Perang salib berlangsung selama kurang lebih dua abad,di mulai dari perang salib I sampai perangsalib VIII
yaitu dari tahun 1095-1291. Perang Salib adalah penyerangan dari kefanatikan Kristen yang dikoordinir oleh Paus yang
mempunyai tujuan untuk merebut kota suci Palestina dari tangan kaum
Muslimin.Selain itu, perang ini yang disebabkan oleh beberapa faktor
lain yakni faktor agama,politik,sosial-ekonomi.
Perang yang terjadi hampir dua abad ini adalah timbul karena
reaksi orang Kristen terhadap umat Islam yang dianggap sebagai pihak penyerang.
Berdasarkan sejarah yang ada, sejak tahun 632 sampai meletusnya perang salib
beberapa kota penting dan tempat suci umat Kristen dikuasai oleh umat Islam,
seperti Suriah, Asia Kecil, Spanyol, dan Sicilia. Peristiwa ini merusak
hunbungan antara dunia Timur dan dunia Barat khususnya antara agama islam dan
kristen. Penyerbuan yang berjalan selama dua abad lamanya memakan korban baik
jiwa maupun harta dan kebudayaan yang tidak sedikit banyaknya.Selain itu,masih
banyak lagi dampak dari perang salib ini.Dinamakan Perang Salib, karena setiap
orang Eropa yang ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu,
lencana dan panji-panji mereka.
Istilah ini juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi kecil
yang terjadi selama abad ke-16 di wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum pagan dan kaum non-Kristiani untuk
alasan campuran; antara agama, ekonomi, dan politik. Skema penomoran
tradisional atas Perang Salib memasukkan 8 ekspedisi besar ke Tanah Suci selama
Abad ke-11 sampai dengan Abad ke-13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor
berlanjut hingga Abad ke-16 dan berakhir ketika iklim politik dan agama di
Eropa berubah secara signifikan selama masa Renaissance. Sebab terjadinya Perang
Salib adalah karena kerajaan Seljuk menghalang-halangi kaum Kristen untuk
beribadah dan memperlakukan mereka sebagai golongan marginal yang diperlakukan
semena-mena, selain itu, kaum Islam juga disebut0sebut telah menghina mereka
dan agama mereka. Hingga kaum Kristen melaporkan hal ini kepada Paus Urbanus II
pada tahun 1095.
Setelah
Paus Urbanus IImendengar hal ini, maka Paus Urbanus II langsung mengumpulkan
semua umat Kristen dan menyampaikan pidato terbuka berapi-api di luar sebuah
biara Prancis yang disebut Claremont. Dalam
pidatonya Paus Urbanus II mengatakan kepada majelis bangsawan Jerman, Prancis,
dan Italia bahwa dunia Kristen sedang dalam bahaya. Dan menyeru kepada seluruh
umat Kristen untuk membantu sesama umat Kristen untuk mengusir umat Islam dari
Yerussalem dan menyuruh mereka untuk selalu menggunakan salib, sehingga perang
ini dinamakan Crusades (Perang Salib).
Dalam buku lain disebutkan bahwa cikal bakal terjadinya
Perang Salib adalah karena kehawatiran orang Bizantium atas serangan Dinasti
Seljuk yang ingin menyerang Bizantium yang hendak menguasai pertanian di
Bizantium. Sehingga kaisar Bizantium yakni Alexius Commenus meminta bantuan
Paus Urbanus II untuk menggerakkan kaum Kristen untuk. membantu mereka
menghalau kedatangan Seljuk. Paus Urbanus II ahirnya memenuhi permintaan kaisar
Bizantium. Paus Urbanus II kemudian mengumpulkan kaum Kristen untuk bersatu
menyerang kaum Islam. Dalam pidatonya, Paus Urbanus II mengobarkan
semangat umat kristen dengan cara menyatakan bahwa dengan mengikuti perang
salib maka dosa-dosa yang lalu akan diampuni dan dijamin masuk surga, selain
itu keluarga pejuang perang salib akan mendapat jaminan hidup dan keselamatan.
Sehingga
para pejuang Perang Salib tidak hanya berasal dari daerah Roma saja, akan
tetapi berasal dari kerajaa-kerajaan di Eropa, mulai dari relawan rakyat biasa,
pedagang, petani, bahkan para perampok yang ingin masuk surga.[4]Dari beberapa uraian di atas, bisa
disimpulkan bahwa sebab-sebab terjadinya Perang Salib antara lain:
1. Faktor Agama
Direbutnya Baitul Maqdis (471 H/ 1070 M) oleh Dinasti Seljuk
dari kekuasaan Fathimiyah yang berkedudukan di Mesir menyebabkan kaum Kristen
merasa tidak bebas dalam menunaikan ibadah di tempat sucinya. Karena Dinasti
Seljuk menerapkan peraturan yang sangat ketat kepada para umat Kristiani ketika
hendak beribadah di Tanah Suci (Baitul Maqdis). Hingga mereka yang baru pulang
dari beribadah ke Baitul Maqdis selalu mengeluh akan sikap buruk Dinasti Seljuk
yang terlalu fanatik.
Para pemimpin politik Kristen tetap saja masih berfikir
keuntungan yang dapat diambil dari konsepsi mengenai Perang Salib, dan untuk
memperoleh kembali keleluasaannya berziarah ke tanah suci Yerussalem. Pada
tahun 1095 M, Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristiani di Eropa supaya
melakukan perang suci. Seruan Paus Urbanus II berhasil memikat banyak
orang-orang Kristen karena dia menjanjikan sekaligus menjamin, barang siapa
yang melibatkan diri dalam perang suci tersebut akan terbebas dari hukuman
dosa.
2. Faktor Politik
Kekalahan Bizantium (Constantinople/Istambul) di Manzikart
pada tahun 1071 M, dan jatuhnya Asia kecil dibawah kekuasaan Saljuk telah
mendorong Kaisar Alexius I Comneus (kaisar Bizantium) untuk meminta bantuan
Paus Urbanus II, dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya di
daerah-daerah pendudukan Dinasti Saljuk. Dilain pihak Perang Salib merupakan
puncak sejumlah konflik antara negara-negara Barat dan negara-negara Timur,
maksudnya antara umat Islam dan umat Kristen.
Dengan perkembagan dan kemajuan yang pesat menimbulkan
kecemasan pada tokoh-tokoh Barat, sehingga mereka melancarkan serangan terhadap
umat Islam. Situasi yang demikian mendorong penguasa-penguasa Kristen di Eropa
untuk merebut satu-persatu daerah-daerah kekuasaan Islam, seperti Mesir,
Yerussalem, Damascus, Edessca dan lain-lainnya.
Selain itu, kondisi kekuasaan Islam pada saat itu sedang
melemah. Sehingga orang-orang Kristen Eropa berani untuk melakukan
pemberontakan dengan cara Perang Salib, yajni ketika Dinasti Seljuk di Asia
Kecil sedang mengalami perpecahan, Dinasti Fatimiyah di Mesir sedang dalam
keadaan lumpun, sedangakan Islam di Spanyol semakin goyah. Keadaan ini semakin
parah dengan pertentangan segitiga antara kholifah Fatimiyah di Mesir, kholifah
Abbasiyah di baghdad, dan kholifah Umayyah di Cordoba.
3. Faktor Sosial
Stratifikasi sosial yang terdapat pada masyarakat sosial
Eropa yang terbagi kepada tiga tingkat, yakni kaum gereja, kaum bangsawan, dan
kaum rakyat jelata. Rakyat jelata dianggap sebagai kaum marginal dan tidak
memiliki kedudukan apapun dalam masyarakat, kehidupan mereka sangat tertindas
dan harus mengikuti apa kata tuan tanah, sehingga kehidupan mereka selalu
dibayang-bayangi rasa kehawatiran. Dengan adanya seruan untuk Perang membuat
mereka bersemangat. Dengan harapan agar mereka bisa memiliki kedudukan yang
lebih baik lagi, selain itu mereka diberi janji untuk mendapatkan kebebasan dan
kesejahteraan yang lebih baik.
4. Faktor Ekonomi
Semenjak abad ke X, kaum muslimin telah menguasai jalur
perdagangan di laut tengah, dan para pedagang Eropa yang mayoritas Kristen
merasa terganggu atas kehadiran pasukan muslimin, sehingga mereka mempunyai
rencana untuk mendesak kekuatan kaum muslimin dari laut itu.
Hal ini didukung dengan adanya ambisi yang luar biasa dari
para pedagang-pedagang besar yang berada di pantai Timur laut tengah (Venezia,
Genoa dan Piza) untuk menguasai sejumlah kota-kota dagang di sepanjang pantai
Timur dan selatan laut tengah, sehingga dapat memperluas jaringan dagang
mereka, Untuk itu mereka rela menanggung sebagian dana Perang Salib dengan
maksud menjadikan kawasan itu sebagai pusat perdagangan mereka, karena jalur
Eropa akan bersambung dengan rute-rute perdagangan di Timur melalui jalur
strategis tersebut.
Strata sosial juga berpengaruh pada faktor ekonomi. Hal ini
karena ada sebuah tradisi bahwa pewaris harta adalah anak tertua, ketika anak
tertua meninggal maka semua harta akan diserahkan kepada gereja. Hal ini
menyebabkan populasi kemiskinan di Eropa semakin tinggi, sehingga ketika ada
seruan untuk melakukan Perang Salib mereka mendapatkan secercah harapan untuk
perbaikan ekonomi. Perang Salib merupakan
perang suci bagi umat Kristiani, akan tetapi Perang Salib sebagai perang suci
hanyalah sebagai kedok pemimpin gereja Roma, karena sebenarnya faktor dan
tujuan Perang Salib adalah karena Politik dan Ekonomi. Sehingga beberapa
relawan Perang Salib juga tidak hanya perang atas nama Tuhan, akan tetapi
karena kepentingan masing-masing.[5]
Saat perang Salib, tentara Kristen, Jerman, Yahudi membantai
orang Islam di jalan-jalan. Berbalik 180 derajat dengan perlakuan pasukan Islam
terhadap pasukan Kristen. Padahal Islam biasanya memperlakukan negara Kristen
jajahanya dengan baik dan bahkan mereka diberi jabatan dalam pemerintahan.
“Pemandangan mengagumkan akan terlihat. Beberapa orang lelaki kami memenggal
kepala-kepala musuh; lainnya menembaki mereka dengan panah-panah, sehingga
mereka berjatuhan dari menara-menara; lainnya menyiksa mereka lebih lama dengan
memasukkannya ke dalam api menyala. Tumpukan kepala, tangan, dan kaki terlihat
di jalan-jalan kota.[6] Kami berjalan di atas mayat-mayat
manusia dan kuda. Tapi ini hanya masalah kecil jika dibandingkan dengan apa
yang terjadi di Biara Sulaiman, tempat dimana ibadah keagamaan kini dinyanyikan
kembali. Di sana, para pria berdarah-darah disuruh berlutut dan dibelenggu
lehernya.”
Di atas adalah pernyataan dari Salahuddin al-Ayyubi yang
menggambarkan tentang keadaan pada Perang Salib. Keadaan yang seperti ini pasti
akan sangat menggugah hati siapapun yang membaca dan meresapi seraya
membayangkan keadaan umat Islam yang diperlakukan sedemikian rupa.
No comments:
Post a Comment