A. Bangsa Arab sebelum Islam
Bangsa Arab adalah penduduk asli jazirah Arab[1].
Semenanjung yang terletak di bagian barat Daya Asia ini, sebagian besar
permukaannya terdiri dari padang pasir. Secara umum iklim di jazirah Arab amat
panas[2], bahkan termasuk yang paling panas dan paling kering di muka bumi.
Dari segi pemukimannya, bangsa Arab dapat
dibedakan atas ahl al-badwi dan ahl al- hadlar. Kaum Badwi adalah penduduk
padang pasir. Mereka tidak memiliki tempat tinggal tetap, tetapi hidup secara
nomaden, berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain untuk mencari sumber
mata air dan padang rumput. Mata penghidupan adalah beternak kambing,
biri-biri, kuda dan unta. Kehidupan masyarakat Badwi yang nomaden tidak banyak
memberi peluang kepada mereka untuk membangun peradaban. Oleh karena itu,
sejarah mereka tidak ketahui dengan tepat dan jelas. Ahl al-hadlar ialah
penduduk yang sudah bertempat tinggal tetap di kota-kota tau daerah-daerah
pemukiman yang subur. Mereka hidup dari berdagang, bercocok tanam dan industri.
Berbeda dengan masyarakat Badwi, mereka memilki peluang yang besar untuk
membangun peradaban.
Dalam struktur masyarakat Arab terdapat kabilah
sebagai intinya. Ia adalah organisasi keluarga besar yang biasanya hubungan
natara anggota-anggotanya terikat oleh pertalian darah (nasab). Akan tetapi,
adakalanya hubungan seseorang dengan kabilahnya disebabkan oleh ikatan
perkawinan, suaka politik atau karena sumpah setia[3].
B. Muhammad Saw sebelum kenabian dan setelah
diangkat menjadi Rasul
Rasulullah Saw lahir dari kalangan bangsawan
Quraisy. Ayahnya bernama Abdulah Ibn Abdi Al Muthalib dan ibunya bernama Aminah
binti Wahab. Garis nasab ayah dan ibunya bertemu pada Kikab ibn Murah. Apabila
ditarik keatas, silsilah beliau sapai kepada Ismail as. Akan tetapi, nama-nama
nenek moyang beliau yang diketahui dengan jelas hanya sampai Adnan. Nama-nama
di atas Adnan sampai kepada Ismail tidak diketahui dengan pasti.
Kabilah Quraisy terkenal sebagai pedagang yang
menguasai jalur niaga Yaman-Hijaz-Syiria[4]. Mereka juga mendominasi perdangan
lokal dengan memanfaatkan kehadiran para penziarah Ka’bah, terutama pada musim
haji. Kabilah Quraisy bertambah harum ketika Qushai menjadi penguasa atas
Mekkah setelah berhasil mengalahkan Bani Khuza’ah. Hal ini berarti pengembalian
tanggung jawab atas penjagaan dan pemeliharaan Ka’bah serta pelayanan terahadap
para penziarah Ka’bah kepada keturunan Ismail. Penguasaan atas Mekkah, baik
berkaitan dengan kegiatan niaga, maupun keagamaan , menjadikan kabilah quraisy
berpengaruh besar tidak saja di Mekkah dan sekitarnya, melainkan di Jazirah
Arab seluruhnya.
Ketika tanggung jawab pemeliharaan Ka’bah dan
pelayanan terhadap para penziarah rumah suci itu berda di atas pundak abdi Al
Muthalib ibn Hasyim, Mekkah diserang oleh Abrahah yang bermaksud meruntuhkan
Ka’bah. Ka’bah yang setiap musim dikunjungi oleh para penziarah dari seluruh
penjuru jazirah Arab, menjadikan kota Mekkah tidak hanya penting secara
politis, tetapi menguntungkan pula dari sisi ekonomi. Lebih-lebih letaknya yang
strategis pada jalur niaga Yaman-Hijaz-Syiria. Hal inilah yang mendorong
Abrahah melakukan serangan itu. Akan tetapi, serangan ini gagal karena pasukan
tentara penyerang itu diserang wabah penyakit yang mengerikan[5]. Tahun ketika
terjadi penyerangan tersebut disebut tahun gajah karena Abrahah ketika itu
memimpin pasukannya dengan menunggang seekor gajah yang besar.
Rasulullah saw dilahirkan sebagai yatim pada hari
senin 12 Rabi’ul awal tahun Gajah,bertepatan dengan 20 April 571. Ayahnya sudah
wafat tiga bulan setelah menikahi ibunya. Abdul Muthalib memberi nama cucunya
itu Muhammad. Beliau disusui beberapa hari oleh Tsuwaibah, sahaya Abu Lahab,
kemudian dilanjutkan penyusuan dan pengasuhannya oleh Halimah binti Dzuaib dari
kabilah Bani sa’ad. Kendatipun hanya beberapa hari Tsuwaibah menyusuinya,
beliau pelihara terus silaturrahim dengannya, demikian pula budi baik keluarga
Halimah al-Sa’diyah tidak pernah dilupakan sepanjang hayatnya.
Ketika berusia lima tahun, beliau dikembalikan
kepada Amina. Akan tetapi, setahun kemudian ibu kandung yang amat dicintainya
wafat. Abd al-Muthalib melanjutkan pengasuhan atas cucunya sampai kakek yang
bijak ini wafat dua tahun kemudian. Tanggung jawab untuk mengasuh dan
membesarkan Muhammad Saw selanjutnya dipikul oleh Abu Thalib, salah satu putera
Abd al-Muthalib yang paling miskin, tetapi sangat disegani dan dihormati oleh
penduduk Mekkah.
Pada malam Senin 17 Ramadhan tahun 13 sebelum
Hijrah bertepatan dengan 6 Agustus 610 M, selagi Muhammad berkhalwat di gua
Hira, Jibril menyampaikan wahyu pertama.[6]Setelah menerima wahyu itu Muhammad
segera pulang dengan hati cemas dan badan menggigil karena ketakutan. Beliau
meminta Khadijah menyelimutinya. Setelah tenang, beliau menceritakan peristiwa
tersebut kepada istrinya. Khadijah berusaha menenangkan beliau kemudian pergi
menemui Waraqah ibn Naufal, saudara sepupunya, meninggalkan beliau yang
tertidur karena kelelahan. Waraqah Ibn Naufal yang sudah memeluk agama Nasrani
itu menceritakan kepada Khadijah bahwa Muhammad diangkat menjadi Nabi dan yang
diutus tersebut merupakan malaikat Jibril.
Pada saat beliau tertidur lelap,
turunlah wahyu yang kedua.[7]Setelah menerima wahyu yang kedua ini Muhammad
bangkit lalu berkata kepada isterinya, yang baru pulang dari rumah Waraqah,
bahwa Jibril telah menyampaikan perintah Tuhan agar beliau memberi peringatan
kepada umat manusia, dan mengajak mereka supaya beribadah dan patuh hanya
kepada-Nya. Wahyu uang kedua ini menandai penobatan Muhammad sebagai
Rasulullah.
C. Dakwah Nabi Muhammad Saw pada periode Mekkah
1. Langkah Dakwah Nabi Muhammad Saw
Langkah pertama yang dilakukan adalah berdakwah
secara diam-diam di lingkungan keluarga terdekat seperti disebutkan dalam
Al-Qur’an.[8]Beliau berusaha menjelaskan ajaran Islam kepada keluarga dan kawan
dekatnya. Mereka orang yang pertama-tama memeluk agama Islam baik dari kalangan
keluarga terdekat maupun sahabat disebut dengan Assabiqunal Awwalun.
Setelah beberapa lama Rasululah melakukan dakwah
secara rahasia, maka turunlah perintah Allah agar beliau melakukan dakwah
secara terbuka di hadapan umum seperti telah dituturkan dalam
Al-Qur’an.[9]Langkah pertama yang dilakukan Nabi Muhammad Saw dalam berdakwah
secara terbuka adalah mengundang dan menyeru kerabat dekatnya dari Bani
Muthalib.
Kemudian Nabi Muhammad Saw mengajak masyarakat
umum. Mereka mulai mengajak ke segenap lapisan masyarakat, mulai dari
masyarakat bangsawan, hingga kelas hamba sahaya. Mula-mula ia menyeru penduduk
Mekkah, keudian penduduk negeri-negeri lain. Pertemuan dengan penduduk Mekkah
dilakukan di bukit Shafa. Dalam pertemuan itu Nabi Muhammad Saw menjelaskan
bahwa ia diutus oleh Allah untuk mengajak mereka menyembah Allah dan
meninggalkan penyembahan terhadap berhala.
Dengan seruan secara terbuka itu, Nabi Muhammad
dan Islam menjadi perhatian dan perbincangan di kalangan masyarakat kota
Mekkah. Masyarakat Quraisy beranggapan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Saw
tidak mempunyai dasar dan tujuan yang jelas. Oleh karena itu, mereka tidak
peduli dan berusaha menentangnya habis-habisan higga agama Islam tersebut
lenyap dari muka bumi ini. Selain itu, mereka memulai strategi untuk
mengacaukan kegiata dakwah Islam dan berusaha menghambat gerak laju
perkembangan agama Islam di kota Mekkah dan masyarakat Arab lainnya.
2. Respon Masyarakat Mekkah terhadap
dakwah Nabi Muhammad Saw
Dakwah Islam yang dilakukan Rasul baik secara
diam-diam maupun secara terbuka, mendapat tanggapan (respon) yang beragam. Ada
yang menerima dan banyak pula yang menolak. Sejumlah kecil mereka yang menerima
ajaran Islam adalah para sahabat dan keluarga dekat Rasulullah Saw, meskipun
ada juga keluarga dekatnya yang menolak misalnya, Abu Lahab.
Meskipun bisa dikatakan bahwa masyarakat Arab di
kota Mekkah ada yang menerima ajaran Islam secara ikhlas, tapi pada umumnya
masyarakat Arab kota Mekkah menolak dan tidak menghendaki kehadiran Islam dan
umat Islam dan umat Islma di kota tersebut. Hal ini dapat kita lihat dari
berbagai penghinaan bahka ancaman penbunuhan yang ditujkan kepada Nabi Muhammad
Saw dan umat Islam.
3. Hambatan dan Rintangan Dakwah Islam
di Mekkah
Para tokoh masyarakat Quraisy mulai menyebarkan
isu yang tidak benar mengenai ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Saw sebagai
salah satu cara untuk menghambat gerakan Islamisasi sehingga banyak masyarakat
yang terpengaruh oleh isu-isu yang menimbulkan fitnah tersebut. Bahkan Abu
Thalib, paman Nabi yang memelihara dan mengasuhnya sejak kecil juga dihasut
untuk melarang Nabi Muhammad Saw agar tidak menyebarkan ajaran islam. Karena
tidak tahan atas ancaman dan teror yang diarahkan kepadanya, maka pada suatu
ketika, Abu Thalib membujuk Nabi Muhammad Saw agar bersedia menghentikan
kegiatan dakwahnya.
Mereka yang tidak senang dengan ajakan Nabi
Muhammad Saw terus berusaha mengganggu dan merintangi dakwah Nabi dengan
berbagai cara, termasuk penyiksaan dan pembunuhan. Mereka menerima siksaan di
luar batas perikemanusiaan. Misalnya: dipukul, dicambuk, tidak diberi makan dan
minum. Bilal dijemur di bawah terik matahari dan ditindih batu besar. Istri
Yasir yang bernama Sumaiyah ditusuk dengan lembing sampai terpanggang.
4. Boikot dan Rencana Pembunuhan
terhadap nabi Muhammad Saw
Kegagalan masyarakat kafir Quraisy dalam membujuk
Nabi Muhammad saw untuk meninggalkan dakwahnya justru memperkuat posisi umat
Islam di kota Mekkah. Menguatnya posisi umat Islam memperkeras reaksi kaum
kafir Quraisy. Mereka mencoba menempuh cara-cara baru, yaitu melumpuhkan kekuatan
Nabi Muhammad Saw yang bersandar pada perlindungan keluarga Bani Hasyim.
Caranya adalah memboikot mereka dengan memutuskan segala bentuk hubungan dengan
Bani Hasyim. Tidak seortang pun dari penduduk Mekkah yang diperkenankan
melakukan hubungan jual beli dengan Bani Hasyim. Persetujuan itu dibuat dalam
bentuk piagam dan ditandatangani bersama serta disimpan di dalam Ka’bah.
Pemboikotan ini berlangsung selama lebih kurang tiga tahun, yang dimulai pada
bulan Muharram tahun ketujuh kenabian, bertepatan dengan tahun 616 M. Di anatar
isi piagam pemboikotan ini adalah sebagai berikut :
1. Mereka tidak akan menikahi
orang-orang Islam
2. Mereka tidak akan menerima permintaan
nikah dari orang-orang Islam
3. Mereka tidak akan berjual beli apa
saja dngan orang-orang Islam
4. Mereka tidak akan berbicara dan tidak
akan menjenguk orang-orang Islam yang sakit
5. Mereka tidak akan menerima permintaan
damai dengan orang-orang Islam, sehinhgga mereka menyerahkan Muhammad untuk
dibunuh.
Akibat pemboikotan tersebut, Bani Hasyim menderita
kelaparan, kemiskinan, dan kesengsaraan yang tiada bandingnya. Pemboikotan itu
baru berhenti setelah beberapa pemimpin Quraisy merasa iba dengan penderitaan
yang dialami Bani Hasyim dan umat Islam. Akhirnya mereka merobek isi piagam
tersebut dan memusnahkannya. Dengan perobekan itu, otomatis pemnboikotan itu
berakhir.
D. Strategi Perjuangan Dakwah Nabi Muhammad Saw
1. Hijrah ke Habsyi yang pertama
Penyiksaan dan penganiayaan kafir Quraisy yang
diuar batas perikemanusiaan terhadap orang-osang muslim membuat hati nabi tidak
tahan melihat penderitaan itu. Akhirnya Nabi Muhammad menyarankan kepada
sahabatnya untuk mengungsi ke Habsyi guna menghindar dari gangguan, siksaan dan
ancaman orang-orang kafir Quraisy. Pada bulan ketujuh tahun kelima kenabian
berangkatlah 11 orang laki-laki beserta 4 wanita kemudian rombongan berikutnya
menyusul hingga jumlah yang hijrah ke Habsyi mencapai 70 orang. Kedatangan
orang-orang Islam di Habyi disambut dengan baik oleh raja Nejus. Bahkan ia
memberikan perlindungan dan diizinkan untuk melaksanakan ibadah Islam. Keadaan
itu berubah ketika orang-orang Quraisy mengirim utusan kepada Raja Nejus.
Mereka meminta agar Raja Habsyi itu mengembalikan orang-orang mukmin ke negei
asalnya, yaitu Mekkah. Namun permintaan itu ditolaknya.
Ketika umat Islam berada
di Habsyi Rasulullah tetap tinggal di kota mekkah. Beliau tetus berusaha
menyebarkan Islam kepada masyarakat Quraisy, meskipun mendapat ancaman dan
gangguan yang luar biasa. Usaha Rasulullah Saw ini ternayat tidak sia-sia. Ia b
erhasil mempengaruhi beberapa tokoh Quraisy, misalnya, Hamzah bin Abdul
Muthalib yang masuk Islam pada tahun 615 M bertepatan pada tahun ke enam
kenabian.
2. Hijrah ke Habsyi yang kedua
Umat Islam yang hijrah ke Habsyi pertama
berlangsung slama 2 bulan. Setelah itu mereka kembali ke Mekkah. Melihat
keberhasilan umat Islam untuk bertahan dan mendapat perlindungan di Habsyi,
kafir Quraisy semakin geram. Karena itulah, Nabi Muhammad menyarankan kembali
kepada umat Islam untuk hijrah ke Habsyi. Hijrah kedua ini diikuti oleh 101
orang diantarnaya terdapat 18 orang wanita yang dipimpin oleh Jakfar bin Abi
Thalib.
Kepergian umat Islam yang
kedua ini ke Habsyi masih mendapat sambutan yang hangat dari Raja Nejus. Rupanya
kebaikan hati Raja Nejus ini membuat marah orang-orang kafir Quraisy. Mereka
tidak tahan dan terus berusaha untuk menghambat langkah perkembangan
Islamdengan berbagai cara. Melihat keseriusan orang-orang kafir Quraisy, Raja
Nejus berusaha mengumpulkan umat Islam untuk meminta penjelasan yang
sebenarnya. Dalam kesempatan ini Jakfar bin Abi Thalib bertindak sebagai juru
bicara umat Islam untuk menjelaskan hal yang sebenarnya mengenai ajaran Islam
kepada Raja Nejus. Akhirnya Raja mengerti dan Raja Nejus pun masuk Islam.
3. Misi ke Thaif
Tahun kesepuluh kenabian, dikenal dengan tahun
duka bagi Nabi Muhammad Saw sebab dua orang yang sangat dicintainya meninggal
dunia, yaitu Siti Khadijah dan Abu Thalib. Dengan meninggalnya mereka,
orang-orang kafir Quraisy semakin berani mengganggu dan menyakiti Nabi Muhammad
saw. Karen apenderitaan yang dialami Nabi Muhammad semakin hebat, ia bersama
Zaid berencana pergi ke Thaif guna meminta bantuan serta perlindungan dari
keluarganya yang berada di kota itu. Akan tetapi mereka tidak mau meberikan
perlindungan dan bantuan apaun kepada nabi Muhammad Saw. Bahkan beliau diusir
dan dihina dengan cara-cara yang tidak manusiawi. Beliau diusir dan dilempari
batu oleh pemuda kota Thaif.
4. Perjanjian aqabah
a. Perjanjian Aqabah I
Pada tahun ke 12 kenabian, bertepatan dengan tahun
621 M, Nabi Muhammad Saw menemui rombongan haji dari Yatsrib. Rombongan haji
tersebut berjumlah sekitar 12 orang. Kepada mereka Nabi Muhammad menyampaikan
dakwahnya. Seruan itu mendapat sambutan hangat sehingga mereka menyatakan
keislamannya di hadapan Nabi Muhammad. Pertemuan tersebut terjadi di salah satu
bukit di kota Mekkah, yaitu bukit Aqabah. Disini mereka mengadakan persetujuan
untuk membantu Nabi Muhammad dalam menyebarkan Islam.
Isi perjanjian aqabah itu antara lain sebagi
berikut :
1. Mereka menyatakan
setia kepada Nabi Muhammad
2. Mereka menyatakan
rela berkorban harta dan jiwa
3. Mereka bersedia
ikut menyebarkan ajaran Islam yang dianutnya
4. Mereka menyatakan
tidak akan menyekutukan Allah
5. Mereka menyatakan
tidak akan membunuh
6. Mereka menyatakan
tidak akan mralkukan kecurangan dan kedustaan.
b. Perjanjian Aqabah II
Pada tahun ke 13 kenabian, bertepatan dengan tahun
622 M, jamaah Yatsrib datang kembali ke kota Mekkah untuk melaksanakan ibadah
haji. Jamaah itu berjumlah sekitar 73 orang. Setibanya di kota Mekkah, mereka
menemui Nabi Muhammad menyampaikan pesan berupa permintaan masyarakat Yatsrib
agar Nabi Muhammad bersedia datang ke kota Mekkah, memberikan penerangan
tentang ajaran islam dan sebagainya. Permohonan itu dikabulkan Nabi Muhammad
dan beliau menyatakan kesediannya untuk datang dan berdakwah disana. Untuk
memperkuat kesepakatan itu, mereka mengadakan perjanjian yang disebut
perjanjian aqabah yang kedua yang berisi :
1. Penduduk Yatsrib siap dan bersedia
melindungi Nabi Muhammad
2. Penduduk Yatsrib ikut berjuang dalam
membela Islam dengan harta dan jiwa
3. Penduduk Yatsrib ikut berusaha
memajukan agama Islam dan menyiarkan kepada sanak keluarga mereka
4. Penduduk Yatsrib siap menerima segala
resiko dan tantangan.
E. Dakwah Nabi Muhammad Saw pada periode
Madinah
1. Hijrah ke Yatsrib
Setelah Baiah Aqabah Kedua tindakan kekerasan terhadap
kaum muslimin makin meningkat, bahkan musyrikin Quraisy sepakat akan membunuh
Rasulullah. Menghadapi kenyataan ini Rasulullah menganjurkan para sahabatnya
untuk segera pindah ke Yatsrib. Rasulullah meninggalkan Mekkah setelah seluruh
kaum muslimin, kecuali Ali dan keluarganya serta Abu Bakar dan keluarganya,
sudah keluar dari Mekah. Ketika akan berangkat, Rasulullah meminta Ali untuk
tidur di kamarnya guna mengelabui musuh yang berencana membunuhnya. Beliau
berangkat ke gua Tsur, arah selatan Mekah, ditemani oleh Abu Bakar.
Mereka bersembunyi di gua
Tsur selama tiga malam. Tidak ada yang tahu tentang keadaan dan tempat
persembunyian mereka selain putera pteri Abu Bakar sendriri, Abdullah, Aisyah,
dan Asma’ serta sahayanya, Amir ibn Fuhairah. Merekalah yang mengirimkan
makanan setiap malam dan menyampaikan kabar mengenai pergunjingan penduduk
Mekah tentang Rasulullah. Pada malam yang ketiga mereka keluar dari
persembunyiannya untuk melanjutkan perjalanan menuju Yatsrib ditemani oleh
Abdullah ibn Abi Bakar dan Abdullah ibn Arqad, seorang musyrik yang bertugas
selaku penunjuk jalan.
Senin tengah hari 8 Rabiul Awwal Rasulullah tiba
di Quba, sekitar 10 kilometer dari kota Yatsrib. Selama tinggal di Quba beliau
menginap di rumah Kultsum ibn Hadam, seorang laki-laki tua yang rumahnya biasa
dijadikan pangkalan bagi orang-orang yang baru datang ke Yatsrib. Adapun Abu
Bakar menginap di rumah Hubaib ibn Isaf atau Kharijah ibn Zaid. Pada saat
itulah masjid pertama dibangun di sini atas saran Ammar ibn Yasir. Rasulullah
sendiri yang meletakkan batu pertama di kiblatnya, diikuti oleh Abu Bakar,
kemudian diselesaikan oleh para sahabatnya. Tiga hari kemudian Ali ibn Abi
Thalib tiba pula di Quba setelah menempuh perjalanan selama 15 hari. Ia
bergaung dengan Rasulullah tinggal di rumah ibn Hadam. Keesokan harinya, Jumat
12 Rabiul Awal bertepatan dengan 24 September 622 M rombongan Muhajirin ini
melanjutkan perjalanan ke Yatsrib.
Kedatangan Rasulullah disambut hangat penuh
kerinduan oleh kaum Anshar. Kemudian unta Nabi berhenti di salah satu kebun
yang ditumbuhi beberapa pohon kurma, bersebelahan dengan rumah Abu Ayyub. Kebun
ini milik dua anak yatim bersaudara yang diasuh oleh Abu Ayub, bernama Sahl dan
Suhail, putera Rafi’ ibn Umar. Atas permintaan Mu’adz ibn Ahra’, kebun ini
dijual, dan diatasnya dibangun masjid atas perintah Rasulullah. Sejak
kedatangan Rasulullah, Yatsrib berubah namanya menjai Madinah al-Rasul atau
al-Madinah al-Munawwarah.
2. Pembinaan Masyarakat dan Peletakan
Dasar-dasar Kebudayaan Islam
Pekerjaan besar yang dilakukan Rasulullah dalam
periode Madinah adalah pembinaan terhadap masyarakat Islam yang baru terbentuk.
Dasar-dasar kebudayaan yang diletakkan oleh Rasulullah itu pada umumnya
merupakan sejumlah nilai dan norma yang mengatur manusia dan masyarakat dalam
hal yang berkaitan dengan peribadatan, sosial, ekonomi dan politik yang
bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Lembaga utama dan pertama yang dibangun
Rasulullah dalam rangka pembinaan masyarakat ini adalah masjid. Pertama masjid
Quba, selang beberapa hari kemudian Masjid Nabawi dibangun setelah Rasulullah
tiba di Yatsrib.
Muhammad ternyata bukan hanya seorang Nabi dan
Rasul, tapi juga seorang ahli politik yang ulung dan diplomat yang bijak,
sebagai pahlawan perkasa di medan perang, dan sebagai ksatria dalam
memperlakukan musuh yang kalah. Kepiawannya berpolitik antara lain ditunjukkan
dalam perjanjian damai dengan penduduk non muslim Madinah. Dengan perjanjian
iyu, kota Madinah menjadi Madinah al-Haram dalam arti yang sebenarnya. Perjanjian
ini kemudian dikenal dengan Piagam Madinah.
Beberapa asas masyarakat Islam yang telah
diletakkan oleh Rasulullah antara lain al-ikha (persaudaraan), al-musawah
(persamaan), al-tasamuh (toleransi), al-tasyawur (musyawarah), al-ta’awun
(tolong menolong), al-adalah (keadilan). Atas dasar ini pula Rasulullah
mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar.
3. Memelihara dan Mempertahankan
Masyarakat Islam
a. Rongrongan kaum Yahudi
Kaum Yahudi Madinah yaitu Bani Qainuqa, Bani
Nadlir dan Bani Quraidhah sejak semula sudah mempercayai akan datangnya nabi
akhir zaman sebagaimana dijelaskan dalam kitab suci mereka tetapi mereka
ingkar.
Kira-kira setahun kemudian setelah pengusiran Bani
Qainuqa pada akhir tahun kedua setelah hijrah, Amr ibn Jahasy dari Bani Nadlir
mencoba hendak membunuh Rasulullah. Ia menjatuhkan batu dari atas tembok
tempat beliau dan para sahabatnya beristirahat. Atas penghianatan itu,
perkampungan mereka dikepung selama 16 hari, dan mereka diusir dari Madinah.
Pengusiran terhadap Bani Nadlir mendorong mereka
untuk bersekutu dengan kabilah-kabilah besar Arab seperti Quraisy, Ghathfan,
Bani Murrah dan lain-lain untuk bersama-sama menyerang Madinah. Terjadilah
perang Ahzab pada tahun 5 H. Kota Madinah dikepung, sehingga kaum muslimin
terancam kelaparan. Ketika musuh menghentikan pengepungan dan meninggalkan
Madinah tanpa hasil sedkit pun, kaum muslimin mengepung perkampungan Quraidhah
selama 25 hari. Karena penghianatannya, mereka dihukum mati, sementara
anak-anak dan perempuan meraka ditawan.
b. Rongrongan orang-orang munafik
Ketika Rasulullah bersiap untuk menghadapi perang Uhud, kaum munafik keluar
dari barisan yang dipersiapkan itu atas hasutan Abdullah ibn Ubai, pemimpin
mereka. Mereka juga mengadakan hubungan baik dengan kaum Yahudi dan pernah
menjanjikan bantuan kepada bani Quraidhah sewaktu yang disebut terakhir ini
mengianati kaum muslimin. Terhadap orang-orang munafik ini Rasulullah bersikap
lunak sambil berusaha menyadarkan mereka supaya beriman secara benar. Usaha Rasulullah
tidak sia-sia, ternyata kelompok orang munafik ini tidak ditemukan lagi setelah
Abdullah ibn Ubay meninggal dunia.
c. Rongrongan kafir Quraisy dan
sekutunya
Perang sebagai jawaban atas sikap permusuhan kafir
Quarisy terjadi pertama kali di lembar Badar pada tanggal 17 Ramadhan 2 H.
Dalam al-Qur’an peristiwa itu disebut yaum al-furqan, artinya hari pemisah
antara yang hak dan yang batil. Kendatipun jumlah pasukan Islam jauh lebih
kecil dari pasukan Quraisy, namun mereka berhasil meraih kemenangan. Sementara
itu, kafir Quarisy bertekad membalas kekalahan itu dengan mempersiapkan 3000
pasukan dengan perbekalan yang cukup dan persenjataan yang lengkap. Turut ambil
bagian dalam pasukan itu, Arab Tihamah, Kinanah, Bani Harits, Bani Haun, dan
Bani Musthaliq. Pada bulan Sya’ban 3 H terjadilah perang Uhud. Dalam peristiwa
ini umat Islam menderita kekalahan. Kurang lebih 70 orang sahabat Rasulullah
gugur sebagai syuhada, termasuk di antaranya Hamzah ibn Abd al-Muthalib, paman
Rasulullah.
Sementara kaum kafir Arab meningkatkan kerjasama untuk menyempurnakan
kemenangan mereka, Bani Nadlir mencoba melakukan pembunuhan atas diri
Rasulullah, namun gagal dan mereka diusir dari Madinah. Mereka kemudian
bersekutu dengan kafir Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lain yang memusuhi
Islam. Bulan Syawal 5 H kurang lebih 14000 tentara, diantaranya 4000 dari
Quraisy di bawah pimpinan Abu Sufyan, menyerbu Madinah. Menghadapi serbuan ini
Rasulullah memilih bertahan di dalam kota. Atas saran Salman al-Farisi, di
bagian utara kota digali parit yang lebar dan dalam, sementara di bagian yang
lain dijaga ketat dengan menutup setiap lorong untuk masuk ke dalam kota.
Perang ini dikenal dengan perang Khandaq, karena kaum muslimin meggunakan parit
(khandaq) sebagai benteng pertahanan. Dikenal pula dengan perang Ahzab, karena
musuh yang menyerang Madinah terdiri dari berbagai golongan yang bersekutu.
4. Fase Perjuangan setelah Perang Ahzab
Pada bulan Dzu al-Qa’dah 6 H Rasulullah dan
sekitar 10.000 sahabatnya berangkat ke Mekah untuk menunaikan umrah dan haji.
Tidak ada senjata yang mereka bawa selain pedang yang tersimpan pada sarungnya
sekedar untuk menjaga diri selama dalam perjalanan. Kafir Quarisy tidak
menghendaki kaum muslimin memasuki kota Mekah karena menurut mereka hal ini
berarti kemenangan bagi kaum muslimin. Oleh karena itu, mereka mengirim pasukan
di bawah pimpinan Khalid bin Walid untuk menghadang rombongan Rasulullah. Kaum muslimin
dapat menghindari pertemuan dengan pasukan Khalid dengan menempuh jslsn lsin,
sehingga meeka sudah sampai di Hudaibiyah, beberapa mil dari kota Mekah.
Rasulullah bermusyawarah dengan para sahabat, dan memutuskan untuk mengutus
Utsman bin Affan guna menyampaikan maksud kedatangan mereka. Akan tetapi Utsman
bin Affan ditahan dan timbul desas-desus bahwa Utsman dibunuh. Kemudian
rasulullah dan para sahabatnya mengadakan sumpah setia untuk berperang sampai
tercapai kemenangan yang disebut baiah al-ridlwan karena diridhai oleh
Allah swt. Sumpah setia ini menggetarkan nyali musyrikin Quraisy, sehigga
mereka membebaskan Utsman dan mengirim Suhail ibn Amr al-Amiri untuk mengadakan
perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian ini dikenal dengan Perjanjian
Hudaibiah yang pokok-pokoknya sebagai berikut :
1. Segala permusuhan antara kedua belah
pihak dihentikan selama 10 tahun
2. Setiap orang Quraisy yang datang
kepada kaum muslimin tanpa seizin walinya harus ditolak dan dikembalikan
3. Setiap orang Islam yang menyerahkan
diri kepada pihak Quraisy tidak akan dikembalikan
4. Setiap kabilah yang ingin bersekutu
dengan kaum Quraisy maupun dengan kaum muslimin tidak boleh dihalang-halangi
oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ini.
5. Kaum muslimin tidak boleh memasuki
Mekah pada tahun ini, namun diberi kesempatan pada tahun berikutnya dengan
syarat tidak membawa senjata, kecuali pedang dalam sarungnya dan tidak tinggal
di Mekah lebih dari tiga hari.
Kaum muslimin berhasil memasuki kota Mekah tanpa
setetes darah pun pada tahun 20 Ramdhan tahun 8 H. Para penakluk kemudian
berthawaf menegelilingi Ka’bah dan menghancurkan patung-patung yang ada di
rumah suci itu. Peristiwa ini dikenal dengan Fathu Mekah (pembebasan Mekah).
Pada bulan Rajab 9 H bertepatan dengan Oktober 630
M, Rasulullah mempersiapkan pasukan untuk meghadapi tentara Romawi di Utara.
Pasukan Romawi yang semula akan menyerang Islam, mundur kembali ke negerinya
stelah melihat betapa besar jumlah pasukan kaum muslimin yang dipimpin
Rasululah tak kena mundur. Peristiwa ini dikenal dengan Perang Tabuk.
Oleh karena itu, sejak tahun 9 H (630/631 M) para
utusan kabilah-kabilah Arab datang berbondong-bondong menghadap Rasulullah
menyatakan masuk Islam. Mereka itu antara lain Bani Tsaqif, dari Thaif, Bani
Asad dari Najd, Bani tamim disusul kemudian oleh perutsan dari Yaman dan
sekitarnya pada tahun 10 H. Dengan demikian, tahun ini disebut dengan tahun
perutusan atau ‘am alwufud.
F. Haji Wada’ dan Akhir Hayat Rasulullah
Setelah tercipta ketenangan di seluruh jazirah
Arab, Rasulullah bermaksud menunaikan haji ke Baitullah. Pada tanggal 25 Dzu
al-Qa’dah 10 H, beliau bersama-sama dengan sekitar 100.000 sahabatnya berangkat
meninggalkan Madinah menuju Mekah. Pada tanggal 8 Dzu al-Hijjah yang disebut
hari Tarwiyah Rasulullah bersama rombongannya berangkat menuju Mina dan pada
waktu fajar hari berikutnya mereka berangkat ke Arafah.
Tepat tengah hari di Arafah, beliau menyampaikan
pidato yang amat penting, yang dikenal dengan khuthbah al-wada’i(pidato
perpisahan). Beliau menyampaikan amanat dari atas punggung unta dan meminta
Tabi’ah ibn Umayyah ibn Khalaf untuk mengulang dengan keras setiap kalimat yang
beliau ucapkan. Pada setiap kalimat yang beliau ucapkan, haus didengar oleh
setiap orang dan wajib disampaikan kepada orang-orang yang berada di empat yang
jauh. Pidato Rasulullah itu amat penting, karena mengandung pesan yang amat
berharga untuk pedoman hidup manusia, baik yang berkaitan dengan hubungan antar
manusia maupun hubungan manusia dengan Penciptanya.
Kira-kira tiga bulan sesudah menunaikan ibadah
haji yang penghabisan itu, Rasulullah mendertia demam beberapa hari. Beliau
menunjuk Abu Bakar untuk menggantikan beliau mengimami shalat jamaah. Pada hari
Senin 12 Rabiul Awwal 11 H bertepatan dengan 8 Juni 632 M, Rasulullah
mengembuskan nafasnya yang terakhir, menghadap ke hadirat Allah Swt dalam usia
63 tahun.
No comments:
Post a Comment