Friday, August 28, 2020

Al-Maslahat dalam UU No. 21 Tahun 2008

 

Orientasi UU No. 21 tahun 2008 adalah pengembangan sistem ekonomi berdasarkan nilai-nilai Islam, yaitu keadilan, kemanfaatan, keseimbangan, dan keuniversalan (rahmat li al-alamin), sehingga masyarakat Indonesia masa dpean mengalami peningkatan kesejahteraan ekonomi di atas landasan prinsip syariah. Orientasi ini tergambar dari kandungan materi UU, salah satunya adalah dalam hal tujuan UU, yaitu menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam menegakkan keadilan, memupuk kebersamaan, dan menciptakan pemerataan kesejahteraan rakyat.

Meningkat dan meratanya kesejahteraan rakyat berdampak pada menurunnya angka kemiskinan yang pada gilirannya dapat menekan tingkat kejahatan bahkan kekufuran, karena seperti disabdakan oleh Nabi Muhammad kefakiran bisa membuat orang menjadi kafir.

Kemaslahatan atau kebaikan dan kebahagiaan adalah tujuan utama hukum Islam. Ayat-ayat Alquran mengisyaratkan bahwa secara umum tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan dan kebahagiaan hidup manusia di duia dan di akherat dengan cara mengambil yang bermanfaat dan menolak yang mudarat. Dengan kata lain, tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia di dunia dan diakhirat.[1] Tujuan ini memberikan pengertian bahwa hukum Islam merupakan rahmat Allah SWT bagi manusia, bahkan bagi segenap alam. Oleh karenanya, perwujudan rahmat bisa terealisir apabila hukum Islam benar-benar menghadirkan kemaslahatan dan kebahagiaan bagi manusia.

Kemaslahatan ada yang bersifat primer, sekunder dan tersier. Al-dharuriyat ialah sesuatu yang harus ada demi tegaknya kebaikan di dunia dan di akhirat dan jika ia tidak ada maka kebaikan akan sirna. Ia berlaku di bidang ibadah, adat, muamalah, dan jinayah. Ia terkumpul dalam lima bentu pemeliharaan, yaitu memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara keturunan, memelihara harta kekayaan, dan memelihara akal pikiran.

Al-hajiyat ialah segala sesuatu yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk menghilangkan kesulita dan kepicikan. Ketiadaan hajiyat dalam masyarakat tidak menjadikan rusaknya kehidupan, tetapi akan mendatangkan kesulitan, kesempitan, dan kepicikan. Ia berlaku di berbagai bidang kehidupan seperti ibadat, adat, muamalah, dan jinayah. Khusus bidang muamalah seperti dikatan oleh al-Syatibi, hajiyat terkait dengan masalah jual beli al-salam, al-murabahat, al-istisna, al-musaqat dan yang lainnya.

Al-tahsiniyat ialah mempergunakan sesuatu yang layak dan dibenarkan oleh adat kebiasaan yang baik. Ia berhubungan dengan makarim al-akhlaq dan berlaku di bidang ibadat, adat, muamalah, dan al-uqubat. Yang terkait langsung antara pemilahan tujuan hukum Islam berdasarkan sifatnya dengan UU No. 21 ialah terutama bidang muamalah. Mencari rizki termasuk al-dharuriyat yang merujuk kepada memelihara keturunan dan harta. Cara mencari nafkah secara al-hajiyat diimplementasikan dalam bentuk jual beli (salam, murabahat, istisna), wadi’at, musyarakat, ijarat, qardh, wakalat, wakaf, dan mudharabat yang kemudian dijadikan pedoman oleh perbankan syariah dalam melaksanakan kegiatan usaha. Ini bisa dilihat dalam UU No. 21 tahun 2008 Pasal 1 ayat (20) s/d (25), (28); Pasal 4 ayat (3); Pasal 19 ayat (1) huurf a, b, c, d, e, f, g, i dan n; pasal 19 ayat (2) huruf a, b, c, d, e, f, g, dan i; dan pasal 21 huruf a nomor 1 dan 2; huruf b angka 1 sampai 4 dan huruf d.



[1] Abu Ishaq Ibrahim bin Musa al-Luhmy al-Gharnathy yang dikenal dengan al-Syatibi, al-muwafaqat fi Ushul al-Ahkam, (t.tp: Dar al-Fikr, t.t) Juz II hlm. 2

No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive