Pengertian Seni Kriya Gerabah
Seni Kriya Gerabah
Gerabah merupakan salah satu hasil dari seni terapan.
Seperti telah dijelaska sebelumnya, seni terapan merupakan seni yang hasilnya
memiliki fungsi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sebagai contoh, gerabah
memiliki fungsi sebagai perkakas atau alat-alat rumah tangga. Gerabah ini
terbuat dari tanah liat yang kemudian dibakar dengan suhu tertentu.
Kerajinan gerabah di Indonesia telah dikenal sejak zaman
Neolitikum (zaman prasejarah/zaman batu baru) sekitar 3000– 1100 SM. Gerabah
juga dikenal dengan istilah tembikar atau keramik. Gerabah
yang dihasilkan oleh masyarakat Indonesia berupa barang
pecah belah seperti tempayan,
periuk, belanga, kendi, dan celengan. Teknik pembuatan
gerabah pada saat itu sangat terbatas dan sederhana. Proses akhir dari
pembuatan gerabah adalah pembakaran suhu rendah dengan menggunakan jerami atau
sabut kelapa.
Gerabah adalah bagian dari keramik yang dilihat
berdasarkan tingkat kualitas bahannya. Namun masyarakat ada mengartikan
terpisah antara gerabah dan keramik. Ada pendapat gerabah bukan termasuk
keramik, karena benda-benda keramik adalah benda-benda pecah belah permukaannya
halus dan mengkilap seperti porselin dalam wujud vas bunga, guci, tegel lantai
dan lain-lain. Sedangkan gerabah adalah barang-barang dari tanah liat dalam
wujud seperti periuk, belanga, tempat air, dll. Untuk memperjelas hal tersebut
dapat ditinjau dari beberapa sumber berikut ini.
Menurut The Concise Colombia Encyclopedia, Copyright ã 1995,
kata ‘keramik’ berasal dari Bahasa Yunani (Greek) ‘keramikos’ menunjuk pada
pengertian gerabah; ‘keramos’ menunjuk pada pengertian tanah liat. ‘Keramikos’
terbuat dari mineral non metal, yaitu tanah lihat yang dibentuk, kemudian
secara permanen menjadi keras setelah melalui proses pembakaran pada suhu
tinggi. Usia keramik tertua dikenal dari zaman Paleolitikum 27.000 tahun
lalu. Sedangkan menurut Malcolm G. McLaren dalam Encyclopedia Americana
1996 disebutkan keramik adalah suatu istilah yang sejak semula diterapkan pada
karya yang terbuat dari tanah liat alami dan telah melalui perlakukan pemanasan
pada suhu tinggi.
Beberapa teori lain tentang ditemukannya keramik pertama
kali, salah satunya terkenal dengan ‘teori keranjang’. Teori ini menyebutkan
pada zaman prasejarah, keranjang anyaman digunakan orang untuk menyimpan bahan
makanan. Agar tak bocor keranjang tersebut dilapisi dengan tanah liat di bagian
dalamnya. Setelah tak terpakai keranjang dibuang keperapian. Kemudian keranjang
itu musnah tetapi tanah liatnya yang berbentuk wadah itu ternyata menjadi
keras. Teori ini dihubungkan dengan ditemukannya keramik prasejarah, bentuk dan
motif hiasnya di bagian luar berupa relief cap tangan keranjang (Nelson, 1984 :
20).
Dari teori keranjang dan teori lainnya di atas dapat
dimengerti bahwa benda-benda keras dari tanah liat dari awal ditemukan sudah
dinamakan benda keramik, walaupun sifatnya masih sangat sederhana seperti
halnya gerabah dewasa ini. Pengertian ini menunjukkan bahwa gerabah
adalah salah satu bagian dari benda-benda keramik.
Sejarah Gerabah
Barang-barang tembikar yang lebih dikenal dengan nama “
Gerabah” menjadi salah satu bentuk buah karya dan sekaligus tradisi nenek
moyang turun-temurun yang pernah ada dan sampai sekarang masih dipertahankan
sebagai suatu keahlian penduduk setempat yang telah diakui dunia. Dulu gerabah
biasa digunakan untuk menyimpan beras, garam dan bumbu-bumbuan disamping
digunakan untuk tujuan memasak. Pembuatan gerabah merupakan pekerjaan ibu
dan anak perempuan , sebaliknya menjual dan membawa ke pasar adalah tugas ayah
dan anak lelaki. Namun seiring kemajuan zaman yang begitu cepat dimana sebagain
besar ayah dan anak laki-laki ambil bagian dalam pembuatan gerabah bekerja
bersama-sama untuk memperoleh hasil yang maksimal dan kualitas yang bagus.
Membuat sebuah pot sederhana saja tidak semudah orang-orang
pikirkan karena membutuhkan proses berliku dan lama, sebagai informasi, kami
ketengahkan cara-cara pembuatan gerabah ini sebagai berikut:
1. Proses Pencarian tanah liat
Butuh inspeksi yang teliti untuk mendapatkan tanah liat
terbaik yang sesuai dengan kualitas standart. Tanah liat yang bagus tidak harus
berasal dari desa penghasil gerabah namun berasal dari desa terdekat. Tanah
liat tidak serta merta langsung digunakan tapi butuh ketelitian yang mendalam
dan memastikan kalau tanah liat tidak bercampur batu-batu kecil dan kotoran.
2. Proses Pengeringan
Setelah inspeksi, tanah liat dipotong-potong seperti kubus
dan dijemur di bawah sinar matahari, butuh sekitar 3 atau 4 hari. Bila potongan
kubus-kubus tersebut sudah kering, kemudian ditumbuk jadi seperti adonan tepung
yang lembut dan disimpan sebelum digunakan sebagai adonan.
Yang paling menarik untuk disaksikan tidak ada alat-alat
modern yang mendukung dalam pembuatan gerabah, tapi lapisa-lapisan tanah liat
terus ditambahkan dari jumlah adonan asli sementara para pengrajin gerabah
memutar benda/alat yang digunakan sampai terbentuk benda yang diinginkan,
kendati bentuknya seperti sudah jadi namun sebenarnya belum selesai, lalu ada
juga pengrajin yang ditugaskan khusus untuk mendekorasi setelah itu benda/pot
yang dimaksudkan dibiarkan kering di tempat yang tidak terlalu banyak kena
sinar matahari.
3. Proses Mempernis dengan minyak kelapa
Benda/pot yang sudah dipernis adalah kombinasi minyak kelapa
dan dibiarkan kering sebelum di kerik/digosok dengan batu hitam atau alat-alat
tradisisonal lainnya karena itu permukaannya kelihatan mengkilat dan lagi
dikeringkan diterik sinar matahari dan itu butuh satu hari bahkan juga digosok
halus di pertengahan siang hari untuk menambah kilauannya.
4. Proses Pembakaran
Benda/pot siap untuk dibakar and dikumpulkan kedalam oven
terbuka yang ditutupi jerami padi yang dibakar selama lebih dari 4 jam dan
temperature produksinya sekitar 400 sampai 800 derajat Celsius
5. Proses Pewarnaan
Pekerjaan terakhir adalah memilih warna yang tepat , bila
warna merah tua yang dikehendaki dilapisi dengan sari biji asam dan bila warna
merah jentik yang dikehendaki, cukup jentikkan dengan sekam.
Sejak pelatihan dilaksakan secara intensif, dengan
sendirinya para pengarjin gerabah lebih kreatif dalam membuat pola, bentuk
serta motif yang diinginkan, jadi mereka telah siap berkompetisi memberikan
hasil karya terbaik dengan kualitas hebat di pasar bisnis dunia.
Sampai saat ini seni pembuatan gerabah masih bertahan di
beberapa daerah di Indonesia, terutama di desa-desa. Teknik pembuatannya pun
masih sederhana dan tradisional. Tujuan dari pembuatan gerabah ini pun masih
hanya untuk keperluan masyarakat sehari-hari, yaitu benda-benda praktis. Belum
banyak pengrajin gerabah yang menunjukkan suatu usaha untuk menciptakan gerabah
yang bernilai estetis.
Berikut ini beberapa hasil seni gerabah yang banyak
digunakan oleh masyarakat Indonesia beserta fungsinya.
1. Kendi berfungsi sebagai tempat menyimpan air minum.
2. Periuk berfungsi sebagai alat untuk memasak nasi.
3. Belanga berfungsi sebagai alat untuk memasak sayur.
4. Tempayan berfungsi sebagai alat untuk menyimpan beras
atau air.
5. Anglo berfungsi sebagai alat untuk memasak (serupa dengan
kompor).
6. Celengan berfungsi sebagai tempat menyimpan uang.
No comments:
Post a Comment