BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Penegasan
judul
Dari judul tersebut diatas, terdapat beberapa istilah
yang perlu dijelaskan maksudnya. Fungsi dari penjelasan ini adalah untuk
memberi penegasan agar tidak menimbulkan kekaburan atau salah pengertian,
sehingga jelas ruang lingkupnya.
Yang perlu mendapat penjelasan adalah :
1. Keluarga adalah
tempat ideal penyemaian pendidikan budi pekerti. Dalam keluarga anak akan
banyak belajar secara praktis melalui berlatih dan meniru budi pekerti orang disekitarnya, lebih – lebih
meneladani orang tuanya.
2. Menurut aristoteles(384-322 s.M.) etika berarti ilmu
tentang apa yang biasa dilakukanatau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam kamus
besar bahasa indonesia lama (poerwadarminta, sejak 1953) etika dijelaskan
sebagai “ ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan menurut
kamus besar bahasa indonesia baru (departemen pendidikan kebudayaan, 1988)
etika dijelaskan dengan 3 arti salah satunya adalah nilai yang mengenahi benar
dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
3. Budi pekerti merupakan aneka ragam pengalaman peran
berdasarkan situasi tertentu sehingga mampu mengatasi masalah budi pekerti atas
prakarsanya sendiri secara bebas dan memiliki objek budi pekerti yang penting
dan berguna bagi dirinya (Ninik indawati, 2009-10).
B.
Latar belakang
Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan,
karena pendidikan dapat menciptakan manusia serta masyarakat pada umumnya
menjadi masyarakat yang berintelektual dan bermoral tinggi. Seseorang yang
bermoral sama halnya dengan seseorang yang memiliki etika yang baik sehingga
mereka dapat menentukan mana yang harus dikerjakan dan yang harus ditinggalkan.
Sedangkan seseorang yang berintelektual dapat memposisikan dirinya untuk
mengembangkan IPTEK. Hal ini dapat
menciptakan integrasi sosial yang baik, seseorang yang memiliki intelektual,
mereka akan selalu berfikir positif, obyektif, dan rasional.
Sistem pendidikan Indonesia menggaris bawahi tujuan
pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yakni
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti
luhur, berkeperibadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil,
berdisiplin, beretos kerja, bertanggung jawab, profesional dan produktif serta
sehat jasmani rohani. Tujuan ini sama dengan cita-cita pendidikan nasional,
yang menurut Yumarna (2004 : 45) dapat diwujudka melelui 3 hal yaitu usaha
pencerdasan, integritas keperibadian, dan pembentukan sikap. Dalam mewujudkan
cita-cita pendidikan nasional tidak hanya berpegang pada lembaga pendidikan
saja tapi lingkungan keluarga juga sangat mempengaruhi.
Keluarga dikenal sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. predikat
ini mengidikasikan betapa esensialnya peran dan pengaruh lingkungan keluarga
dalam perkembangan moral. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan pihak yang
paling awal yang memberikan perlakuan kepada anak. Ditegaskan oleh beberapa
ahli bahwa masa awal ini merupakan masa terbentuknya struktur kepribadian, pandangan tersebut
mengimplikasikan bahwa perlakuan pada awal masa kehidupan dan itu terjadi pada
lingkungan keluarga. Namun saat ini pendidikan
akhlak selalu di paksakan kepada bangsa ini hanya karena bangsa ini
mempunyai masalah yang pelik. Barulah ada kesadaran bahwa pendidikan akhlak
mulia sangat penting. Karena persoalan akhlak ada hubunganya dengan pendidikan
maka banyak pihak yang mempercayakan
pendidikan akhlak hanya kepada lembaga pendidikan (sekolah-sekolah).
Padahal pelajar (siswa atau mahasiswa) lebih banyak belajar dari keluarga.
Keluarga memberikan pendidikan nonformal pada anggota
keluarganya sehingga masing-masing anggota keluarga dapat menunjukkan jati
dirinya kepada masyarakat, apa yang telah dipelajari dalam lingkungan keluarga
tersebut. Misalnya saja kedua orang tua telah mengajarkan anaknya untuk
berjalan dengan sopan didepan orang yang lebih tua. Maka orang yang dihormati
tersebut akan merasa senang dan bertanya - tanya tentang asal usul anak yang
sopan tersebut diawali dari siapa orang tuanya, dimana rumahnya dan sekolahnya.
Dari latar belakang diatas masalah pembentukan
keperibadian yang harus ditanamkan pada lingkungan keluarga masih harus dibahas
untuk membentuk jati diri serta menunjukkan pribadi yang baik dari
masing-masing individu. Oleh sebab itu penulis berminat melakukan pembahasan
yang berjudul “Peran Keluarga Dalam Pendidikan Etika Dan Budi Pekerti”
C.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran keluarga dalam pengembangan pendidikan
etika dan budi pekerti di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat?
2. Bagaimana tingkah laku (etika) anak yang telah dibekali
pendidikan moral oleh keluarga dan yang kurang dibekali pendidikan moral oleh
keluarga?
D.
Tujuan Pembahasan
1. Mendiskripsikan peran orang tua dalam mengembangkan moral
anak di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
2. mendiskripsikan perbedaan anak yang telah dibekali
pendidikan moral oleh keluarga dan anak yang tidak atau kurang dibekali pendidikan
moral oleh keluarga.
E.
Manfaat Pembahasan
Pembahasan ini bermanfaat untuk berbagai pihak
diantaranya :
1. Bagi orang tua
Memberi arahan terhadap orang tua untuk dapat membimbing
ataupain mengarahkan putra putrinya tentang etika, moral dan budi pekerti.
Sehingga dapat membentuk pribadi anak yang dapat berperilaku, bertutur kata,
serta berfikir sesuai dengan nilai dan norma.
2.
Bagi pendidik (guru)
Dapat memberikan masukan tentang pengajaran bagi siswa
atau mahasiswanya mengenahi masalah etika dan budi pekerti serta tingkah laku
sosial yang menunjukkan jati dirinya.
3.
Bagi peserta didik
Etika dan budi pekerti digunakan untuk kehidupan
bermasyarakan dengan harapan mewujudkan cita-cita bangsa yang bermoral.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Peran
keluarga dalam mengembangkan moral anak
Keluarga adalah tempat ideal penyemaian pendidikan budi
pekerti. Didalam keluarga anak akan banyak belajar secara praktis melalui
berlatih dan meniru budi pekerti orang disekitarnya, lebih-lebih meneladani
orang tuanya. Seperti halnya dikemukakan
Geertz (1985:151) bahwa didalam keluarga jawa berkambang nila-nilai
tatakrama penghormatan yang mengarah pada penampilan sosial yang harmonis.
Nilai-nilai tata krama ini akan dipelajari anak secara alamiah dalam keluarga.
Melalui pendidikan moral dalam keluarga yang menjadi
basis awal budi pekerti, anak akan semakin sadar terhadap kehadiran dirinya di
dunia. Namun, menurut Supriyoko (2000:5) ada hal yang perlu dicermati yakni
ihwal normalitas keluarga akan berpengaruh terhadap perilaku sosial anak. Dalam
keluarga normal (harmonis) anak akan cenderung berperilaku positif, sebaliknya
pada keluarga yang tidak normal (rusak) anak akan cenderung berperilaku sosial
negatif. Karena itu, keluarga memang tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan
pendidikan sosial dan budi pekerti. Bahkan para pakar pendidikan juga banyak
yang setuju, kalau pendidikan budi pekerti harus ditanamkan sejak anak memasuki
masa peka (govoelige periode), antar 3,5 – 7 tahun.
Peran keluarga dalam mengembangkan moral anak sangatlah
penting karena hal tersebut berpengaruh pada pembentukan moral dimasa depan.
Orang tua sebagai peran utama dalam pembentukan moral. masing-masing orang tua
berbeda cara dalam mengajarkan pendidikan moral. Sebagai contoh dalam kehidupan
sehari-hari, orang tua mengikuti dan mengajaak anak-anaknya untuk datang ke
pengajian bersama, supaya sang anak mendapatkan ilmu akhlak dan akidah tentang
keagamaan karena hal ini dapat menciptakan etika dan budi pekerti yang baik. Orang
tua memakai pakaian yang sopan dengan maksud mangajarkan kepada anak-anaknya
untuk berpakain sopan didalam dan di luar rumah untuk memperlihatkan jati diri
yang baik. Orang tua mengajarkan bersalaman kepada anak-anaknya sebelum mereka
berangkat sekolah ataupun keluar rumah dengan maksud meminta izin (berpamitan)
supaya dalam keluarga tercipta keteraturan.
Cara lain didalam mendidikan anak yang dilakukan oleh
orang tua yaitu sering meluangkan waktu untuk berkumpul bersama, misalnya makan
bersama, nonton TV bersama, dalam waktu yang bersama itu orang tua dapat
memperingati anak-anaknya untuk berbuat dan berperilaku baik diluar dan didalam
rumah selain itu sang anak juga dapat menceritakan keluh kesahnya ataupun
hal-hal yang telah dialami di luar rumah kepada orang tua, sehingga anak merasa
nyaman berada di rumah. Oarang tua terutama ayah sebagai kepala keluarga harus
dapat menciptakan suasana rumah yang nyaman, baik, tenang, teraturan, dan
saling hidup rukun. Supaya anak dapat merasakan kasih sayang didalam rumah dan
menerima ajaran-ajaran moral yang telah diajarkan oleh orang tua dan dapat
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari maupun kehidupan dimasyarat.
Orang tua tidak hanya memberikan pendidikan tata krama
dan budi pekerti saja, melainkan harus memberi contoh kepada anak-anaknya
supaya sang anak tidak hanya mendengar pesan-pesan dari orang tua tapi juga
melihat dan memahami bahwa orang tua tidak hanya memerintah saja tetapi juga
telah memberi contoh yang baik bagi dirinya. Hal ini diharapkan supaya anak dapat
mengingat apa yang telah diajarkan orang tua kepada mereka sebagai anak.
B.
Karakteristik hubungan anak usia sekolah dengan keluarga
Masa usia sekolah dipandang sebagai masa untuk pertama
kalinya anak memulai kehidupan sosial mereka yang sesungguhnya. Bersamaan
dengan masuk anak ke sekolah dasar, maka terjadilah perubahan hubungan anak
dengan orang tua. Perubahan tersebut diantaranya disebabkan adanya peningkatan
penggunaan waktu yang dilewati anak bersama teman sebayanya. Sekalipun tidak
menjadi subyek tunggal dalam pergaulan anak, orang tua tetap menjadi bagian
penting karena mereka menjadi figur sentra dalam kehidupan anak. Maka dari itu
orang tua tetap menuntun anak menjadi
bagian dari lingkungan sosial yang lebih luas. Teladan perilaku yang baik
(seperti disiplin dan bermoral) dapat
mempertajam anak terhadap pendidikan di sekolah yang dihadapinya, sehingga anak
akan semakin memahami kebutuhan dan perasaannya sekaligus kebutuhan dan
perasaan oran lain.
Hubungan anak dengan orang tua akan berkembang dengan
baik apabila kedua pihak saling memupuk keterbukaan. Berbicara dan mendengar
merupakan hal yang sangat penting. Perkembangan yang dialami anak sama sekali
bukan alasan untuk menghentikan kebiasaan-kebiasaan dimasa kecilnya. Hal ini
justru akan membantu orang tua dalam menjaga terbukanya jalur komunikasi.
Sesuai dengan perkembangan kognitifnya yang semakin
matang, maka pada usia sekolah, anak secara berangsur-angsur lebih banyak
mempelajari sikap dan motifasi orang tua, serta memahami aturan keluarga
sehingga mereka menjadi lebih mampu untuk mengendalikan tingkah lakunya.
Perubahan ini mempunyai dampak besar terhadap kualitas hubungan antara
anak-anak usia sekolah dengan orang tua mereka (dalam Siefert dan
Hoffnung1994). Dalam hal ini orang tua merasakan pengontrolan dirinya terhadap
tingka laku anak mereka berkurang dari waktu kewaktu dibandingkan pada
tahun-tahun awal kehidupan mereka. Beberapa kendali dialihkan dari orang tua
kepada anakanya, walaupun prosesnya secara bertahap dan merupakan koregulasi
Dengan demikian, meskipun terjadinya pengurangan
pengawasan dari orang tua kepada anaknya selama sekolah dasar, bukan berarti
orang tua sama sekali melepas mereka, sebaliknya orang tua masih terus
memonitor usaha-usaha yang dilakukan anak dalam memelihara diri mereka
sekalipun secara tidak langsung
Perubahan ini berperan dalam pembentukan stereotip
pengasuhan dari orang tua sepanjang usia sekolah dasar. Dalam hal ini,
pengasuhan hanya meliputi mengurus masalah makanan atau penerapan beberapa
aturan saja.
C.
Akibat keluarga yang dekat dengan kehidupan anak dan keluarga yang jauh dengan
kehidupanak
Pembentukan etika dan budi pekerti yang telah diajarkan
oleh orang tua kepada anak sangat
berpengaruh terhadap keperibadian anak baik saat ini maupun dalam kehidupan
anak dimasa mendatang. Misalnya saja, anak yang mendapat bimbingan etika dan
budi pekerti dari orang tuanya semasa kecil, mereka akan hidup dimasyarakat
dengan diikuti moral yang baik dan mereka akan dihormati dan dihargai oleh
masyarakat karena akhlaknya sendiri dan perbuatannya sendiri. Berbeda dengan
anak yang mulai kecil tidak di ajari atau dibimbing oleh etika dan budi pekerti
oleh orang tuanya maka kehidupannya dimasyarakat kelak tidak akan merasa nyaman
akibat perbuatannya karena sering di bicarakan oleh masyarakat akibat
perbuatannya yang tidak disukai.
Oleh sebab itu peran orang tua terhadap perkembangan
etika dan budi pekerti terhadap anak tidak hanya berpengaruh pada masa
kanak-kanak saja tetapi juga pada masa mereka hidup bermasyarakat, etika dan
budi pekerti sangat diperlukan . hal ini di maksud agar hubungan atau interaksi
sosial dapat berjalan dengan baik. Peran orang tua sangatlah berpengaru
terhadap perkembangan moral.
D.
Peran keluarga dalam pendidikan anak di masyarakat
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan
dengan aturan dan konvensi mengenahi apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia
dalam interaksinya dengan orang lain (santrock, 1995). Anak-anak ketika
dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi
moral yang siap untuk dikembangkan karena itu melalui pengalaman interaksi
dengan orang lain, anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik yang
boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk yang tidak boleh dikerjakan.
Keluarga (orang tua) mendidik anak untuk berperilaku
sopan kepada siapa saja yang lebih tua dan menghargai yang lebih muda,
diharapkan anak dapat bersosialisasi dengan masyarakat. Dimana masyarakat dalam
hal ini yaitu kelompok dan lembaga, peran antara indifidu dalam berkelompok dan
lain sebagainya.
Pada kelompok dan lembaga yaitu anak dapat menjalankan
kegiatan berorganisasi dengan baik antar teman kelompok, bersifat demokrasi dan
belajar saling menghargai. Sedangkan peran antara indifidu dalam berkelompok
yaitu indifidu belajar untuk menjadi seorang pemimpin yang bermoral, bijaksana
dan adil. Ini semua dapat diwali dari lingkungan terkecil yaitu keluarga.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keluarga merupakan media sosialisasi pertama yang dapat
membentuk jati diri anak. Jika keluarga dapat mensosialisasikan hal-hal yang
baik (tutur kata, tingkah laku, agama, keperibadian dan lain sebagainya) maka
anak akan tumbuh dan berkembang di masyarakat dan khususnya dalam keluarga
menjadi anak yang baik pula, tetapi anak yang tumbuh dan dibesarkan pada
keluarga yang tidak dapat mensosialisasikan nilai dan norma yang tidak baik dan
juga jauh dari kasih sayang orang tua maka anak tersebut menjadi anak yang
tidak dapat diperingati.
B.
Saran
Orang tua harus dapat membagi waktu dengan anak-anaknya
di rumah paling tidak berada di meja makan bersama, karena pada saat itu
keluarga dapat berkumpul berbagi keluh kesah selama mereka berada di luar
rumah. Orang tua tidak hanya mengajarka pendidikan etika saja, melainkan harus
memberikan contoh serta melakukan bersama-sama dengan anak misalnya : pergi
beribadah sekeluarga.
Daftar Pustaka
Armstrong, Thomas. 2005. Setiap Anak Cerdas. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka UtamaEffendi, Suratman, Ali Thaib, Wijaya, Dan B. Chasrul Hadi. 1995. Fungsi Keluarga Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia. Jambi: Departemen Pendidikan dan Kebudayan.
Geertz, Hildred. 1983. Keluarga Jawa. Jakarta: Grafiti Pers.
Goode, William J. 1983. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bina Aksara.
Gunarsa, Singgih D. Menyikapi Periode Kritis Pada Anak dan Dampaknya Pada Profil Kepribadian tahun 2001 dalam Psikologi Perkembangan Pribadi dari bayi sampai lanjut usia. Editor: S. C. Utami Munandar. Jakarta: UI Press. 2001.
Hawadi, Reni Akbar. 2001. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: PT. Grasindo.
Mudjijono, Hermawan, Hisbaron, Noor Sulistyo, dan Sudarmo Ali. 1996 . Fungsi Keluarga Dalam Meningkatkan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
.Munandar, Utami. 1983. Emansipasi dan Peran Ganda Wanita Indonesia: Suatu Tinjauan Psikologis. Depok: UI Press.
Murdianto, Utomo, Bambang S. 2003. Modul Mata Kuliah Sosiologi Pedesaan. Bogor: Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB.
Zurayk, Ma’ruf. 1997. Aku dan Anakku. Bandung:
Al-Bayan (Kelompok Penerbit Mizan).
No comments:
Post a Comment