BAB I
PENDAHULUAN
Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, tabiat,
watak, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain[1].
Karakter merupakan suatu proses yang terjadi terus-menerus. Karakter didapat
melalui komitmen dan tekad yang kuat untuk mendisiplinkan diri dalam melakukan
hal-hal yang benar. Karakter membuat kita memilih untuk melakukan yang benar
saat diperhadapkan pada pilihan antara "apa yang ingin kita lakukan"
dan "apa yang seharusnya kita lakukan".
Tokoh Daniel pada kitab Daniel yang terdapat pada
kitab Perjanjian Lama adalah seorang tokoh Alkitab yang sangat terkenal karena
memiliki karakter yang positif yakni taat kepada Tuhan. Daniel
digambarkan sebagai orang Kristen yang taat dan setia kepada Allah dan tidak mau
menyembah ilah-ilah lain. Hal tersebut membuat dia selalu diberkati oleh Allah
dan terbebas dari berbagai bahaya. Tokoh Daniel tahu apa yang ingin ia lakukan
dan tahu apa yang seharusnya ia lakukan karena ia memiliki karakter yang
terbentuk baik atas ketaatannya kepada Allah.
Karakter dari tokoh Daniel patut kita tiru karena mencerminkan kepercayaan
orang Kristen yang sesungguhnya terhadap Allah. Namun sangat disayangkan,
karena pada masa sekarang ini banyak sekali orang Kristen yang sudah melupakan Tuhan
dan menyembah ilah-ilah modern yang semakin mengglobal seperti kemajuan
teknologi, narkoba, hingga seks bebas. Oleh karena itu, melalui paper ini
penulis akan membahas tentang teladan apa yang dapat ditiru dari karakter tokoh
Daniel? Apa yang dapat membuat kita menjadi taat kepada Allah seperti Daniel?
Apa yang melatarbelakangi seseorang untuk dapat bersikap taat dan setia kepada
Tuhan?
Pada tahun ketiga pemerintahan raja Yoyakim,
datanglah raja Babel yang bernama Nebukadnezer mengepung Yerusalem. Ia memerintahkan
agar membawa beberapa orang Israel yang berasal dari keturunan raja dan dari
kaum bangsawan ke Babel untuk dijadikan penasehat raja karena orang yang
berasal dari keturunan raja dan dari kaum bangsawan adalah orang yang pintar,
cakap, cekatan, penuh hikmat dan bijaksana. Daniel merupakan keturunan raja
Yehuda dan dari kaum bangsawan sehingga ia dan beberapa pemuda Yehuda lainnya
di bawa ke pembuangan Babel. Daniel dibawa ke pembuangan Babel saat usianya
masih muda.
Daniel dan ketiga temannya yang bernama Hanaya,
Misael, dan Azarya dilatih oleh seorang pemimpin pegawai istana yang bernama
Aspenas. Aspenas memberikan mereka nama Babel yakni Daniel dinamainya
Beltsazar, Hanaya dinamainya Sadrakh, Misael dinamainya Mesakh, dan Azarya
dinamainya Abednego. Daniel sangat taat dan setia kepada Allah, ia tidak
memakan makanan dan minuman dari istana melainkan meminta kepada Aspenas agar
diberikan sayuran untuk dimakan dan air untuk diminum. Oleh karena kesetiannya,
Allah sangat mengasihi dia sehingga Allah mengaruniakan kasih sayang dari
pemimpin dan raja-raja yang memimpin pemerintahan dari masa yang berbeda kepada
Daniel.
Daniel mendapat anugerah dari Allah untuk
menafsirkan mimpi. Pada suatu hari, ia menafsirkan mimpi raja Nebukadnezer.
Raja Nebukadnezar bermimpi melihat sebuah patung tinggi, tegak dan
berkilau-kilauan. Kepala patung tersebut terbuat dari emas tua, dada dan
lengannya terbuat dari perak, serta perut dan pinggangnya terbuat dari tembaga.
Namun tiba-tiba saja sebuah batu menimpa patung itu hingga menjadi remuk, lalu
angin menghembuskannya sehingga tidak ada bekas-bekasnya yang ditemukan.
Sementara itu, batu yang menimpa patung itu berubah menjadi gunung besar yang
memenuhi seluruh bumi. Raja Nebukadnezar merasa sangat penasaran dengan mimpinya
tersebut, kemudian ia pun memanggil semua orang-orang berilmu, ahli jampi, ahli
sihir dan para Kasdim yang ada di negerinya untuk menerangkan mimpinya itu.
Akan tetapi, tidak ada satu pun diantara mereka yang dapat mengartikan dan
menafsirkan mimpi raja Nebukadnezar tersebut.
Raja Nebuadnezer menjadi sangat marah dan
memerintahkan agar semua orang bijaksana yang ada di Babel dibunuh tanpa
terkecuali, termasuk Daniel dan ketiga teman-temannya. Namun Daniel
memberanikan diri untuk menghadap raja Nebukadnezer dan mengartikan mimpinya
tersebut. Menurut Daniel, makna dari mimpi raja Nebukadnezar adalah kemunculan
kerajaan-kerajaan lainnya yang sangat berkuasa setelah pemerintahan raja
Nebukadnezar. Akan tetapi, kelak pada zaman raja-raja, Allah semesta langit
akan mendirikan suatu kerajaan yang tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan
kekuasaan tidak akan beralih lagi kepada bangsa lain: kerajaan itu akan
meremukkan segala kerajaan dan menghabisinya, tetapi kerajaan itu sendiri akan
tetap untuk selama-lamanya. Mendengar hal tersebut, raja Nebukadnezar menjadi
takluk kepada Daniel. Ia menghargai kehebatan Daniel, dengan menganugerahinya
pemberian yang besar dan menjadikan Daniel sebagai penguasa atas seluruh
wilayah di Babel.
Tidak lama setelah itu, raja Nebukadnezar membuat
sebuah patung emas yang sangat besar dan tinggi. Ia memerintahkan seluruh orang
di wilayah Babel untuk menyembah patung tersebut. Selain itu, ia juga mengancam
akan mencampakkan setiap orang yang tidak menyembah patung tersebut ke dalam perapian
yang menyala-nyala. Oleh karena itu, seluruh orang yang mendengar titah raja
Nebukadnezar menjadi sangat takut hingga mereka bersedia untuk menyembah patung
emas tersebut, namun ternyata ada beberapa orang yang tidak bersedia untuk
menyembah patung itu. Sadrakh, Mesakh dan Abednego tidak mau menyembah patung
tersebut, karena mereka hanya mau menyembah Tuhan. Ketika mengetahui hal
tersebut, raja Nebukadnezar menjadi sangat marah, lalu ia pun memerintahkan
para tentaranya untuk mencampakkan Sadrakh, Mesakh dan Abednego ke dalam
perapian yang sangat panas. Akan tetapi, mereka tetap sangat setia kepada agama
Yahudi dan identitas budaya mereka bahkan mereka rela mati martir demi tetap
menyembah Allah. Oleh karena itu, Allah menyertai dan melindungi mereka
bertiga sehingga tidak ada satupun diantara mereka yang terluka. Raja
Nebukadnezar menjadi sangat takjub ketika melihat hal tersebut, lalu ia pun
memuji kebesaran Allah orang Israel dan memberikan mereka kedudukan yang tinggi
untuk menguasai wilayah Babel.
Daniel menjadi terkenal selama periode ini untuk
kesalehan, dan ketaatannya terhadap Taurat (Daniel 1:8-16) sehingga ia mendapat
kepercayaan dari orang-orang yang di atasnya. Pada akhir tiga tahun disiplin
dan pelatihan di sekolah-sekolah kerajaan, Daniel dibedakan atas pengetahuan
dan kemahiran dalam praktek-praktek kafir pada zamannya, dan dibawa keluar ke
kehidupan publik. Daniel dapat menafsirkan mimpi-mimpi raja Nebukadnezar
sebelum akhirnya raja Nebukadnezer berperilaku seperti binatang dan kemudian
sembuh dan kembali pada kondisinya semula. Setelah ia sembuh, ia memuliakan
nama Allah.
Bertahun-tahun kemudian, ketika ia sudah tua, raja
Belsyazar yang merupakan putra dari raja Nebukadnezer mengadakan sebuah pesta
besar. Semua orang yang hadir disuguhi anggur hingga mabuk, bahkan selir
Belsyazar meminum anggur dari gelas upacara Yahudi kerajaan Bait Allah yang di
bawa ayahnya dari Yerusalem. Pada saat pesta sedang berlangsung, raja Belsyazar
meminta setiap orang yang bijaksana untuk mengartikan tulisan yang dilihatnya
di dinding istana. Atas usul permaisuri raja tersebut, Daniel menafsirkan
misterius tulisan tangan di dinding. Daniel diberikan penghargaan dengan
mengenakan jubah ungu dan diberikan pangkat yang tinggi atas keberhasilannya
membaca tulisan tangan itu yang menyatakan bahwa raja akan dibunuh oleh anaknya
pada malam itu juga.
Setelah Persia menaklukan Babel, Daniel diberi
kepercayaan sebagai pejabat tinggi kerajaan untuk memimpin kerajaan di bawah
pimpinan raja Darius orang Media yang merupakan anak dari Ahasyweros.
Jabatan yang diperoleh Daniel di kerajaan membuat dia memiliki kekuasaan untuk
mengurus semua tawanan yang merupakan orang Yahudi. Namun banyak pejabat yang
membencinya dan berusaha menjatuhkannya dari jabatannya dengan memfitnahnya
hingga akhirnya ia harus masuk goa singa. Ia diselamatkan Allah oleh karena
imannya kepada Allah yang begitu besar. Daniel juga masih mendapat
pengelihatan-pengelihatan apokaliptis karena Allah mengasihinya.
Akhirnya pada tahun ketiga pemerintahan raja Koresy
yakni raja orang Persia, ia berhasil membawa kebahagiaan bagi bangsanya karena
tanah mereka dikembalikan. Namun demikian, ia tidak kembali bersama bangsa
Yahudi yang selama ini menjadi tawanan, melainkan menetap di Babel hingga
wafatnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Kitab Daniel adalah kitab ke 27 dalam kitab
Perjanjian Lama. Kitab Daniel adalah sebuah kitab yang berisi narasi tentang
kehidupan Daniel itu sendiri, namun bukan berarti dialah yang menulis kitab
itu. Daniel adalah tokoh utama dalam kitab Daniel[2]. Daniel adalah seorang
pemuda yang berasal dari Israel. Daniel dibawa bersama raja Yoyakim dari Yehuda
ke Babel pada waktu masa pembuangan Babel pada zaman Persia (sekitar abad ke-4
sM). Daniel dan ketiga temannya yang bernama Hananya, Misael, dan Azarya
dilatih di bawah kewenangan Ashpenaz di Babel. Mereka dilatih khusus selama
tiga tahun untuk melayani raja untuk menjadi penasehat raja dengan
kebijaksanaan dan hikmat yang mereka miliki. Ketiga temannya tersebut adalah
bangsawan muda Yahudi sama seperti dirinya yang juga keturunan raja dan dari
kaum bangsawan.
Karya sastra yang bersifat narasi seperti
kitab Daniel memiliki banyak tokoh didalamnya. Penokohan dapat dibedakan atas
tokoh pipih dan tokoh bulat[3]. Tokoh Hananya, Misael, dan Azarya pada kisah
Daniel ini memiliki karakteristik penokohan yang sama dengan Daniel. Mereka
dapat digolongkan sebagai tokoh yang pipih karena karakteristik tokoh yang
mereka perankan tidak mengalami perubahan. Artinya, sifat dan sikap mereka yang
tetap taat dan setia kepada Allah tidak berubah meski telah banyak dipengaruhi
oleh faktor lingkungan mereka. Mereka tetap tidak mau ikut menyembah berhala
seperti masyarakat Babel lainnya meskipun mereka hidup ditengah masyarakat yang
menyembah ilah-ilah lain selain Allah (Daniel 3). Sementara itu, tokoh
Nebukadnezer adalah tokoh yang bulat karena dia mengalami perubahan.
Nebukadnezer adalah seorang raja Babel yang menyembah patung berhala namun pada
akhirnya dia bertobat dan kemudian berbalik menyembah dan memuliakan nama Allah
setelah mengalami mimpi yang menjadi nyata. Hal ini terlihat dari reaksi raja
yang berupa pengakuan kepercayaan kepada Allah Daniel (Dan. 2:47; 4:34; 6:27).
Beberapa tokoh seperti Aspenas, raja Belsyazar,
raja Darius, dan raja Koresy hanya dianggap sebagai tokoh pembantu saja. Mereka
tidak memiliki kisah dan karakteristik yang menunjukkan bahwa mereka itu
termasuk tokoh pipih atau tokoh bulat. Daniel yang dianggap memiliki tokoh
pipih memiliki karakteristik yang patut kita tiru. Berikut adalah karakter dari
Daniel yang menjadi kunci keberhasilannya, yakni:
1. Mempunyai integritas
Daniel adalah seorang yang mempunyai prinsip yang kuat dalam hidupnya
dan tidak pernah mau kompromi terhadap dosa. Dia tidak memakan makanan dan
minuman raja yang disediakan baginya (Daniel 1: 8), dia menolak menyembah
patung yang dibuat oleh raja Nebukadnezar (Daniel 3), dan dia juga menolak
hadiah dari raja Belsyazar (Daniel 5: 17).
2. Suka berdoa
Daniel dapat menafsirkan dan mengartikan mimpi raja Nebukadnezer karena
Daniel sangat peka terhadap suara Tuhan. Tuhan memberi tahu mimpi dan arti
mimpi tersebut kepada Daniel melalui doa sebelum seorang pun mengetahui mimpi
tersebut. Kepekaan Daniel terhadap suara Tuhan adalah dikarenakan dia sering
berdoa. Daniel berlutut, berdoa serta memuji Tuhan sebanyak tiga kali sehari
(Daniel 6: 11).
3. Mempunyai iman
Dalam hidupnya telah terbukti bahwa Daniel adalah seorang yang
mempunyai iman yang luar biasa. Salah satu contohnya adalah pada saat dia
menolak memakan makanan dan meminum minuman istana, karena dengan imannya dia
percaya bahwa meskipun hanya dengan makan sayur dan minum air saja dia akan
tetap menjadi sehat. Walaupun secara ilmiah hal ini tidak mungkin, tetapi oleh
karena iman Daniel mujizat-pun terjadi (Daniel 1:15).
4. Dapat dipercaya
Daniel adalah salah satu dari pejabat tinggi dikerajaan orang Kasdim
yang berada di bawah pimpinan raja Darius, anak Ahasyweros yang merupakan
keturunan orang Median. Raja Darius berkenan mengangkat 120 wakil-wakil raja
atas kerajaannya, lalu untuk membawahi mereka semua diangkat pula 3 pejabat
tinggi, dan Daniel adalah salah satu dari ketiga orang itu. Daniel diberi
kepercayaan untuk memimpin bahkan melebihi para pejabat tinggi dan para wakil
raja itu, karena ia mempunyai roh yang luar biasa. Raja Darius bermaksud untuk
menempatkan dia atas seluruh kerajaannya. Hal ini membuktikan bahwa Raja Darius
memercayai Daniel untuk memegang suatu jabatan tertinggi dalam kerajaannya dan
jelas juga terlihat bahwa Raja Darius bersahabat dengan Daniel karena dia dapat
dipercaya dan dapat diandalkan.
5. Setia
Daniel hidup diantara orang-orang yang menyembah patung berhala, namun
dia tetap setia kepada Allah dan tidak pernah mau menyembah patung berhala
tersebut. Daniel tetap berdoa sebanyak tiga kali sehari meskipun bangsa Babel
dan bangsa Median menyembah berhala, bahkan dia berdoa dengan cara
sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan oleh orang Median yang membuat larangan
untuk menyembah ilah lain selain patung berhala.
6. Mengenal dan mengasihi Allahnya
Daniel tetap menyempatkan diri untuk berdoa kepada Allah meskipun dia
dilarang untuk menyembah Allah. Daniel mengadu kepada Allah saat
pejabat-pejabat tinggi lainnya iri padanya dan hendak menjatuhkannya dari
posisinya. Daniel lebih mengandalkan Allah daripada raja Darius.
7. Penuh kasih Allah
Daniel adalah orang yang penuh kasih dan mau mengampuni. Dia tidak
pernah dendam kepada siapapun meskipun orang itu pernah menyakitinya. Sifat dan
sikap Daniel yang seperti ini merupakan gambaran dari Allah yang penuh kasih
kepada kita meski sering kali kita meninggalkan Allah dan berpaling kepada
ilah-ilah lain dan menyakiti hati Allah.
8. Tegas
Daniel adalah seorang pemimpin yang tegas. Dia juga tidak takut kepada
siapapun jika dia tidak salah, sekalipun kepada raja. Daniel menjawab raja
Darius dengan lantang saat raja Darius menanyakan kesanggupan Allah Daniel
untuk menyelamatkannya dari goa singa. Dia menjawab raja Darius dengan tegas
dan tanpa ada keraguan karena dia yakin bahwa Allah akan menolongnya.
9. Bijaksana dan penuh hikmat
Daniel adalah seorang pemuda yang berperawakan baik dan memahami
berbagai-bagai hikmat, berpengetahuan, cakap dan berilmu. Oleh karena itu,
Daniel dijadikan penasehat raja Nebukadnezer dan menjadi pemimpin di kerajaan
orang Kasdim yang dipimpin oleh raja Darius. Daniel sangat bijaksana dalam
memimpin dan penuh dengan hikmat dari Allah sehingga dia dapat menyimpulkan
arti dari mimpi raja Nebukadnezer itu dengan baik.
Tokoh Daniel yang kita kenal melalui kisah Daniel merupakan tokoh
protagonis, yakni tokoh utama dalam suatu karya sastra[4]. Kisah Daniel
menggambarkan tokoh Daniel, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego sebagai tokoh yang
menampilkan karakter yang positif. Daniel sebagai tokoh protagonis digambarkan
memiliki karakter sebagai pemuda yang baik, cakap dan taat kepada Allah,
sedangkan raja Nebukadnezer digambarkan sebagai tokoh yang Antagonis, yakni
tokoh yang menentang tokoh utama[5]. Hal ini terlihat dari pemaksaannya kepada
seluruh bangsa Babel untuk menyembah patung emas yang telah dibuatnya. Ia
memaksa seluruh bangsa Babel termasuk kaum jarahan yang dibawanya dari
Yerusalem seperti Daniel dan ketiga temannya (Dan. 2)
Tokoh Daniel ini seharusnya dapat kita teladani
dalam hidup kita, namun seringkali kita tidak meneladaninya. Daniel yang taat
dan setia kepada Allah seharusnya dapat kita jadikan contoh agar kita juga
dapat menjadi taat dan setia kepada Allah sama seperti Daniel meskipun kita
hidup di tengah era globalisasi ini. Dunia ini semakin maju karena dipengaruhi
oleh era globalisasi yang menawarkan berbagai hal duniawi yang menarik. Hasil
dari globalisasi tersebut dapat mempengaruhi cara hidup dan prinsip seseorang.
Akibat perkembangan globalisasi itu, seringkali kita menjadi lupa kepada Allah.
Kita menjadi tidak sempat berdoa karena asyik facebook-an, anak-anak malas
beribadah ke gereja karena menonton film kartun anak di televisi, banyak ibu
rumah tangga yang lupa memasak dan mengurus urusan rumah tangga karena mereka
sibuk menggosipkan artis yang sekarang ini asyik kawin-cerai.
Pengaruh globalisasi tidak hanya sebatas membuat
orang malas beribadah hingga akhirnya melupakan Allah, tapi juga dapat
menimbulkan dosa. Video porno, foto-foto bugil, dan gambar alat vital yang kian
marak beredar di internet sekarang ini juga merupakan wujud dari perkembangan
iptek di era globalisasi. Banyak perempuan muda yang dipekerjakan sebagai
pekerja seks komersial, banyak pemuda dan pemudi yang dihasut untuk beradegan
mesum dan kemudian dijadikan video porno, ada pula pemuda yang rela menjual
pacarnya kepada seorang germo hanya demi uang, ada juga remaja yang mengalami
penyimpangan seksual dengan menyukai sesama jenis, bahkan di zaman sekarang ini
orang tuapun tega memperkosa dan menjual anaknya sendiri.
Manusia yang hidup di era globalisasi
sekarang ini semakin tidak beradab, berbeda dengan tokoh Daniel dan ketiga
temannya. Tokoh Daniel yang sangat sulit tergoda akan dosa memiliki karakter
yang sangat bertolak belakang dengan kita yang hidup ditengah perkembangan dunia.
Daniel digambarkan sebagai pemuda yang baru beranjak dewasa pada kisahnya
tersebut. Dia tidak mudah terpengaruh oleh godaan meski saat di bawa ke
pembuangan Babel ia masih berumur 15 tahun[6]. Dia bukan hanya bijaksana dan
penuh hikmat, tetapi ia juga membuat berhasil raja Nebukadnezer tidak menyembah
patung lagi, melainkan menyembah Allah.
Perbedaan akan terlihat sangat kontras bila Daniel
dibandingkan dengan anak muda zaman sekarang ini. Pemuda dan pemudi yang tumbuh
di tengah globalisasi rentan terhadap godaan. Mereka tidak dapat menahan hasrat
mereka untuk tidak berbuat dosa karena mereka tidak memiliki iman seperti
Daniel. Seharusnya, semua orang belajar dari tokoh Daniel yang memiliki
karakter pipih yang positif.
Nama Daniel memiliki arti yang sangat indah, yakni
“Hakimku adalah Allah”[7], namun nama Daniel dan juga nama ketiga temannya
diganti oleh pemimpin pegawai istana yang sangat menyayanginya menjadi
Beltsazar, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego. Nama mereka diganti agar bangsa Babel
mudah memanggil nama mereka karena sesuai dengan nama kebanyakan orang di
kerajaan Babel. Selain itu, penggantian nama tokoh tersebut juga dapat
bertujuan untuk memutuskan ikatan mereka dengan negeri asal mereka dan
mengidentifikasikan mereka dengan kebudayaan dan orang disekitar mereka di
Babel[8]. Meskipun tokoh Daniel mendapat nama Babel, karakter Daniel tetap
tidak berubah. Dia tidak mau menjadi sama dengan bangsa Babel yang menyembah
berhala dan memakan daging yang dilarang untuk dimakan oleh orang Yahudi seperti
daging kuda dan babi (Imamat 11).
Kita yang hidup di era globalisasi ini sering kali terbawa arus
perkembangan zaman. Kita boleh saja mengikuti perkembangan zaman, sama seperti
Daniel yang beradaptasi dengan lingkungan yang memberinya nama Babel. Namun demikian
kita tidak boleh terpengaruh oleh perkembangan zaman yang tidak baik. Kita
boleh saja mengikuti perkembangan zaman, namun dalam proses adaptasi kita
dengan globalisasi dunia ini, kita tidak boleh mengikuti yang tidak baik dan
menjadi sama seperti dunia ini. Kita harus dapat menahan diri dan menghindari
dosa sama seperti Daniel yang tidak memakan makanan raja karena menganggap itu
sebagai sebuah kenajisan (Yeh. 4: 13; Hos. 9: 3, 4).
Perbedaan karakter antara tokoh Daniel yang hidup
pada masa pembuangan Babel dengan kita yang hidup di tengah peradaban modern
sekarang ini sangat terlihat jelas. Berbeda dengan kita yang seringkali menjadi
sama dengan dunia ini. Kita mengikuti perkembangan zaman globalisasi ini ke
arah yang tidak baik. Anak muda menjadi rajin mengakses internet hanya untuk
melihat video porno terbaru, semakin banyak germo yang memperluas wilayah
trafikingnya dan memperkerjakan anak-anak di bawah umur sebagai pekerja seks,
kita semakin malas membawa Alkitab karena sudah memiliki Bible-mobile, malas
berangkat ke gereja karena sudah ada DVD kumpulan khotbah yang dijual dipasaran
yang dapat ditonton kapan saja bila sempat, bahkan kita sudah semakin malas
untuk berdoa dan memulikan nama Allah seperti yang dilakukan oleh Daniel karena
banyak tempat menarik yang ingin kita kunjungi, misanya seperti klub malam,
diskotik bahkan hotel mewah yang menawarkan fasilitas ‘tambahan’. Daniel berdoa
dan memuliakan nama Allah sebanyak tiga kali sehari, berbeda dengan kita yang
hidup di era globalisasi ini. Jangankan untuk berdoa tiga kali sehari,
dapat berdoa sekali dalam sehari saja terkadang sudah syukur karena kita
terlalu sibuk dengan kesibukan kita.
BAB III
PENUTUP
Daniel selalu mengandalkan Allah dalam segala hal.
Pada saat ia ingin menafsirkan mimpi dan mengalami kesulitan, ia tetap
mengandalkan Tuhan. Bahkan saat memperoleh sukacita sekalipun ia tetap
memuliakan nama Allah. ia tidak tergoda pada kenikmataan sesaat yang ditawarkan
kepadanya. Tokoh Daniel ini dapat kita jadikan sebagai teladan kita dalam
menjalani kehidupan kita di era globalisasi ini. Kemajuan perkembangan iptek
adalah hal yang baik namun akan menjadi sesuatu yang negatif bila kita tidak
bijaksana dalam memilah milih perkembangan yang bagaimana yang hendak kita
ikuti. Kita boleh saja mengikuti perkembangan zaman namun hendaknya kita jangan
menjadi sama seperti dunia ini yang semakin tidak beradab dan tidak bermoral
karena semakin jauh dengan Tuhan. Bila kita jauh dari Tuhan maka kita tidak
akan dapat lagi mendengar suara Tuhan dan mengerti akan kehendak-Nya sehingga
kita tidak dapat lagi menaati Dia. Jauh dari Tuhan berarti jauh dari
keselamatan dan beroleh kesukaran dalam hidup. Oleh karena itu, hendaklah kita
dapat belajar dari tokoh Daniel dan menjadikannya sebagai teladan hidup kita
pada masa sekarang ini.
DAFTAR PUSTAKA
Blommendaal, J. Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2000. Catatan kuliah Bahasa Indonesia II oleh Dr. Lucy
Montolalu.
Lasor W. S., dkk; Pengantar Perjanjian Lama 2. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1994.
Lembaga Biblika Indonesia. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama.
Yogyakarta: Kanisius,2002.
Newell, Lynne. Tafsiran Kitab Daniel. Malang: Departemen
Literatur Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1996.
Siahaan, S. M. & Robert M. Paterson. Tafsiran Alkitab
Kitab Daniel. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1994.
No comments:
Post a Comment