Mata pelajaran Kewarganegaraan berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil dan
berkarakter yang setia
kepada bangsa dan negara Indonesia
dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berfikir sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.
Tujuan mata pelajaran kewarganegaraan adalah untuk memberikan kompetensi-kompetensi
sebagai berikut.
a.
Berfikir secara kritis, rasional, dan
kreatif dalam menggapai isu kewarganegaraan;
b.
Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung
jawab dan bertindak
secara cerdas dalam
kegiatan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara;
c.
Berkembang secara positif dan
demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter
Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; dan
d.
Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Depdiknas, 2002).
Di dalam kurikulum 2004 Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kewarganegaraan dijelaskan bahwa mata pelajaran kewarganegaraan (citizenship) adalah mata pelajaran yang ingin membentuk warga negara
yang ideal yaitu
warga
negara
yang memiliki keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan YME, menguasai pengetahuan, keterampilan dan
nilai-nilai sesuai dengan
konsep
dan prinsip-prinsip kewarganegaraan. Sehubungan dengan
itu,
dinyatakan bahwa mata pelajaran kewarganegaraan mencakup tiga dimensi yaitu:
a.
Dimensi
pengetahuan kewarganegaraan (civics knowledge) yang mencakup bidang politik,
hukum dan
moral, meliputi pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non
pemerintah,
identitas nasional, pemerintah berdasar hukum dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, sejarah nasioanal, hak dan kewajiban warga negara, hak
asasi manusia, hak
sipil dan hak politik;
b.
Dimensi keterampilan kewarganegaraan (civics skill)
yang meliputi keterampilan partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Misalnya dalam mewujudkan masyarakat madani (civil society), keterampilan mempengruhi dan memonitoring jalannya pemerintahan, dan proses pengambilan keputusan politik, keterampilan memecahkan masalah sosial,
keterampilan mengadakan koalisi, kerja sama, dan mengelola konflik;
Dimensi nilai-nilai kewarganegaraan (civics values) yang mencakup kepercayaan diri, komitmen,
penguasaan
atas nilai-nilai religi, toleransi, kebebasan individual, kebebasan berbicara, keberbasan pers, kebebasan berserikat dan
berkumpul dan perlindungan terhadap minoritas (Depdiknas).
Pendidikan
kewarganegaraan juga diberikan di bangku kuliah atau di perguruan tinggi dan
merupakan salah satu Mata Kuliah wajib bagi mahasiswa. Mahasiswa
yang merupakan bagian dari masyarakat yang memiliki cangkupan yang lebih luas,
sebenarnya akan dan harus kembali kepada masyarakat. Hal itu menuntut Mahasiswa
sebagai masyararakat yang memiliki daya intelektual lebih tinggi untuk dapat
mengaplikasikan segala potensi yang dimilikinya pada lingkungan masyarakat.
Oleh karena itu dalam Perguruan Tinggi (PT) di terapkan TRI DHARMA Perguruan
Tinggi (PT), yang berisi :
-
Pendidikan, yang mengutamakan penyediaan
sumberdaya manusia (SDM) berkualitas.
-
Penelitian, yang menggali potensi yang
ada dalam pengembangan IPTEK.
-
Pengabdian, kepada masyarakat yang
memanfaatkan serta mengkoordinasikan ketiga Dharma tersebut untuk kesejahteraan
masyarakat.
Pendidikan,merupakan
hal pertama yang tercantum dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, ini memang
dimaksudkan untuk mempertegas bahwa Mahasiswa dididik untuk mendapatkan
pendidikan, serta bertugas untuk mencari pendidikan yang berguna dan akhirnya
akan kembali pada masyarakat. Penelitian, merupakan tugas Mahasiswa sebagai
bagian dari masyarakat untuk meneliti segala yang terjadi di masyarakat. Dan
Pengabdian, merupakan Pengabdian kepada masyarakat sebagai wujud 2 aspek
sebelumnya.
Sebagaimana
fungsi pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan maka dengan adanya mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan di tingkat Perguruan tinggi akan memberikan dampak
yang positif bagi mahasiswa. Karena mahasiswa sesuai dengan fungsinya sebagai agent
of change akan berdampak dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Dengan adanya pengajaran Pendidikan
Kewarganegaraan diharapkan tidak akan
ada lagi mahasiswa yang tawuran atau berkelahi dengan sesama mahasiswa. Selain
itu juga dengan memahami pendidikan kewarganegaraan yang dipelajari di kampus,
maka mahasiswa akan lebih paham tentang fungsi dan perannya sebagai mahasiswa.
Sebagai seorang yang memiliki
kesempatan dalam memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, mahasiswa diharapkan
oleh bangsa ini sebagai Agent of Change agar bangsa ini dapat lebih maju
dan berkembang. Sesuai dengan fungsinya sebagai Agent Of Change maka
mahasiswa harus menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang diperolehnya di
bangku Perguruan Tinggi (PT).
Dengan menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi tersebut
maka mahasiswa dapat menjadi Katalis dalam pembangunan bangsa. Yang tentunya
sebagai Katalisator yang positif, artinya mahasiswa terlahir bukan sebagai
beban negara, melainkan sebagai salah satu penopang dan menjadi bagian dari
pembangunan bangsa.
Mahasiswa
berpartisipasi dalam usaha menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa itu sebenarnya
meliputi 2 tipe yang pada prinsipnya berbeda, ialah :
1
Partisipasi dalam aktivitas – aktivitas
bersama.
2
Partisipasi sebagai individu di luar
aktivitas – aktivitas bersama.
Dalam
tipe partisipasi yang pertama, mahasiswa diajak, dipersuasi dan dipaksa oleh
pihak yang berwenang untuk melaksanakan program-program pembangunan yang telah
ditetapkan oleh negara. Misalnya dalam bentuk peraturan yang ditetapkan oleh
Perguruan Tinggi tempat mahasiswa berada contohnya SKS yang harus ditempuh
untuk mencapai gelar Sarjana, harus melakukan penelitian/magang untuk memenuhi
tugas akhir agar dapat memperoleh gelar Sarjana/Diploma.
Dalam
partisipasi ini Mahasiswa tidak dapat mengelak atau menolak karena ini
merupakan keputusan/ketetapan yang harus dipenuhi oleh seorang Mahasiswa.
Apabila dilanggar atau tidak dilaksanakan oleh Mahasiswa maka ia tidak akan
lulus atau tidak memperoleh gelar Sarjana/Diploma.
Pada
partisipasi kedua, Mahasiswa tidak diwajibkan untuk melakukannya. Hal ini
didasarkan oleh keinginan atau kemauan dari individu Mahasiswa sendiri. Jika tidak
dilaksanakan atau dilakukan tidak akan mendapat sanksi dari pihak yang
berwenang misalnya pihak Rektorat. Contoh bentuk partisipasi ini misalnya
mengikuti kegiatan ekstra kurikuler atau kegiatan kemahasiswaan lainnya. Setiap
Mahasiswa memiliki kebebasan untuk mengikuti salah satu kegiatan
ekstrakurikuler atau kegiatan kemahasiswaan sesuai dengan keinginan dan
kemampuannya masing-masing.
Akan
tetapi walaupun bentuk partisipasi yang kedua ini tidak diharuskan atau
diwajibkan, Mahasiswa tetap memiliki tanggung jawab secara moral agar menjadi
seorang individu yang memiliki kelebihan dibandingkan orang lain yang tidak
sempat/belum duduk di perguruan tinggi.
Dengan
statusnya sebagai mahasiswa, masyarakat mengharapkan adanya partisipasi dari
mahasiswa dalam pembangunan. Wujud partisipasi itu dapat diwujudkan dalam
berbagai bentuk misalnya mahasiswa diwajibkan untuk melakukan penelitian dalam
tugas akhirnya. Dalam penelitian yang dilakukan hendaknya memiliki manfaat baik
secara langsung maupun tidak langsung bagi masyarakat. Secara langsung misalnya
penelitian yang dilakukan di masyarakat misalnya bagaimana menangani kasus Flu
Burung, menangani banjir, dan lain-lain. Yang secara tidak langsung misalnya
penelitian yang dilakukan di Laboratorium, hal ini tidak langsung dirasakan
oleh masyarakat tetapi nantinya juga akan diaplikasikan di masyarakat.
No comments:
Post a Comment