BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Di zaman modern ini, manusia
sudah begitu dimanjakan oleh teknologi yang serba canggih, serba mudah, dan
cepat. Perkembangan teknologi yang semakin pesat berdampak pada pola pikir yang
serba cepat dan instan. keadaan ini memang baik karena menandakan semakin
majunya dunia terutama di bidang teknologi. Tetapi, di sisi lain ada dampak
negatif yang sedang melanda dunia, termasuk negara Indonesia. Bencana tersebut
yaitu semakin marak pula korupsi, kolusi, nepotisme (KKN).
Korupsi adalah salah satu masalah
terberat yang kini sedang melanda Indonesia. Dari pejabat yang jabatannya masih
rendah sampai yang berjabatan tinggi rasanya sudah tidak asing dengan kasus
ini. Mereka (para koruptor) berlomba-lomba menyejahterakan keluarga dan dirinya
dengan uang yang bukan haknya. Mereka rampas hak-hak masyarakat kecil. Mereka
habiskan tanpa merasa peduli dan bersalah pada Negara dan masyarakat Indonesia.
Korupsi kini telah merusak Negara Indonesia.
Salah satu penyebab terjadinya
korupsi ialah karena tidak adanya sikap jujur dari dalam diri para pejabat
pemerintahan, yang serba instan membuat sikap jujur jarang diterapkan.
Menerapkan sikap jujur sebenarnya tidaklah sulit. Dimulai dengan niat yang
sungguh-sungguh dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari, maka sifat itu akan
tertanam pada diri kita dengan sendirinya.
Kalau masalah ini terus dibiarkan,
entah bagaimana nasib Negara tercinta ini. Maka dari itu penulis memilih materi
pentingnya menanamkan sikap jujur pada anak sejak dini. Seperti yang telah kita
ketahui bahwa anak-anak sekaranglah generasi yang akan memajukan negeri ini,
mereka generasi bangsa. Untuk itu, marilah kita tanamkan sikap jujur pada
anak-anak sejak dini demi masa depan bangsa yang gemilang.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan sikap
jujur ?
1.2.2 Apa pentingnya menanamkan
sikap jujur pada anak?
1.2.3 Pemeran penting dalam proses
menanamkan nilai kejujuran pada anak ?
1.2.4 Bagaimana cara menerapkan
nilai kejujuran pada anak?
1.2.5 Apa kendala dalam menerapkan
nilai kejujuran pada anak?
1.2.6 Apa
hubungan antara kejujuran dan kepercayaan?
1.3
Tujuan Penulisan
1.3.1 Mengetahui Apa yang dimaksud dengan sikap jujur.
1.3.2 Mengetahui pentingnya menanamkan sikap jujur
pada anak.
1.3.3 Mengetahui Pemeran penting
dalam proses menanamkan nilai kejujuran pada anak .
1.3.4 Megetahui Cara menerapkan sikap jujur pada anak.
1.3.5 Mengetahui kendala dalam menerapkan
nilai kejujuran pada anak.
1.3.6
Mengetahui hubungan antara kejujuran dan kepercayaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sikap Jujur
Tidak ada orangtua yang mendambakan
buah hatinya menjadi seorang pembohong. Jujur sebagaimana bohong bukan
merupakan sifat bawaan, tetapi lahir dari proses belajar dan pembiasaan. Anak
belajar kejujuran dari lingkungan tempat mereka tumbuh, mereka akan jujur apa
bila lingkungan disekitar memelihara kejujuran. Sebaliknya mereka akan menjadi
tidak jujur manakala lingkungannya sarat dengan nilai-nilai kebohongan.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia
(KBBI), jujur adalah lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus
ikhlas. Sedangkan kejujuran adalah sifat jujur, ketulusan hati, kelurusan
hati. Oleh karena itu pengertian kejujuran atau jujur adalah mengatakan atau
memberikan informasi yang sebenarnya atau sesuai dengan kenyataan, kejujuran
merupakan investasi yang sangat berharga, karena dengan kejujuran akan sangat
memberikan manfaat bagi diri kita baik sekarang maupun di waktu yang akan
datang.
“Kejujuran adalah dasar dari komunikasi yang efektif dan
hubungan yang sehat (Kelly, 2003/2005). Hal ini membuktikan bahwa
kejujuran sangat penting agar hubungan anak dan keluarga dapat terjalin dengan
harmonis. Kejujuran juga akan menciptakan komunikasi yang baik antara orang tua
dan anak, sehingga dapat menciptakan rasa saling percaya. Namun pada
kenyataannya nilai kejujuran pada anak sangatlah kurang, banyaknya anak yang
suka berbohong untuk membela dirinya sendiri, baik di dalam keluarga maupun di
lingkungan masyarakat.
Lebih memprihatinkan lagi banyaknya anak yang tidak jujur di
lingkungan sekolah, seperti banyaknya murid yang menyontek pada saat ulangan
maupun ujian, hal ini mereka lakukan karena mereka malas atau enggan untuk
belajar. Banyak juga diantara mereka yang membolos dari sekolah, dari rumah
berpamitan pada orang tua untuk ke sekolah ternyata mereka tidak sampai ke
sekolah ada yang berkeliaran di pasar dan juga di tempat umum lainnya, hingga
waktu pulang sekolah hal ini menunjukan bahwa tingkat kejujuran di kalangan
generasi muda sangatlah kurang.
Sebagai solusi dari permasalahan diatas maka guru berperan
penting dalam mengembangkan nilai kejujuran pada anak sejak usia dini,
memberikan pelajaran agama dan pendidikan moral di sekolah, disamping itu juga
memberikan sanksi terhadap murid yang bertindak tidak jujur saat ujian
berlangsung. Dengan demikian, dapat melatih anak untuk bersikap lebih disiplin
dan bertindak jujur, serta mengetahui bahwa bersikap tidak jujur dapat
merugikan dirinya sendiri maupun orang lain.
Disamping peranan guru orang tua juga memegang peranan yang
penting dalam mengembangkan nilai kejujuran pada anak. “Seluruh Etika Kejujuran
dan Intrgritas di mulai sejak dini” (Kelly 2003/2005). Oleh karena itu
peran orang tua dalam menanamkan nilai kejujuran pada anak sejak usia dini
sangat penting, pada saat anak-anak mulai bisa berbicara kita harus mengajarkan
pada anak untuk selalu jujur, hal tersebut juga harus selalu di dukung dengan contoh
atau perilaku yang jujur secara langsung dari orang tua sehingga anak bisa
mencontoh hal yang baik dari orang tuanya, dengan demikian anak akan tumbuh
dengan nilai kejujuran yang tinggi dan memiliki rasa tanggung jawab yang akan
berguna bagi dirinya baik di masa sekarang maupun yang akan datang.
B.
Pentingnya Menanamkan Sikap Jujur
Pada Anak Sejak Dini
“Kejujuran
adalah dasar dari komunikasi yang efektif dan hubungan yang sehat” (Kelly,
2003/2005). Ini membuktikan bahwa kejujuran sangat penting, supaya hubungan
anak dan keluarga dapat terjalin dengan harmonis. Kejujuran juga akan
menciptakan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak dan akan terciptanya
rasa kepercayaan. Anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap
ransangan-ransangan yang berasal dari lingkungan luar. Dengan demikian, pada
masa anak sangat ideal untuk orang tua menanamkan nilai kejujuran pada
anak-anaknya. Selain
itu, anak-anak adalah generasi penerus bangsa. Kalau mereka sudah terbiasa
dengan sikap jujur, besar kemungkinan mereka akan amanah di masa depan.
C. Pemeran Penting Dalam Menanamkan Nilai
Kejujuran Pada Anak Sejak Dini
Mengembangkan nilai kejujuran pada
anak, orang tua dan guru sangat berperan penting. Orang tua dan guru adalah
orang yang paling dekat dan paling mempengaruhi pertumbuhan anak.
Peran orang tua.
Peran orang tua
dalam keluarga sangat penting dalam mengembangkan atau meningkatkan nilai
kejujuran. “Seluruh etika kejujuran dan integritas dimulai sejak dini” (Kelly,
2003/2005). Oleh karena itu, peran orang tua dalam mengembangkan nilai
kejujuran pada anak sejak usia dini sangat penting dan itu akan mempengaruhi
sikapnya pada usia remaja bahkan hingga dewasa. Selain dapat meningkatkan nilai
kejujuran, anak juga akan memiliki integritas yang tinggi dalam hidupnya. Orang
tua harus menerapkan kejujuran dalam lingkungan keluarga dan harus memberi
contoh atau panutan terhadap anak-anak mereka. Dengan demikian anak akan tumbuh
dengan nilai kejujuran yang tinggi dan memiliki rasa tanggung jawab yang besar.
Menurut Kelly (2003/2005), orang tua harus mendorong dan mendukung anak
untuk berkata jujur, dan tidak meminta anak untuk berkata tidak jujur demi
kepentingan orang tua. Selain itu, orang tua juga tidak boleh memanggil anaknya
dengan sebutan pembohong karena akan membuat anak bertumbuh menjadi pembohong.
Peran guru
Peran guru di sekolah juga penting
dalam mengembangkan nilai kejujuran pada anak sejak usia dini. Misalnya memberi
sanksi terhadap murid yang bertindak tidak jujur saat ujian berlangsung. Dengan
demikian dapat melatih anak untuk disiplin dan bertindak jujur. Anak tahu kalau
berlaku tidak jujur akan merugikan dirinya sendiri. Guru juga dapat memberikan
ajaran-ajaran mengenai arti dan manfaat kejujuran kepada anak murid.
D. Cara Menanamkan Nilai Kejujuran Pada
Anak Sejak Dini
Membentuk Kejujuran dengan Kisah
Perkembangan anak merupakan
masa-masa yang kaya dengan imajinasi dan fantasi. Oleh sebab itu mereka senang
jika diperdengarkan berbagai macam cerita, mereka akan menikmatinya dengan
penuh minat dan kegembiraan. Begitu nikmatnya, kadang anak-anak merasa terlibat
dan membayangkan diri mereka menjadi tokoh yang ada dalam cerita tersebut.
Seringkali hal ini terbawa kedalam dunia nyata anak-anak biasanya ingin tampil
mewakili tokoh cerita yang mereka kagumi.
Cerita memang merupakan wahana yang
cukup efektif dalam upaya menumbuhkan sikap dan nilai-nilai dalam diri anak,
apakah sikap dan nilai-nilai itu positif atau negatif. Tentunya sangat
bergantung pada orangtua, sudah barang tentu mereka akan berupaya agar ahlak
yang baiklah yang berkembang dalam pribadi anak. Orang tua bias memilih kisah
para nabi dan
sahabatnya sebagai bahan cerita
dalam rangka ikhtiar memahatkan kejujuran itu kedalam jiwa anak. Ceritakan
kisah Rasullulah yang mendapat julukan Al-Amin karena kejujurannya. Dan maish
banyak kisah lain yang bisa mendorong tumbuhnya prilaku jujur.
Memberikan Pujian dan Penghargaan Secara Terbuka
Kalau anak mengakui kesalahannya
dengan jujur sebaiknya perhatian orangtua lebih tertuju pada kejujurannya dari
pada terhadap kesalahannya, apalagi jika kemudian memojokan dan mempermalukanya
dihadapan orang lain. Berilah dia pujian yang tulus dan wajar secara terbuka.
Kalau seandainya harus memberi hukuman sebagai konsekuensi
perbuatan salahnya, usahakan agar penghargaan yang diberikan lebih terasa
dibandingkan hukuman itu sendiri. Hal ini mengingat pada dasarnya setiap anak
lebih menyenangi pujian dari pada hukuman dan mereka cenderung mengulangi prilaku
yang membuat mereka dihargai.
Menyikapi Kesalahan Anak dengan Bijak
Seorang anak cenderung akan
berbohong ketika melakukan perbuatan salah, apa bila orangtuanya menyikapi
dengan emosional, apalagi disertai dengan tindakan kekerasan, seperti dalam
bentuk pukulan. Ia akan berlindung di balik kebohongannya agar selamat dari
kemarahan dan hukuman dari orang tuanya. Oleh karena itu, tidaklah bijak
menyikapi kesalahan anak dengan amarah, terlebih lagi kalau kesalahannya itu
adalah hal yang sepele. Apapun bentuknya akan lebih baik kalau prilaku salah
anak dihadapi dengan sikap arif.
Beritahukan kesalahannya
dengan lemah lembut bahwa yang dilakukanya itu salah kemudian tunjukan
apa yang seharusnya diperbuat agar kesalahan tersebut tidak terulang lagi.
Menghukum anak dengan dorongan amarah memang dapat menghilangkan rasa kesal
dalam sekejap namun dampaknya bagi perkembangan jiwa anak akan sangat patal.
Dr. Malak Jenjis dalam bukunya “Mengapa Anak-Anak Berbohong” Menurut hasil
penelitian para ahli psikologi bahwa 70% anak dari berbagai macam tingkah laku
anak yang bersifat bohong berpangkal pada kekuatan terhadap hukuman dan
tiadanya prasangka baik dari orang-orang dewasa.
Memberikan Pemahaman dengan Lembut
Pada usia tertentu yaitu antara
empat dan lima tahun berbohong pada anak jamak terjadi. Kebohongan pada usia
ini disebabkan daya khayal anak yang cukup tinggi. Mereka belum bisa membedakan
antara dunia maya dan alam nyata, apa yang mereka alami dalam mimpi atau
didengar dari cerita akan terbawa kedalam dunia nyata. Misalnya seorang anak
mengaku telah dipukuli oleh pembantunya, padahal anak itu hanya dipukuli dalam
mimpi.
Dengan sendirinya kebohongan ini
akan hilang, biarkan anak mengembangkan daya hayalnya namun memberikan arahan
dengan penuh kelembuatan dan kesabaran tetap diperlukan. Berikan pengertian
bahwa antara khayalan dan kenyataan jauh berbeda. Jangan sekali-kali kita
menuduhnya pembual, sebab cap semisal itu dapat memberikan konsep kepada diri
si anak bahwa dirinya memang pembohong.
Memberikan Perhatian dan Kasih Sayang
Setiap anak mendambakan kasih dan
perhatian yang penuh. Mereka akan bahagia bila mendapatkanya dan akan berusaha
dengan berbagai macam cara untuk mendapatkanya termasuk berbohong. Perlu di
ingatkan bahwa kasih sayang dan perhatian tidak identik dengan uang. Anak-anak
tidak hanya butuh uang tetapi juga perhatian sebagai tempat berbagi rasa yang
dapat mendengarkan dan tempat berlabuh saat mereka kelelahan. Berbohong, walau
dengan alasan untuk merebut perhatian, tetap tidak dibenarkan. Jika dibiarkan
berkelanjutan, bisa berdampak tidak baik bagi kesehatan akhlaq anak.
Menanamkan kejujuran Melalui diskusi
Diskusi bagi anak bisa menjadi saran
untuk sharing (tukar menukar) bersama kedua orangtuanya, baik itu tentang rasa,
pengalaman, atau masalah yang dihadapinya. Sementara itu orangtua juga dapat
memanfaatkan diskusi dengan media untuk menanamkan budi pekeriti yang baik.
Dalam suasana yang rilek (santai) kita bisa mengangkat kejadian dan prilaku
keseharian sebagai topik perbincangan. Tentu saja yang ada kaitanya dengan
kejujuran kita coba kemukakan beberapa contoh kejadian dan prilaku jujur
kemudian si anak diminta menanggapinya. Setelah itu, kita bawa si anak pada
kesimpulan bahwa kejujuran walau sebagaimana pahitnya, melahirkan ketenangan
hati, menumbuhkan rasa percaya diri, dan membuat orang lain percaya pada kita.
Membiasakan Berkata dan Bersikap Jujur Kepada Anak
Orangtua merupakan tempat
identifikasi anak, apa yang mereka ucapkan dan lakukan akan diserap dan direkam
dalam memori anak untuk kemudian ditirunya. Berpijak pada kenyataan ini orang
tua dituntut untuk senantiasa menjaga nilai-nilai kejujuran dalam seluruh kata
dan perbuatan. Biasakan untuk berkata dan bersikap jujur kepada anak kapan dan dimanapun.
Jawab pertanyaan-pertanyaan anak dengan jujur, iklas dan wajar. Jika kita perlu
dijawab, berikan alasan yang jujur mengapa kita tidak bias menjawabnya.
Tentunya dengan bahasa yang mudah difahami anak.
E. Kendala dalam
Mendidik Anak untuk Jujur
Mendidik anak
untuk selalu bersikap jujur pasti muncul kendala-kendala yang menghambat anak
untuk bersikap jujur. Tidak sedikit kendala yang akan dialami oleh orang tua.
Kendala-kendala itu dapat dibagi menjadi kendala internal dan kendala ekternal.
Kendala internal
Kendala
internal yaitu kendala yang berasal dari dalam diri pribadi anak.
Kendala-kendala itu dapat berupa sikap anak yang tidak mau dididik atau sikap
melawan terhadap orang tua. Menurut Mulyadi (1997), perilaku anak yang berbohong
juga dapat dilakukan anak dengan cara menambah atau mengurangi kata yang
sebenarnya terjadi. Itu dilakukan karena anak ingin merasa aman atau melindungi
diri dari ancaman.
Kendala
eksternal
Kendala
eksternal yaitu kendala yang berasal dari luar diri pribadi anak.
Kendala-kendala itu dapat berupa cara orang tua mendidik anak dengan keras atau
orang tua yang tidak memberikan contoh yang baik kepada anak. Misalnya orang
tua suka berkata tidak jujur atau berbohong kepada anak, sehingga anak juga menjadi
terbiasa untuk berbohong. Jika orang tua mengetahui anaknya berbohong,
hendaknya orang tua tidak memarahi atau menghukum anak, tetapi orang tua
menasehati anak bahwa kebohongan itu tidak baik.
F. Hubungan
Kejujuran dengan Kepercayaan
Kejujuran sangat
berkaitan dengan kepercayaan. Dalam hubungan apapun, kejujuran dan kepercayaan
sulit bahkan tidak bisa dipisahkan. Sebuah kejujuran dapat menimbulkan rasa
kepercayaan, demikian pula kepercayaan biasanya lahir dari adanya kejujuran.
Oleh karena itu, hendaknya para orang tua sudah menanamkan nilai kejujuran pada
anak sejak usia dini untuk menciptakan hubungan keluarga yang harmonis dan
membuat anak bertumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Sikap jujur adalah yang terpuji, dengan bersikap jujur kita
akan dipercaya dan dihargai oleh orang-orang disekitar kita. Jujurlah dalam
bersikap, bertutur, dan berprilaku. Kejujuran itu akan membuahkan hasil yang
manis. Sikap terpuji ini harus kita tanamkan sejak dini agar menjadi bagian
dari karakter kita. Karakter jujur adalah karakter yang mulia. Sikap terpuji
ini harus kita sebarkan kepada orang-orang di sekitar kita, terutama kepada
anak-anak yang akan menjadi generasi bangsa.
3.2
Saran
Tanamkanlah nilai-nilai terpuji terutama nilai kejujuran
pada anak-anak sejak dini agar mereka bisa menjadi manusia yang amanah,
berguna, dan dipercaya di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Husain
Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak, Panduan Lengkapbagi Orang-Tua, Guru dan
Masyarakat Berdasarkan Ajaran Islam, (Jakarta:
Lentera Basritama, 1999), h. 219
[2][46] Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama
dalam Keluarga, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000, Cet. Ketiga), h. 100-101
[5][49] Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam
Perekonomian Islam, (Jakarta:
Robbani Press, 2001), h. 293
No comments:
Post a Comment