Tuesday, September 1, 2020

Makalah Strategi Pengembangan Moral Pada Anak Usia Dini

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

 

A.      Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu upaya pelestarian moralitas yang sangat berpengaruh dalam kehidupan suatu bangsa. Kehidupan suatu bangsa membutuhkan pendidikan sebagai salah satu alat untuk mencetak generasi yang bermutu. Pendidikan dalam hal ini tidak bisa terlepas dari peran pendidikan anak usia dini yang memberikan bimbingan dan pengenalan mengenai nilai agama dan moral kepada anak sejak awal masa pertumbuhan.

Pendidikan seharusnya mampu menghadirkan generasi yang bermoral dan berkarakter kuat karena manusia sesungguhnya dapat dididik. Manusia adalah animal seducandum. Artinya, manusia adalah binatang yang harus dan dapat dididik. Aristoteles mengatakan, sebuah masyarakat yang budayanya tidak memperhatikan pentingnya mendidik good habits (melakukan kebiasaan berbuat baik) akan menjadi masyarakat yang terbiasa dengan hal buruk (Hidayat, 2015: 2.5). Oleh karena itu pengembangan nilai agama dan moral dalam pendidikan anak usia dini menjadi sangat penting dan diharapkan dapat berperan dalam membentuk karakter bangsa yang bermoral dan bermartabat.

Tanda-tanda hancurnya suatu bangsa yang terlihat pada banyaknya kasus-kasus kekerasan di sekolah-sekolah khususnya di kota besar. Kasus yang sangat memprihatinkan adalah masalah ketidakjujuran yang sangat berakibat fatal, dinataranya adalah maraknya karus korupsi di berbagai instansi pemerintah. Selain itu budaya korupsi sudah seperti membudaya. Selain itu tingginya perilaku merusak diri sangat terlihat pada banyaknya remaja yang terlibat penggunaan narkoba. Kasus-kasus yang sering terjadi pada bangsa Indonesia ini harus segera diantisipasi dan dicari solusinya agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bermoral dan bermartabat.

Melihat berbagai permasalahan yang ada pada bangsa ini, pendidikan anak usia dini menjadi bagian penting yang sangat berperan dalam melakukan antisipasi dan memberikan kontribusinya dalam menanamkan nilai-nilai agama dan moral pada anak-anak Indonesia. Penanaman nilai-nilai agama dan moral ini dapat dilakukan dengan menanamkan karakter positif yang akan melekat pada diri seorang anak sehingga anak akan tumbuh menjadi generasi yang beragama, beradab, bermoral dan bermartabat. Beragama, bermoral, beradab dan bermartabat merupakan bagian dari kecerdasan spiritual. Maka kecerdasan spiritual harus menjadi tujuan penting dalam proses pengembangan nilai-nilai agama dan moral.

Pendidikan nilai agama dan moral pada anak usia dini menjadi sangat mendesak dalam upaya untuk membangun masyarakat yang beragama, beradab, bermoral dan bermartabat sesuai dengan nilai-nilai dalam ajaran agama Islam. Selain itu pengembangan moral dan nilai agama juga sangat penting dalam perbaikan kondisi suatu bangsa. Oleh karena itu makalah ini berusaha menggali strategi yang efektif dalam membentuk karakter positif dalam diri seorang anak. Makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran atau alternatif mengenai strategi pengembangan moral dan nilai agama untuk anak usia dini.

 

B. Rumusan Masalah

            Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

  1. Bagaimana Strategi Pengembangan Moral dan Nilai Agama Pada Anak Usia Dini ?
  2. Metode apa saja yang dapat digunakan untuk mengembangkan Nilai moral dan agama pada anak usia dini ?

 

C. Tujuan Penulisan

            Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

  1. Untuk mengetahui Strategi Pengembangan Moral dan Nilai Agama Pada Anak Usia Dini.
  2. Untuk mengetahui Metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan Nilai moral dan agama pada anak usia dini.

 

 

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

 

A. Strategi Pengembangan Moral dan Nilai Agama Pada Anak Usia Dini

1. Menanamkan Rasa Cinta Kepada Allah SWT

Diantara cara membimbing anak menuju akidah yang benar adalah dengan mendidik mereka untuk mencintai Allah. Pendidikan ini harus diberikan sejak  ini. Pada saat tersebut, mulailah mereka diperkenalkan kepada makhluk-makhluk Allah (manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan) yang terdekat disekitar mereka.  Selain itu, juga perlu diupayakan adanya keterikatan antara mereka dengan yang  telah menciptakannya, pemilik keagungan, pemberi nikmat, dan maha dermawan.  

Dengan bentuk seperti ini anak pasti akan mencintai Allah (Rajih, 2008: 87-88) Rasa cinta kepada Allah beserta seluruh ciptaannya dapat diperkenalkan pada anak usia dini melalui pembelajaran saintifik. Pembelajaran saintifik tersebut akan mengenalkan akan pada makhluk ciptaan Allah sekaligus mengenalkan anak untuk mencintai ilmu pengetahuan dengan proses mengamati.

Menciptakan rasa cinta kepada Allah juga diikuti oleh mencintai seluruh ciptaannya, termasuk mencintai orang tua, keluarga, dan tetangga. Strategi penanaman nilai-nilai agama dengan mencintai Allah dan segala ciptaannya akan menciptakan seorang anak yang penuh cinta kasih, sehingga perkataan dan perbuatannya menjadi menyenangkan dan tumbuh menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesamanya.

2. Menciptakan Rasa Aman

Perasaan aman dan ketenangan adalah kebutuhan yang mendasar yang  selalu didambakan anak. Saat dia sakit dan menangis dia mengharapkan ibunya bangun dan berjaga sepanjang malam untuk berada disampinynya, memberikan kehangatan jika diinginkan (Mursi, 2006: 24). Kebutuhan akan rasa aman tidak hanya dari lingkungan keluarga saja, tetapi sekolah beserta seluruh aparaturnya dan lingkungan tempat tinggal juga memberikan pengaruh dalam menciptakan rasa aman bagi seorang anak.

Strategi pengembangan moral dan nilai agama tidak bisa mengesampingkan pentingnya rasa aman bagi seorang anak. Rasa aman ini akan berdampak juga dalam penyerapan nilai-nilai agama dan moral yang diajarkan oleh orang tua maupaun guru di sekolah. Apabila anak merasa aman dan nyaman di rumah maupun di sekolah maka anak tersebut akan mudah menerima pembelajaran ataupun contoh-contoh positif yang diberikan oleh orang tua atau oleh gurunya.

Rasa aman berdampak pada proses pembelajaran yang dapat berjalan dengan optimal, sehingga anak dapat berkembang pesat sesuai masa pertumbuhannya. Misalnya saja dalam hal pengaturan waktu tidur. Seorang anak membutuhkan tidur dalam keadaan tenang dan waktu lebih awal. Tidur siang (kira-kira dari pukul 13.00- 16.00). Jangan menghukum dengan melarang tidur atau mengurangi waktu tidurnya.

Jangan mengganggu tidurnya dengan alasan apapun, karena hal ini akan berpengaruh pada jantungnya. Jangan membangunkan anak supaya dia buang air, atau membangunkannya ketika sang ayah bau datang atau membangunkannya untuk memarahi atau menegurnya. Waktu tidur yang cukup tidak kurang dari tujuh jam atau lebih dalam sehari semalam (Mursi, 2006: 22).

3. Mencium dan Membelai Anak

Mencium anak merupakan hal yang yang mampu memenuhi kebutuhan akan rasa kasih sayang. Rasul SAW bersabda yang intinya agar memperbanyak mencium anaknya, karena setiap ciuman adalah satu derajat di surga dan jarak antara derajat satu dengan yang lain adalah lima ratus tahun. Jika seseorang mencium anaknya, maka Allah akan menuliskan untuknya satu kebaikan. Jika menggembirakan anaknya, maka pada hari kiamat Allah akan menggembirakannya. Jika mengajarkan al-Quran maka pada hari kiamat ia akan diberi pakaian dari cahaya sehingga wajah para penghuni surga menjadi terang dan bercahaya (Mansur, 2011: 306).

Begitu besar kebaikan yang akan kita dapatkan jika kita memberikan ciuman pada seorang anak. Tidak hanya ciuman saja tetapi belaian juga merupakan bentuk kasih sangat yang sangat diperlukan bagi anak. Kebutuhan akan ciuman dan belaian bagi seorang anak akan menumbuhkan rasa aman dan nyaman sehingga anak akan tumbuh menjadi anak yang penuh kasih sayang. Hal ini akan berdampak pada tumbuhkan cinta kasih terhadap teman atau saudaranya.

4. Menanamkan Cinta Tanah Air

Strategi dalam pengembangan moral dan nilai agama untuk anak usia dini salah satunya adalah menanamkan rasa cinta tanah air sejak dini. Cinta tanah air ini dapat diperkenalkan pada anak melalui kegiatan upacara. Dalam kegiatan upacara terdapat bendera merah putih yang harus dihormati. Lagu Garuda Pancasila dan lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan bersama pada saat upacara juga menjadi hal yang menarik bagi anak-anak. Oleh karena itu membela bangsa dan segala hal yang terkait dengan cinta tanah air perlu diajarkan pada anak usia dini. Selain melalui upacara bendera di sekolah. Guru atau orang tua juga dapat memperkenalkan rumah adat atau baju adat dari berbagai suku di Indonesia. Walaupun Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan agama tetapi kita tetap satu kesatuan Bangsa Indoneisa.

5. Meneliti dan Mengamati

Anak memiliki kecenderungan alami untuk meneliti sehingga dia  mendapatkan pengetahuan, kemudian dia kembangkan berdasarkan pengalaman dirinya. Tidak adanya pengalaman dalam beberapa hal dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan, karena adanya dorongan untuk selalu mencoba. Dia ingin medengarkan suara kaca apabila dijatuhkan ke lantai, maka dia jatuhkan kaca. Memberikan kepuasaan pada anak untuk mengetahui hal-hal yang ada disekitarnya akan banyak membantunya dalam perkembangan akalnya dan kecintaan kepada apa yang ada di sekelilingnya (Mursi, 2006: 23).

Dalam kegiatan meneliti dan mengamati ini anak dapat dibiarkan untuk melakukan sesuatu sendiri, mengalami dan merasakan sendiri. Hal ini dilakukan agar anak dapat belajar melalui pengalamannya sendiri dan belajar dari kesalahannya agar tidak mengulanginya lagi. Kegiatan meneliti dan mengamati ini menjadi salah satu strategi dalam menanamkan nilai-nilai agama dan moral. Misalnya saja kegiatan mengamati tumbuhan atau binatang. Kegiatan pengamatan ini bisa diikuti dengan penjelasan tentang ciptaan tuhan. Mengenal adanya tuhan dengan proses pengamatan akan menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi seorang anak. Kegiatan ini juga bisa dilakukan di luar kelas sehingga anak merasa nyaman dan senang dengan lingkungan yang terbuka.

Pengamatan dalam upaya untuk menanamkan nilai-nilai agama dan moral juga dapat dilakukan melalui media gambar-gambar tempat ibadah dari beberapa agama yang berbeda. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan memberikan penjelasan bahwa kita harus menghormati orang lain yang berbeda agama. Selain itu kegiatan ini juga mengenalkan keberagaman dan penerimaan terhadap perbedaan yang ada.

6. Menyentuh dan Mengaktikan Potensi Berfikir Anak

Strategi pengembangan moral dan nilai agama untuk anak usia dini dapat dilakukan dengan menyentuh dan mengaktifkan potensi berfikir anak melalui cerita atau dongeng. Anak sangat menyukai dongeng atau cerita yang dibacakan oleh guru, orang tua atau orang terdekatnya. Dalam hal ini pilihlah cerita-cerita yang berkaitan dengan cerita kenabian atau orang-orang sholeh. Karena cerita tokoh-tokoh tersebut pasti terdapat nilai-nilai positif yang bermanfaat untuk anak-anak.

Cerita dapat membangkitkan kesadaran serta mempengaruhi jalan pikiran, dan dapat menyumbangkan nilai-nilai positif dalam diri mereka (Rajih, 2008: 186). Cerita atau dongeng akan meningkatkan daya imaginasi seorang anak. Anak akan mengembangkan pikirannya ketika sedang dibacakan sebuah cerita.

7. Memberikan Penghargaan

Anak haruslah merasa bahwa dirinya merupakan kebanggan orang tua,  keluarga, guru, dan orang lain. Dia harus diperlakukan sebagai seorang yang berharga, untuk membangkitkan perasaan tersebut dapat dilakukan dengan melibatkannya dalam memberikan bantuan yang sederhana kepada orang lain yang ada di sekelilingnya, dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan sesuai kemampuannya seperti menyapu, menghilangkan debu, membuang sampah, membawakan sesuatu (Mursi, 2006: 25).

Melibatkan anak dalam beberapa kegiatan akan menjadi strategi yang cukup efisien dalam pengembangan nilai-nilai agama dan moral. Anak akan merasa dibutuhkan dan terbiasa membantu orang lain. Penghargaan juga dapat diberikan kepada anak setelah selesai melakukan tugasnya. Tetapi yang lebih penting adalah penghargaan terhadap proses. Sebagai guru atau orang tua dapat memberikan penghargaan dengan memberikan pujian tentang proses yang sudah mereka jalani. Hindari untuk memuji hasil tetapi akan lebih baik jika pujian diberikan pada upaya atau proses yang sudah anak-anak lakukan. Hal ini dilakukan agar anak belajar meghargai proses dalam rangka mencapai keinginannya.

8. Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani merupakan kebutuhan seorang anak. Kegiatan jasmani ini bisa dalam bentuk olahraga maupaun kegiatan permainan yang merangsang pertumbuhan fisik motorik anak. Pertumbuhan anak menjadi optimal dengan kegiatan olahraga atau permainan. Olahraga sangat bermanfaat bagi seorang anak, manfaat tersebut diantaranya adalah (1) mengoptimalkan perkembangan otak sehingga berpengaruh pada kecerdasan anak, (2) melatih fisik an motoric anak sehingga pertumbuhan anak dapat berkembang dengan baik, (3) mengenalkan dan melatih kerjasama dengan teman dan guru, (4) mengenalkan jiwa sportivitas dalam diri seorang anak, (5) kegiatan olahraga maupun permainan juga menanamkan nilai-nilai kejujuran, karena dalam kegiatan ini terdapat kesepakatan yang harus dipenuhi oleh anak-anak agar permainannya berjalan sesuai yang direncanakan.

Khusus mengenai pendidikan yang bersifat jasmani, Ibnu Sina berpendapat hendaknya tujuan pendidikan tidak melupakan pembinaan fisik dan segala sessuatu yang berkaitan dengannya, seperti olahraga, makan, minum, tidur, dan menjaga kebersihan (Iqbal, 2015: 7). Makan, minum, dan tidur merupakan kebutuhan bagi seorang anak. Kebutuhan ini dapat dipenuhi sekaligus dapat menanamkan nilai-niai agama. Misalnya saja ketika kegiatan makan bersama di rumah maupun di sekolah, guru ataupun orangtua dapat mengarahkan anak untuk memulainya dengan berdoa.

Selain itu makananan yang kita makan juga merupakan rezeki dari allah sehingga kita harus selalu bersyukur terhadap pemberian Allah. Pendidikan jasmani dalam kegiatan makan bersama dapat juga digunakan untuk mengenalkan jenis-jenis makanan atau jenis-jenis ciptaan Allah. Jenis-jenis makanan merupakan ciptaan Allah yang harus selalu disyukuri. Selain itu anak juga belajar secara verbal untuk menyebutkan jenis-jenis makanan tersebut. Misalnya setelah makan anak diminta menjelaskan apa saja makanan yang sudah dimakan. Dalam hal ini anak juga belajar bahasa untuk menjelaskan kegiatan yang sudah dilakukan dalam rangka mensyukuri pemberian allah.

Adanya pendidikan jasmani diharapkan seorang anak akan terbina pertumbuhan fisiknya dan cerdas otaknya. Sedangkan dengan pendidikan budi pekerti diharapkan seorang anak memiliki kebiasaan bersopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari dan sehat jiwanya. Dengan pendidikan kesenian seorang anak diharapkan pula dapat mempertajam perasaannya dan meningkat daya khayalnya. Begitu juga tujuan pendidikan keterampilan, diharapkan bakat dan minat anak dapat berkembang secara optimal (Iqbal, 2015: 7).

9. Teladan yang Baik

Strategi dalam penanaman nilai-nilai agama dan moral adalah dengan memberikan keteladannan yang baik. Anak membutuhkan role model dalam proses pengamatan atau proses perkembangannya. Teladan yang baik dapat diperoleh melalui lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar temapt tinggalnya. Ibnu Sina berpendapat bahwa seorang guru diharapkan memiliki kompetensi keilmuan yang bagus, berkepribadian mulia, dan kharismatik sehingga dihormati dan menjadi idola bagi anak didikya (Kurniasih, 2010: 125).

Guru menjadi tokoh panutan bagi seorang anak, sehingga selain memperdalam tentang pendidikan anak, guru juga diharapkan untuk mengasah kepribadiannya. Kepribadian yang diharapkan tentunya adalah kepribadian yang sesuai dengan ajaran dan niai-nilai Islam.

Salah satu yang dapat dilakukan seorang guru dalam rangka mengasah

kepribadiannya adalah dengan mengasah hati untuk selalu mendoakan muridnya. Seorang guru diharapkan selalu mendoakan kesuksesan muridnya. Hal ini menjadi

penting agar ada ikatan batin antara guru dan murid dapat terjalin dengan baik. Ikatan batin antara guru dan murid yang sudah baik, diharapkan dapat menghindarkan guru dari perilaku yang tidak baik atau sikap kekerasan dan marah yang berlebihan. Selain itu dengan doa dari seorang guru diharapkan anak-anak akan mudah menerima pelajaran yang diberikan oleh seorang guru.

 

10. Pengulangan dalam Proses Pembelajaran

Pada usia 0-3 tahun terdapat 1000 trilliun koneksi (sambungan antar sel). Pada saat inilah anak-anak bisa mulai diperkenalkan berbagai hal dengan cara mengulang-ulang. Dari usia 3-11 tahun, terjadi apa yang disebut proses restrukturisasi atau pembentukan kembali sambungan-sambungan tersebut. Cara-cara mengulang-ulang dapat dilakukan dengan: (a) Memperdengarkan bacaan Al-Quran, (b) Bahasa Asing, (c) Memperkenalkan nama-nama benda dengan cara bermain dan menunjukkan gambar, (d) Memperkenalkan warna dengan menunjukkan kepadanya dalam bentuk benda yang dia kenal, warna-warna cerah dan gambar, (e) Membacakan cerita atau dongeng, (f) Memperkenalkan aroma buah melalui buku (Kurniasih, 2010: 125).

11. Memenuhi Kebutuhan Bermain

Kebutuhan utama bagi seorang anak adalah bermain. Proses pembelajaran atau penanaman nilai-nilai agama dan moral bagi anak dapat dilakukan dengan kegiatan bermain. Bermain akan merangsang perkembangan otak atau pertumbuhan fisiknya. Permainan tersebut dapat dikemas menjadi permainan edukatif yang menyenangkan. Bermain merupakan kebutuhan jasmani atau biologis. Artinya, bermain adalah kebutuhan dasar anak yang harus dipenuhi. Dengan terpenuhinya kebutuhan ini anak akan merasa senang, nyaman dan selalu dalam kebahagiaan. Selain itu, dengan bermain, jasmani anak akan menjadi segar dan bugar, sehingga akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya (Fadhilah2014: 30).

Nabi mengakui kebutuhan anak-anak terhadap permainan dan kebutuhannya terhadap hiburan Karena anak-anak memang perlu mainan untuk mengembangkan akalnya, meluaskan pengetahuannya, serta menggerakkan indera dan perasaannya. Menyediakan mainan yang berguna bagi anak merupakan media untuk menghilangkan kejenuhannya, emmbantunya agar berbakti kepada orang tuanya, menyenangkan hatinya, serta memenuhi kecenderungan dan kepuasan bermainnya sehingga kelak ia akan tumbuh menjadi anak yang stabil (Abdurrahman, 2013: 107).

 

 

B. Metode Pengembangan Nilai Moral dan Agama Pada Anak Usia Dini

1.         Bercerita

Bercerita dapat dijadikan metode untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat (Hidayat, 2005 : 4.12). Dalam cerita atau dongeng dapat ditanamkan berbagai macam nilai moral, nilai agama, nilai sosial, nilai budaya, dan sebagainya. Kita mungkin masih ingat pada masa kecil dulu tidak segan-segannya orang tua selalu mengantarkan tidur anak-anaknya dengan cerita atau dongeng.Tidaklah mudah untuk dapat menggunakan metode bercerita ini. Dalam bercerita seorang guru harus menerapkan beberapa hal, agar apa yang dipesankan dalam cerita itu dapat sampai kepada anak didik.

Beberapa hal yang dapat digunakan untuk memilih cerita dengan fokus moral, diantaranya:a. Pilih cerita yang mengandung nilai baik dan buruk yang jelasb. Pastikan bahwa nilai baik dan buruk itu berada pada batas jangkauan kehidupan anakc. Hindari cerita yang “memeras” perasaan anak, menakut-nakuti secara fisik (Tadzkiroatun Musfiroh, 2005 : 27-28).

Dalam bercerita seorang guru juga dapat menggunakan alat peraga untuk mengatasi keterbatasan anak yang belum mampu berpikir secara abstrak. Alat peraga yang dapat digunakan antara lain, boneka, tanaman, benda-benda tiruan, dan lain-lain. Selain itu guru juga bisa memanfaaTkan kemampuan olah vokal yang dimiliknya untuk membuat cerita itu lebih hidup, sehingga lebih menarik perhatian siswa. Adapun teknik-teknik bercerita yang dapat dilakukan diantaranya :a. membaca langsung dari buku cerita atau dongengb. Menggunakan ilustrasi dari bukuc. Menggunakan papan flaneld. Menggunakan media bonekae. Menggunakan media audio visualf. Anak bermain beran atau sosiodrama. (Dwi Siswoyo dkk, 2005 : 87).

Strategi atau cara yang dapat digunakan ketika guru memilih metode bercerita sebagai salah satu metode yang digunakan dalam penanaman nilai moral adalah dengan membagi anak menjadi beberapa kelompok, misalnya dalam satu kelas dibagi ke dalam 4 (empat) kelompok. Anak-anak yang mengikuti kegiatan bercerita duduk dilantai mengelilingi guru yang duduk di kursi kecil di kelilingi oleh mereka. Anak-anak yang duduk di lantai akan mendengarkan cerita yang disampaikan oleh guru. Sedangkan tiga kelompok yang lain duduk pada kursi meja yang lain dengan kegiatan yang berbeda-beda, misalnya ada yang menggambar, melakukan kegiatan melipat kertas, sedangkan kelompok yang keempat membentuk plastisin. Anak-anak yang mengikuti kegiatan bercerita pada gilirannya akan mengikuti kegiatan menggambar, melipat kertas, membentuk plastisin. Melalui cara ini masing-masing anak akan mendapaTkanan kegiatan atau pengalaman belajar yang sama secara bergantian.

2.         Bernyanyi

Pendekatan penerapan metode bernyanyi adalah suatu pendekatan pembelajaran secara nyata yang mampu membuat anak senang dan bergembira. Anak diarahkan pada situasi dan kondisi psikis untuk membangun jiwa yang bahagia, senang menikmati keindahan, mengembangkan rasa melalui ungkapan kata dan nada, serta ritmik yang menjadikan suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Pesan-pesan pendidikan berupa nilai dan moral yang dikenalkan kepada anak tentunya tidak mudah untuk diterima dan dipahami secara baik. Anak tidak dapat disamakan dengan orang dewasa.

Anak merupakan pribadi yang memiliki keunikan tersendiri. Pola pikir dan kedewasaan seorang anak dalam menentukan sikap dan perilakunya juga masih jauh dibandingkan dengan orang dewasa. Anak tidak cocok hanya dikenalkan tentang nilai dan moral melalui ceramah atau tanya jawab saja. Oleh karena itu bernyanyi merupakan salah satu metode penamanan nilai moral yang tepat untuk diberikan kepada anak usia dini.

Bernyanyi jika digunakan sebagai salah satu metode dalam penanaman moral dapat dilakukan melalui penyisipan makna pada syair atau kalimat-kalimat yang ada dalam lagu tersebut. Lagu yang baik untuk kalangan anak AUD harus memperhatikan kriteria sebagai berikut:a. Syair/kalimatnya tidak terlalu panjangb. Mudah dihafal oleh anakc. Ada misi pendidikand. Sesuai dengan karakter dan dunia anake. Nada yang diajarkan mudah dikuasai anak (Otib Satibi Hidayat, 2005 : 4.28).

3.  Bersajak

Sajak diartikan sebagai persesuaian bunyi suku kata dalam syair, pantun, dan sebagainya terutama pada bagian akhir suku kata (Poerwadarminta, 2007: 1008). Pendekatan pembelajaran melalui kegiatan membaca sajak merupakan salah satu kegiatan yang akan menimbulkan rasa senang, gembira, dan bahagia pada diri anak. Secara psikologis anak Taman Kanak-kanak sangat haus dengan dorongan rasa ingin tahu, ingin mencoba segala sesuatu, dan ingin melakukan sesuatu yang belum pernah dialami atau dilakukannya.

Melalui metode sajak guru bisa menanamkan nilai-nilai moral kepada anak. Sajak ini merupakan metode yang juga membuat anak merasa senang, gembira dan bahagia. Melalui sajak anak dapat dibawa ke dalam suasana indah, halus, dan menghargai arti sebuah seni. Disamping itu anak juga bisa dibawa untuk menghargai makna dari untaian kalimat yang ada dalam sajak itu. Secara nilai moral, melalui sajak anak akan memiliki kemampuan untuk menghargai perasaan, karya serta keberanian untuk mengungkap sesuatu melalui sajak sederhana (Hidayat, 2005 : 4.29)

4. Karya wisata

Karya wisata merupakan salah satu metode pengajaran di PAUD dimana anak mengamati secara langsung dunia sesuai dengan kenyataan yang ada, misalnya hewan, manusia, tumbuhan dan benda lainnya. Dengan karya wisata anak akan mendapat ilmu dari pengalamannya sendiri dan sekaligus anak dapat menggeneralisasi berdasarkan sudut pandang mereka sendiri. Berkaryawisata mempunyai arti penting bagi perkembangan anak karena dapat membangkitkan minat anak pada sesuatu hal, dan memperluas perolehan informasi.

Metode ini juga dapat memperluas lingkup program kegiatan belajar anak Taman Kanak-kanak yang tidak mungkin dapat dihadirkan di kelas.Melalui metode karya wisata ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh anak. Pertama, bagi anak karya wisata dapat dipergunakan untuk merangsang minat mereka terhadap sesuatu, memperluas informasi yang telah diperoleh di kelas, memberikan pengalaman mengenai kenyataan yang ada, dan dapat menambah wawasan anak. Informasi-informasi yang didapatkan anak melalui karya wiasata dapat pula dijadikan sebagai batu loncatan untuk melakukan kegiatan yang lain dalam proses pembelajaran.

Kedua, karya wisata dapat menumbuhkan minat tentang sesuatu hal, seperti untuk mengembangkan minat tentang dunia hewan maka anak dapat dibawa ke kebun binatang. Mereka mendapat kesempatan untuk mengamati tingkah laku binatang. Minat tersebut menimbulkan dorongan untuk memperoleh informasi lebih lanjut seperti tentang kehidupannya, asalnya, makannya, cara berkembang biaknya, cara mengasuh anaknya, dan lain-lain.Ketiga, karya wisata kaya akan nilai pendidikan, karena itu melalui kegiatan ini dapat meningkatkan pengembangan kemampuan sosial, sikap, dan nilai-nilai kemasyarakatan pada anak.

Apabila dirancang dengan baik kegiatan karya wisata dapat membantu mengembangkan aspek perkembangan sosial anak, misalnya kemampuan dalam menggalang kerja sama dalam kegiatan kelompok.Keempat, karya wisata dapat juga mengembangkan nilai-nilai kemasyarakatan, seperti: sikap mencintai lingkungan kehidupan manusia, hewan, tumbuhan, dan benda-benda lainnya. Karya wisata membantu anak memperoleh pemahaman penuh tentang kehidupan manusia dengan bermacam perkerjaan, kegiatan yang menghasilkan suatu karya atau jasa.

Metode karya wisata bertujuan untuk mengembangkan aspek perkembangan anak Taman Kanak-kanak yang sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya pengembangan aspek kognitif, bahasa, kreativitas, emosi, kehidupan bermasyarakat, dan penghargaan pada karya atau jasa orang lain. Tujuan berkarya wisata ini perlu dihubungkan dengan tema-tema yang sesuai dengan pengembangan aspek perkembangan anak Taman Kanak-kanak. Tema yang sesuai adalah tema: binatang, pekerjaan, kehidupan kota atau desa, pesisir, dan pegunungan.Adapun beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam penanaman nilai moral pada anak usia dini menurut Dwi Siswoyo dkk, (2005:72-81) adalah indoktrinasi, klarifikasi nilai, teladan atau contoh, dan pembiasaan dalam perilaku.

5. Indoktrinasi

Dalam kepustakaan modern, pendekatan ini sudah banyak menuai kritik dari para pakar pendidikan. Akan tetapi pendekatan ini masih dapat digunakan. Menurut Alfi Kohn, dalam Dwi Siswoyo (2005:72) menyatakan bahwa untuk membantu anak-anak supaya dapat tumbuh menjadi dewasa, maka mereka harus ditanamkan nilai-nilai disiplin sejak dini melalui interaksi guru dan siswa.Dalam pendekatan ini guru diasumsikan telah memiliki nilai-nilai keutamaan yang dengan tegas dan konsisten ditanamkan kepada anak. Aturan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan disampaiakan secara tegas, terus menerus dan konsisten. Jika anak melanggar maka ia dikenai hukuman, akan tetapi bukan berupa kekerasan.

6. Klarifikasi Nilai

Dalam pendekatan klarifikasi nilai, guru tidak secara langsung menyampaikan kepada anak mengenai benar salah, baik buruk, tetapi siswa diberi kesempatan untuk menyampaiakan dan menyatakan nilai-nilai dengan caranya sendiri. Anak diajak untuk mengungkapkan mengapa perbuatan ini benar atau buruk. Dalam pendekatan ini anak diajak untuk mendiskusikan isu-isu moral.Pertanyaan yang muncul, apakah pendekatan ini dapat digunakan untuk anak AUD? Ternyata jawabannya dapat, karena anak AUD yang berumur 6 tahun berada dalam masa transisi ke arah perkembangan moral yang lebih tinggi, sehingga mereka perlu dilatih untuk melakukan penalaran dan keterampilan bertindak secara moral sesuai dengan pilihan-pilihannya (Dwi Siswoyo (2005:76).

7.  Teladan atau Contoh

Anak mempunyai kemampuan yang menonjol dalam hal meniru. Oleh karena itu seorang guru hendaknya dapat dijadikan teladan atau contoh dalam bidang moral. Baik kebiasaan baik maupun buruk dari guru akan dengan mudah dilihat dan kemudian diikuti oleh anak. Figur seorang guru sangat penting utuk pengembangan moral anak. Artinya nilai-nilai yang tujuannya akan ditanamkan oleh guru kepada anak seyogyanya sudah mendarah daging terlebih dahulu pada gurunya.

Menurut Cheppy Hari Cahyono (1995 : 364-370) guru moral yang ideal adalah mereka yang dapat menempaTkanan dirinya sebagai fasilitator, pemimpin, orang tua dan bahkan tempat menyandarkan kepercayaan, serta membantu orang lain dalam melakukan refleksi.Dalam pendekatan ini profil ideal guru menduduki tempat yang sentral dalam pendidikan moral. Banyak para ahli yang berpendapat dalam hal ini, diantaranya Durkheim, John Wilson dan Kohlberg. Durkheim, misalnya ia berpendapat bahwa belajar adalah satu proses sosial yang berkaitan dengan upaya mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga mereka dapat tumbuh selaras dengan posisi, kadar intelektualitas, dan kondisi moral yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya (Dwi Siswoyo, 2005:76).

Sementara, Kohlberg berpendapat bahwa tugas utama guru adalah memberi kontribusi terhadap proses perkembangan moral anak. Tugas guru disini adalah mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berpikir, mempertimbangkan dan mengambil keputusan.

8.  Pembiasaan dalam Perilaku

Kurikulum yang berlaku di AUD terkait dengan penanaman moral, lebih banyak dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan tingkah laku dalam proses pembelajaran. Ini dapat dilihat misalnya, pada berdoa sebelum dan sesudah belajar, berdoa sebelum makan dan minum, mengucap salam kepada guru dan teman, merapikan mainan setelah belajar, berbaris sebelum masuk kelas dan sebagainya. Pembiasaan ini hendaknya dilakukan secara konsisten. Jika anak melanggar segera diberi peringatan.Pendekatan lain yang dapat digunakan dalam penanaman nilai moral menurut W. Huitt (2004) diantaranya adalah inculcation, moral development, analysis, klarifikasi nilai, dan action learning.

1.  Inculcation

Pendekatan ini bertujuan untuk menginternalisasikan nilai tertentu kepada siswa serta untuk mengubah nilai-nilai dari para siswa yang mereka refleksikan sebagai nilai tertentu yang diharapkan. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini diantaranya modeling, penguatan positif atau negatif, alternatif permainan, game dan simulasi, serta role playing.

2. Moral development

Tujuan dari pendekatan ini adalah membantu siswa mengembangkan pola-pola penalaran yang lebih kompleks berdasarkan seperangkat nilai yang lebih tinggi, serta untuk mendorong siswa mendiskusikan alasan-alasan pilihan dan posisi nilai mereka, tidak hanya berbagi dengan lainnya, akan tetapi untuk membantu perubahan dalam tahap-tahap penalaran moral siswa. Metode yang dapat digunakan diantaranya episode dilema moral dengan diskusi kelompok kecil

3. Analysis

Pendekatan ini bertujuan untuk membantu siswa menggunakan pikiran logis dan penelitian ilmiah untuk memutuskan masalah dan pertanyaan nilai, untuk membantu siswa menggunakan pikiran rasional, proses-proses analitik, dalam menghubungkan dan mengkonseptualisasikan nilai-nilai mereka, serta untuk membantu siswa menggunakan pikiran rasional dan kesadaran emosional untuk mengkaji perasaan personal, nilai-nilai dan pola-pola perilakunya. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini diantaranya diskusi rasional terstruktur yang menuntut aplikasi rasio sama sebagai pembuktian, pengujian prinsip-prinsip, penganalisaan kasus-kasus analog dan riset serta debat.

4. Klarifikasi nilai

Tujuan dari pendekatan ini adalah membantu siswa menjadi sadar dan mengidentifikasi nilai-nilai yang mereka miliki dan juga yang dimiliki oleh orang lain, membantu siswa mengkomunikasikan secara terbuka dan jujur dengan orang lain tentang nilai-nilai mereka, dan membantu siswa menggunakan pikiran rasional dan kesadaran emosional untuk mengkaji perasaan personal, nilai-nilai dan pola berikutnya. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini antara lain, role playing games, simulasi, menyusun atau menciptakan situasi-situasi nyata atau riil yang bermuatan nilai, latihan analisis diri (self analysis) secara mendalam, aktivitas melatih kepekaan (sensitivity), aktivitas di luar kelas serta diskusi kelompok kecil.

5. Action learning

Tujuan dari pendekatan ini adalah memberi peluang kepada siswa agar bertidak secara personal ataupun sosial berdasarkan kepada nilai-nilai mereka, mendorong siswa agar memandang diri mereka sendiri sebagai makhluk yang tidak secara otonom interaktif dalam hubungan sosial personal, tetapi anggota suatu sistem sosial. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini adalah metode-metode didaftar atau diurutkan untuk analisis dan klarifikasi nilai, proyek-proyek di dalam sekolah dan praktek kemasyarakatan, keterampilan praktis dalam pengorganisasian kelompok dan hubungan antar pribadi

 

 

 

 

 


BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

 

A.      Kesimpulan

Anak usia dini merupakan anak yang memiliki karakteristik suka bergerak (tidak suka diam), mempunyai rasa ingin tahu (curiosity) yang tinggi, senang bereksperimen dan menguji, mampu mengekspresikan diri secara kreatif, mempunyai imajinasi, dan senang berbicara. Anak memerlukan dan menuntut untuk bergerak yang melibatkan AUD mengkoordinasikan otot kasar. Anak juga memerlukan kesempatan untuk menggunakan tenaga sepenuhnya saat melakukan kegiatan. Oleh karena itu diperlukan ruang yang luas serta sarana dan prasarana (peralatan) yang memadai. Setiap guru akan menggunakan metode sesuai dengan gaya melaksanakan kegiatan.

Menurut Kohlberg perkembangan moral anak usia prasekolah (PAUD) berada pada tingkatan yang paling dasar yang dinamakan dengan penalaran moral prakonvensional. Pada tingkatan ini anak belum menunjukkan internalisasi nilai-nilai moral (secara kokoh). Namun sebagian anak usia PAUD ada yang sudah memiliki kepekaan atau sensitivitas yang tinggi dalam merespon lingkungannya (positif dan negatif). Misalkan ketika guru/orang tua mentradisikan atau membiasakan anak-anaknya untuk berperilaku sopan seperti mencium tangan orang tua ketika berjabat tangan, mengucapkan salam ketika akan berangkat dan pulang sekolah, dan contoh-contoh positif lainnya maka dengan sendirinya perilaku seperti itu akan terinternalisasi dalam diri anak sehingga menjadi suatu kebiasaan mereka sehari-hari. Demikian pula sebaliknya kalau kebiasaan negatif itu dibiasakan kepada anak maka perilaku negatif itu akan terinternalisasi pula dalam dirinya.

Metode dalam penanaman nilai moral kepada anak usia dini sangatlah bervariasi, diantaranya bercerita, bernyanyi, bermain, bersajak dan karya wisata.

 

 

 

 

B. Saran

Dalam mendesain pendekatan pembelajaran nilai-nilai moral dan agama bagi anak usia dini,terlebih dahulu  seorang guru harus melihat kesesuaian pendekatan dengan tingkat perkembangan kebutuhan anak, agar pendekatan yang digunakan dapat digunakan dengan maksimal bdan dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan pada diri anak, terutama aspek perkembangan nilai moral dan agama AUD.

Guru hendaknya juga mempertimbangkan suatu pendekatan apakah sudah merngacu pada kurikulum yang sesuai untuk anak usia dini dan berorientasi pada anak. Sebelum mendesain syuatu kegiatan pembelajaran, guru hendaknya terlebih dahulu mengetahui langkah-langkah kegiatan yang akan diajarkan pada anak. Kegiatan yang dilakukan hendaknya mengacu pada tujuan dan hasil belajar yang nyata sehingga memperlihatkan bahwa kegiatan tersebut bermanfaat bagi anak.

 Dalam penilaian hendaknya guru menggunakan berbagai instrument penilaian sehingga aspek yang dinilai dari anak lebih terlihat jelas atau sesuai dengan yang diinginkan.


BAB V

PENUTUP

 

 

Alhamdulillah dengan izin Allah yang maha kuasa makalah ini telah saya susun, dengan suatu harapan bisa bermanfaat umumnya bagi yang membaca dan hususnya bagi saya pribadi dan mudah-muadahan bisa menambah wawasan dan materi untuk kita. Akan tetapi saya menyadari bahwa makalah yang kami buat masih kurang sempurna atau yang di harapkan para pembaca, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan dengan suatu tujuan saya bisa lebih baik lagi dalam membuat makalah, sekian dan terimakasih.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

 

Abdurrahman Jamal, 2013. Pendidikan Anak Metode Nabi, terj. Agus Suwandi, Solo: Aqwam.

 

Iqbal, Abu Muhammad, 2015. Pemikiran Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

 

Kurniasih, Imas, 2010. Mendidik SQ Anak Menurut Nabi Muhammad SAW, Yogyakarta: Pustaka Marwa.

 

M. Fadlillah, dkk, 2014. Edutainment Pendidikan Anak Usia Dini, Menciptakan Pembelajaran Menarik, Kreatif, dan Menyenangkan, Jakarta: Kencana Pranadamedia Group.

 

Mansur, 2011. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, cet.ke IV, Yogyakarta: Putaka Pelajar.

 

Mursyid, 2010. Manajmen lembaga pendidikan anak usia dini, Semarang: Akfi media.

 

Mursi, Syaikh Muhammad Said, 2006. Seni Mendidik Anak, terj. Gazira Abdi Ummah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

 

Rajih, Hamdan,2008.  Cerdas Akal Cerdas Hati, Yogyakarta: Diva Press.

 

 

No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive