Pertumbuhan
orang dewasa dimulai pertengahan masa remaja (adolescence) sampai dewasa, di
mana setiap individu tidak hanya memiliki kecenderungan tumbuh kearah
menggerakkan diri sendiri tetapi secara aktual dia menginginkan orang lain
memandang dirinya sebagai prihadi yang mandiri yang memiliki identitas diri.
Dalam periode ini individu mulai mengembangkan pengertian akan diri (self) atau
identitas (identitiy) yang dapat dikonsepsikan terpisah dari dunia luar di
sekitamya. Berbeda dengan anak-anak, di sini remaja (adolescence) tidak hanya
dapat mengerti keadaan benda-benda di dekatnya tetapi juga kemungkinan keadaan
benda-benda itu di duga. Dalam masalah nilai-nilai remaja mulai mempertanyakan
dan membanding-bandingkan Nilai-nilai yang diharapkan selalu dibandingkan
dengan nilai yang aktual. Secara singkat dapat dikatakan remaja adalah
tingkatan kehidupan dimana proses semacam itu terjadi, dan ini berjalan terus
sampai mencapai kematangan.
Selanjutnya,
Knowles (1970) mengembangkan konsep andragogi atas empat asumsi pokok yang
berbeda dengan pedagogi. Keempat asumsi pokok itu adalah sebagai berikut.
Asumsi Pertama, seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dan
ketergantungan total menuju ke arah pengarahan diri sendiri. Atau secara
singkat dapat dikatakan pada anak-anak konsep dirinya masih tergantung, sedang
pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian konsep
dirinya inilah orang dewasa membutuhkan penghargaan orang lain sebagai manusia
yang dapat mengarahkan diri sendiri. Apabila dia menghadapi situasi dimana dia
tidak memungkinkan dirinya menjadi self directing maka akan timbul reaksi tidak
senang atau menolak.
Asumsi kedua,
sebagaimana individu tumbuh matang akan mengumpulkan sejumlah besar pengalaman
dimana hal ini menyebabkan dirinya menjadi sumber belajar yang kaya, dan pada
waktu yang sama memberikan dia dasar yang luas untuk belajar sesuatu yang baru.
Oleh karena itu, dalam teknologi andragogi terjadi penurunan penggunaan teknik
transmital seperti yang dipakai dalam pendidikan tradisional dan lebih-lebih
mengembangkan teknik pengalaman (experimental-technique). Maka penggunaan
teknik diskusi, kerja laboratori, simulasi, pengalaman lapangan, dan lainnya
lebih banyak dipakai.
Asumsi
ketiga, bahwa pendidikan itu secara langsung atau tidak langsung, secara
implisit atau eksplisit, pasti memainkan peranan besar dalam mempersiapkan anak
dain orang dewasa untuk memperjuangkan eksistensinya di tengah masayarakat.
Karena itu, sekolah dan pendidikan menjadi sarana ampuh untuk melakukan proses
integrasi maupun disintegrasi sosial di tengah masyarakat (Kartini Kartono,
1992). Sejalan dengan itu, kita berasumsi bahwa setiap individu menjadi matang,
maka kesiapan untuk belajar kurang dilentukan oleh paksaan akademik dan
perkembangan biologisnya, tetapi lehih ditentukan oleh tuntutan-tuntutan tugas
perkembangan untuk melakukan peranan sosialnya. Dengan perkataan lain, orang
dewasa belajar sesuatu karena membutuhkan tingkatan perkembangan mereka yang
harus menghadapi peranannya apakah sebagai pekerja, orang tua, pimpinan suatu
organisasi, dan lain-lain. Kesiapan belajar mereka bukan semata-mata karena
paksaan akademik, tetapi karena kebutuhan hidup dan untuk melaksanakan tugas
peran sosialnya.Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah
merupakan kebutuhan untuk menghadapi masalah hidupnya.
Pembelajaran
yang diberikan kepada orang dewasa dapat efektif (lebih cepat dan melekat pada
ingatannya), bilamana pembimbing (pelatih, pcngajar, penatar, instruktur, dan
sejenisnya) tidak terlalu mendominasi kelompok kelas, mengurangi banyak bicara,
namun mengupayakan agar individu orang dewasa itu mampu menemukan
altematif-altematif untuk mengembangkan kepribadian mereka. Seorang pembimbing
yang baik harus berupaya untuk banyak mendengarkan dan menerima gagasan
seseorang, kemudian menilai dan menjawab pertanyaan yang diajukan mereka. Orang
dewasa pada hakekalnya adalah makhluk yang kreatif bilamana seseorang mampu
menggerakkan/menggali potensi yang ada dalam diri mereka.
Dalam upaya
ini, diperlukan keterampilan dan kiat khusus yang dapat digunakan dalam
pembelajaran tersebut. Di samping itu, orang dewasa dapat dibelajarkan lebih
aktif apabila mereka merasa ikut dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran,
terutama apabila mereka dilibatkan memberi sumbangan pikiran dan gagasan yang
membuat mereka merasa berharga dan memiliki harga diri di depan sesama
temannya. Artinya, orang dewasa akan belajar lebih baik apabila pendapat
pribadiriya dihormati, dan akan lebih senang kalau ia boleh sumbang saran pemikiran
dan mengemukakan ide pikirannya, daripada pembimbing melulu menjejalkan teori
dan gagasannya sendiri kepada mereka.
Oleh karena
sifat belajar hagi orang dewasa adalah hersifat subjektif dan unik, maka
terlepas dan benar atari salahnya, segala pendapat perasaan, pikiran, gagasan,
teori, sistem nilainya perlu dihargai. Tidak menghargai (meremehkan dan
menyampingkan) harga diri mereka, hanya akan mematikan gairah belajar orang
dewasa. Namun demikian, pembelajaran orang dewasa perlu pula mendapatkan kepercayaan
dart pembimbingnya, dan pada akhimya mereka harus mempunyai kepercayaan pada
dirinya sendiri. Tanpa kepercayaan diri tersebut maka suasana belajar yang
kondusif tak akan pemah terwujud.
Orang dewasa
memiliki sistem nilai yang berbeda, mempunyai pendapat dan pendirian yang
berheda. Dengan terciptanya suasana yang baik, mereka akan dapat mengemukakan
isi hati dan isi pikirannya tanpa rasa takut dan cemas, walaupun mereka saling
herbeda pendapat. Orang dewasa mestinya memiliki perasaan bahwa dalam suasana/
situasi belajar yang hagaimanapun, mereka boleh berbeda pendapat dan boleh
berbuat salah tanpa dirinya terancam oleh sesuatu sanksi (dipermalukan,
pemecatan, cemoohan, dll).
Keterbukaan
seorang pembimbing sangat membantu bagi kemajuan orang dewasa dalam mengembangkan
potensi pribadiriya di dalam kelas, atau di tempat pelatihan. Sifat keterbukaan
untuk mengungkapkan diri, dan terbuka untuk mendengarkan gagasan, akan
berdampak baik bagi kesehatan psikologis, dan pisis mereka. Di samping itu,
harus dihindari segala bentuk akibat yang membuat orang dewasa mendapat ejekan,
hinaan, atau diperma1ukan. Jalan terbaik hanyalah diciptakannya suasana
keterbukaan dalam segala hal, sehingga berbagai altematif kebebasan
mengemukakan ide/ gagasan dapat diciptakan.
Bagi orang
dewasa, terciptanya suasana belajar yang kondusif merupakan suatu fasilitas
yang mendorong mereka mau mencoba perilaku baru, herani tampil beda, dapat
berlaku dengan sikap baru dan mau mencoba pengetahuan baru yang mereka peroleh.
Walaupun sesuatu yang baru mengandung resiko terjadinya kesalahan, namun
kesalahan, dan kekeliruan itu sendiri merupakan bagian yang wajar dan belajar.
Pada akhimya,
orang dewasa ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok belajar itu. Bagi orang
dewasa ada kecenderungan ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya.
Dengan demikian, diperlukan adanya evaluasi bersama oleh seluruh anggota
kelompok dirasakannya herharga untuk bahan renungan, di mana renungan itu dapat
mengevaluasi dirinya dan orang lain yang persepsinya bisa saja memiliki
perbedaan
Menurut Vemer
dan Davidson dalam Lunandi (1987) ada enam faktor yang secara psikologis dapat
menghambat keikutsertaan orang dewasa dalam suatu program pendidikan:
1.
Dengan bertambahnya usia, titik dekat
penglilhatan atau titik terdekat yang dapat dilihat secara jelas mulai hergerak
makin jauh. Pada usia dua puluh tahun seseorang dapat melihat jelas suatu benda
pada jarak 10 cm dari matanya. Sekitar usia empat puluh fahun titik dekat
penglihatan itu sudah menjauh sampai 23 cm.
2.
Dengan bertambahnya usia, titik jauh penglihatan
atau titik terjauh yang dapat dilihat secara jelas mulai berkurang, yakni makin
pendek. Kedua faktor ini perlu diperhatikan dalam pengadaan dan penggunaan
bahan dan alat pendidikan.
3.
Makin bertambah usia, makin besar pula jumlah
penerangan yang diperlukan dalam suatu situasi belajar. Kalau seseorang pada
usia 20 tahun memerlukan 100 Watt cahaya1 maka pada usia 40 tahun diperlukan
145 Watt, dan pada usia 70 tahun seterang 300 Watt baru cukup untuk dapat
melihat dengan jelas.
4.
Makin bertambah usia, persepsi kontras warna
cenderung ke arah merah daripada spektrum. Hal ini disebabkan oleh menguningnya
komea atau lensa mata, sehingga cahaya yang masuk agak terasing. Akibatnya
ialah kurang dapat dibedakannya warna-warna lenmbut. Untuk jelasnya perlu
digunakan warna-warna cerah yang kontras untuk alat-alat peraga.
5.
Pendengaran atau kemampuan menerima suara
mengurang dengan bertambahnya usia. Pada umumnya seseorang mengalami kemunduran
dalam kemampuannya membedakan nada secara tajam pada tiap dasawarsa dalam
hidupnya. Pria cenderung lebih cepat mundur dalam hal ini daripada wanita.
Hanya 11 persen dan orang berusia 20 tahun yang mengalami kurang pendengaran.
Sampai 51 persen dan orang yang berusia 70 tahun ditemukan mengalami kurang pendengaran.
6.
Perbedaan bunyi atau kemampuan untuk membedakan
bunyi makin mengurang dengan bertambahnya usia. Dengan demikian, bicara orang
lain yang terlalu cepat makin sukar ditangkapnya, dan hunyi sampingan dan suara
di latar belakangnya bagai menyatu dengan bicara orang. Makin sukar pula
membedakan bunyi konsonan seperti t, g, b, c, dan d.
Ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan orang dewasa dalam situasi belajar mempunyai sikap
tertentu, maka purlu diperhatikan hal-hal tersebut di bawah ini:
1.
Terciptanya proses belajar adalah suatu prose
pengalaman yang ingin diwujudkan oleh setiap individu orang dewasa. Proses
pembelajaran orang dewasa berkewajiban memotivasi/mendorong untuk mencari
pengetahuan yang lebih tinggi.
2.
Setiap individu orang dewasa dapat belajar
secara efektif bila setiap individu mampu menemukan makna pribadi bagi dirinya
dan memandang makna yang baik itu berhubungan dengan keperluan pribadinya.
3.
Kadangkala proses pembelajaran orang dewasa
kurang kondusif, hal ini dikarenakan belajar hanya diorientasikan terhadap
peruhahan tingkah laku, sedang perubahan perilaku saja tidak cukup, kalau
perubahan itu tidak mampu menghargai hudaya bangsa yang luhur yang harus
dipelihara, di samping metode berpikir tradisional yang sukar diubah.
4.
Proses pembelajaran orang dewasa merupakan hal
yang unik dan khusus serta bersifat individual. Setiap individu orang dewasa
memiliki kiat dan strategi sendiri untuk memperlajari dan menemukan pemecahan
masalah yang dihadapi dalam pembelajaran tersebut. Dengan adanya peluang untuk
mengamati kiat dan strategi individu lain dalam belajar, diharapkan hal itu
dapat memperbaiki dan menyempurnakan caranya sendiri dalam belajar, sebagai
upaya koreksi yang lebih efeklif.
5.
Faktor pengalaman masa lampau sangat berpengaruh
pada setiap tindakan yang akan dilakukan, sehingga pengalaman yang baik perlu
digali dan ditumbuhkembangkan ke arah yang lebih bermanfaat.
6.
Pengembangan intelektualitas seseorang melalui
suatu proses pengalaman secara bertahab dapat diperluas. Pemaksimalan hasil
belajaran dapat dicapai apabila setiap individu dapat memperluas jangkauan pola
berpikimya
Dalam
andragogi, pendidik atau fasilitator mempersiapkan secara jauh satu perangkat
prosedur untuk melibatkan siswa, untuk selanjutnya dalam prosesnya melibatkan
elemen-elemen sebagai berikut: (a) menciptakan iklim yang mendukung belajar,
(b) menciptakan mekanisme untuk perencanaan bersama, (c) diagnosis
kehutuhan-kebutuhan belajar, (d) merumuskan tujuan-tujuan program yang memenuhi
kebutuhan-kebutuhan belajar, (e) merencanakan pola pengalaman helajar, (f)
melakukan pengalaman helajar ini dengan teknik-teknik dan materi yang memadai,
dan (g) mengevaluasi hasil belajar dan mendiagnosa kembali kebutuhankebutuhan
belajar.
Sumber :
Tamat, Tisnowati. (1 984). Dari Pedagogik ke Andragogik, Jakarta: Pustaka Dian.
Drost, S.J.,(1998), Sekolah Mengajar atau Mendidik?, Kanisius, Yogyakarta
-------, (2005), Dari KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) Sampai MBS (Manajemen Berbasis
Sekolah), Penerbit Buku Kompas, Jakarta
Durkheim, Emile, (1990), Pendidikan Moral (Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan),
Erlangga, Jakarta
Perspektif Baru Andragogi
Strategi Andragogi
Model Proses Andragogi Untuk Pembelajaran
Andragogi Dalam Pengembangan SDM
Perspektif Baru Andragogi
Strategi Andragogi
Model Proses Andragogi Untuk Pembelajaran
Andragogi Dalam Pengembangan SDM
No comments:
Post a Comment