Kleptomania merupakan kondisi yang termasuk ke kelompok gangguan kendali impulsif, yaitu ketika penderita tidak dapat menahan diri untuk mengutil atau mencuri. Sebagian besar penderita kleptomania adalah perempuan. Biasanya gangguan ini mulai terbentuk di masa remaja atau ada juga yang ketika memasuki usia dewasa. Para penderita kleptomania kerap melakukan aksinya di tempat umum, seperti di warung, toko, dan supermarket. Sebagian ada juga yang mengutil dari rumah teman.
Kleptomania berbeda dengan pencurian biasa yang mana rencana dan motif mencari keuntungan ada di dalamnya. Pada kasus kleptomania, pengutilan dilakukan tanpa niat dan didasari oleh dorongan psikologis mereka secara spontan. Barang-barang yang dicuri oleh penderita kleptomania umumnya sepele dan bisa tidak memiliki nilai tinggi (murah). Mereka pun sebenarnya mampu membeli barang yang dicuri. Selain itu, penderita kleptomania tidak pernah menggunakan barang-barang hasil curiannya. Ada yang hanya dikoleksi dan ada juga yang dibagi-bagikan kepada orang-orang terdekat mereka. Bahkan sebagian penderita kleptomania ada yang mengembalikan barang curian ke tempat semula.
Saat melakukan pengutilan, perasaan yang dialami penderita kleptomania dapat bermacam-macam. Ada yang merasakan ketegangan dan ada juga yang merasa senang. Kemudian perasaan menikmati dan puas ketika mereka berhasil mengambil barang yang tiba-tiba diinginkan. Setelah puas mengambil barang, dapat timbul rasa malu dan bersalah pada diri penderita. Beberapa di antara mereka bahkan ada yang merasa takut terhadap konsekuensi yang bisa ditimbulkan dari tindakan yang tergolong kriminal tersebut. Meskipun begitu, dorongan untuk mencuri bisa muncul kembali di lain waktu dan penderita akan kembali mengulangi perbuatannya.
Penyebab Kleptomania
Penyebab kleptomania belum diketahui secara pasti. Kondisi ini diperkirakan terbentuk akibat adanya perubahan komposisi kimia di dalam otak atau hasil dari gabungan perubahan di dalam otak. Sebagai contoh, munculnya perilaku impulsif (salah satunya kleptomania) terjadi akibat menurunnya kadar serotonin (hormon yang bertugas mengatur emosi). Perilaku impulsif ini mungkin juga terkait dengan ketidakseimbangan sistem opioid otak sehingga keinginan untuk mencuri tidak bisa ditahan. Selain itu, diperkirakan juga berhubungan dengan gangguan adiksi dimana terjadi pelepasan dopamin yang menjadikan pelaku merasa senang atas perbuatannya dan cenderung untuk ketagihan.
Diperkirakan seseorang yang memiliki riwayat penyakit psikologis lainnya, seperti gangguan kepribadian, gangguan bipolar, dan gangguan kecemasan rentan mengalami kleptomania. Risiko untuk menderita kondisi ini juga akan meningkat bagi mereka yang pernah mengalami cedera di kepala dan mereka yang memiliki keluarga dekat penderita kleptomania.
Diagnosis Kleptomania
Segera temui dokter apabila Anda mengalami gejala-gejala kleptomania. Jika ciri-ciri kondisi ini terdapat pada teman atau kerabat Anda, maka bujuklah mereka agar mau diperiksa dan diobati oleh dokter. Penderita kleptomania biasanya tidak mau memeriksakan dirinya ke dokter karena merasa malu dengan kebiasaan dirinya sendiri. Perlu Anda ketahui bahwa kondisi ini sebaiknya diobati sebelum terlambat. Jika Anda sedang naas dan tertangkap, bisa jadi Anda harus berhadapan dengan hukum karena pencurian merupakan tindakan kriminal. Atau yang lebih parah dari itu adalah dikeroyok massa seperti yang kerap muncul di berita. Bukan hanya Anda dan orang-orang terdekat yang nanti menanggung rasa malu, hubungan Anda dengan lingkungan sosial pun bisa menjadi rusak karena tidak semua orang mengerti soal kleptomania dan risiko dicap sebagai pencuri tidak bisa dihindari.
Dalam mendiagnosis kleptomania, dokter akan menarik kesimpulan berdasarkan keterangan yang disampaikan langsung oleh pasien atau melalui kuisioner yang harus mereka isi. Seseorang bisa dinyatakan positif penderita kleptomania apabila tidak bisa menahan dorongan untuk mencuri barang-barang yang sebenarnya tidak memiliki nilai ekonomi atau tidak untuk dipakai yang ditunjang dengan perasaan senang atau puas saat melakukannya. Bukan hanya itu, tindakan yang mereka lakukan juga bukan didasari oleh halusinasi atau rasa marah. Karena itu penting bagi dokter untuk memastikan bahwa tindakan pasien tidak terkait dengan kondisi selain kleptomania, misalnya gangguan kepribadian antisosial atau gangguan bipolar.
Dokter juga mungkin akan melakukan pemeriksaan fisik. Hal ini juga untuk memastikan ada tidaknya penyakit medis yang mendasari gejala dan tanda yang muncul pada pasien.
Pengobatan Kleptomania
Kleptomania umumnya ditangani melalui terapi psikologi oleh ahli terkait serta dikombinasikan dengan pemberian obat. Namun yang lebih penting dalam pengobatan kondisi ini adalah keinginan kuat pasien untuk sembuh dan kebersediaannya mengikuti tiap saran yang dokter berikan. Apabila pasien berusaha kuat untuk melawan dorongan yang timbul dari dalam dirinya, bukan hal yang mustahil kleptomania bisa dihilangkan dan tidak kambuh lagi. Selain itu dukungan dan semangat yang diberikan orang-orang terdekat terhadap kesembuhan pasien sangat besar perannya.
Jenis terapi yang umumnya diterapkan pada penanganan kleptomania adalah terapi perilaku kognitif. Melalui metode ini, pasien akan diberikan gambaran mengenai perbuatan yang dia lakukan serta akibat yang bisa diterima, seperti berurusan dengan pihak berwajib. Melalui gambaran tersebut, pasien diharapkan bisa menilai secara objektif dan menyadari bahwa pencurian yang dia lakukan merupakan tindakan salah. Selain gambaran diri, pasien juga akan diajarkan untuk melawan atau mengendalikan keinginan kuatnya dalam mencuri, misalnya dengan teknik relaksasi.
Untuk obat-obatan, salah satu yang mungkin akan diresepkan oleh dokter adalah selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI). Dokter juga mungkin akan memberikan obat opioid antagonist. Sama seperti terapi kognitif, pemberian obat ini bertujuan menurunkan dorongan dan rasa senang yang timbul dari diri penderita kleptomania untuk mencuri. Tidak menutup kemungkinan dokter memberikan obat lain. Misalnya, bilamana dokter mencurigai bahwa kleptomania dipicu oleh gangguan psikologis lainnya, misalnya OCD Obsessive-Compulsive Disorder) atau depresi.
No comments:
Post a Comment