral. Misalnya saja kegiatan mengamati tumbuhan atau binatang. Kegiatan pengamatan ini bisa diikuti dengan penjelasan tentang ciptaan tuhan. Mengenal adanya tuhan dengan proses pengamatan akan menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi seorang anak. Kegiatan ini juga bisa dilakukan di luar kelas sehingga anak merasa nyaman dan senang dengan lingkungan yang terbuka.

Pengamatan dalam upaya untuk menanamkan nilai-nilai agama dan moral juga dapat dilakukan melalui media gambar-gambar tempat ibadah dari beberapa agama yang berbeda. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan memberikan penjelasan bahwa kita harus menghormati orang lain yang berbeda agama. Selain itu kegiatan ini juga mengenalkan keberagaman dan penerimaan terhadap perbedaan yang ada.

6. Menyentuh dan Mengaktikan Potensi Berfikir Anak

Strategi pengembangan moral dan nilai agama untuk anak usia dini dapat dilakukan dengan menyentuh dan mengaktifkan potensi berfikir anak melalui cerita atau dongeng. Anak sangat menyukai dongeng atau cerita yang dibacakan oleh guru, orang tua atau orang terdekatnya. Dalam hal ini pilihlah cerita-cerita yang berkaitan dengan cerita kenabian atau orang-orang sholeh. Karena cerita tokoh-tokoh tersebut pasti terdapat nilai-nilai positif yang bermanfaat untuk anak-anak.

Cerita dapat membangkitkan kesadaran serta mempengaruhi jalan pikiran, dan dapat menyumbangkan nilai-nilai positif dalam diri mereka (Rajih, 2008: 186). Cerita atau dongeng akan meningkatkan daya imaginasi seorang anak. Anak akan mengembangkan pikirannya ketika sedang dibacakan sebuah cerita.

7. Memberikan Penghargaan

Anak haruslah merasa bahwa dirinya merupakan kebanggan orang tua,  keluarga, guru, dan orang lain. Dia harus diperlakukan sebagai seorang yang berharga, untuk membangkitkan perasaan tersebut dapat dilakukan dengan melibatkannya dalam memberikan bantuan yang sederhana kepada orang lain yang ada di sekelilingnya, dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan sesuai kemampuannya seperti menyapu, menghilangkan debu, membuang sampah, membawakan sesuatu (Mursi, 2006: 25).

Melibatkan anak dalam beberapa kegiatan akan menjadi strategi yang cukup efisien dalam pengembangan nilai-nilai agama dan moral. Anak akan merasa dibutuhkan dan terbiasa membantu orang lain. Penghargaan juga dapat diberikan kepada anak setelah selesai melakukan tugasnya. Tetapi yang lebih penting adalah penghargaan terhadap proses. Sebagai guru atau orang tua dapat memberikan penghargaan dengan memberikan pujian tentang proses yang sudah mereka jalani. Hindari untuk memuji hasil tetapi akan lebih baik jika pujian diberikan pada upaya atau proses yang sudah anak-anak lakukan. Hal ini dilakukan agar anak belajar meghargai proses dalam rangka mencapai keinginannya.

8. Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani merupakan kebutuhan seorang anak. Kegiatan jasmani ini bisa dalam bentuk olahraga maupaun kegiatan permainan yang merangsang pertumbuhan fisik motorik anak. Pertumbuhan anak menjadi optimal dengan kegiatan olahraga atau permainan. Olahraga sangat bermanfaat bagi seorang anak, manfaat tersebut diantaranya adalah (1) mengoptimalkan perkembangan otak sehingga berpengaruh pada kecerdasan anak, (2) melatih fisik an motoric anak sehingga pertumbuhan anak dapat berkembang dengan baik, (3) mengenalkan dan melatih kerjasama dengan teman dan guru, (4) mengenalkan jiwa sportivitas dalam diri seorang anak, (5) kegiatan olahraga maupun permainan juga menanamkan nilai-nilai kejujuran, karena dalam kegiatan ini terdapat kesepakatan yang harus dipenuhi oleh anak-anak agar permainannya berjalan sesuai yang direncanakan.

Khusus mengenai pendidikan yang bersifat jasmani, Ibnu Sina berpendapat hendaknya tujuan pendidikan tidak melupakan pembinaan fisik dan segala sessuatu yang berkaitan dengannya, seperti olahraga, makan, minum, tidur, dan menjaga kebersihan (Iqbal, 2015: 7). Makan, minum, dan tidur merupakan kebutuhan bagi seorang anak. Kebutuhan ini dapat dipenuhi sekaligus dapat menanamkan nilai-niai agama. Misalnya saja ketika kegiatan makan bersama di rumah maupun di sekolah, guru ataupun orangtua dapat mengarahkan anak untuk memulainya dengan berdoa.

Selain itu makananan yang kita makan juga merupakan rezeki dari allah sehingga kita harus selalu bersyukur terhadap pemberian Allah. Pendidikan jasmani dalam kegiatan makan bersama dapat juga digunakan untuk mengenalkan jenis-jenis makanan atau jenis-jenis ciptaan Allah. Jenis-jenis makanan merupakan ciptaan Allah yang harus selalu disyukuri. Selain itu anak juga belajar secara verbal untuk menyebutkan jenis-jenis makanan tersebut. Misalnya setelah makan anak diminta menjelaskan apa saja makanan yang sudah dimakan. Dalam hal ini anak juga belajar bahasa untuk menjelaskan kegiatan yang sudah dilakukan dalam rangka mensyukuri pemberian allah.

Adanya pendidikan jasmani diharapkan seorang anak akan terbina pertumbuhan fisiknya dan cerdas otaknya. Sedangkan dengan pendidikan budi pekerti diharapkan seorang anak memiliki kebiasaan bersopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari dan sehat jiwanya. Dengan pendidikan kesenian seorang anak diharapkan pula dapat mempertajam perasaannya dan meningkat daya khayalnya. Begitu juga tujuan pendidikan keterampilan, diharapkan bakat dan minat anak dapat berkembang secara optimal (Iqbal, 2015: 7).

9. Teladan yang Baik

Strategi dalam penanaman nilai-nilai agama dan moral adalah dengan memberikan keteladannan yang baik. Anak membutuhkan role model dalam proses pengamatan atau proses perkembangannya. Teladan yang baik dapat diperoleh melalui lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar temapt tinggalnya. Ibnu Sina berpendapat bahwa seorang guru diharapkan memiliki kompetensi keilmuan yang bagus, berkepribadian mulia, dan kharismatik sehingga dihormati dan menjadi idola bagi anak didikya (Kurniasih, 2010: 125).

Guru menjadi tokoh panutan bagi seorang anak, sehingga selain memperdalam tentang pendidikan anak, guru juga diharapkan untuk mengasah kepribadiannya. Kepribadian yang diharapkan tentunya adalah kepribadian yang sesuai dengan ajaran dan niai-nilai Islam.

Salah satu yang dapat dilakukan seorang guru dalam rangka mengasah

kepribadiannya adalah dengan mengasah hati untuk selalu mendoakan muridnya. Seorang guru diharapkan selalu mendoakan kesuksesan muridnya. Hal ini menjadi

penting agar ada ikatan batin antara guru dan murid dapat terjalin dengan baik. Ikatan batin antara guru dan murid yang sudah baik, diharapkan dapat menghindarkan guru dari perilaku yang tidak baik atau sikap kekerasan dan marah yang berlebihan. Selain itu dengan doa dari seorang guru diharapkan anak-anak akan mudah menerima pelajaran yang diberikan oleh seorang guru.

 

10. Pengulangan dalam Proses Pembelajaran

Pada usia 0-3 tahun terdapat 1000 trilliun koneksi (sambungan antar sel). Pada saat inilah anak-anak bisa mulai diperkenalkan berbagai hal dengan cara mengulang-ulang. Dari usia 3-11 tahun, terjadi apa yang disebut proses restrukturisasi atau pembentukan kembali sambungan-sambungan tersebut. Cara-cara mengulang-ulang dapat dilakukan dengan: (a) Memperdengarkan bacaan Al-Quran, (b) Bahasa Asing, (c) Memperkenalkan nama-nama benda dengan cara bermain dan menunjukkan gambar, (d) Memperkenalkan warna dengan menunjukkan kepadanya dalam bentuk benda yang dia kenal, warna-warna cerah dan gambar, (e) Membacakan cerita atau dongeng, (f) Memperkenalkan aroma buah melalui buku (Kurniasih, 2010: 125).

11. Memenuhi Kebutuhan Bermain

Kebutuhan utama bagi seorang anak adalah bermain. Proses pembelajaran atau penanaman nilai-nilai agama dan moral bagi anak dapat dilakukan dengan kegiatan bermain. Bermain akan merangsang perkembangan otak atau pertumbuhan fisiknya. Permainan tersebut dapat dikemas menjadi permainan edukatif yang menyenangkan. Bermain merupakan kebutuhan jasmani atau biologis. Artinya, bermain adalah kebutuhan dasar anak yang harus dipenuhi. Dengan terpenuhinya kebutuhan ini anak akan merasa senang, nyaman dan selalu dalam kebahagiaan. Selain itu, dengan bermain, jasmani anak akan menjadi segar dan bugar, sehingga akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya (Fadhilah2014: 30).

Nabi mengakui kebutuhan anak-anak terhadap permainan dan kebutuhannya terhadap hiburan Karena anak-anak memang perlu mainan untuk mengembangkan akalnya, meluaskan pengetahuannya, serta menggerakkan indera dan perasaannya. Menyediakan mainan yang berguna bagi anak merupakan media untuk menghilangkan kejenuhannya, emmbantunya agar berbakti kepada orang tuanya, menyenangkan hatinya, serta memenuhi kecenderungan dan kepuasan bermainnya sehingga kelak ia akan tumbuh menjadi anak yang stabil (Abdurrahman, 2013: 107).

 

 

B. Metode Pengembangan Nilai Moral dan Agama Pada Anak Usia Dini

1.         Bercerita

Bercerita dapat dijadikan metode untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat (Hidayat, 2005 : 4.12). Dalam cerita atau dongeng dapat ditanamkan berbagai macam nilai moral, nilai agama, nilai sosial, nilai budaya, dan sebagainya. Kita mungkin masih ingat pada masa kecil dulu tidak segan-segannya orang tua selalu mengantarkan tidur anak-anaknya dengan cerita atau dongeng.Tidaklah mudah untuk dapat menggunakan metode bercerita ini. Dalam bercerita seorang guru harus menerapkan beberapa hal, agar apa yang dipesankan dalam cerita itu dapat sampai kepada anak didik.

Beberapa hal yang dapat digunakan untuk memilih cerita dengan fokus moral, diantaranya:a. Pilih cerita yang mengandung nilai baik dan buruk yang jelasb. Pastikan bahwa nilai baik dan buruk itu berada pada batas jangkauan kehidupan anakc. Hindari cerita yang “memeras” perasaan anak, menakut-nakuti secara fisik (Tadzkiroatun Musfiroh, 2005 : 27-28).

Dalam bercerita seorang guru juga dapat menggunakan alat peraga untuk mengatasi keterbatasan anak yang belum mampu berpikir secara abstrak. Alat peraga yang dapat digunakan antara lain, boneka, tanaman, benda-benda tiruan, dan lain-lain. Selain itu guru juga bisa memanfaaTkan kemampuan olah vokal yang dimiliknya untuk membuat cerita itu lebih hidup, sehingga lebih menarik perhatian siswa. Adapun teknik-teknik bercerita yang dapat dilakukan diantaranya :a. membaca langsung dari buku cerita atau dongengb. Menggunakan ilustrasi dari bukuc. Menggunakan papan flaneld. Menggunakan media bonekae. Menggunakan media audio visualf. Anak bermain beran atau sosiodrama. (Dwi Siswoyo dkk, 2005 : 87).

Strategi atau cara yang dapat digunakan ketika guru memilih metode bercerita sebagai salah satu metode yang digunakan dalam penanaman nilai moral adalah dengan membagi anak menjadi beberapa kelompok, misalnya dalam satu kelas dibagi ke dalam 4 (empat) kelompok. Anak-anak yang mengikuti kegiatan bercerita duduk dilantai mengelilingi guru yang duduk di kursi kecil di kelilingi oleh mereka. Anak-anak yang duduk di lantai akan mendengarkan cerita yang disampaikan oleh guru. Sedangkan tiga kelompok yang lain duduk pada kursi meja yang lain dengan kegiatan yang berbeda-beda, misalnya ada yang menggambar, melakukan kegiatan melipat kertas, sedangkan kelompok yang keempat membentuk plastisin. Anak-anak yang mengikuti kegiatan bercerita pada gilirannya akan mengikuti kegiatan menggambar, melipat kertas, membentuk plastisin. Melalui cara ini masing-masing anak akan mendapaTkanan kegiatan atau pengalaman belajar yang sama secara bergantian.

2.         Bernyanyi

Pendekatan penerapan metode bernyanyi adalah suatu pendekatan pembelajaran secara nyata yang mampu membuat anak senang dan bergembira. Anak diarahkan pada situasi dan kondisi psikis untuk membangun jiwa yang bahagia, senang menikmati keindahan, mengembangkan rasa melalui ungkapan kata dan nada, serta ritmik yang menjadikan suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Pesan-pesan pendidikan berupa nilai dan moral yang dikenalkan kepada anak tentunya tidak mudah untuk diterima dan dipahami secara baik. Anak tidak dapat disamakan dengan orang dewasa.

Anak merupakan pribadi yang memiliki keunikan tersendiri. Pola pikir dan kedewasaan seorang anak dalam menentukan sikap dan perilakunya juga masih jauh dibandingkan dengan orang dewasa. Anak tidak cocok hanya dikenalkan tentang nilai dan moral melalui ceramah atau tanya jawab saja. Oleh karena itu bernyanyi merupakan salah satu metode penamanan nilai moral yang tepat untuk diberikan kepada anak usia dini.

Bernyanyi jika digunakan sebagai salah satu metode dalam penanaman moral dapat dilakukan melalui penyisipan makna pada syair atau kalimat-kalimat yang ada dalam lagu tersebut. Lagu yang baik untuk kalangan anak AUD harus memperhatikan kriteria sebagai berikut:a. Syair/kalimatnya tidak terlalu panjangb. Mudah dihafal oleh anakc. Ada misi pendidikand. Sesuai dengan karakter dan dunia anake. Nada yang diajarkan mudah dikuasai anak (Otib Satibi Hidayat, 2005 : 4.28).

3.  Bersajak

Sajak diartikan sebagai persesuaian bunyi suku kata dalam syair, pantun, dan sebagainya terutama pada bagian akhir suku kata (Poerwadarminta, 2007: 1008). Pendekatan pembelajaran melalui kegiatan membaca sajak merupakan salah satu kegiatan yang akan menimbulkan rasa senang, gembira, dan bahagia pada diri anak. Secara psikologis anak Taman Kanak-kanak sangat haus dengan dorongan rasa ingin tahu, ingin mencoba segala sesuatu, dan ingin melakukan sesuatu yang belum pernah dialami atau dilakukannya.

Melalui metode sajak guru bisa menanamkan nilai-nilai moral kepada anak. Sajak ini merupakan metode yang juga membuat anak merasa senang, gembira dan bahagia. Melalui sajak anak dapat dibawa ke dalam suasana indah, halus, dan menghargai arti sebuah seni. Disamping itu anak juga bisa dibawa untuk menghargai makna dari untaian kalimat yang ada dalam sajak itu. Secara nilai moral, melalui sajak anak akan memiliki kemampuan untuk menghargai perasaan, karya serta keberanian untuk mengungkap sesuatu melalui sajak sederhana (Hidayat, 2005 : 4.29)

4. Karya wisata

Karya wisata merupakan salah satu metode pengajaran di PAUD dimana anak mengamati secara langsung dunia sesuai dengan kenyataan yang ada, misalnya hewan, manusia, tumbuhan dan benda lainnya. Dengan karya wisata anak akan mendapat ilmu dari pengalamannya sendiri dan sekaligus anak dapat menggeneralisasi berdasarkan sudut pandang mereka sendiri. Berkaryawisata mempunyai arti penting bagi perkembangan anak karena dapat membangkitkan minat anak pada sesuatu hal, dan memperluas perolehan informasi.

Metode ini juga dapat memperluas lingkup program kegiatan belajar anak Taman Kanak-kanak yang tidak mungkin dapat dihadirkan di kelas.Melalui metode karya wisata ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh anak. Pertama, bagi anak karya wisata dapat dipergunakan untuk merangsang minat mereka terhadap sesuatu, memperluas informasi yang telah diperoleh di kelas, memberikan pengalaman mengenai kenyataan yang ada, dan dapat menambah wawasan anak. Informasi-informasi yang didapatkan anak melalui karya wiasata dapat pula dijadikan sebagai batu loncatan untuk melakukan kegiatan yang lain dalam proses pembelajaran.

Kedua, karya wisata dapat menumbuhkan minat tentang sesuatu hal, seperti untuk mengembangkan minat tentang dunia hewan maka anak dapat dibawa ke kebun binatang. Mereka mendapat kesempatan untuk mengamati tingkah laku binatang. Minat tersebut menimbulkan dorongan untuk memperoleh informasi lebih lanjut seperti tentang kehidupannya, asalnya, makannya, cara berkembang biaknya, cara mengasuh anaknya, dan lain-lain.Ketiga, karya wisata kaya akan nilai pendidikan, karena itu melalui kegiatan ini dapat meningkatkan pengembangan kemampuan sosial, sikap, dan nilai-nilai kemasyarakatan pada anak.

Apabila dirancang dengan baik kegiatan karya wisata dapat membantu mengembangkan aspek perkembangan sosial anak, misalnya kemampuan dalam menggalang kerja sama dalam kegiatan kelompok.Keempat, karya wisata dapat juga mengembangkan nilai-nilai kemasyarakatan, seperti: sikap mencintai lingkungan kehidupan manusia, hewan, tumbuhan, dan benda-benda lainnya. Karya wisata membantu anak memperoleh pemahaman penuh tentang kehidupan manusia dengan bermacam perkerjaan, kegiatan yang menghasilkan suatu karya atau jasa.

Metode karya wisata bertujuan untuk mengembangkan aspek perkembangan anak Taman Kanak-kanak yang sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya pengembangan aspek kognitif, bahasa, kreativitas, emosi, kehidupan bermasyarakat, dan penghargaan pada karya atau jasa orang lain. Tujuan berkarya wisata ini perlu dihubungkan dengan tema-tema yang sesuai dengan pengembangan aspek perkembangan anak Taman Kanak-kanak. Tema yang sesuai adalah tema: binatang, pekerjaan, kehidupan kota atau desa, pesisir, dan pegunungan.Adapun beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam penanaman nilai moral pada anak usia dini menurut Dwi Siswoyo dkk, (2005:72-81) adalah indoktrinasi, klarifikasi nilai, teladan atau contoh, dan pembiasaan dalam perilaku.

5. Indoktrinasi

Dalam kepustakaan modern, pendekatan ini sudah banyak menuai kritik dari para pakar pendidikan. Akan tetapi pendekatan ini masih dapat digunakan. Menurut Alfi Kohn, dalam Dwi Siswoyo (2005:72) menyatakan bahwa untuk membantu anak-anak supaya dapat tumbuh menjadi dewasa, maka mereka harus ditanamkan nilai-nilai disiplin sejak dini melalui interaksi guru dan siswa.Dalam pendekatan ini guru diasumsikan telah memiliki nilai-nilai keutamaan yang dengan tegas dan konsisten ditanamkan kepada anak. Aturan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan disampaiakan secara tegas, terus menerus dan konsisten. Jika anak melanggar maka ia dikenai hukuman, akan tetapi bukan berupa kekerasan.

6. Klarifikasi Nilai

Dalam pendekatan klarifikasi nilai, guru tidak secara langsung menyampaikan kepada anak mengenai benar salah, baik buruk, tetapi siswa diberi kesempatan untuk menyampaiakan dan menyatakan nilai-nilai dengan caranya sendiri. Anak diajak untuk mengungkapkan mengapa perbuatan ini benar atau buruk. Dalam pendekatan ini anak diajak untuk mendiskusikan isu-isu moral.Pertanyaan yang muncul, apakah pendekatan ini dapat digunakan untuk anak AUD? Ternyata jawabannya dapat, karena anak AUD yang berumur 6 tahun berada dalam masa transisi ke arah perkembangan moral yang lebih tinggi, sehingga mereka perlu dilatih untuk melakukan penalaran dan keterampilan bertindak secara moral sesuai dengan pilihan-pilihannya (Dwi Siswoyo (2005:76).

7.  Teladan atau Contoh

Anak mempunyai kemampuan yang menonjol dalam hal meniru. Oleh karena itu seorang guru hendaknya dapat dijadikan teladan atau contoh dalam bidang moral. Baik kebiasaan baik maupun buruk dari guru akan dengan mudah dilihat dan kemudian diikuti oleh anak. Figur seorang guru sangat penting utuk pengembangan moral anak. Artinya nilai-nilai yang tujuannya akan ditanamkan oleh guru kepada anak seyogyanya sudah mendarah daging terlebih dahulu pada gurunya.

Menurut Cheppy Hari Cahyono (1995 : 364-370) guru moral yang ideal adalah mereka yang dapat menempaTkanan dirinya sebagai fasilitator, pemimpin, orang tua dan bahkan tempat menyandarkan kepercayaan, serta membantu orang lain dalam melakukan refleksi.Dalam pendekatan ini profil ideal guru menduduki tempat yang sentral dalam pendidikan moral. Banyak para ahli yang berpendapat dalam hal ini, diantaranya Durkheim, John Wilson dan Kohlberg. Durkheim, misalnya ia berpendapat bahwa belajar adalah satu proses sosial yang berkaitan dengan upaya mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga mereka dapat tumbuh selaras dengan posisi, kadar intelektualitas, dan kondisi moral yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya (Dwi Siswoyo, 2005:76).

Sementara, Kohlberg berpendapat bahwa tugas utama guru adalah memberi kontribusi terhadap proses perkembangan moral anak. Tugas guru disini adalah mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berpikir, mempertimbangkan dan mengambil keputusan.

8.  Pembiasaan dalam Perilaku

Kurikulum yang berlaku di AUD terkait dengan penanaman moral, lebih banyak dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan tingkah laku dalam proses pembelajaran. Ini dapat dilihat misalnya, pada berdoa sebelum dan sesudah belajar, berdoa sebelum makan dan minum, mengucap salam kepada guru dan teman, merapikan mainan setelah belajar, berbaris sebelum masuk kelas dan sebagainya. Pembiasaan ini hendaknya dilakukan secara konsisten. Jika anak melanggar segera diberi peringatan.Pendekatan lain yang dapat digunakan dalam penanaman nilai moral menurut W. Huitt (2004) diantaranya adalah inculcation, moral development, analysis, klarifikasi nilai, dan action learning.

1.  Inculcation

Pendekatan ini bertujuan untuk menginternalisasikan nilai tertentu kepada siswa serta untuk mengubah nilai-nilai dari para siswa yang mereka refleksikan sebagai nilai tertentu yang diharapkan. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini diantaranya modeling, penguatan positif atau negatif, alternatif permainan, game dan simulasi, serta role playing.

2. Moral development

Tujuan dari pendekatan ini adalah membantu siswa mengembangkan pola-pola penalaran yang lebih kompleks berdasarkan seperangkat nilai yang lebih tinggi, serta untuk mendorong siswa mendiskusikan alasan-alasan pilihan dan posisi nilai mereka, tidak hanya berbagi dengan lainnya, akan tetapi untuk membantu perubahan dalam tahap-tahap penalaran moral siswa. Metode yang dapat digunakan diantaranya episode dilema moral dengan diskusi kelompok kecil

3. Analysis

Pendekatan ini bertujuan untuk membantu siswa menggunakan pikiran logis dan penelitian ilmiah untuk memutuskan masalah dan pertanyaan nilai, untuk membantu siswa menggunakan pikiran rasional, proses-proses analitik, dalam menghubungkan dan mengkonseptualisasikan nilai-nilai mereka, serta untuk membantu siswa menggunakan pikiran rasional dan kesadaran emosional untuk mengkaji perasaan personal, nilai-nilai dan pola-pola perilakunya. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini diantaranya diskusi rasional terstruktur yang menuntut aplikasi rasio sama sebagai pembuktian, pengujian prinsip-prinsip, penganalisaan kasus-kasus analog dan riset serta debat.

4. Klarifikasi nilai

Tujuan dari pendekatan ini adalah membantu siswa menjadi sadar dan mengidentifikasi nilai-nilai yang mereka miliki dan juga yang dimiliki oleh orang lain, membantu siswa mengkomunikasikan secara terbuka dan jujur dengan orang lain tentang nilai-nilai mereka, dan membantu siswa menggunakan pikiran rasional dan kesadaran emosional untuk mengkaji perasaan personal, nilai-nilai dan pola berikutnya. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini antara lain, role playing games, simulasi, menyusun atau menciptakan situasi-situasi nyata atau riil yang bermuatan nilai, latihan analisis diri (self analysis) secara mendalam, aktivitas melatih kepekaan (sensitivity), aktivitas di luar kelas serta diskusi kelompok kecil.

5. Action learning

Tujuan dari pendekatan ini adalah memberi peluang kepada siswa agar bertidak secara personal ataupun sosial berdasarkan kepada nilai-nilai mereka, mendorong siswa agar memandang diri mereka sendiri sebagai makhluk yang tidak secara otonom interaktif dalam hubungan sosial personal, tetapi anggota suatu sistem sosial. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini adalah metode-metode didaftar atau diurutkan untuk analisis dan klarifikasi nilai, proyek-proyek di dalam sekolah dan praktek kemasyarakatan, keterampilan praktis dalam pengorganisasian kelompok dan hubungan antar pribadi

 

 

 

 

 


BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

 

A.      Kesimpulan

Anak usia dini merupakan anak yang memiliki karakteristik suka bergerak (tidak suka diam), mempunyai rasa ingin tahu (curiosity) yang tinggi, senang bereksperimen dan menguji, mampu mengekspresikan diri secara kreatif, mempunyai imajinasi, dan senang berbicara. Anak memerlukan dan menuntut untuk bergerak yang melibatkan AUD mengkoordinasikan otot kasar. Anak juga memerlukan kesempatan untuk menggunakan tenaga sepenuhnya saat melakukan kegiatan. Oleh karena itu diperlukan ruang yang luas serta sarana dan prasarana (peralatan) yang memadai. Setiap guru akan menggunakan metode sesuai dengan gaya melaksanakan kegiatan.

Menurut Kohlberg perkembangan moral anak usia prasekolah (PAUD) berada pada tingkatan yang paling dasar yang dinamakan dengan penalaran moral prakonvensional. Pada tingkatan ini anak belum menunjukkan internalisasi nilai-nilai moral (secara kokoh). Namun sebagian anak usia PAUD ada yang sudah memiliki kepekaan atau sensitivitas yang tinggi dalam merespon lingkungannya (positif dan negatif). Misalkan ketika guru/orang tua mentradisikan atau membiasakan anak-anaknya untuk berperilaku sopan seperti mencium tangan orang tua ketika berjabat tangan, mengucapkan salam ketika akan berangkat dan pulang sekolah, dan contoh-contoh positif lainnya maka dengan sendirinya perilaku seperti itu akan terinternalisasi dalam diri anak sehingga menjadi suatu kebiasaan mereka sehari-hari. Demikian pula sebaliknya kalau kebiasaan negatif itu dibiasakan kepada anak maka perilaku negatif itu akan terinternalisasi pula dalam dirinya.

Metode dalam penanaman nilai moral kepada anak usia dini sangatlah bervariasi, diantaranya bercerita, bernyanyi, bermain, bersajak dan karya wisata.

 

 

 

 

B. Saran

Dalam mendesain pendekatan pembelajaran nilai-nilai moral dan agama bagi anak usia dini,terlebih dahulu  seorang guru harus melihat kesesuaian pendekatan dengan tingkat perkembangan kebutuhan anak, agar pendekatan yang digunakan dapat digunakan dengan maksimal bdan dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan pada diri anak, terutama aspek perkembangan nilai moral dan agama AUD.

Guru hendaknya juga mempertimbangkan suatu pendekatan apakah sudah merngacu pada kurikulum yang sesuai untuk anak usia dini dan berorientasi pada anak. Sebelum mendesain syuatu kegiatan pembelajaran, guru hendaknya terlebih dahulu mengetahui langkah-langkah kegiatan yang akan diajarkan pada anak. Kegiatan yang dilakukan hendaknya mengacu pada tujuan dan hasil belajar yang nyata sehingga memperlihatkan bahwa kegiatan tersebut bermanfaat bagi anak.

 Dalam penilaian hendaknya guru menggunakan berbagai instrument penilaian sehingga aspek yang dinilai dari anak lebih terlihat jelas atau sesuai dengan yang diinginkan.


BAB V

PENUTUP

 

 

Alhamdulillah dengan izin Allah yang maha kuasa makalah ini telah saya susun, dengan suatu harapan bisa bermanfaat umumnya bagi yang membaca dan hususnya bagi saya pribadi dan mudah-muadahan bisa menambah wawasan dan materi untuk kita. Akan tetapi saya menyadari bahwa makalah yang kami buat masih kurang sempurna atau yang di harapkan para pembaca, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan dengan suatu tujuan saya bisa lebih baik lagi dalam membuat makalah, sekian dan terimakasih.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

 

Abdurrahman Jamal, 2013. Pendidikan Anak Metode Nabi, terj. Agus Suwandi, Solo: Aqwam.

 

Iqbal, Abu Muhammad, 2015. Pemikiran Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

 

Kurniasih, Imas, 2010. Mendidik SQ Anak Menurut Nabi Muhammad SAW, Yogyakarta: Pustaka Marwa.

 

M. Fadlillah, dkk, 2014. Edutainment Pendidikan Anak Usia Dini, Menciptakan Pembelajaran Menarik, Kreatif, dan Menyenangkan, Jakarta: Kencana Pranadamedia Group.

 

Mansur, 2011. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, cet.ke IV, Yogyakarta: Putaka Pelajar.

 

Mursyid, 2010. Manajmen lembaga pendidikan anak usia dini, Semarang: Akfi media.

 

Mursi, Syaikh Muhammad Said, 2006. Seni Mendidik Anak, terj. Gazira Abdi Ummah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

 

Rajih, Hamdan,2008.  Cerdas Akal Cerdas Hati, Yogyakarta: Diva Press.

 

 

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive