Monday, May 18, 2020

Pembelajaran Matematika dengan Model Problem Solving



Upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran khususnya matematika antara lain agar siswa mampu menghadapi perubahan keadaan didunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, cermat, rasional, dan efektif. Tuntutan ini tidak mungkin bisa dicapai hanya melalui hafalan, latihan pengerjaan soal yang bersifat rutin, serta proses pembelajaran biasa. Maka perlu dikembangkan proses pembelajaran yang sesuai.
Pembelajaran  matematika sebenarnya sangat ditantukan oleh strategi yang diterapkan oleh guru. Cara mengajar guru sangat mempengaruhi minat peserta didik terhadap matematika. Mengajar matematika merupakan suatu kegiatan guru agar siswa belajar untuk menempatkan matematika, yaitu kemampuan, ketrampilan dan sikap tentang matematika.[1] Kemampuan, ketrampilan dan sikap disini harus sesuai dengan tujuan belajar serta disesuaikan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa agar terjadi interaksi antara guru dan siswa. Interaksi akan terjadi bila menggunakan cara – cara yang sesuai dan biasa disebut dengan metode mengajar matematika.[2]  Dengan metode belajar yang tepat, siswa akan lebih mudah menguasai ilmu yang diberikan dan belajar lebih efektif, efisien serta memiliki kompetensi yang diharapkan.
Siswa yang memiliki kompetensi berarti siswa telah memahami, memknai dan memanfaatkan materi pelajaran yang telah dipelajari.[3] Perubahan diatas merupakan suatu perubahan yangt bersifat internal pada siswa. Selain perubahan diatas nantinya diharapkan juga terjadi perubahan yang bersifat eksternal juga seperti ketrampilan motorik dan berbicara dalam bahasa terhadap siswa. Para psikologi kognitif menitik beratkan perubahan– perubahan semacam ini yang memungkinkan perubahan dalam berperilaku yang diamati.[4] Oleh karena itu, untuk meningkatkan kompetensi belajar pada siswa perlu suatu metode pembelajaran yang masuk bagian dalam NCTM yaitu problem solving.
Problem Solving atau belajar memecahkan masalah merupakan suatu pembelajaran yang termasuk bagian dari konstruktivisme yang menekankan siswa belajar merumuskan dan memecahkan masalah, memberikan respon terhadap rangsangan yang menggambarkan situasi problematik, mempergunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya.[5] Melalui kegiatan ini aspek–aspek kemampuan dalam matematika penting seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematika dan lain–lainnya dalam pembelajaran dapat dikembangkan secara lebih baik.
Menurut rekomendasi dari NCTM, bahwa pemecahan masalah seharusnya menjadi fokus pada pelajaran matematika dan menjadi fokus utama dari kurikulum matematika.[6] Blitter dan Capper menambahkan dalam penelitiannya bahwa pemecahan masalah harus digunakan untuk memperdalam, memperkaya, dan memperluas kemampuan siswa dalam belajar matematika.[7] Hal ini memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah. Kritis untuk menganalisis masalah, dan kreatif untuk menciptakan cara dalam pemecahan masalah. Karena jenis berpikir itu merupakan rasa keingintahuan  yang ada pada anak sejak lahir. Maka pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah.[8]
Dalam hasil rekomendasi NCTM, mereka menyarankan bahwa perhatian utama harus diberikan pada:
1.  Keikutsertaan siswa secara aktif dalam mengkonstruksikan dan mengaplikasikan ide–ide dalam matematika
2.    Pemecahan masalah sebagai alat dan juga tujuan pengajaran
3.    Penggunaan bermacam–macam bentuk pengajaran seperti kelompok kecil,   penyelidikan individu, pengajaran oleh teman sebaya, diskusi seluruh kelas, dan sebagainya.[9]
Salah satu rekomendasi di atas adalah para guru mengembangkan bermacam–macam strategi pemecahan masalah dalam pengajaran dengan fokus pada permasalahan yang tidak bisa dijumpai. Strategi pemecahan masalah ini dapat menjadi perubahan pada siswa dalam proses belajarnya. Oleh karena itu siswa perlu memecahkan banyak masalah agar merasa senang terhadap proses belajarnya nanti. Dan seorang guru disini sangat dibutuhkan dalam peran seorang pembimbing dengan memberikan pengalamannya dalam memecahkan masalah.
Didalam memecahkan masalah tentu ada masalah yang akan diselesaikan. Untuk menyelesaikan orang harus mengerti apa yang dipermasalahkan dalam masalah tersebut. Polya memberikan solusi dalam pemecahan masalah memuat empat langkah fase penyelesaian, yaitu :
a. Memahami masalah. Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak akan mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar
b.  Merencanakan penyelesaian. Dalam fase ini untuk melakukannya tergantung pada pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah. Semakin bervariasi pengalamannya maka siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian masalah
c.  Menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana. Setelah rencana penyelesaian suatu masalah telah dibuat, selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang dianggap tepat
d. Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.[10]
Dengan melakukan cara yang diberikan polya, maka berbagai kesalahan yang tidak perlu dapat terkoreksi kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai denga masalah yang diberikan. Hasil–hasil penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan pembelajaran pemecahan masalah dapat dicapai dengan beberapa cara, antara lain :
1. Mengajarkan bermacam–macam strategi pemecahan masalah
2. Pemberian latihan pemecahan masalah beserta buktinya
3. Mengubah peran guru dari sekedar berceramah menyampaikan materi, menjadi fasilitator dan pengarah belajar siswa.[11]
Dari hasil penemuan dan rekomendasi dari NCTM bahwa mengajar matematika yang mencerminkan proses pemecahan masalah merupakan terbaik dari mengajar matematika sesuai dengan model NCTM.


                [1]  Hudojo, Strategi  Mengajar..., hal. 22
                [2]  Thursan Hakim, Belajar Secara Efektif : Pamduan Menemukan Teknik belajar, Memilih Jurusan dan Menentukan Cita – cita, (Jakarta : Puspa Swara,2004), hal. 7-8
              [3] Suherman,  Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kemampuan Siswa dalam www.edukare.e-fkipunia.net, 9 Maret 2011
              [4]  W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran. (Jakarta : Gramedia, 1996), hal. 354
                [5]  Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar.  (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal 21
                [6]  Max A. Sobel dan Evan M. Malettsky, Mengajar Matematika “Sebuah Buku Sumber Alat Peraga, Aktivitas, dan Strategi”. (Jakarta, Erlangga, 2004), hal. 62
                [7]  Blitter dan Capper  sebagaimana dikutip Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran..., hal. 90
                [8]  Sulaiman Zen, Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan menyenangkan  dalam http://waraskamdi.com, diakses 4 mei 2011
                 [9]  Sobel dan Malettsky, Mengajar Matematika..., hal. 60
                [10]  Polya sebagaimana dikutip Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran..., hal. 91
                [11] Yuwono, Pembelajaran Matematika..., hal. 15

No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive