Saturday, August 21, 2021

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Self worth Menjadi Tinggi

 

Raymond Tambunan (http:/e-psikologi.com) menjelaskan bahwa perkembangan Self worth pada seseorang akan menentukan keberhasilan maupun kegagalannya di masa mendatang. Sedangkan arti Self worth itu sendiri menurutnya adalah hasil penilaian individu terhadap dirinya yang diungkapkan dalam sikap-sikap yang dapat bersifat positif dan negatif. Self worth yang positif akan membangkitkan rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta rasa bahwa kehadirannya diperlukan di dunia ini.

Donna L. Wong berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi Self worth anak meliputi:

a.    Temperamen dan kepribadian anak

b.    Kemampuan dan kesempatan yang ada untuk menyelesaikan tugas perkembangan sesuai usia

c.    Orang terdekat

d.   Peran sosial yang diemban dan pengharapan dalam peran tersebut.

Hal-hal yang dapat meningkatkan Self worth seseorang menurut pendapat Coopersmith (1967: 38) diantaranya adalah keberhasilan yang diperoleh selama dirinya berinteraksi dengan lingkungan. Keberhasilan itu sendiri antara lain:

a.    Power, kemampuan untuk mempengaruhi atau menguasai orang lain;

Keberhasilan ini diukur oleh kemampuan individu untuk mempengaruhi aksinya dengan mengontrol tingkah lakunya sendiri dan mempengaruhi orang lain. Dalam situasi tertentu, power tersebut muncul melalui pengakuan dan penghargaan yang diterima oleh individu dari orang lain, dan melalui kualitas penilaian terhadap pendapat-pendapat dan hak-haknya. Efek dari pengakuan tersebut adalah menumbuhkan perasaan penghargaan (sense of appreciation) terhadap pandangannya sendiri dan mampu melawan tekanan untuk melakukan konformitas tanpa mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan dan pendapat-pendapatnya sendiri. Masing-masing perlakuan tersebut bisa mengembangkan kontrol sosial, kepemimpinan, dan kemandirian yang mampu memunculkan sikap asertif, energik, tingkah laku, eksplorasi.

b.    Virtue, kesesuaian diri dan kecemasan dalam mengemukakan tentang dirinya;

Menurut Coopersmith (1967), keberhasilan ini ditandai oleh tingkah laku patuh pada kode etik, moral, dan prinsip-prinsip agama. Orang yang mematuhi kode etik dan agama dan kemudian menginternalisasikannya, menampilkan sikap diri yang positif dengan keberhasilan dalam pemenuhan terhadap tujuan-tujuan pengabdian terhadap nilai-nilai luhur. Perasaan berharga muncul diwarnai dengan sentiment-sentiment keadilan dan kejujuran, dan pemenuhan terhadap hal-hal yang bersifat spiritual.

c.    Significance, kesuksesan dan perasaan ketidakpastian.

Keberhasilan ini diukur oleh adanya penerimaan, perhatian, dan kasih sayang yang ditunjukkan oleh orang lain. Ekspresi dari penghargaan dan minat terhadap individu tersebut termasuk dalam pengertian penerimaan (acceptance) dan popularitas, yang merupakan kebalikan dari penolakan dan isolasi. Penerimaan ditandai dengan kehangatan, responsifitas, minat, dan menyukai individu apa adanya. Dampak utama dari masing-masing perlakuan dan kasih sayang tersebut adalah menumbuhkan perasaan berarti (tense of importance) dalam dirinya. Makin banyak orang menunjukkan kasih sayang, maka makin besar kemungkinan memiliki penilaian diri yang baik.

Sedangkan Soepri Tjahyono menjelaskan beberapa cara yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan Self worth diantaranya adalah :

a.    Mengenali diri sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan dengan cara bercermin baik dengan kaca maupun melalui tulisan di kertas dan menuliskan mana potensi-potensi yang bisa kita kembangkan atau tunjukkan ke orang lain dan mana yang harus kita tinggalkan.

b.    Menerima diri seperti apa adanya. Orang yang dapat menerima diri sendiri apa adanya tidak akan menyesali segala yang terjadi dalam menghadapi kenyataan. Artinya, apa yang ada pada diri kita harus diterima dan dikembangkan.

c.    Manfaatkan kelebihan dengan cara mengenali kelebihan yang kita miliki, selanjutnya digunakan dan dimanfaatkan seoptimal mungkin.

d.   Meningkatkan keahlian yang dimiliki. Kemampuan, keahlian, dan keterampilan yang kita miliki memberikan sumbangan untuk meningkatkan harga diri kita. Semakin banyak dan beragam keahlian yang kita miliki, akan semakin besar kita menghargai diri kita.

e.    Memperbaiki kekurangan. Kita harus mengenali kekurangan yang ada pada diri kita. Kalau kita tidak mengenalinya, maka keinginan untuk memotivasi dan mengembangkan diri kita ke arah yang lebih baik juga tidak ada. Kalau kita mengenali kekurangan kita, maka sebenarnya kekurangan itu dapat juga kita manfaatkan untuk sesuatu yang berguna.

f.     Mengembangkan pemikiran bahwa kita sama dan sederajat dengan orang lain. Setiap orang berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan itu bisa dari sudut ekonomi ataupun status sosial. Tetapi semuanya itu akan sama haknya dalam setiap kesempatan. Pemikiran itulah yang harus selalu dikembangkan bahwa setiap orang punya hak dan derajat yang sama.

Komponen-Komponen Self worth

 


Selanjutnya menurut komponen-komponen Self worth menurut Brown (1998) pada situs: http://sandyajizah.blogspot.com/2013/01/self-esteem.html (Selasa, 15 Januari 2013) adalah sebagai berikut:

a.    Feelings of belonging yaitu suatu perasaan dimana individu merasa dirinya bagian dari lingkungan tanpa ada batasan atas rasa kasih sayang atau nilai dari perasaan tersebut.

b.    Feelings of Mastery yaitu dimana individu memiliki rasa penguasaan. Penguasaan termasuk persepsi bahwa individu itu memiliki pengaruh terhadap dunianya tidak hanya dalam skala yang besar tetapi meliputi pula hal-hal kecil yang terjadi dalam  kehidupan sehari-hari.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Reasoner (dalam Borba, 1989), ada beberapa komponen dari Self worth adalah sebagai berikut:

a.    Security yaitu perasaan individu mempunyai keyakinan yang kuat, meliputi perasaan aman dan nyaman, mengetahui apa yang diharapkan, mempunyai kemampuan untuk bergantung kepada diri sendiri dan situasi, mempunyai pemahaman akan peraturan dan batas.

b.    Selfhood (lingkungan pribadi) yaitu individu mempunyai ciri khas, mempunyai pengetahuan tentang diri pribadi termasuk penggambaran diri yang akurat dan realistik akan peraturan, sikap, karakterisitk fisik.

c.    Affiliation yaitu perasaan memiliki, individu merasa diterima atau mempunyai hubungan, khususnya pada hubungan yang dianggap penting, memiliki perasaan diakui, dihargai, dan dihormati oleh orang lain, mempunyai kemampuan untuk menemukan kesenangan, kemampuan, dan latar belakang, memiliki kesadaran dan kemampuan dalam membentuk hubungan, mampu memberi dukungan atas keputusan kelompok

d.   Mission (misi dan tujuan) yaitu perasaan yang dimiliki individu, ia mempunyai tujuan dan motivasi untuk hidup, mempunyai tanggung jawab atas konsekuensi dari keputusan yang ia ambil, mempunyai kemampuan dalam membentuk tujuan yang realistik dan dapat diterima, mampu mengikuti rencana, mempunyai insisatif dan tanggung jawab atas aksinya, individu mampu mencari alternatif atas masalahnya, mampu mengevaluasi dirinya sendiri berdasarkan atas apa yang telah ia lakukan.

e.    Competence (Keahlian) yaitu perasaan yang dimiliki individu yaitu ia merasa berhasil dan mampu menyelesaikan hal-hal yang penting dan berharga, mempunyai kesadaran akan kelebihan dan menerima kelemahan. Berani mengambil resiko dalam berbagi ide dan opini. Perasaan sukses yang dimiliki oleh individu berdasarkan pengalaman pribadi dimana dianggap penting oleh individu itu sendiri, kegagalan bagi individu tidak hanya sebagai isu tapi merupakan fakta dan individu menggap kesalahan yang dilakukannya merupakan alat dalam belajar, mampu memberi penilaian akan kemajuan yang telah dibuat, mampu memberikan umpan balik dalam usahanya menerima kelemahan dan mencari keuntungan dari kesalahan yang dilakukan.

Coopersmith, (1967), mengungkapkan bahwa proses penilaian diri muncul dan penilaian subjektif terhadap keberhasilan, yang dipengaruhi oleh nilai yang diletakkan pada berbagai area kapasitas dan tampilan, diukur dengan membandingkan antara tujuan dan standar pribadi, dan disaring melalui kemampuan untuk mempertahankan diri dalam menghadapi kegagalan. Melalui proses tersebut akhirnya individu sampai pada penilaian tentang kemampuan, keberartian, kesuksesan, dan keberhargaan dirinya.

Teori-Teori Yang Relevan Dengan Pembelajaran Inkuiri


a. Teori Atribusi

Atribusi adalah sebuah teori yang membahas tentang upaya-upaya yang dilakukan untuk memahami penyebab-penyebab perilaku kita dan orang lain. Definisi formalnya, atribusi berarti upaya untuk memahami penyebab di balik perilaku orang lain, dan dalam beberapa kasus juga penyebab di balik perilaku kita sendiri.

Sementara menurut Weiner (1992) attribution theory is probably the most influential contemporary theory with implications for academic motivation. Artinya Atribusi adalah teori kontemporer yang paling berpengaruh dengan implikasi untuk motivasi akademik. Hal ini dapat diartikan bahwa teori ini mencakup modifikasi perilaku dalam arti bahwa ia menekankan gagasan bahwa peserta didik sangat termotivasi dengan hasil yang menyenangkan untuk dapat merasa baik tentang diri mereka sendiri.

Teori yang dikembangkan oleh Bernard Weiner ini merupakan gabungan dari dua bidang minat utama dalam teori psikologi yakni motivasi dan penelitian atribusi. Teori yang diawali dengan motivasi, seperti halnya teori belajar dikembangkan terutama dari pandangan stimulus-respons yang cukup popular dari pertengahan 1930-an sampai 1950-an.

Sebenarnya istilah atribusi mengacu kepada penyebab suatu kejadian atau hasil menurut persepsi individu. Dan yang menjadi pusat perhatian atau penekanan pada penelitian di bidang ini adalah cara-cara bagaimana orang memberikan penjelasan sebab-sebab kejadian dan implikasi dari penjelasan-penjelasan tersebut. Dengan kata lain, teori itu berfokus pada bagaimana orang bisa sampai memperoleh jawaban atas pertanyaan “mengapa”?

Model Atribusi mengenai motivasi mempunyai beberapa komponen, yang terpenting adalah hubungan antara atribusi, perasaan dan tingkah laku. Menurut Weiner, urutan-urutan logis dari hubungan psikologi itu ialah bahwa perasaan merupakan hasil dari atribusi atau kognisi. Perasaan tidak menentukan kognisi, misalnya semula orang merasa bersyukur karena memperoleh hasil positif dan kemudian memutuskan bahwa keberhasilan itu berkat bantuan orang lain. Hal ini merupakan urutan yang tidak logis (Weiner, 1982 :204).

Hubungan antara kepercayaan, pada reaksi afektif dan tingkah laku. Penyebab keberhasilan dan kegagalan menurut persepsi menyebabkan pengharapan untuk terjadinya tindakan yang akan datang dan menimbulkan emosi tertentu. Tindakan yang menyusul dipengaruhi baik oleh perasaan individu maupun hasil tindakan yang diharapkan terjadi.

Menurut teori atribusi, keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat dianalisis dalam tiga karakteristik, yakni :

a.    Penyebab keberhasilan atau kegagalan mungkin internal atau eksternal. Artinya, kita mungkin berhasil atau gagal karena faktor-faktor yang kami percaya memiliki asal usul mereka di dalam diri kita atau karena faktor yang berasal di lingkungan kita.

b.    Penyebab keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat berupa stabil atau tidak stabil. Maksudnya, jika kita percaya penyebab stabil maka hasilnya mungkin akan sama jika melakukan perilaku yang sama pada kesempatan lain.

c.    Penyebab keberhasilan atau kegagalan dapat berupa dikontrol atau tidak terkendali. Faktor terkendali adalah salah satu yang kami yakin kami dapat mengubah diri kita sendiri jika kita ingin melakukannya. Adapun faktor tak terkendali adalah salah satu yang kita tidak percaya kita dengan mudah dapat mengubahnya.

Merupakan faktor internal yang dapat dikontrol, yakni kita dapat mengendalikan usaha dengan mencoba lebih keras. Demikian juga faktor eksternal dapat dikontrol, misalnya seseorang gagal dalam suatu lembaga pelatihan, namun dapat berhasil jika dapat mengambil pelatihan yang lebih mudah. Atau dapat disebut sebagai faktor tidak terkendali apabila kalkulus dianggap sulit karena bersifat abstrak, akan tetap abstrak, tidak akan terpengaruh terhadap apa yang kita lakukan.

Secara umum, ini berarti bahwa ketika peserta didik berhasil di tugas akademik, mereka cenderung ingin atribut keberhasilan ini untuk usaha mereka sendiri, tetapi ketika mereka gagal, mereka ingin atribut kegagalan mereka untuk faktor-faktor dimana mereka tidak memiliki kendali, sepeti mengajarkan hal buruk atau bernasib buruk.

Menurut Weiner, faktor paling penting yang mempengaruhi atribusi ada empat faktor yakni antara lain :

a.         Ability yakni kemampuan, adalah faktor internal dan relatif stabil dimana peserta didik tidak banyak latihan kontrol langsung.

b.        Task difficulty yakni kesulitan tugas dan stabil merupakan faktor eksternal yang sebgaian besar di luar pembelajaran kontrol.

c.         Effort yakni upaya, adalah faktor internal dan tidak stabil dimana peserta didik dapat latihan banyak kontrol.

d.        Luck yakni faktor eksternal dan tidak stabil dimana peserta didik latihan kontrol sangat kecil.

b. Teori Kognitif Sosial

 Teori kognitif sosial, yang dikembangkan oleh Albert Bandura, didasarkan atas proposisi bahwa baik proses sosial maupun proses kognitif adalah sentral bagi pemahaman mengenai motivasi, emosi, dan tindakan manusia.

Pandangan kognitif sosial adalah bahwa belajar melalui pengamatan tidak selalu memerlukan imbalan intrinsik. Belajar seperti ini terjadi melalui pemrosesan kognitif pada saat dan sebelum pengamat melakukan suatu respon. Dengan model operant conditioning dari Skinner, yang hampir sama dengan belajar melalui pengamatan ini, dipandang berhasil apabila respon yang sesuai dengan tindakan model diberi reinforcement, respon yang tidak sesuai dihukum atau tidak diberi imbalan, dan perilaku orang lain menjadi stimulus bagi respon yang cocok.

Akan tetapi, penjelasan Skinner tersebut mengandung beberapa kekurangan. Pengamat mungkin tidak akan melakukan perilaku model dalam setting yang sama dengan ketika perilaku itu dicontohkan. Baik pengamat maupun model mungkin tidak akan memperoleh reinforcement. Perilaku model mungkin terjadi lagi beberapa hari atau bahkan beberapa minggu kemudian. Maka model operant tidak dapat menjelaskan bagaimana struktur respon baru itu dipelajari melalui pengamatan. Peranan utama insentif dalam observational learning adalah sebelum, bukan setelah modelling. Misalnya, perhatian pengamat dapat meningkat dengan antisipasi imbalan dari penggunaan perilaku model. Lebih jauh, imbalan yang diantisipasi itu dapat memotivasinya untuk mensimbolisasikan dan berlatih menggunakan kegiatan model. Insentif itu lebih bersifat fasilitatif daripada keharusan.

Teori kognitif sosial memandang belajar melalui konsekuensi respon sebagai suatu proses kognitif. Melalui pengalaman, orang menyadari konsekuensi positif dan negatif dari tindakannya. Akan tetapi, proses belajar itu tidak berhenti di sini, karena orang melihat dampak responnya. Jadi, reinforcement tidak otomatis memperkuat suatu kecenderungan untuk merespon, tetapi penguatan itu terjadi dengan mengubah variabel kognitif dari informasi dan motivasinya. Misalnya, dengan menelaah pola-pola konsekuensi respon, orang dapat melihat konsepsi dan aturan-aturan perilaku. Juga, jika konsekuensi respon itu dipandang bernilai tinggi, maka ini akan mendorong dan memperkuat perilaku. Dengan kata lain, berlawanan dengan pandangan mekanistik, konsekuensi menentukan perilaku terutama melalui intervensi berpikir.

Tujuan Pembelajaran Inquiry

 


Model pembelajaran inquiry terdapat berbagai macam tujuan di samping mengantarkan siswa pada tujuan intruksional, tetapi dapat juga memberi tujuan iringan (nutrunant effect). Hal ini pun diungkapkan oleh Trianto (2007:101) :

a)    Memperoleh keterampilan untuk memproses secara ilmiah (mengamati, mengumpulkan dan mengorganisasikan data, mengidentifikasikan variabel, merumuskan, dan menguji hipotesis, serta mengambil kesimpulan).

b)   Lebih berkembangnya daya kreativitas anak.

c)    Belajar secara mandiri

d)   Lebih memahami hal-hal yang mendua

e)    Perolehan sikap ilmiah terhadap ilmu pengetahuan yang menerimanya secara tentatif.

 

 

Bangkititahermawati (2012), mengemukakan tujuan atau sasaran pembelajaran yang dapat dicapai dengan penerapan inkuiri adalah:

a)        Sasaran kognitif

1)        Memahami bidang khusus dari materi pelajaran

2)        Mengembangkan keterampilan proses sains

3)        Mengembangkan kemampuan bertanya, memecahkan masalah dan melakukan percobaan

4)        Menerapkan pengetahuan dalam situasi baru yang berbeda.

5)        Mengevaluasi dan mensintesis informasi, ide dan masalah baru

6)        Memperkuat keterampilan berpikir kritis

b)        Sasaran afektif

a)         Mengembangkan minat terhadap pelajaran dan bidang ilmu

b)        Memperoleh apresiasi untuk pertimbangan moral dan etika yang relevan dengan bidang ilmu tertentu.

c)         Meningkatkan intelektual dan integritas

d)        Mendapatkan kemampuan untuk belajar dan menerapkan materi pengetahuan.

 

Trianto (2007:135) menerangkan:

Sasaran utama kegiatan pembelajaran inquiry adalah (1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar; (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran; dan (3) mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inquiry.

 

Apabila dilihat dari pendapat di atas mengenai tujuan dari metode pembelajaran Inquiry yakni diharapkan setelah siswa mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan metode Inquiry ini dapat memperoleh banyak pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikan suatu pengamatan yang nantinya mereka temukan di berbagai mata pelajaran yang lain selain itu siswa akan lebih mandiri dalam mengerjakan suatu soal misalnya tidak tergantung pada orang tua atau bantuan guru karena mereka telah terbiasa mencari jawabannya sendiri dan oleh karena itu siswa akan lebih mandiri, pengetahuannya pun akan selalu bertambah karena mereka ingin selalu mencari dan mencari informasi yang belum mereka ketahui.

Saturday, August 7, 2021

Mekanisme Kelelahan Otot


Kelelahan otot di definisikan sebagai kegiatan otot untuk mempertahankan atau menghasilkan kekuatan yang diperlukan atau hilangnya kemampuan otot untuk berkontraksi menghasilkan kekuatan. Kelelahan lebih sering di artikan sebagai menurunnya kapasitas otot dalam menghasilkan kekuatan dan kecepatan kontraksinya juga diikuti melambatnya relaksasi otot.

Aktivitas yang dapat menyebabkan adanya kelelahan otot yaitu: salah satunya pada seorang atlet menjalani latihan yang keras melebihi batas-batas kemampuan fisiologi dan psikologi mereka. 

Adapun aktivitas lain yang dapat menimbulkan kelelahan pada otot salah satunya yaitu, pekerja dengan system manual handling seperti pekerja tenun kain sarung, pekerja pemintalan benang. Berdasarkan hasil penelitian Ahmad Muizzudin (2013) bahwa sekitar 60% tenaga kerja mengeluhkan adanya kelelahan pada saat bekerja dan setelah bekerja yang mengakibatkan timbulnya kelelahan pada otot pekerja tersebut.

Kelelahan otot dapat bersifat lokal maupun menyeluruh,  menurut Saryono (2011) mengatakan otot yang lelah adalah otot yang tidak mampu untuk berkontraksi. Ketidak mampuan otot tersebut dalam berkontraksi disebabkan oleh gangguan:

1.        Sistem saraf, yaitu saraf tidak dapat mengirimkan impuls ke otot-otot yang bersangkutan.

2.        Tempat bertemu saraf dan otot (neuromuscular junction) tidak dapat menghantarkan impuls dari saraf motor ke otot.

3.        Mekanisme kontraksi yang tidak dapat mengeluarkan tenaga.

4.        Sistem saraf pusat yaitu otot dan sumsum tulang belakang untuk menimbulkan rangsangan maupun menghantar rangsangan.

Upaya untuk mengatasi adanya kelelahan otot adalah perlakuan yang dapat menyebabkan adanya regangan pada otot yang berkontraksi terus menerus. Hal ini yang akan menyebabkan timbulnya mekanisme lepas aktin-miosin sehingga terjadi pengurangan penggunaan Adenosin triphosfat (ATP) sehingga akan mengurangi adanya kelelahan otot


Strategi Pembelajaran Ekspositori

 


Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Menurut Wina Sanjaya (dalam Istarani, 2012: 174) mengemukakan bahwa “strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini guru memegang peran yang sangat dominan”.

Secara garis besar prosedur strategi pembelajaran ekspositori adalah (a) Preparasi. Guru mempersiapkan (preparasi) bahan selengkapnya secara sistematis dan rapi. (b) Apersepsi. Guru bertanya atau memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian anak didik kepada materi yang akan diajarkan. (c) Presentasi. Guru menyajikan bahan dengan cara memberikan ceramah atau menyuruh anak didik membaca bahan yang telah disiapkan dari buku teks tertentu atau yang ditulis guru sendiri. (d) Resitasi. Guru bertanya dan anak didik menjawab sesuai bahan yang dipelajari, atau anak didik disuruh menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri (resitasi), tentang pokok-pokok masalh yang telah dipelajari, baik secara lisan maupun tulisan.

b.Kelebihan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Ekspositori

Adapun kelebihan strategi pembelajaran ekspositori menurut Wina Sanjaya (2011: 190) adalah sebagai berikut:

1.    Guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, ia dapat mengetahui sampai sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan.

2.    Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.

3.    Siswa dapat mendengar melalui penuturan tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi).

4.    Strategi pembelajaran ini bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.

 

 

Adapun kelemahan strategi pembelajaran ekspositori menurut Wina Sanjaya (2011: 191) adalah sebagai berikut:

1.      Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik.

2.      Strategi ini tidak dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar.

3.      Strategi ini lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis.

4.      Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa yang dimiliki guru.

5.      Gaya komunikasi strategi pembelajaran lebih banyak terjadi satu arah (one-way communication), maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan materi pembelajaran akan sangat terbatas pula. Disamping itu, komunikasi satu arah bisa mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru.

 

Cara Mengintegrasikan Pendidikan Kewirausahaan tiap Satuan pendidikan


Pendidikan kewirausahaan bertujuan untuk membentuk manusia secara utuh (holistik),

sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan ketrampilan sebagai wirausaha.

Pada dasarnya, pendidikan kewirausahaan dapat diimplementasikan secara terpadu

dengan kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah. Pelaksanaan pendidikan

kewirausahaan dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor),

peserta didik secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidikan. Pendidikan

kewirausahaan diterapkan ke dalam kurikulum dengan cara mengidentifikasi jenis-jenis

kegiatan di sekolah yang dapat merealisasikan pendidikan kewirausahaan dan

direalisasikan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, program

pendidikan kewirausahaan di sekolah dapat diinternalisasikan melalui berbagai aspek.

1. Pendidikan Kewirausahaan Terintegrasi Dalam Seluruh Mata Pelajaran

Yang dimaksud dengan pendidikan kewirausahaan terintegrasi di dalam proses

pembelajaran adalah penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan ke dalam

pembelajaran sehingga hasilnya diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai,

terbentuknya karakter wirausaha dan pembiasaan nilai-nilai kewirausahaan ke

dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang

berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada

dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai

kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk

menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilainilai

kewirausahaan dan menjadikannya perilaku. Langkah ini dilakukan dengan

cara mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran di seluruh

mata pelajaran yang ada di sekolah. Langkah pengintegrasian ini bisa dilakukan

pada saat menyampaikan materi, melalui metode pembelajaran maupun melalui

sistem penilaian.

Dalam pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan ada banyak nilai yang dapat

ditanamkan pada peserta didik. Apabila semua nilai-nilai kewirausahaan tersebut

harus ditanamkan dengan intensitas yang sama pada semua mata pelajaran, maka

penanaman nilai tersebut menjadi sangat berat. Oleh karena itu penanaman nilainilai

kewirausahaan dilakukan secara bertahap dengan cara memilih sejumlah nilai

pokok sebagai pangkal tolak bagi penanaman nilai-nilai lainnya. Selanjutnya nilainilai

pokok tersebut diintegrasikan pada semua mata pelajaran. Dengan demikian

setiap mata pelajaran memfokuskan pada penanaman nilai-nilai pokok tertentu

yang paling dekat dengan karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan. Nilainilai

pokok kewirausahaan yang diintegrasikan ke semua mata pelajaran pada

langkah awal ada 6 nilai pokok yaitu: mandiri,kreatif pengambil resiko,

kepemimpinan, orientasi pada tindakan dan kerja keras.

Integrasi pendidikan kewirausahaan secara terintegrasi di dalam mata pelajaran

dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan ini silabus dan

RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya memfasilitasi untuk

mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan. Cara menyusun silabus yang

terintegrsi nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan mengadaptasi silabus yang

telah ada dengan menambahkan satu kolom dalam silabus untuk mewadahi nilainilai

kewirausahaan yang akan diintegrasikan. Edangkan cara menyususn RPP yang

terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan cara mengadaptasi

RPP yang sudah ada dengan menambahkan pana materi, langkah-langkah

pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan. Prinsip

pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan

mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai

kewirausahaan sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang

diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan

pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri.

Dengan prinsip ini peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan

berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan

peserta didik dalam melakukan kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai

kewirausahaan. Pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan dalam silabus dan RPP

dapat dilakukan melalui langkah-langkah berikut:

a. Mengkaji SK dan KD untuk menentukan apakah nilai-nilai kewirausahaan

sudah tercakup didalamnya.

b. Mencantumkan nilai-nilai kewirausahaan yang sudah tercantum di dalam SK

dan KD kedalam silabus.

c. Mengembangkan langkah pembelajaran peserta didik aktif yang

memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan integrasi nilai

dan menunjukkannya dalam perilaku.

d. Memasukan langkah pembelajaran aktif yang terintegrasi nilai-nilai

kewirausahaan ke dalam RPP


Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive