Berbicara
mengenai hakekat matematika artinya menguraikan apa matematika itu sebenarnya,
apakah matematika itu ilmu deduktif, ilmu induktif, simbol-simbol, ilmu abstrak
dan sebagainya. Hingga
saat ini belum ada kesepakatan yang bulat di antara para matematikawan tentang
apa yang disebut matematika. Untuk mendeskripsikan definisi matematika, para matematikawan belum pernah
mencapai satu titik puncak kesepakatan yang sempurna. Banyaknya definisi dan
beragamnya deskripsi yang berbeda dikemukakan oleh para ahli mungkin disebabkan
oleh pribadi (ilmu) matematika itu
sendiri, dimana matematika termasuk salah satu disiplin ilmu yang memiliki
kajian sangat luas, sehingga masing-masing ahli bebas mengemukakan pendapatnya
tentang matematika berdasarkan sudut pandang, kemampuan, pemahaman, dan
pengalamannya masing-masing.
Beberapa
definisi atau ungkapan pengertian matematika hanya dikemukakan terutama
berfokus pada tinjauan pembuat definisi itu. Hal sedemikian dikemukakan dengan
maksud agar pembaca dapat menangkap dengan mudah secara keseluruhan pandangan
para ahli matematika. Ada tokoh
yang sangat tertarik mencurahkan perhatian
kepada struktur-struktur, ia melihat matematika dari sudut pandang
struktur-struktur itu. Tokoh lain lagi lebih tertarik pada pola pikir ataupun
sistematika, ia melihat matematika dari sudut pandang sistematika itu.[1]
Hakikat
matematika menurut Soedjadi, yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada
kesepakatan, dan pola pikir
yang deduktif.[2] Salah
seorang matematikawan bernama W. W. Sawyer mengatakan bahwa matematika adalah
klasifikasi studi dari semua kemungkinan pola. Pola di sini dimaksudkan adalah
dalam arti luas, mencakup hampir semua jenis keteraturan yang dapat dimengerti
pikiran kita.[3]
Untuk
melengkapi pengertian di atas, secara terperinci R. Soedjadi memberikan
beberapa definisi atau pengertian tentang matematika sebagai berikut:
a. Matematika
adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik.
b. Matematika
adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
c. Matematika
adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan
d. Matematika
adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang
dan bentuk.
e. Matematika
adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logic.
f. Matematika
adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. [4]
Selanjutnya,
pendapat para ahli mengenai matematika yang lain, di antaranya telah muncul
sejak kurang lebih 400 tahun sebelum masehi, dengan tokoh-tokoh utamanya adalah
Plato (427-347 SM) dan seorang muridnya Aristoteles (348-322 SM). Mereka
mempunyai pendapat yang berlainan.[5]
Plato
berpendapat bahwa matematika adalah identik dengan filsafat untuk ahli pikir.
Objek matematika ada di dunia nyata, tetapi terpisah dari akal. Ia mengadakan
perbedaan antara aritmetika (teori bilangan) dan logistic (tehnik berhitung)
yang diperlukan orang. Belajar aritmetika berpengaruh positif, karena memaksa
yang belajar untuk belajar bilangan-bilangan abstrak. Dengan demikian,
matematika ditingkatkan menjadi mental aktivitas dan mental abstrak pada
objek-objek yang ada secara lahiriah, tetapi yang ada hanya mempunyai
representasi yang bermakna. Plato dapat disebut sebagai orang yang rasionalis.
Aristoteles
mempunyai pendapat yang lain. Ia memandang matematika sebagai salah satu dari
tiga dasar yang membagi ilmu pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan fisik,
matematika, dan teologi. Matematika didasarkan atas kenyataan yang dialami,
yaitu pengetahuan yang diperoleh dari eksperimen, observasi, dan abstraksi.
Aristoteles dikenal sebagai seorang eksperimentalis.
Dalam
sudut pandang Andi Hakim Nasution, istilah matematika berasal dari kata Yunani,
mathein atau manthenein yang berarti mempelajari.
Kata ini memiliki hubungan yang erat dengan kata Sanskerta, medha atau widya yang memiliki arti kepandaian, ketahuan, atau inteligensia.
Dalam bahasa Belanda, matematika disebut dengan kata wiskunde yang berarti ilmu tentang belajar (hal ini sesuai dengan
arti kata mathein pada matematika).[6]
Sedangkan
orang Arab menyebut matematika dengan ‘ilmu
al-hisab yang berarti ilmu berhitung. Di Indonesia, matematika disebut
dengan ilmu pasti dan ilmu hitung. Sebagian orang Indonesia memberikan plesetan
menyebut matematika dengan “mati-matian”,
karena sulitnya mempelajari matematika.[7]
Berpijak
pada uraian-uraian di atas, secara umum definisi matematika dapat dideskripsikan
sebagai berikut:
a.
Matematika
sebagai struktur yang terorganisasi
Agak berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain,
matematika merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisasi. Sebagai sebuah
struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat,
pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema.
a.
Matematika
sebagai alat (tool)
WW Sawyer mengatakan:“Mathematical thinking is a tool. There is no point in acquiring it unless
you mean to use it. It would be far better to spend time in physical exercise,
which would at least promote health of body”.[1]
(Berpikir matematis merupakan sebuah alat. Tak ada gunanya memiliki alat itu
jika kita tak berniat untuk menggunakannya. Jauh lebih baik jika kita
menggunakan waktu kita untuk berolahraga karena setidaknya akan bisa
menyehatkan tubuh kita daripada belajar matematika tapi tanpa berniat untuk
menggunakannya dalam kehidupan).
Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalam
mencari solusi pelbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Ini sesuai dengan pendapat Schoenfeld (1985) yang
mendefinisikan bahwa belajar matematika berkaitan dengan apa dan bagaimana
menggunakannya dalam membuat keputusan untuk memecahkan masalah.[2]
Hairur Rahman menambahkan dalam bukunya “Indahnya Matematika dalam Al-Qur’an” dimana
disebutkan bahwa, matematika merupakan ilmu pengetahuan dasar yang dibutuhkan
semua manusia dalam kehidupan sehari-hari baik secara langsung maupun tidak
langsung.[3]
b.
Matematika
sebagai pola pikir deduktif
Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola
pikir deduktif. Artinya, suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat
diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum).
Menurut Herman Hudojo matematika seringkali dilukiskan sebagai suatu kumpulan sistem
matematika, yang setiap dari sistem-sistem itu mempunyai struktur tersendiri
yang sifatnya bersistem deduktif.[4]
c.
Matematika
sebagai cara bernalar (the way of thinking)
Matematika dapat pula dipandang sebagai cara
bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti matematika memuat cara
pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat
penalaran matematika yang sistematis.
Sejalan dengan Sujono yang mengemukakan pengertian
matematika sebagai ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik dan masalah
yang berhubungan dengan bilangan.[5]
d.
Matematika
sebagai bahasa artifisial
Simbol adalah ciri yang paling menonjol dalam
matematika. Bahasa matematika adalah bahasa simbol yang bersifat artifisial,
yang baru memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks.
Moch. Masykur
Ag dan Abdul Halim Fathani mendeskripsikan matematika sebagai bahasa, karena
dalam matematika terdapat sekumpulan lambang atau simbol dan kata ( baik kata
dalam bentuk lambing, misalnya “≥” yang melambangkan kata “lebih besar atau
sama dengan”, maupun kata yang diadopsi dari bahasa biasa seperti “fungsi”,
yang dalam matematika menyatakan suatu hubungan dengan aturan tertentu, antara
unsur-unsur dalam dua buah himpunan).[6]
e.
Matematika
sebagai seni yang kreatif
Penalaran yang logis dan efisien serta
perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif dan menakjubkan, maka
matematika sering pula disebut sebagai seni, khususnya seni berpikir yang
kreatif.
Dienes mengatakan bahwa matematika adalah ilmu seni
kreatif. Oleh karena itu, matematika harus dipelajari dan diajarkan sebagai
ilmu seni.[7]
Definisi matematika tersebut di atas, bisa dijadikan
landasan awal untuk belajar dan mengajar dalam proses pembelajaran matematika.
Diharapkan, proses pembelajaran matematika juga dapat dilangsungkan secara
manusiawi. Sehingga matematika tidak dianggap lagi menjadi momok yang
menakutkan bagi siswa: sulit, kering, bikin pusing, dan anggapan-anggapan
negatif lainnya. Sepintas, anggapan ini dapat dibenarkan, sebab mereka belum
memahami hakikat matematika secara utuh dan informasi yang mereka peroleh hanya
parsial. Hal ini sebenarnya bukan salah siswa itu sendiri, melainkan karena
kesalahan para guru yang memang tidak utuh dalam memberikan informasi tentang
matematika. Hal ini bisa jadi disebabkan minimnya kemampuan guru di bidang itu,
atau mungkin juga kesalahan dosen-dosen yang telah mendidik guru tersebut
sewaktu di perguruan tinggi atau memang belum ada media informasi yang
menyuguhkan tentang hal tersebut.
Perlu diketahui, bahwa ilmu matematika itu
berbeda dengan disiplin ilmu yang lain. Matematika memiliki bahasa sendiri,
yakni bahasa yang terdiri atas simbol-simbol dan angka. Sehingga, jika kita
ingin belajar matematika dengan baik, maka langkah yang harus ditempuh adalah
kita harus menguasai bahasa pengantar dalam matematika, harus berusaha memahami
makna-makna di balik lambang dan simbol tersebut. Sama halnya ketika kita
membaca kitab kuning (kitab yang terdiri
dari tulisan arab tanpa harakat). Bagi orang yang buta akan bahasa Arab,
tentu dia akan mengalami kebingungan ketika disuruh membaca apalagi memberi
makna atau menafsiri tulisannya. Sebaliknya, bagi yang mahir bahasa Arab dan
didukung dengan kemampuan nahwu-sharaf (gramatika bahasa Arab) yang tinggi, dia
dengan mudah dapat membaca dan memberi makna kitab kuning yang menggunakan
pengantar bahasa Arab.
[1]Evawati Alisah dan Eko Prasetyo
Dharmawan, Filsafat Dunia Matematika: Pengantar untuk Memahami Konsep-Konsep Matematika. (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2007), hal.
145
[2]Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses
Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007),
hal. 130
[4]Herman Hudojo, Pengembangan Kurikulum Matematika dan pelaksanaannya di depan kelas. (Surabaya: Usaha Nasional, 1979),
hal. 95
[5]Sujono, Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. (Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1988), hal. 5
[6]Moch. Masykur dan Abdul Halim
Fathani, Mathematical Intelligence: Cara
Cerdas Melatih Otak Dan Menanggulangi Kesulitan Belajar. (Jogjakarta: Arr-Ruzz Media,
2007), hal. 46
[7]E.T. Ruseffendi, Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. (Bandung: Tarsito, 1988), hal.
160
[2]Heruman, Model Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007), hal. 1
No comments:
Post a Comment