Ada beberapa gejala yang dalam keadaan tertentu
menjadi kekurangan bahasa sebagai sarana komunikasi. Pertama,
bahasa memiliki multifungsi yaitu emotif, afektif, dan simbolik. Dalam
komunikasi ilmiah tentu saja hanya fungsi simbolik yang dibutuhkan dari bahasa
karena bahasa ilmiah harus bersifat objektif dan reproduktif.
Kekurangan yang kedua terjadi ketika penulis akan memberi
definisi atau batasan dari sebuah kata/simbol tertentu. Hal ini terjadi karena
batasan arti sebuah kata/simbol tersebut tidak jelas dan tidak pasti. Misalnya
saat kita berusaha memberi arti dari istilah motivasi, sulit sekali untuk
memberi gambaran, batasan atau arti yang jelas tentang kata tersebut. Hal
ini terlihat dengan banyak sumber ahli yang memberikan definisi motivasi dengan
redaksi yang berbeda.
Kekurangan ketiga adalah dalam kondisi tertentu bahasa
bersifat majemuk (pluralistik). Hal ini terlihat dengan adanya kata yang
memiliki lebih dari satu arti. Misalnya kata bisa melambangkan dua konsep yang
berbeda dalam kalimat ” Bisa ular itu bisa mematikan”. Kata bisa yang pertama
menyimbolkan racun, sedangkan bisa yang kedua menyimbolkan mampu/dapat. Selain
itu, dalam kondisi tertentu ada pula satu konsep yang dapat disimbolkan oleh
beberapa kata yang berbeda. Misalnya konsep untuk sesuatu yang tidak memiliki
tanda kehidupan bisa disimbolkan oleh mati, tewas, wafat, mampus, gugur, dan
lain-lain. Sifat kemajemukan bahasa ini sering menyebabkan kekacauan semantik.
Kekacauan akan terjadi jika dua pihak yang berkomunikasi memiliki konsep makna
yang berbeda untuk simbol/kata yang sama atau mereka menggunakan sebuah kata
yang berbeda untuk konsep yang sama.
Kelemahan lain dari bahasa yaitu dalam kondisi tertentu
bahasa bersifat berputar-putar(sirkular) dalam menggunakan kata-kata terutama
dalam pemberian definisi dari suatu kata. Kata data misalnya, diartikan sebagai
bahan yang diolah menjadi informasi, dan kata informasi diartikan sebagai
keterangan yang didapat dari data. Hal ini tentu dapat menimbulkan
kebingungan atau ketidakjelasan.
Beberapa kelemahan bahasa sebagai sarana komunikasi ilmiah
ini menjadi bahan pemikiran yang sungguh-sungguh dari para filsafat modern. Kekacauan
dalam filsafat menurut Wittgetstein dalam Jujun mengatakan bahwa kebanyakan
dari pernyataan dan pertanyaan ahli filsafat timbul dari kegagalan mereka
menguasai logika berbahasa.
Kekurangan bahasa sebagai sarana komunikasi ilmiah seperti
yang telah dikemukakan sebelumnya dalam beberapa hal akan diefisienkan
melalui sarana berpikir ilmiah yang lain yaitu matematika. Melalui matematika,
sifat kabur, majemuk, dan emosional dari bahasa dapat dikurangi.Dalam
matematika dibuat lambang-lambang secara artifisial dan individual yang
merupakan perjanjian yang berlaku khusus untuk masalah yang sedang dikaji.
Jujun menyebutkan bahwa matematika adalah bahasa yang melambangkan makna dari
pernyataan yang ingin disampaikan
No comments:
Post a Comment