Monday, May 18, 2020

Definisi Matematika: Pijakan Awal dalam Pembelajaran Matematika


                
Berbicara mengenai hakekat matematika artinya menguraikan apa matematika itu sebenarnya, apakah matematika itu ilmu deduktif, ilmu induktif, simbol-simbol, ilmu abstrak dan sebagainya. Hingga saat ini belum ada kesepakatan yang bulat di antara para matematikawan tentang apa yang disebut matematika. Untuk mendeskripsikan definisi matematika, para matematikawan belum pernah mencapai satu titik puncak kesepakatan yang sempurna. Banyaknya definisi dan beragamnya deskripsi yang berbeda dikemukakan oleh para ahli mungkin disebabkan oleh pribadi (ilmu) matematika itu sendiri, dimana matematika termasuk salah satu disiplin ilmu yang memiliki kajian sangat luas, sehingga masing-masing ahli bebas mengemukakan pendapatnya tentang matematika berdasarkan sudut pandang, kemampuan, pemahaman, dan pengalamannya masing-masing.
Beberapa definisi atau ungkapan pengertian matematika hanya dikemukakan terutama berfokus pada tinjauan pembuat definisi itu. Hal sedemikian dikemukakan dengan maksud agar pembaca dapat menangkap dengan mudah secara keseluruhan pandangan para ahli matematika. Ada tokoh yang sangat tertarik mencurahkan perhatian kepada struktur-struktur, ia melihat matematika dari sudut pandang struktur-struktur itu. Tokoh lain lagi lebih tertarik pada pola pikir ataupun sistematika, ia melihat matematika dari sudut pandang sistematika itu.[1]
Hakikat matematika menurut Soedjadi, yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif.[2]  Salah seorang matematikawan bernama W. W. Sawyer mengatakan bahwa matematika adalah klasifikasi studi dari semua kemungkinan pola. Pola di sini dimaksudkan adalah dalam arti luas, mencakup hampir semua jenis keteraturan yang dapat dimengerti pikiran kita.[3]
Untuk melengkapi pengertian di atas, secara terperinci R. Soedjadi memberikan beberapa definisi atau pengertian tentang matematika sebagai berikut:
a.    Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik.
b.    Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
c.    Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan
d.   Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.
e.    Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logic.
f.     Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. [4]
Selanjutnya, pendapat para ahli mengenai matematika yang lain, di antaranya telah muncul sejak kurang lebih 400 tahun sebelum masehi, dengan tokoh-tokoh utamanya adalah Plato (427-347 SM) dan seorang muridnya Aristoteles (348-322 SM). Mereka mempunyai pendapat yang berlainan.[5]
Plato berpendapat bahwa matematika adalah identik dengan filsafat untuk ahli pikir. Objek matematika ada di dunia nyata, tetapi terpisah dari akal. Ia mengadakan perbedaan antara aritmetika (teori bilangan) dan logistic (tehnik berhitung) yang diperlukan orang. Belajar aritmetika berpengaruh positif, karena memaksa yang belajar untuk belajar bilangan-bilangan abstrak. Dengan demikian, matematika ditingkatkan menjadi mental aktivitas dan mental abstrak pada objek-objek yang ada secara lahiriah, tetapi yang ada hanya mempunyai representasi yang bermakna. Plato dapat disebut sebagai orang yang rasionalis.
Aristoteles mempunyai pendapat yang lain. Ia memandang matematika sebagai salah satu dari tiga dasar yang membagi ilmu pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan fisik, matematika, dan teologi. Matematika didasarkan atas kenyataan yang dialami, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari eksperimen, observasi, dan abstraksi. Aristoteles dikenal sebagai seorang eksperimentalis.
Dalam sudut pandang Andi Hakim Nasution, istilah matematika berasal dari kata Yunani, mathein atau manthenein yang berarti mempelajari. Kata ini memiliki hubungan yang erat dengan kata Sanskerta, medha atau widya  yang memiliki arti kepandaian, ketahuan, atau inteligensia. Dalam bahasa Belanda, matematika disebut dengan kata wiskunde yang berarti ilmu tentang belajar (hal ini sesuai dengan arti kata mathein pada matematika).[6]
Sedangkan orang Arab menyebut matematika dengan ‘ilmu al-hisab yang berarti ilmu berhitung. Di Indonesia, matematika disebut dengan ilmu pasti dan ilmu hitung. Sebagian orang Indonesia memberikan plesetan menyebut matematika dengan “mati-matian”, karena sulitnya mempelajari matematika.[7]
Berpijak pada uraian-uraian di atas, secara umum definisi matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut:
a.    Matematika sebagai struktur yang terorganisasi
Agak berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisasi. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema.
a.    Matematika sebagai alat (tool)

WW Sawyer mengatakan:“Mathematical thinking is a tool. There is no point in acquiring it unless you mean to use it. It would be far better to spend time in physical exercise, which would at least promote health of body”.[1] (Berpikir matematis merupakan sebuah alat. Tak ada gunanya memiliki alat itu jika kita tak berniat untuk menggunakannya. Jauh lebih baik jika kita menggunakan waktu kita untuk berolahraga karena setidaknya akan bisa menyehatkan tubuh kita daripada belajar matematika tapi tanpa berniat untuk menggunakannya dalam kehidupan).
Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalam mencari solusi pelbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Ini sesuai dengan pendapat Schoenfeld (1985) yang mendefinisikan bahwa belajar matematika berkaitan dengan apa dan bagaimana menggunakannya dalam membuat keputusan untuk memecahkan masalah.[2]
Hairur Rahman menambahkan dalam bukunya “Indahnya Matematika dalam Al-Qur’an” dimana disebutkan bahwa, matematika merupakan ilmu pengetahuan dasar yang dibutuhkan semua manusia dalam kehidupan sehari-hari baik secara langsung maupun tidak langsung.[3]
b.    Matematika sebagai pola pikir deduktif
Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif. Artinya, suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum).
Menurut Herman Hudojo matematika seringkali  dilukiskan sebagai suatu kumpulan sistem matematika, yang setiap dari sistem-sistem itu mempunyai struktur tersendiri yang sifatnya bersistem deduktif.[4]
c.    Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking)
Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.
Sejalan dengan Sujono yang mengemukakan pengertian matematika sebagai ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan.[5]
d.    Matematika sebagai bahasa artifisial
Simbol adalah ciri yang paling menonjol dalam matematika. Bahasa matematika adalah bahasa simbol yang bersifat artifisial, yang baru memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks.
 Moch. Masykur Ag dan Abdul Halim Fathani mendeskripsikan matematika sebagai bahasa, karena dalam matematika terdapat sekumpulan lambang atau simbol dan kata ( baik kata dalam bentuk lambing, misalnya “≥” yang melambangkan kata “lebih besar atau sama dengan”, maupun kata yang diadopsi dari bahasa biasa seperti “fungsi”, yang dalam matematika menyatakan suatu hubungan dengan aturan tertentu, antara unsur-unsur dalam dua buah himpunan).[6]
e.    Matematika sebagai seni yang kreatif
Penalaran yang logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif dan menakjubkan, maka matematika sering pula disebut sebagai seni, khususnya seni berpikir yang kreatif.
Dienes mengatakan bahwa matematika adalah ilmu seni kreatif. Oleh karena itu, matematika harus dipelajari dan diajarkan sebagai ilmu seni.[7]
Definisi matematika tersebut di atas, bisa dijadikan landasan awal untuk belajar dan mengajar dalam proses pembelajaran matematika. Diharapkan, proses pembelajaran matematika juga dapat dilangsungkan secara manusiawi. Sehingga matematika tidak dianggap lagi menjadi momok yang menakutkan bagi siswa: sulit, kering, bikin pusing, dan anggapan-anggapan negatif lainnya. Sepintas, anggapan ini dapat dibenarkan, sebab mereka belum memahami hakikat matematika secara utuh dan informasi yang mereka peroleh hanya parsial. Hal ini sebenarnya bukan salah siswa itu sendiri, melainkan karena kesalahan para guru yang memang tidak utuh dalam memberikan informasi tentang matematika. Hal ini bisa jadi disebabkan minimnya kemampuan guru di bidang itu, atau mungkin juga kesalahan dosen-dosen yang telah mendidik guru tersebut sewaktu di perguruan tinggi atau memang belum ada media informasi yang menyuguhkan tentang hal tersebut.
Perlu diketahui, bahwa ilmu matematika itu berbeda dengan disiplin ilmu yang lain. Matematika memiliki bahasa sendiri, yakni bahasa yang terdiri atas simbol-simbol dan angka. Sehingga, jika kita ingin belajar matematika dengan baik, maka langkah yang harus ditempuh adalah kita harus menguasai bahasa pengantar dalam matematika, harus berusaha memahami makna-makna di balik lambang dan simbol tersebut. Sama halnya ketika kita membaca kitab kuning (kitab yang terdiri dari tulisan arab tanpa harakat). Bagi orang yang buta akan bahasa Arab, tentu dia akan mengalami kebingungan ketika disuruh membaca apalagi memberi makna atau menafsiri tulisannya. Sebaliknya, bagi yang mahir bahasa Arab dan didukung dengan kemampuan nahwu-sharaf (gramatika bahasa Arab) yang tinggi, dia dengan mudah dapat membaca dan memberi makna kitab kuning yang menggunakan pengantar bahasa Arab.


[1]Evawati Alisah dan Eko Prasetyo Dharmawan, Filsafat Dunia Matematika: Pengantar untuk Memahami Konsep-Konsep Matematika. (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hal. 145
[2]Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), hal. 130
[3]Hairur Rahman, Indahnya Matematika dalam Al-Qur’an. (Malang: UIN-Malang Press, 2007), hal. 1
[4]Herman Hudojo, Pengembangan Kurikulum Matematika dan pelaksanaannya di depan kelas. (Surabaya: Usaha Nasional, 1979), hal. 95
[5]Sujono, Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), hal. 5
[6]Moch. Masykur dan Abdul Halim Fathani, Mathematical Intelligence: Cara Cerdas Melatih Otak Dan Menanggulangi Kesulitan Belajar. (Jogjakarta: Arr-Ruzz Media, 2007), hal. 46
[7]E.T. Ruseffendi, Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. (Bandung: Tarsito, 1988), hal. 160



[1]R. Soedjadi, Kiat-Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. (Jakarta: Depdiknas, 2002),  hal. 11
[2]Heruman, Model Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 1
[3]Herman Hudojo, Strategi mengajar belajar matematika. (Malang: IKIP MALANG, 1990), hal. 62
       [4]R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika…, hal. 11
       [5]Abdul Halim Fathani, Matematika Hakikat Dan Logika. (Jogjakarta: Arr-Ruzz Media, 2009), hal. 20
[6] Andi Hakim Nasution, Landasan Matematika. (Bogor: Bhratara, 1982), hal. 12
[7]Abdusysyakir, Ketika Kyai Mengajar Matematika. (Malang: UIN-Malang Press, 2007), hal. 5

No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive