Saturday, March 21, 2020

Unsur-Unsur Karangan Narasi



Unsur karangan narasi adalah komponen yang membangun cerita. Baik Tarigan (1992:140), Keraf (1192:145), maupun Rusyana (1986:132) memiliki kesamaan pendapat mengenai unsur narasi, yaitu adanya tokoh, perbuatan, watak, sudut pandang, tema, amanat, alur, latar, bahasa, dan teknik penceritaan.
Perbuatan merupakan perilaku atau tindak-tanduk para tokoh. Tokoh adalah individu rekaan yang terlibat dalam kisahan. Watak merupakan sifat, temperamen, tabiat, atau kepribadian tokoh cerita. Latar merupakan deskripsi tempat berlangsungnya peristiwa. Alur merupakan rangkaian pola tindak-tanduk yang berusaha menggerakkan cerita. Tema merupakan persoalan pokok yang terdapat dalam narasi yang hendak disajikan atau gagasan yang melandasi cerita. Amanat adalah gagasan yang mendasari cerita sekaligus pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Sudut pandang merupakan fungsi cerita dalam sebuah narasi. Fokus pengisahan merupakan cara pencerita memberi fokus pada tokoh cerita.

2.1.3.1 Tema Cerita
Sudjiman (1992:30) mengemukakan bahwa tema adalah “gagasan, ide, atau pikiran utama yang melandasi suatu cerita”. Dengan kata lain, tema merupakan ide yang melandasi cerita sehingga berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya (Aminuddin, 2002:91).
Secara lebih luas, tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya dan yang terkandung dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan (Hartoko & Rahmanto, 1986:142). Dengan demikian, tema merupakan sesuatu yang sengaja disajikan oleh penulisnya sebagai ide yang mendasar atau makna yang melandasi cerita untuk dimaknai oleh para pembacanya.

2.1.3.2 Amanat Cerita
Amanat adalah “gagasan yang mendasari karya sastra dan sekaligus pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca” (Suprapto, 1993:110). Amanat seringkali disamakan dengan istilah pesan atau moral yang ingin disampaikan pengarang kepada pembacanya. Seringkali pula disamakan dengan tema (theme) meskipun sebenarnya menyarankan pengertian dan maksud yang berbeda.
Sudjiman (1992:57) mengatakan bahwa jika permasalahan yang diajukan di dalam cerita diberi jalan keluarnya oleh pengarang maka jalan keluarnya itulah yang disebut amanat. Penjelasan lain dapat ditemukan dari Nurgiyantoro (2007:320) yang berpendapat bahwa tema bersifat lebih kompleks daripada moral (amanat) di samping tidak memiliki nilai langsung sebagi sarana yang ditujukan kepada pembaca. Dengan demikian, amanat dapat dipandang sebagai salah satu wujud tema dalam bentuk yang sederhana, tetapi tidak semua tema merupakan amanat.


2.1.3.3 Penokohan
Menurut Nurgiyantoro (2007:166) penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan, sebab penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagimana perwatakannya, dan bagaimana penempatan dan pelukisan tokoh dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Dengan kata lain, penokohan merupakan totalitas dari identitas tokoh, penyajian watak, dan penciptaan citra tokoh.
Sementara itu, tokoh adalah “individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlaku di dalam berbagai peristiwa cerita” (Sudjiman, 1992:16). Adapun watak atau perwatakan menunjuk pada sifat atau sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca yang lebih menujuk para kualitas pribadi seseorang tokoh. Atmazaki (1990:62) mengemukakan bahwa watak adalah “temperamen tokoh-tokoh yang hadir di dalam cerita”. Sementara itu, karakter atau karakteristik menyarankan pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan dalam sikap, ketertarikan keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki oleh tokoh-tokoh tersebut (Stanton dalam Nurgiyantoro, 2007:165). Karakter dapat berarti ‘pelaku cerita’ dan dapat pula berarti ‘perwatakan’.

2.1.3.4 Alur (Plot) Cerita
Dalam konteks ini, alur didefinisikan sebagai “rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita” (Aminuddin, 2002:83). Dengan demikian, alur merupakan hubungan sebab-akibat antara peristiwa yang satu dengan peristiwa-peristiwa lainnya di dalam suatu cerita.
Alur memiliki struktur gerak atau tahapan-tahapan tertentu. Loba, dkk (dalam Aminuddin, 2002:85) menggambarkan gerak tahapan alur cerita seperti gelombang yang berawal dari (1) eksposisi, (2) komplikasi atau intrik-intrik awal yang akan berkembang menjadi konflik (3) klimaks, (4) revelasi atau penyingkapan tabir suatu problema,dan (5) denouement atau penyelesaian yang membahagiakan, yang dibedakan dengan catastrophe, yakni penyelesaian yang menyedihkan dan solution, yakni penyelesaian yang masih bersifat terbuka karena pembaca sendirilah yang dipersilahkan menyelesaikan lewat daya imajinasi.

2.1.3.5 Latar (Setting) Cerita
Sudjiman (1992:44) mengemukakan bahwa ”segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra merupakan hakikat latar”. Dengan pengertian itu, dapat dikatakan, bahwa unsur tempat, waktu, suasana, sosial budaya, atau suasana hati tokoh termasuk ke dalam unsur latar cerita.
Dalam cerita, latar bisa berupa realitas objektif, tetapi bisa juga realistis imajinatif. Latar yang digunakan bisa faktual, tetapi diletakkan dalam jaringan keseluruhan yang bersifat fiktif. Mungkin juga, pengarang menggunakan latar faktual yang jika dilacak dapat ditemukan. Namun, seringkali diubah dalam beberapa aspeknya sesuai dengan selera imajinasi. Latar fiksional merupakan hasil kreasi pengarang yang jika dilacak tidak akan bertemu sebagaimana yang diceritakannya. Selain itu, latar tidak hanya bersifat fisikal (tempat dan waktu), melainkan juga bersifat psikologis sehingga mampu menuansakan makna tertentu yang menunjang watak dan emosi atau aspek kejiwaan dan atmosfer pembaca.

2.1.3.6 Sudut Pandang/Fokus Pengisahan Cerita
Sudut pandang atau titik pandang (point of views) dan fokus pengisahan atau pusat pengisahan mengandung makna yang berbeda. Sudut pandang cerita mempersoalkan fungsi pencerita dalam sebuah cerita atau menyangkut siapa yang bercerita (narator), bagaimana visi pengarang, atau menyangkut teknik bercerita pengarang. sedangkan fokus pengisahan mempersoalkan tokoh mana yang disoroti pencerita. Dalam hal ini Sudjiman (1992:78) menjelaskan demikian.
Sudut pandang point of view dan fokus pengisahan mempunyai titik tolak yang berbeda; berbicara tentang sudut pandang, orang bertolak dari penceritanya, yaitu tempat pencerita di dalam hubungannya dengan cerita atau posisi pencerita di dalam membawakan kisahnya. Adapun berbicara mengenai fokus pengisahan, orang bertolak dari tokoh-tokoh mana yang disorot pencerita, pusat perhatian, pusat sorotan atau fokus pengisahan si pencerita.

Berdasarkan fungsi pencerita dalam sebuah cerita, dikenal beberapa jenis sudut pandang cerita. Keraf (1992:192) membagi sudut pandang atas dua jenis, yaitu sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga. Sudut pandang orang pertama meliputi tipe narator sebagai tokoh utama, narator sebagai pengamatan, dan narator sebagai pengamat langsung, sementara, sudut pandang orang ketiga meliputi sudut pandang panoramik atau serba tahu, sudut pandang terarah, dan sudut pandang campuran.


2.1.3.7 Bahasa Cerita
Bahasa dalam cerita merupakan refleksi artistik imajinatif pengarangnya terhadap realita kehidupan. Makna denotasi kata-katanya diimbangi dengan makna konotatif, asosiatif, atau reflektif untuk menimbulkan efek dan impresi (kesan) indah dan menarik. Meskipun tidak seintensitas dalam puisi, bahasa dalam cerita diwarnai juga penyimpangan arti, pemadatan maksud, dan diselingi oleh kiasan serta istilah-istilah yang padat makna. Namun, karena cerita bersifat paparan, keindahan bahasanya sering tertutup oleh deskripsi situasi, peristiwa, dialog, tokoh, dan unsur lainnya yang relatif lengkap.

No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive