A. Pengertian Konstitusi, Fungsi dan Tujuan Konstitusi
Secara literal
konstitusi berasal dari bahasa Perancis constituir
dan bahasa Inggris, constitution yang
berarti membentuk, menyusun, dan menyatakan. Dalam konteks ketatanegaraan,
konstitusi dimaksudkan sebagai pembentukan suatu Negara, atau menyusun dan
menyatakan sebagai pembentukan suatu Negara atau menyusun dan menyatakan suatu
Negara. Dalam bahasa Indonesia, konstitusi dikenal dengan sebutan Undang-Undang
Dasar (UUD).
Dalam
pengertian sosiologis dan politis, konstitusi merupakan sintese factor kekuatan
yang nyata dalam masyarakat. Jadi, konstitusi menggambarkan hubungan antara
kekuasaan yang terdapat dengan nyata dalam suatu Negara. Sedangkan dalam
pengertian yuridis konstitusi adalah suatu naskah yang memuat semua bangunan
Negara dan sendi-sendi pemerintahan.
B. Sejarah UUD 1945 dan Piagam Jakarta
Konstitusi
Negara Indonesia pertama kali lahir pada tanggal 18 Agustus 1945 yang disahkan
oleh panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). UUD 1945 pada intinya
memiliki dua unsur pokok, yakni Pembukaan dan Batang Tubuh. Sebelum menjadi
sebuah konstitusi, perumusan dan penyusunannya melewati sejarah yang cukup
panjang, yakni sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945 oleh Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Latar belakang
terbentuknya konstitusi (UUD 1945) bermula dari janji Jepang untuk memberikan
kemerdekaan bagi Indonesia di kemudian hari. Namun, janji hanyalah janji.
Penjajah Jepang ingin lebih lama menindas dan menguras kekayaan bangsa
Indonesia. Setelah Jepang dipukul mundur tentara Sekutu, Jepang tidak ingat
lagi akan janjinya, rakyat Indonesia lebih bebas dan leluasa untuk berbuat dan
tidak bergantung kepada Jepang sampai saat kemerdekaan tiba.
C. Pergantian Tujuh Buah Kata Dalam Piagam Jakarta
Hasil kerja Panitia Sembilan kemudian dibahas
secara berturut dalam rapat besar BPUPKI tanggal 10 s/d 16 Juli 1945. Rapat
besar yang dilakukan beberapa kali ini memperlihatkan bahwa para pendiri bangsa
ini sungguh-sungguh mencurahkan segenap pikirannya untuk memberikan yang
terbaik bagi bangsa. Perdebatan diantara mereka seringkali berlangsung keras,
tajam, dan emosional, namun tetap dalam batas-batas yang dibenarkan oleh
nilai-nilai moral.
Pertemuan dua
tokoh antara Bung Hatta dengan Ki Bagoes yang dihadiri oleh Tengku Muhammad
Hasan dan Kasman Singadimedja membahas tentang Bung Hatta meminta kepada Ki
Bagus untuk bersedia merelakan ketujuh buah kata di belakang Ketuhanan hasil
kompromi dua golongan pada tanggal 22 Juni 1945 dapat diganti anak kalimat yang
sifatnya lebih netral, bisa diterima oleh semua golongan yaitu Yang Maha Esa.
D. Piagam Jakarta dan “Negara Islam”
Piagam
Jakarta kerap diidentikan dengan gagasan Negara Islam, bahkan dalam pengertian
yang tidak tepat. Sebenarnya secara yuridis-konstitusional umat islam dapat
menjadikan pasal 29 UUD 1945 sebagai sumber hukum formal untuk menyalurkan
aspirasi-aspirasi politik dan kemasyarakatannya yang bersumberkan kepada
ajaran-ajaran Islam dan perundang-undangan Negara. Piagam Jakarta hanyalah
bagian dari proses sejarah kebangsaan kita.
Piagam
Jakarta sudah menyangkut sendi-sendi moralitas bangsa yakni mengenai soal-soal
kesucian perjanjian. Karena itu pencoretan tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang
telah menjadi gentle agreement itu,
oleh umat Islam dirasakan sebagai sebuah pengingkaran janji.
E. Sejarah Penerapan UUD Pasca Proklamasi
Pelaksanaan
UUD 1945 di wilayah Negara Republik Indonesia dimulai pada tanggal 18 Agustus
1945 berakhir pada tanggal 27 Desember 1949. Hal ini disebabkan terjadinya
perubahan bentuk Negara Indonesia dari bentuk kesatuan menjadi bentuk serikat
akibat persetujuan Konferensi Meja Bundar.
Perubahan
bentuk Negara Indonesia menjadi RIS sebenarnya bukan merupakan aspirasi dan
tujuan bangsa Indonesia. Bentuk Negara RIS berjalan beberapa bulan sudah
dilanda kemelut. Beberapa Negara bagian satu demi satu mulai menggabungkan diri
ke Negara bagian RI.
F. Perubahan Konstitusi
Ada
empat macam prosedur dalam perubahan konstitusi yaitu :
·
sidang badang legislatif dengan ditambah
beberapa syarat
·
referendum atau plebisit
·
Negara-negara bagian dalam Negara federal harus
menyetujui
·
Musyawarah khusus
Di Indonesia
perubahan konstitusi bisa dilakukan mengingat dalam UUD 1945 menyediakan satu
pasal yang berkenaan dengan cara perubahan UUD yaitu pasal 37 yang menyebutkan:
1.
Untuk mengubah UUD sekurang-kurangnya 2/3
daripada jumlah anggota MPR harus hadir
2.
Putusan diambil dengan persetujuan
sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota yang hadir
Tata cara perubahan konstitusi
sebagaimana disebutkan dalam pasal 37 di atas, tergolong sulit, di samping
karena dibutuhkan suatu prosedur khusus yakni dengan cara by the people through a referendum. Kesulitan tersebut semakin
nampak jelas di dalam praktik ketatanegaraan Indonesia dengan diberlakukannya
Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983 jo UU No. 5 tahun 1985 yang mengatur tentang
referendum.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete