Retorika berasal dari
bahasa Yunani “RHETOR” atau bahasa Inggris “ORATOR” yang berarti “kemahiran
dalam berbicara dihadapan umum”. I Gusti Ngurah Oka, memberikan definisi sebagai berikut“Ilmu yang mengajarkan tindak
dan usahayang untuk dalam persiapan, kerjasama, serta kedamaian ditengah
masyarakat”. Dengan demikian termasuk dalam cakupan pengertian Retorika adalah: Seni berbicara-Kemahiran dan kelancaran berbicara-Kemampuan memproduksi gagasan-Kemampuan
mensosialisasikan sehingga mampu mempengaruhi audience.
Dari cakupan pengertian diatas, maka ada dua hal yang perlu
ditarik dandiperhatikan, yaitu kemahiran atau seni dan ilmu.
Retorika sebagai kemahiran atau seni sudah barang tentu mengandung unsur bakat
(nativisme), kemudian retorika sebagai ilmuakan
mengandung unsur pengalaman (empirisme), yang bias digali, dipelajari dan diinventarisasikan.Hanya
sedikit perbedaan bagi mereka yang sudah mempunyai bakat akanberkembang lebih cepat, sedangkan bagi yang tidak
mempunyai bakat akan berjalandengan lamban. Dari sini kemudian lahirlah
suatu anggapan bahwa Retorika merupakan artistic
science (ilmu pengetahuan yang mengandung seni), dan scientivicart (seni yang ilmiah).
Sementara menurut yang lain,
retorika (rhetoric) secara harfiyah artinya berpidato atau kepandaian
berbicara Dan kini lebih dikenal dengan nama Public Speaking.
Dewasa ini retorika cenderung dipahami sebagai “omong kosong” atau
“permainan kata-kata” (“words games”), juga bermakna propaganda
(memengaruhi atau mengendalikan pemikiran-perilaku orang lain). Teknik
propaganda “Words Games” terdiri dari Name Calling (pemberian julukan
buruk, labelling theory), Glittering Generalities (kebalikan dari
name calling, yakni penjulukan dengan label asosiatif bercitra baik),
dan Eufemism (penghalusan kata untuk menghindari kesan buruk atau
menyembunyikan fakta sesungguhnya). Menurut Kenneth Burke, bahwa setiap bentuk-bentuk komunikasi
adalah sebuah drama. Karenanya seorang pembicara hendaknya mampu mendramatisir
(membuat jama’ah merasa tertarik) terhadap pembicara, sedangkan menurut Walter
Fisher bahwa setiap komunikasi adalah bentuk dari cerita (storytelling).
Karenanya, jika kita mampu bercerita sesungguhnya kita punya potensi untuk
berceramah dan untuk menjadi muballigh.
No comments:
Post a Comment