BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Anak usia dini merupakan pribadi yang
unik, yang berbeda dengan orang dewasa. Anak usia dini mempunyai karakteristik
tersendiri, yang terkadang membuat orang dewasa di sekitarnya menjadi
terkaget-kaget bila melihat dan mendengarkan perilaku maupun percakapan mereka
dengan teman sebayanya.
Berbicara mengenai perkembangan
perilaku sosial pada anak usia dini (3 – 4 tahun), banyak hal yang menarik di
dalamnya. Anak usia 3-4 tahun yang dalam hal ini masih berada di rentang usia
kelompok Bermain, mempunyai karakteristik tersendiri dalam perkembangannya.
Khususnya dalam perkembangan perilaku sosial, anak perlu dibiasakan dan
diajarkan bagaimana cara mereka berinteraksi dalam lingkungan sosial di
lingkungannya.
Pembelajaran perkembangan perilaku
sosial yang biasa dilakukan dalam lingkungan keluarga, sangat penting agar
kelak anak – anak menjadi pribadi yang santun, mempunyai rasa empati, simpati,
tenggang rasa, saling menghormati, dan mempunyai sifat sosial yang baik. Dengan
mempunyai bekal dengan pembiasaan berinteraksi sosial dan berperilaku yang
baik, maka insya Allah, kelak anak-anak kita akan menjadi generasi penerus
bangsa yang mempunyai kecerdasan sosial dan kecerdasan interpersonal yang akan
mengharumkan bangsa dan negaranya.
Dewasa ini kita juga pernah dikejutkan
dengan hal-hal yang negatif yang dilakukan oleh beberapa anak yang masih berada
dalam rentang usia 4 tahun. Sebagai contoh: seorang anak dari daerah Jawa
yang suka merokok. Hal itu ia lakukan, karena interaksi sosial di lingkungan
rumahnya mendukung ia untuk melakukan hal tersebut. Tidak ada larangan, ia
terkesan dibiarkan, sehingga suatu ketika ia dilarang, maka anak itu akan
mengamuk dan berbicara agak kasar. Hal itu terjadi karena pola kebiasaan dan
lingkungan sosial yang membentuknya. Anak tidak bisa disalahkan, yang salah
adalah orang tua dan proses pembentukan dari lingkungan keluarga yang kurang
baik.
Contoh yang lainnya lagi adalah
anak-anak yang masih usia dini yang baru berusia 3 – 4 tahun banyak berada
di jalanan untuk mencari nafkah dengan cara mengamen, menjadi peminta-minta,
pemungut sampah, pencuri, dan bahkan ada yang menjadi korban kejahatan
seksual. Ada yang memang karena keadaan terpaksa karena garis kemiskinan,
ada pula yang memang sengaja dieksploitasi oleh para orang tua mereka
sebagai ladang mencari uang. Hal itu bila dibiarkan, maka akan menjadikan
mereka menjadi anak – anak yang berperilaku tidak sosial. Banyak pengaruh
negativisme, karena lingkungan membentuk mereka untuk melakukan hal-hal yang
negatif; mencuri, memaksa, mencopet, dsb.
Anak-anak jalanan juga sering
berperilaku agresif dengan memaki-maki orang yang tidak mau memberinya uang
saat meminta-minta maupun pada saat mengamen. Hal tersebut, akan menjadikan
orang-orang di sekitarnya menjadi merasa tidak nyaman, terganggu, dan berbagai
ketidaknyamanan sosial lainnya.
B. Identifikasi
dan Rumusan Masalah
Melihat permasalahan yang terjadi
dewasa ini mengenai perkembangan perilaku anak usia dini yang sedikit
mengkhawatirkan dengan berbagai problemanya, maka hendaknya para orang tua
dapat memberikan suri tauladan kepada putra-putrinya. Karena anak melihat orang
tua sebagai model mereka untuk berperilaku, hendaknya orang tua dapat menjaga
perilaku dengan baik pula. Anak juga perlu diajari bagaimana bersikap dan
berinteraksi dengan baik, bagaimana bersikap bila bertemu orang lain, bagaimana
bermain dengan teman, mau berbagi dengan orang lain.
Berdasarkan hal tersebut maka pada
makalah ini dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apa teori perkembangan pada anak usia dini?
2.
Apa hakekat perilaku anak usia dini?
3.
Bagaimana pengertian dan cakupan kemampuan dasar
anak usia dini
?
4.
Bagaimana urgensi pengembangan kemampuan dasar anak
usia dini ?
5.
Bagaimana teori perkembangan sosial pada anak
usia dini ?
6.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori Perkembangan
Menurut Santrock (1998) dalam Hildayani
(2007:1.3) dikatakan bahwa perkembangan merupakan pola perubahan yang dimulai
pada saat konsepsi dan berlanjut di sepanjang rentang kehidupannya.
Menurut para pakar perkembangan (Papalia, dkk, 2008), ada dua jenis proses
perubahan perkembangan, yaitu perkembangan kuantitatif dan kualitatif.
Perubahan kuantitatif adalah perubahan dalam angka atau jumlah, seperti tinggi,
berat kosa kata, perilaku agresif atau frekuensi komunikasi.
Sedangkan perubahan kualitatif yaitu
perubahan yang berkaitan dengan jenis, struktur, atau organisasi. Namun,
menurut Gessel dkk dalam Hurlock (1991:5) kemajuan perkembangan anak terjadi
secara bertahap dan beberapa tahapan ini ditandai juga oleh keseimbangan ketika
anak menjadi pusat perhatian, yang oleh karena itu dapat diatur. Lalu tahapan
yang lainnya adalah ditandai oleh ketidakseimbangan ketika anak tidak menjadi
pusat perhatian yang membuat anak sulit untuk diatur.
Jadi, perkembangan bila disimpulkan
dari beberapa pemahaman di atas adalah perubahan manusia yang mengalami
perkembangan secara alami, dapat pula dipengaruhi oleh faktor latihan dan
lingkungan yang membentuknya. Adapun tokoh-tokoh teori perkembangan seperti
yang dikemukakan oleh Crain (2007): teori Preformasionisme abad
pertengahan dengan tokohnya Aries (1960) yang menyatakan bahwa anak-anak
merupakan miniatur orang dewasa, John Locke memberikan penolakan dengan teori
environmentalismenya yang menyatakan bahwa anak-anak tidak dilahirkan sebagai
manusia dewasa, melainkan menjadi dewasa lantaran pengasuhan dan pendidikan
yang anak terima.
Rousseau dengan teori Naturalismenya
yang menyatakan bahwa anak-anak bukanlah wadah kosong yang bisa diisi begitu
saja oleh orang dewasa, namun anak mempunyai perasaan dan pemikiran sendiri
yang berbeda dengan cara pandang orang dewasa. Rousseau tidak percaya dengan
kekuatan lingkungan. Ia lebih percaya kepada alam yang akan menuntun seorang
anak menuju pertumbuhannya. Teori etologis dari Darwin, Lorenz, dan Bowlby,
teori Montessori dengan masa pekanya. teori komparatif dan organismik dari
Werner, Teori kognitif Piaget, teori perkembangan moral Kohlberg, teori
pembelajaran Bandura, Pavlov, Watson dan Skinner, teori sosial kognitif
Vygotsky, teori psikoanalitik Freud, teori pentahapan Erikson, dan masih banyak
lagi para tokoh teori perkembangan dunia.
Perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat
kumulatif, artinya perkembangan terdahulu akan menjadi dasar bagi perkembangan
selanjutnya. Oleh sebab itu, apabila terjadi hambatan pada perkembangan
terdahulu maka perkembangan selanjutnya cenderung akan mendapat hambatan
(Jamaris dalam Sujiono, 2009:54).
Anak usia dini berada dalam masa keemasan di
sepanjang rentang usia perkembangan manusia. Montessori dalam Hainstock
(1999:10-11) mengatakan bahwa masa ini merupakan periode sensitif, selama masa
inilah anak secara khusus mudah menerima stimulus-stimulus dari lingkungannya.
Pada masa ini anak siap melakukan berbagai kegiatan dalam rangka memahami dan
menguasai lingkungannya.
Selanjutnya Montessori menyatakan bahwa usia
keemasan merupakan masa di mana anak mulai peka untuk menerima berbagai
stimulasi dan berbagai upaya pendidikan dari lingkungannya baik disengaja
maupun tidak disengaja. Pada masa inilah terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik
dan psikis sehingga anak siap merespons dan mewujudkan semua tugas-tugas
perkembangan yang diharapkan muncul pada pola perilakunya sehari-hari
(Hainstock dalam Sujiono, 2009:54).
Awal
masa kanak-kanak merupakan periode yang bahagia dalam kehidupan. Kalau tidak,
kebiasaan tidak bahagia dengan mudah akan berkembang, dan sekali ini terjadi
akan sulit dirubah. Berikut merupakan tugas-tugas perkembangan untuk anak usia
dini (Hurlock, 1991: 140).
a.
Awal masa kanak-kanak yang berlangsung
dari dua sampai enam tahun, oleh orang
tua disebut sebagai usia yang problematis, menyulitkan atau mainan;
oleh para pendidik dinamakan sebagai usia prasekolah; dan oleh ahli psikologi
sebagai usia prakelompok, penjelajah atau usia bertanya.
b. Perkembangan
fisik berjalan lambat tetapi kebiasaan fisiologis yang dasarnya diletakkan pada
masa bayi, menjadi cukup baik.
c. Awal
masa kanak-kanak dianggap sebagai saat belajar untuk mencapai pelbagai
keterampilan karena anak senang mengulang, hal mana penting untuk belajar
keterampilan; anak pemberani dan senang mencoba hal-hal baru; dan karena hanya
memiliki beberapa keterampilan maka tidak mengganggu usaha penambahan
keterampilan baru.
d. Perkembangan
berbicara berlangsung cepat, seperti terlihat dalam perkembanganya pengertian
dan berbagai keterampilan berbicara. Ini mempunyai dampak yang kuat terhadap
jumlah bicara dan isi pembicaraan.
e.
Perkembangan emosi mengikuti pola yang
dapat diramalkan, tetapi terdapat keanekaragaman dalam pola ini karena tingkat
kecerdasan, besarnya keluarga, pendidikan anak dan kondisi-kondisi lain.
B. Hakikat Perilaku Anak Usia Dini
1. Definisi Perilaku
Perilaku
adalah cerminan kepribadian seseorang yang tampak dalam perbuatan dan interaksi
terhadap orang lain dalam lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, masa usia
dini adalah masa yang peka untuk menerima pengaruh dari lingkungan.
Perilaku adalah respon individu
terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai
frekuensi spesifik, durasi dan tujuan, baik disadari maupun tidak.
Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Sering
tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang-kadang
kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang menerapkan perilaku tertentu.
Oleh karena itu amat penting untuk dapat menelaah alasan dibalik perilaku
individu, sebelum ia mampu mengubah perilaku tersebut.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang erat antara aktivitas otak dengan perilaku dan dengan
pengalaman. Hal ini dibuktikan dengan timbulnya berbagai reaksi tertentu,
misalnya rasa senang atau sakit, ketika ada rangsangan, dan reaksi ini
diprogram pada daerah tertentu yang berada dalam otak.
Perilaku manusia ada yang dapat diamati
secara langsung maupun tidak. Tersenyum, menangis, makan, berjalan, dan
berbicara, merupakan perilaku instrumental yang dapat diamati. Sebagian besar
perilaku ini dilakukan berdasarkan pada kesadaran. Terjadinya perilaku tertentu
manusia dipengaruhi oleh proses mental, yang berupa berbagai cara untuk
mentranformasikan masukan inderawi, membubuhi kode-kode pada masukan tersebut
dan menyimpan kode-kode ini ke dalam ingatan serta mengambil kembali untuk
digunakan ketika diperlukan. Dengan demikian, terjadi persepsi, pembentukan
image, pemecahan masalah, ingatan dan berpikir.
Seseorang bebas untuk memilih dan
menentukan tindakannya sendiri, karena itulah setiap orang bertanggung jawab
atas tindakannya sendiri, terutama dalam kebebasan berkehendak dan dorongan
untuk aktualisasi diri. Individu adalah pemeran yang mampu melakukan kontrol
atas dirinya sendiri dan lingkungan di sekelilingnya. Dengan demikian, dorongan
utama timbulnya perilaku individu adalah kecenderungan untuk tumbuh dan
mengaktualisasikan dirinya.
2. Cakupan Perilaku Anak Usia
Dini
Aspek-aspek
pengembangan yang membantu mengembangkan perilaku anak adalah:
a. Moral
a. Moral
1). Definisi moral
- Moral berasal dari bahasa latin yaitu mores yang artinya tata cara kebiasaan, adat.
- Perilaku moral adalah perilaku sesuai dengan standar moral dari kelompok tertentu.
2). Konsep moral
- Terbentuk dari perilaku yang menjadi kebiasaan
- Konsep moral menentukan perilaku
3). Moralitas dalam arti yang sesungguhnya
- Lebih mementingkan pada kepentingan
- Perilaku yang sesuai dengan standar nasional
4). Tahapan perkembangan moral
- Menurut Piaget
a. Tahapan realisme moral
b. Tahap moralitas ekonomi
- Menurut Kohiberg
a. Moralitas pra konvensional
b. Moralitas konvensional
c. Moralitas pasca konvensional
5). Fase perkembangan moral
- Perkembangan moral dipelajari dengan:
a. Coba & ralat
b. Pendidikan langsung
c. identifikasi
6). Tahap perkembangan agama pada anak
- Tahap ini terbagi menjadi 3 yaitu;
a. The fairy tale stage (tingkat dongeng)
b. The realistic stage (tingkat kenyataan)
c. The individual stage (tingkat individu)
7). Faktor yang mempengaruhi sikap beragama
- Faktor yang mempengaruhi sikap beragama ada 2 faktor yaitu:
a. Faktor internal (Faktor jasmaniah, Faktor psikologis)
b. Faktor eksternal (Faktor sosial, Faktor budaya)
8). Bentuk dan sifat agama pada anak
- Bentuk dan sifat agama ada lima bagian yaitu:
a. Unreflective
b. Egosentris
c. Anthromortis
d. Verbalis dan ritualis
e. imitatif
- Perilaku moral adalah perilaku sesuai dengan standar moral dari kelompok tertentu.
2). Konsep moral
- Terbentuk dari perilaku yang menjadi kebiasaan
- Konsep moral menentukan perilaku
3). Moralitas dalam arti yang sesungguhnya
- Lebih mementingkan pada kepentingan
- Perilaku yang sesuai dengan standar nasional
4). Tahapan perkembangan moral
- Menurut Piaget
a. Tahapan realisme moral
b. Tahap moralitas ekonomi
- Menurut Kohiberg
a. Moralitas pra konvensional
b. Moralitas konvensional
c. Moralitas pasca konvensional
5). Fase perkembangan moral
- Perkembangan moral dipelajari dengan:
a. Coba & ralat
b. Pendidikan langsung
c. identifikasi
6). Tahap perkembangan agama pada anak
- Tahap ini terbagi menjadi 3 yaitu;
a. The fairy tale stage (tingkat dongeng)
b. The realistic stage (tingkat kenyataan)
c. The individual stage (tingkat individu)
7). Faktor yang mempengaruhi sikap beragama
- Faktor yang mempengaruhi sikap beragama ada 2 faktor yaitu:
a. Faktor internal (Faktor jasmaniah, Faktor psikologis)
b. Faktor eksternal (Faktor sosial, Faktor budaya)
8). Bentuk dan sifat agama pada anak
- Bentuk dan sifat agama ada lima bagian yaitu:
a. Unreflective
b. Egosentris
c. Anthromortis
d. Verbalis dan ritualis
e. imitatif
9). Perkembangan sosial merupakan suatu proses pemerolehan kemampuan
untuk perilaku yang sesuai dengan keinginan diri seseorang.
10). Emosi sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu/dengan perkataan emosi sebagai suatu keadaan penyesuaian diri.
3. Pemodelan Perilaku
Pemodelan atau meniru model sering
disebut sebagai imitasi. Pada masa kanak-kanak, meniru meniru memegang peranan
penting selama masa perkembangan. Ada dua teori meniru, yaitu pembawaan dan
pengalaman. Akan tetapi, berdasarkan pada beberapa penelitian terdahulu dapat
disimpulkan bahwa meniru lebih cenderung berasal dari pembawaan, meskipun
pengalaman dapat mengambil peranan dalam terpeliharanya pembawaan meniru.
Menurut Bandura, terdapat empat tahap
dalam proses peniruan tersebut, yaitu:
1). Tahap pemilikan (acquisition). Dalam tahap ini
subyek mengamati, dan perilaku yang diamati menambah perbendaharaan perilaku.
Makin jelas dan makin intensif pengamatan, pemilikan perilaku semakin
cepat. Akan tetapi, meskipun pengamatan tidak intensif, namun kejadian
timbul berulang-ulang, dapat memperkenalkan perilaku yang ditiru. Pengamatan
akan lebih efisien apabila tidak ada hal lain yang mengalihkan perhatian dan
dalam situasi sosial tertentu, individu belajar jauh lebih cepat hanya dengan
mengamati tingkah laku orang lain. Jika perilaku baru dicapai hanya
melalui pengamatan, maka proses semacam ini dapat dikatakan bersifat kognitif.
Pengamatan juga mengajarkan kepada anak sejumlah konsekuensi yang memungkinkan
dari sebuah tingkah laku baru ketika seseorang mempraktekkan.
2). Tahap pengelolaan ingatan (retention). Pada
tahap ini, peniru mengelola informasi yang didapatkan, sehingga bagi calon
peniru yang cukup cerdas, perhatian akan lebih sepenuhnya bila perilaku yang
diamati dibicarakan, diartikan, diberi nama atau label.
3). Tahap pelaksanaan (performance). Pada tahap
ini peniru akan melakukan perilaku yang telah dipelajari dari teladan atau
model. Peniruan ini dapat hanya berbentuk representasi, artinya tidak
sungguh-sungguh, maupun berbentuk latihan-latihan. Makin banyak tuntutan
kehidupan untuk benar-benar melakukan perilaku meniru yang telah disimpan
dalam ingatan, makin sering peniru melakukannya. Sebaliknya, apabila perilaku
yang ditiru ini tidak dapat dilaksanakan (mungkin karena sukar, tidak adanya
kesempatan, atau tidak adanya fasilitas), perilaku itu tidak terpakai.
4). Tahap pengukuhan (reinforcement). Perilaku
yang ditiru ini membawa akibat. Bila akibat ini positif bagi peniru, maka
perilaku ini akan ditiru lagi. Pengukuhan sendiri dapat bersifat positif maupun
negatif. Pengukuhan yang bersifat positif biasanya berbentuk hadiah atau
penghargaan, sedangkan penguatan negatif bersifat hukuman, yang berfungsi
terutama untuk mengendalikan atau menghilangkan perilaku yang dianggap negatif
atau tidak sesuai. Penggunaan jenis-jenis pengukuhan ini tergantung pada budaya
setempat, karena perilaku yang dianggap positif atau negatif cenderung berbeda
antara satu budaya dan budaya yang lainnya.
Individu yang biasanya dijadikan model
adalah individu yang dianggap memiliki ”kelebihan” tertentu, misalnya
berpengalaman, memiliki sesuatu yang dikagumi, dianggap menjadi figur sosial,
dan sebagainya. Pada anak, tidak jarang segala macam perilaku orang dewasa
ditiru begitu saja. Dalam lembaga pendidikan anak usia dini, orang dewasa yang
menjadi model utama biasanya adalah pendidik, karena dekat, sering bertemu dan
berinteraksi dengan anak. Di samping itu, pendidik merupakan model nyata yang
tidak terlalu rumit untuk dicontoh oleh anak.
C. Pengertian dan Cakupan Kemampuan Dasar Anak
Usia Dini
1. Kemampuan Dasar Anak Usia Dini
1. Kemampuan Dasar Anak Usia Dini
Menurut Piaget anak usia dini mengalami perkembangan
kognitif dalam empat tahap yaitu : (1) tahap sensorimotorik (lahir – 2 tahun),
(2) tahap praoperasional (2-7 tahun), (3) tahap operasional konkrit (7-11
tahun), dan (4) tahap operasional formal (11-16 tahun). Semua anak akan melalui
keempat tahapan tersebut dengan urutan yang sama. Hal ini terjadi karena
masing-masing tahapan berasal dari pencapaian tahap sebelumnya (Wahyudin
dan Agustin, 2010:2).
Anak
dipahami secara utuh sebagai pribadi yang berinteraksi dengan lingkungannya.
Anak tumbuh kembang melalui partisipasi aktif dalam lingkungan sosio-kultural.
Tumbuh kembang secara kualitatif sungguh terjadi secara historis atau melintasi
waktu, bertahap berkelanjutan dalam interaksi yang terus-menerus dengan situasi
sosial yang juga terus berubah (Nusa Putra dan Dwilestari, 2012:103).
Menurut
Coughlin (dalam Sujiono dan Sujiono, 2010:24) ciri-ciri umum anak dalam rentang
usia 3-6 tahun, diantaranya:
1) Anak-anak
pada usia tersebut menunjukkan perilaku yang bersemangat, menawan, dan
sekaligus tampak kasar pada saat-saat tertentu.
2) Anak
mulai berusaha untuk memahami dunia di sekeliling mereka walaupun mereka masih
sulit untuk membedakan antara khayalan dan kenyataan.
3) Pada
suatu situasi tertentu anak tampak sangat menawan dan dapat bekerja sama dengan
teman dan orang lain tetapi pada saat yang lain mereka menjadi anak yang
pengatur dan penuntut.
4) Anak
mampu mengembangkan kemampuan berbahasa dengan cepat, mereka seringkali
terlihat berbicara sendiri dengan suara keras ketika mereka memecahkan masalah
atau menyelesaikan suatu kegiatan, serta
5) Secara
fisik, anak memiliki tenaga yang besar tetapi rentang konsentrasinya pendek
sehingga cenderung berpindah dari satu kegiatan ke kegiatan lain.
Anak yang berada pada usia 3-4 tahun
apabila ditinjau dari klasifikasi usianya maka termasuk kategori anak yang
berada pada masa usia dini. Anak yang tidak mendapatkan lingkungan yang
merangsang pertumbuhan otak/tidak mendapatkan stimulasi psikososial akan
mengalami keterlambatan perkembangannya. Rangsangan stimulasi pendidikan harus
diberikan untuk membantu anak mencapai tahapan perkembangan.
2. Cakupan Kemampuan Dasar Anak
Usia Dini
Cakupan
kemampuan dasar anak usia 3-4 tahun meliputi pengembangan sebagai berikut:
1). Fisik
Kuhlen dan Thomson (Hurlock,
1956) mengemukakan bahwa perkembangan fisik seorang anak meliputi 4 aspek
yaitu:
a)
System saraf di otak yang mempengaruhi
kecerdasan emosi
b)
Otot-otot yang mempengaruhi perkembangan motorik
c)
Kelenjer endokrin yang mempengaruhi tingkah laku
d)
Struktur tubuh /fisik meliputi tinggi proporsi
e)
Di bawah ini adalah pengaruh kelenjer endokrin
terhadap perkembangan manusia adalah:
(1) Pituitary
(2) Thyroid
(3) Testes
(4) Ovarium
(5) Adrenal
(2) Thyroid
(3) Testes
(4) Ovarium
(5) Adrenal
2). Bahasa
Badudu
menyatakan bahwa bahasa adalah alat penghubung/komunikasi antar anggota
masyarakat yang terdiri dari individu yang menyatakan pikiran, perasaan, dan
keinginan. Bromley (1992) menyebutkan empat macam bentuk bahasa yaitu menyimak,
berbicara, menulis, membaca.
a. Kognitif
Kognitif
diartikan sebagai kecerdasan/cara berpikir. Patmodewono (2000) kognitif adalah
mengenal cara berpikir dan mengamati.
Piaget membagi perkembangan
kognitif dalam 4 tahap yaitu:
(1) Tahap sensorimotor yang berlangsung usia 0-2 tahun
(2) Tahap praoperasional yang berlangsung usia 2-7 tahun
(3) Tahap operasional konkrit yang berlangsung usia 7-12 tahun
(4) Tahap operasional formal yang berlangsung usia 12 tahun sampai usia dewasa
b. Seni
(2) Tahap praoperasional yang berlangsung usia 2-7 tahun
(3) Tahap operasional konkrit yang berlangsung usia 7-12 tahun
(4) Tahap operasional formal yang berlangsung usia 12 tahun sampai usia dewasa
b. Seni
Pengembangan
seni pada anak usia 3-4 tahun mengarah pada pelaksanaan kegiatan yang mengasyikkan.
The art in education meliputi aspek:
(1) Seni adalah dasar untuk berkomunikasi
(2) Seni membantu membangun kreativitas anak
(3) Seni memantu memahami pengetahuan lain
(4) Melalui seni anak dapat mempelajari peradaban mansia.
(2) Seni membantu membangun kreativitas anak
(3) Seni memantu memahami pengetahuan lain
(4) Melalui seni anak dapat mempelajari peradaban mansia.
Untuk
melengkapi pembahasan di atas mengenai tugas perkembangan anak usia 3-4 tahun
dalam aneka macam aspek perkembangan (fisik, motorik, bahasa, kognitif, moral
adalah):
1. Mulai dapat bergiliran dan berbagi
2. Dapat bermain dengan anak lain
3. Senang berlari berkeliling
4. Dapat menghitung 2-3 benda
5. Senang memasangkan benda
2. Dapat bermain dengan anak lain
3. Senang berlari berkeliling
4. Dapat menghitung 2-3 benda
5. Senang memasangkan benda
D. Urgensi
Pengembangan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini
Menurut Hurlock (1996), urgensi
pengembangan kemampuan dasar anak usia dini sebagai berikut:
a)
Hasil belajar dan pengalaman semakin memainkan
peran dalam perkembangan usia
b)
Dasar awal pengembangan kemampuan anak
c)
Dengan bertambahnya usia, ciri bawaan yang tidak
disukai.
1.
Prinsip Pengembangan Kognitif
Minett ( 1994)
mendeskripsikan bahwa pengembangan kognitif seorang anak yang telah berusia
lebih dari satu tahun dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan pada anak
untuk berbicara prinsip-prinsip pengembangan kognitif sebagai berikut:
a)
Menyediakan banyak kesempatan bagi anak untuk
mempelajari ketrampilan
b)
Memberikan dukungan dan semangat ketika anak
memerlukannya.
c)
Katakan kepada anak apa yang terjadi dan bantu
mereka merencanakan aktivitas
2. Prinsip Pengembangan Bahasa
Prinsip pengembangan bahasa antara lain;
a. Berbicaralah dengan melibatkan anak
b. Bacakan bacaan bercerita
c. Semangati anak menceritakan pengalamannya
d. Kunjungi perpustakaan secara teratur
3. Prinsip Pengembangan Fisik/Jasmani
Prinsip pengembangan fisik antara lain;
Prinsip pengembangan bahasa antara lain;
a. Berbicaralah dengan melibatkan anak
b. Bacakan bacaan bercerita
c. Semangati anak menceritakan pengalamannya
d. Kunjungi perpustakaan secara teratur
3. Prinsip Pengembangan Fisik/Jasmani
Prinsip pengembangan fisik antara lain;
a.
Rencanakan aktivitas fisik anak setiap hari
b.
Ciptakan aktivitas harian yang mencakup banyak
kesempatan untuk mengembangkan potensi anak
c.
Siapkan lingkungan outdoor
d.
Siapkan beragam peralatan
4. Prinsip Pengembangan Seni
Prinsip pengembangan seni antara lain:
a. Terimalah anak sesuai dengan tingkat perkembangan
b. Sediakan lingkungan yang nyaman bagi anak
c. Sediakan peralatan yang layak dengan usia anak
d. Jadilah sebagai fasilitator
Prinsip pengembangan seni antara lain:
a. Terimalah anak sesuai dengan tingkat perkembangan
b. Sediakan lingkungan yang nyaman bagi anak
c. Sediakan peralatan yang layak dengan usia anak
d. Jadilah sebagai fasilitator
E. Teori Perkembangan
Perilaku Sosial
Menurut Bandura (Crain, 2007:301)
bahwa di dalam situasi sosial kita belajar menangani masalah lewat
pengimitasian, yaitu pemahaman yang penuh dari pembelajaran imitatif yang mensyaratkan
sejumlah konsep baru. Schneider, Minet, dan Rakhmatunissa dalam Sujiono dan
Syamsiatin (2003:61) mengatakan:
1.
Sosialisasi adalah suatu proses mental dan tingkah laku yang
mendorong seseorang untuk menyelesaikan diri sesuai dengan keinginan yang
berasal dari dalam diri sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri
sendiri.
2.
Perkembangan sosial adalah suatu proses kemampuan belajar
dari tingkah laku keluarganya serta mengikuti contoh-contoh serupa yang ada di seluruh
dunia.
Sujiono juga menjelaskan (2003:61)
setiap anak akan melalui sebuah proses panjang dalam perkembangan sosialnya
yang akhirnya seorang anak akan mempunyai nilai–nilai sosial yang ada dalam
dirinya yang disebut proses imitasi, identifikasi dan internalisasi.
Adapun tokoh-tokoh teori perkembangan perilaku sosial adalah
Vygotsky (1896- 1934) dengan teori sosial historisnya yang memadukan dua garis
utama perkembangan dengan garis alamiah yang muncul dari dalam diri manusia dan
garis sosial historis yang mempengaruhi manusia sejak kecil tanpa
bisa dihindari. Tokoh teori perkembangan perilaku sosial berikutnya adalah
Erikson dengan teori 8 tahapan psikososial individu yang dalam hal ini
penulis hanya akan menuliskannya 1 tahap saja yaitu tahap ke 3 sesuai
dengan pembahasan tahapan perkembangan usia 3–4 tahun. Menurut Erikson (Papalia : 2008:
41 ) anak usia 3 sampai 6 tahun berada dalam tahapan inisiatif versus
perasaan bersalah. Pada usia ini anak mengembangkan inisiatif ketika mencoba
aktifitas baru dan tidak terlalu terbebani oleh perasaan bersalah.
BAB III
KESIMPULAN
Perilaku adalah respon individu
terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai
frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku
dapat bersifat verbal maupun non verbal.
1.
Perilaku merupakan hasil interaksi antara pembawaan dan
lingkungan.
2.
Lingkungan yang mempengaruhi perilaku dapat bersifat fisik
maupun sosial budaya.
3.
Dalam proses belajar, anak melakukan peniruan atau imitasi
terhadap segala bentuk perilaku orang dewasa.
4.
Proses peniruan dipengaruhi oleh perkembangan persyarafan
otak anak.
5.
Semakin baik perkembangan persarafan, semakin mudah dan
cepat anak melakukan proses ini.
Terdapat empat tahap dalam proses
peniruan atau pemodelan perilaku, yaitu tahap pemilikan (acquisition), pengelolaan ingatan (retention), pelaksanaan (performance),
pengukuhan (reinforcement).
DAFTAR PUSTAKA
Bandura. (1962). Social Learning Through Imitation. Dalam
M.R Jones (Ed.), Nebraska Symposium on Motivation. University of Nebraska
Press. Lincoln.
Crain, William. (2007).
Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi, Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
Hildayani, Rini. (2007).
Psikologi Perkembangan Anak, Jakarta: UT.
Hurlock, Elizabeth.
(1991). Perkembangan Anak, Jilid 1, alih bahasa Meitasari Chandra,
Jakarta: Erlangga.
Putra, N dan Dwilestari, N. (2012). Penelitian Kualitatif PAUD. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Papalia, Diane E,
dkk. (2008). Human Development, alih bahasa oleh A.K .Anwar ,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sujiono, Yuliani
Nurani, Eriva Syamsiatin. (2003). Perkembangan Perilaku Anak Usia Dini,
Jakarta: Pudiani Press.
Sujiono, Y. (2009). Konsep Pendidikan Anak Usia Dini.
Jakarta: Indeks.
Sujiono, Y.N dan Sujiono, B. (2010). Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak. Jakarta: Indeks.
Wahyudin, U. dan Agustin, M. (2011). Penilaian Perkembangan Anak Usia Dini. Bandung:
Refika Aditama.
No comments:
Post a Comment