Wednesday, July 15, 2020

PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR IPS SEJARAH MELALUI METODE SOSIODRAMA (ROLE PLAYING) PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN


1.        Konsep Role Playing (Sosiodrama)
a. Pengertian Sosiodrama
Menurut Moreno, Sosiodrama adalah satu berpengalaman grup sebagai satu jalan utuh untuk eksploitasi sosial dan transformasi konflik antar kelompok (Kellermann, 2007:1). Soisodrama menurut Wingkel (1993) merupakan dramatisasi dari berbagai persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang-orang lain, termasuk konflik yang sering dialami dalam pergaulan sosial. Menurut Wiryaman (2000:1-27) bahwa metode sosiodrama merupakan metode mengajar dengan cara mempertunjukan kepada siswa tentang masalah-masalah, caranya dengan mempertunjukan kepada siswa masalah bimbingan hubungan sosial tersebut didramatisirkan oleh siswa dibawah pimpinan guru. Djamarah (2000 : 200) berpendapat bahwa metode sosiodrama adalah cara mengajar yang memberikan kesempatan anak didik untuk melakukan kegiatanmemainkan peran tertentu yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Menurut kamus besar bahasa indonesia, bahwa sosiodrama adalah drama yang bertujuan memberikan informasi kepada masyarakat tentang masalah sosial dan politik (2002 : 855).
Dari berbagai penjelasan tentang sosiodrama tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sosiodrama adalah pemecahan masalah yang terjadi dalam konteks hubungan sosial dengan cara mendramakan masalah-masalah tersebut melalui sebuah drama. Dalam kegiatan sosiodrama, siswa mengamati dan menganalisis interaksi antara pemeran sedangkan bimbingan merencanakan, menstruktur, memfasilitasi dan memonitor jalannya sosiodrama tersebut kemudian membimbing untuk menindaklanjuti pembahasan tersebut. Pada metode sosiodrama menuntut keuliast tertentu pada siswa, yaitu siswa diharapkan mampu menghayati tokoh-tokoh (peran) atau posisi yang dikehendaki. Keberhasilan siswa dalam menghayati peran itu akan menentukan apakah proses pemahaman, penghargaan dan identifikasi diri terhadap nilai berkembangnya (Hasan, 2006 : 266).
Melalui metode ini pada siswa diajak untuk belajar memecahkan dilema-dilema pribadi yang mendukungnya dengan bantuan kelompok sosial yang anggota-anggotanya adalah teman-teman sendiri. Dengan kata lain, dilihat dari dimensi pribadi, model ini berupaya membantu individu dengan proses kelompok sosial.
Tentunya metode sosiodrama memiliki tujuan dan manfaatnya bagi siswa. Tujuan sosiodrama bagi siswa adalah : 1) siswa berani mengungkapkan pendapat secara lisan; 2) memupuk kerjasama diantara para siswa; 3) siswa menunjukkan sikap berani dalam memerankan tokoh yang diperankan; 4) siswa menjiwai tokoh yang diperankan; 5) siswa memberikan tanggapan terhadap pelaksanaan jalannya sosiodrama yang telah dilakukan; 6) melatih cara berinteraksi dengan orang lain.
Sedangkan manfaat sosiodrama adalah : 1) siswa tidak saja mengerti persoalan-persoalan psikologis, tetapi mereka juga ikut merasakan eprasaan dan pikiran orang lain bila berhubungan dengan sesame manusia. Ikut menangis bila sedih, rasa marah, emosi dan gembira; 2) siswa dapat menempatkan diri pada tempat orang lain dan memerpdalam pengertian mereka tentang orang lain.

2.        Hakikat Metode Sosiodrama
Pada masa sekarang ini istilah metode selalu dihubungkan dengan masalah pendidikan yang bertujuan merubah tingkah laku siswa, serta dapat memotivasi siswa supaya dapat berbuat sesuai denagn tujuan pendidikan. Seorang guru menurut profesinya merubah tingkah laku siswanya harus mengetahui beberapa tuntutan, sebagaimana dikemukakan oleh Winarno Surachmad (1976:45) yaitu :
a.       Setiap guru menetapkan tujuan pengajaran yang akan dicapainya.
b.      Setiap guru memilih dan melaksanakan metode mnegajar dengan memperhitungkan kewajaran metode tersebut  dibandingkan dengan metode lainnya;
c.       Setiap guru memiliki keterampilan menghasilkan dan menggunakan alat-alat bantu pengajaran untuk memungkinkan tercapainya tujuan dengan sebaik-baiknya;
d.      Setiap guru memiliki pengetahuan dan kemampuan praktis untuk menilai setiap hasil pengajaran baik dari sudut siswa maupun dari kemampuan guru itu sendiri.
Jusuf Djajadisastra (1985:13) mendefinisikan metode sosiodrama adalah “suatu metode mengajar dimana guru memberikan kesempatan keapda siswa untuk melakukan kegiatan memerankan peranan tertentu seperti yang terdapat dalam kehidupan masyarakatnya atau kejadian-kejadian sosial lainnya”. Adapun menurut oleh Roestiyah (2008:90) sosiodrama adalah mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar manusia.
Metode sosiodrama dalam aplikasinya melibatkan beberapa siswa untuk dapat memainkan peranannya terhadap suatu tokoh, dan di dalam memainkan peranan siswa tidak perlu menghapal naskah, memeprsiapkan diri, dan sebagainya. Pemain hanya berpegangan pada judul dan garis besar skenarionya dan apa yang dikatakannya. Semua diserahkan kepada pengahayatan siswa pemeran pada saat itu. Sehingga mereka dibawa ke dalam  pertistiwa seperti yang pernah terjadi, dan mereka belajar untuk memahami dan menghayati setiap kisah agar dapat mengaplikasikan kemudian. Hal ini sesuai dengan konsep belajar yang terdapat dalam Psikologi Gestalt, yang sering disebut Feiid Theory atau Insight Full Learning. “Menurut para ahli Psikologi Gestalt, belajar terjadi jika ada pemahaman/pengertian (insight).” (Bigg  Morris L, 1976:78).
Pemahaman ini muncul apabila seseorang setelah beberapa kali memahami suatu masalah, untuk kemudian muncul adanya suatu kejelasan dimana terlihat adanya hubungan antara unsur-unsur yang satu dengan yang lainnya, dipahami sangkut pautnya serta dimengerti maknanya. Dengan demikian manusia akan belajar memahami duni sekitarnya dengan jalan mengatur dan menyusun kembali pengetahuan-pengetahuannya menjadi suatu struktur yasng berarti dan dapat dipahami.
Berdasar pada teori psikologi Gestalt, maka pelaksanaan metode sosiodrama dapat membuat siswa lebih dalam mengerti tentang suatu permasalahan sosial. Hal tersebut dikarenakan pemahaman yang dilakukan berulangkali sebelum diaplikasikan dalam dramatisasi maupun dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan metode sosiodrama disini menggambarkan suatu bentuk peristiwa aktif yang didramatisasikan menggunakan garis besar skenario. Peristiwa aktif tersebut maka akan timbul penghayatan dan pemahaman siswa tentang peristiwa tersebut. Aspek pemahaman ini terdapat dalam komponen Belief System setelah pemahaman dilakukan berulang-ulang maka akan timbul reaksi yang merupakan suatu bentuk ungkapan berpikir siswa yang merasa telah mendapat kejelasan dari hasil pemahaman tadi. Reaksi yang ditimbulkan dari pemahaman yang dilakukan seseorang. Perbedaan reaksi tersebut dapat dilihat dari diskusi yang dilaksanakan setelah pementasan selesai.
Keberhasilan dalam pelaksanaan metode sosiodrama dapat dicapai dengan mengajukan judul yang baik untuk diperankan oleh siswa. Hal ini agar siswa yang terlibat dalam peran bisa menghayati perannya dengan baik, sebelumnya guru mengemukakan garis besar dari skenario tersebut. Kemudian memilih kelompok siswa yang akan memerankan peran, serta mengatur situasi tempat bersama-sama dengan siswa yang terlibat peran tersebut.
Siswa yang tidak ikut memerankan peran diminta supaya mendengarkan dan mengikuti dengan teliti semua pembicaraan, tindakan-tindakan serta keputusan-keputusan yang dilakukan para pemain. Setelah pmentasan selesai, guru mengatur diskusi untuk mengaplikasikan apa yang dilakukan oleh siswa tadi. Agar siswa memperoleh manfaat yang besar dari metode sosiodrama ini, haruslah diupayakan agar  mereka berperan secara wajar, dalam arti tidak dibuat-buat. Oleh karena itu jalan cerita dalam aplikasi sosiodrama tidak tertentu menjadi ikatan yang ketat bagi siswa ketika harus memerankan perannya. Siswa diberi kesempatan untuk mengekspresikan penghayatan mereka pada saat memainkan peran dan melaksanakan diskusi.


3.        Ciri-ciri dan Tujuan Metode Sosiodrama
a.       Adapun ciri-ciri metode sosiodrama adalah sebagai berikut :
1.      Merupakan peniruan dari situasi yang sebenarnya.
2.      Membahas masalah sosial
3.      Adanya peranan yang dimainkan oleh siswa
4.      Adanya pemecahan masalah dan pengambilan keputusan
b.      Tujuan penggunaan metode sosiodrama adalah untuk melatih anak mendengarkan dan dapat menangkap peristiwa secara teliti. Engkoswara mengungkapkan tujuan metode sosiodrama adalah sebagai berikut:
1)      Untuk melatih anak mendengarkan dan menangkap cerita singkat dengan teliti.
2)      Untuk memupuk dan melatih keberanian. Pada mulanya semua anak berani tampil kemuka kelas untuk melakukan dramatisasi masalahsedikit 26 sekali yang mau dengan sukarela/tanpa ditunjuk tapi lambat laun anak-anak berani sendiri.
3)      Untuk memupuk daya cipta dengan melihat cerita tadi anak-anak menyatakan pendapat masing-masing. Hal ini sangat baik untuk menggali kreativitas berpikir anak/siswa.
4)      Untuk belajar menghargai dan menilai orang lain menyatakan pendapat
5)      Untuk mendalami masalah sosial (Engkoswara, 1984:20)
Prinsip-prinsip penggunaan metode sosiodrama adalah kelas harus memperhatikan terhadap masalah yang dikemukakan. Secara terperinci prinsip pengunaan metode sosiodrama adalah sebagai berikut :
a.       Harus diingat siswa belajar dari permainan dan tidak dari kata-kata yang dijelaskan oleh guru.
b.      Agar perhatian siswa tetap terjaga persoalan yang dikemukakan hendaknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak-anak, baik minat maupun kemampuan siswa.
c.       Sosiodrama hendaknya dipandang sebagai alat pelajaran dan bukan sebagai alat hiburan.
d.      Sosiodrama dilakukan oleh sekelompok siswa
e.       Siswa harus terlibat langsung sesuai peranan masing-masing
f.       Penentuan topic yang dibicarakan bersama antar siswa dan disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa dan situasi tepat.
g.      Petunjuk sosiodrama dapat terlebih dahulu disiapkan secara terperinci
h.      Dalam sosiodrama hendaknya dapat dicapai tujusn-tujuan yang menyangkut domain kognitif (penambahan pengetahuan tentang berbagai konsep dan pengertian)
i.        Sosiodrama dimaksud untuk melatih keterampilan agar dapat menghadapi kenyataan dengan baik
j.        Sosiodrama harus dapat digambarkan yang lengkap dan proses yang berturut-turut yang diperkirakan terjadi dalam situasi yang sesungguhnya.
k.      Dalam sosiodrama hendaknya dapat diusahakan terintegrasi beberapa ilmu, serta terjadinya berbagai proses seperti sebab akibat, pemecahan masalah dan sebagainya.

4.        Langkah-langkah Penggunaan Sosiodrama
Langkah-langkah penggunaan sosiodrama:
a. Persiapan
1) Menentukan masalah pokok
a.       Persoalan pokok diambil dari situasi sosial yang didapat dan dikenal oleh siswa.
b.      Persoalan yang dipilih hendaknya bertahap.
c.       Guru pembimbing membuat tema, dan garis besar lakonnya yang akan  diperankan.
2) Pemilihan pemeran dapat dilakukan dengan menunjuk siswa yang kira-kira   dapat mendramatisasi sesuai dengan maksud dan tujuan pelaksanaan sosiodrama.
3) Mempersiapkan pemeran dan penonton, dengan kata lain pemeran drama  membuat perencanaan dalam pelaksanaan drama agar berjalan dengan  baik, rapih, dan terencana.
b.Pelaksanaan
Pemeran yang telah disiapkan, selama 30 menit kemudian dipersiapkan untuk mendramatisasikan menurut pendapat dan kreasi mereka.
c. Tindak lanjut
Sosiodrama sebagai cara mengajar tidak berakhir pada pelaksanaan dramatisasi saja, melainkan hendaknya dilanjutkan dengan sesi tanya jawab, diskusi, kritik, dan analisa.
Keunggulan metode sosiodrama dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut :
1)        Dengan teknik bermain peran siswa lebih tertarik perhatiannya pada pelajaran karena masalah sosial dirasakan akan sangat berguna bagi mereka.
2)        Siswa lebih mudah memahami masalah-masalah sosial karena siswa mengalami sendiri, melalui bermain peran.

5.        Keunggulan Metode Sosiodrama
Danny G. Langdon mengungkapkan keunggulan metode sosiodrama adalah sebagai berikut :
a.                Memperkaya siswa dalam berbagai pengalaman situasi sosialisasi yang bersifat problematik.
b.                Memperkaya pengetahuan dan pengalaman semua siswa mengenai cara menghapal dan memecahkan sesuatu masalah.
c.                Dengan bermain peran siswa memperoleh kesempatan untuk belajar mengekspresikan penghayatan mereka mengenai suatu problema sosial.
d.               Memupuk keberanian siswa untuk tampil di depan umum tanpa kehilangan keseimbangan pribadi.
e.                Merupakan suatu hiburan bagi siswa dengan melakukan ataupun melihat permainan peranan.
Metode sosiodrama dalam penelitian ini didefinisikan sebagai suatu metode mengajar dimana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan memerankan peranan tertentu seperti yang terdapat dalam masalah-masalah sosial, sehingga memahami mengenai masalah-masalah sosial yang dapat melatih siswa untuk memahami cara untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial yang menghambat atau yang menyebabkan kepercayaan diri menjadi rendah. Selain itu pula dengan metode sosiodrama ini melatih siswa dalam memahami kemampuan akan yang dimiliki.

6.        Pengertian Sejarah
Sejarah adalah semua kejadian atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau, yang disusun berdasarkan peninggalan atau cerita pelaku sejarah, atau sumber-sumber yang dapat dipercaya. Sumber sejarah meliputi sumber lisan, tulisan dan berbentuk benda.
Manfaat bagi kehidupan manusia, ternyata sangat besar sekali diantaranya, menjadikan contoh untuk diteladani atau ditiru bila sejarah tersebut baik (positif) atau sebaliknya jika contoh sejarahnya tidak baik (negatif) maka tidak boleh diikuti.
Pada intinya sejarah merupakan gambaran siapa diri kita sesungguhnya akan menjadi apa kita dalam perjalanan hidup ini, bagaimana kita mentafsirkan jejak peristiwa masa lampau yang tidak pernah kita alami.
Meskipun anak belajar sejarah tidak dapat menerapkan pengetahuan sejarahnya secara langsung dalam mengatasi masalah-masalah yang bersifat kompleksitas dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi hal itu akan memberikan makna pemahaman, apresiasi dan pengertian terhadap berbagai problem yang timbul di sekeliling mereka (Wiyanarti, 1999:15).
7.        Pengertian Anak Tunagrahita
Anak tunagrahita merupakan salah satu tingkatan dari ketunagrahitaan. Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada Skala Binet dan 54-40 menurut Skala Weschler (WISC). Anak terbelakang mental sedang bisa mencapai perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun.
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Dalam kepustakaan bahasa asing dikenal dengan istilah mental reterdation, mentally reterded, mental deficiency, dan mental defective, dan lain-lain (T. Sutjihati, 2007:102).
Istilah-istilah tersebut sering digunakan sebagai “label” terhadap mereka yang mempunyai kesulitan dalam memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan konsep-konsep dan keterampilan akademik meliputi membaca, menulis, dan menghitung angka-angka (Bandi, 2005:2).
Menurut Kaufman dan Halahan untuk memahami anak tunagrahita ada baiknya kita telaah definisi tentang anak yang dikembangkan oleh AAMD (America Association of Mental Deficiency) sebagai berikut : “Keterbelakangan mental menunjukkan fungsi intelektual di bawah rata-rata secara jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa perkembangan (T. Sutjihati, 2007:104).
Ada beberapa pengukuran tes intelegensi untuk menentukan klasifikasi ketunagrahitaan diantaranya dengan menggunakan skala Binet dan Wechler. Di bawah ini digambarkan secara jelas klasifikasi Tunagrahita berdasarkan ranking skor IQ.
Tabel 2.1 Klasifikasi Anak Tunagrahita Berdasarkan Derajat Keterbelakangannya
Tingkat Ketidakmampuan
Berdasarkan Skor IQ Binet
Berdasarkan Skor IQ Wechler
Mild (Ringan)
Moderate (Sedang)
Severe (Berat)
Profound (Sangat Berat)
68-52
51-36
25-20
Kurang dari 19
69-55
54-40
39-25 ekstrapolated
Kurang dari 24-ektrapolated
(Sumber Blake dalam Sutjihati, 2007:108)
Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil yaitu mereka yang memiliki IQ 51-36 menurut Skala Binet dan 54-40 menurut Skala Weschler (WISC). Anak terbelakang mental sedang bisa mencapai perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka dapat dilatih untuk mengurus diri sendiri melalui aktivitas kehidupan sehari-hari (activity daily living), serta melakukan fungsi sosial kemasyarakatan menurut kemampuannya.
Umumnya perkembangan pada anak tunagrahita sedang sangat lambat, sehingga mereka dapat dikatakan memerlukan pengawasan berkelanjutan sepanjang hidupnya serta mereka membutuhkan penanganan dengan tepat sesuai tahap perkembangan yang telah mereka capai. Anak tunagrahita sedang umumnya terjadi kurangnya keseimbangan dan koordinasi motorik, pada segi emosi mereka cenderung mudah marah, mudah terpengaruh dan kurang mempunyai dorongan. Hal-hal tersebut memiliki hubungan sebab akibat dengan rendahnya tingkat kecerdasan yang mereka miliki, selaras dengan pendapat Efendi (2009:96 “…..kelemahan  kecerdasan disamping berakibat pada kelemahan fungsi kognitif, juga berpengaruh pada sikap dan keterampilan lainnya”. Karakteristik yang pada umumnya tampak pada anak tunagrahita sedang sebagaimana digambarkan oleh Astati (2001:7)
a.       segi fisik
keadaan fisik tunagrahita sedang tidak sebaik penyandang tunagrahita ringan. Mereka mengalami kurang keseimbangan, kurang koordinasi gerak sehingga ada diantara mereka yang mengalami keterbatasan dalam bergerak

b.      segi kecerdasan
kelompok ini mencapai kecerdasan yang sama dengan anak normal yang berusia 7 atau 8 tahun
Anak tunagrahita sedang dikategorikan sebagai anak tunagrahita mampu latih dengan ciri-ciri yang dapat diidentifikasikan diantaranya dapat mempelajari tentang perawatan dirinya dalam berpakaian, ke toilet, makan, membersihkan diri dan rumahnya dan keterampilan lain yang dapat membuat mereka tidak selalu membutuhkan orang tuanya atau orang lain bagi kelangsungan hidupnya sehari-hari. Dapat belajar dan bergaul dengan anggota keluarganya dan tetangga dekatnya, membantu melakukan pekerjaan rutin di sekitar lingkungan rumahnya. Pada umumnya tidak dapat diharapkan belajar menguasai keterampilan membaca dan menulis dan berhitung secara sempurna. Mereka mampu berbicara dengan keterampilan berbahasa yang sederhana. Namun mereka pada dasarnya masih memerlukan perawatan, pengawasan dan dukungan bantuan sepanjang hayatnya.
Mengacu pada keterangan di atas, bisa disimpulkan bahwa karakteristik anak tunagrahita sedang memiliki perbedaan dengan anak normal sehingga lemah dalam segi fisik dan motorik, kurang mampu menarik kesimpulan dari yang dibicarakannya, sulit berpikir abstrak, cenderung menarik diri, kurang percaya diri, dan dapat melakukan pekerjaan yang sifatnya sederhana.

No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive