Monday, May 18, 2020

Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme



Pada hakekatnya pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau memberikan pelayanan agar para siswa dapat belajar dengan baik. Sebagai guru hendaknya berusaha untuk mengetahui dan memanfaatkan pengetahuan yang telah ada dalam pikiran siswa supaya guru dapat menciptakan suasana belajar yang efektif dan menyenangkan dan juga mengembangkan daya pikir siswa. Menurut Novak dan Simon, salah satu faktor  penting yang dapat mempengaruhi belajar anak adalah apa yang telah diketahui dan dialami.[1]  Oleh sebab itu, guru harus dapat menentukan strategi pembelajaran yang tepat bagi siswa.
Pengaruh belajar diatas akan menentukan perubahan anak untuk mengembangkan potensinya, daya pikir dan tujuan serta tingkah laku pada kehidupannya. Menurut pengertian secara psikologi, belajar adalah proses perubahan tingkah laku siswa melalui berbagai pengalaman yang diperolehnya dari transaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.[2] Perubahan tingkah laku tersebut memilki ciri-ciri khusus, yaitu:
1. Perubahan terjadinya secara sadar
2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
4. Perubahan dalam belajar bersifat bukan sementara
5. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.[3]
Menyelenggarakan proses pembelajaran yang lebih baik dan sesuai apa yang diharapkan bagi peserta didik merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditawar lagi, karena guru sebagai pendidik mempunyai tugas untuk mencerdaskan bangsa sesuai denga pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, diperlukan seorang tenaga pengajar profesional yang dapat berperan sebagai pengarah dan pemberi fasilitas untuk terjadinya belajar.[4] Sehingga guru yang profesional  menjadikan pembelajaran bermutu dan dapat mengolah pembelajaran secara kreatif dan menyenangkan. Pada proses belajar mengajar, perubahan yang diperoleh meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Pola tingkah laku tersebut dijadikan sebagai suatu modal yang menjadi prinsip–prinsip belajar. Dan setiap guru harus dapat menyusun sendiri prinsip–prinsip belajar yang dapat dilaksanakan dari situasi dan kondisi yang berbeda. Dan juga dapat dilaksanakan oleh setiap siswa secara individual.
Ahli psikologi behavior memandang bahwa proses belajar terjadi melalui ikatan Stimulus–Respon.[5] Dan ahli psikologi konstruktivisme berpendapat bahwa proses perolehan pengetahuan adalah melalui penstrukturan kembali struktur kognitif yang telah dimiliki agar bersesuaian dengan pengetahuan yang akan diperoleh sehingga pengetahuan yang baru dapat diatasi.[6]
1. Pembelajaran Matematika Beracuan Behavioristik
               Dalam proses belajar, perubahan–perubahan tingkah laku yang terlihat tidak terjadi secara cepat atau instan. Pada kalangan penganut behaviorisme, kebanyakan menggunakan  peranan faktor penguat (reinforcement) dalam proses belajar.[7] Tetapi penguat ini bukan faktor yang harus ada dalam pembelajaran.
               Proses pembelajaran menurut behaviorisme, guru lebih banyak menggunakan metode secara ceramah dan ekspositori.[8] Guru merupakan pusat dalam proses belajar. Komunikasi antara guru dan pelajar berlangsung searah. Selain itu, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari oleh siswa. Di sini cara belajar siswa yang paling efektif adalah siswa mendengarkan dengan tertib apa yang  dijelaskan guru dan menghafal apa yang didengar. Siswa dipandang pasif, perlu motivasi  secara eksternal dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan oleh guru.[9]
              Guru yang mengikuti paham ini mendominasi proses pembelajaran melalui belajar menghafal.[10] Di sini penggunaan buku ajar sebagai panduan yang harus diikuti para siswa sesuai alur buku per halaman. Guru memulai dari pemberian konsep, kemudian mendemonstrasikan ketrampilan dalam menerapkan materi. Dan sebagai konsekuensinya, guru–guru matematika yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara sempurna oleh guru. Pada hakekatnya matematika tersusun secara hirarkis (terstruktur), bahkan penyusunannya dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.[11] Sistem klarifikasi ini dimaksudkan untuk mengkatagorikan hasil perubahan pada siswa sebagai hasil sebuah pembelajaran.
               Pembelajaran yang berorientasi pada hasil akan dapat diukur dan diamati. Karena behavioristik menekankan tingkah laku yang dapat diukur dan diamati maka memiliki ciri-ciri khusus, yaitu:
     a. Mengutamakan unsur-unsur  atau bagian–bagian
     b. Menekankan peranan lingkungan
     c. Menekankan pentingnya latihan
     d. Bersifat mekanistis
     e. Mementingkan pembentukan reaksi dan respon.[12]
               Menurut Thorndike, dalam paham behaviorisme bahwa belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan.[13] Rasa senang atau kepuasan bisa didapat siswa dari pujian atau ganjaran lainnya. Stimulus ini termasuk penguat yang diberikan guru terhadap siswa dalam pembelajaran.
               Berdasarkan pandangan behaviorisme di atas, bahwa pengetahuan seseorang diperoleh karena adanya asosiasi (ikatan) yang menyatu antara stimulus dan respon. Semakin sering suatu konsep matematika diulang maka semakin kuat konsep tertanam dalam ingatan anak.
2. Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme
              Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi belajar anak adalah apa yang telah diketahui dan dialaminya. Guru hendaknya berusaha untuk mengetahui dan memanfaatkan pengetahuan awal yang telah ada dalam pikiran siswa sebelum mereka mempelajari suatu konsep atau pengalaman baru. Untuk memahami matematika, orang sendirilah yang menciptakan matematika. Seseorang menciptakan dalam pikirannya semua unsur  dan aturan secara lengkap. Menurut Vico, matematika di sini merupakan cabang pengetahuan paling tinggi.[14]  Hal ini sesuai dengan pandangan konstruktivisme yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan sendiri pengetahuannya secara aktif dengan memperlihatkan pengetahuan awal siswa.[15]
              Menurut pandangan konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer tetapi harus dibangun sendiri oleh siswa dalam pemikirannya.[16]  Pengetahuan itu dibangun secara aktif oleh individu siswa melalui proses yang berkembang secara terus menerus. Piaget memberikan gambaran tentang pengetahuan seperti, “menuangkan air dalam bejana”.[17] Selain itu Piaget mengungkapkan bahwa pengetahuan manusia pada dasarnya adalah aktif.[18] Pengetahuan harus melalui tindakan dan interaksi aktif dari siswa. Dengan kegiatan siswa yang aktif, siswa dapat menyerap dalam memahami konsep pengetahuan yang telah dibangun.
               Menurut Piaget, pikiran manusia mempunyai struktur yang disebut schemata atau kesimpulan yang digunakan untuk mengadaptasi dan mengkoordinasi informasi baru melalui proses asimilasi dan akomodasi.[19] Asimilasi adalah proses kognitif yang diintegrasikan persepsi, konsep, ataupun pengalaman baru ke dalam pola yang ada di dalam pikiran siswa. Sedangkan akomodasi merupakan proses merubah konsep lama karena adanya informasi baru yang tidak dapat secara langsung diasimilasikan pada konsep tersebut. Contoh, pada murid memiliki pengetahuan pada konsep segitiga, kemudian diberikan konsep persegi panjang. Karena konsep persegi panjang belum cocok dengan konsep segitiga, maka konsep ini dikontruksi sehingga dapat bersesuaian dengan konsep persegi panjang.
                                    Berdasarkan perspektif  para ahli konstruktivis, belajar matematika merupakan pengorganisiran aktivitas, di mana kegiatan belajar  diinterpretasikan secara luas termasuk aktivitas dan berpikir konseptual.[20]  Siswa dalam belajarnya bukan meniru saja dari guru. Aktifitas dan pembicaraan matematika siswa merupakan sumber yang kuat dan petunjuk untuk mengajar bagi guru di mana pertumbuhan pengetahuan siswa dapat dapat dilihat dan dievaluasi. Pengetahuan matematika baru terbentuk melalui suatu siklus melingkar yang dimulai dari pengetahuan subyektif ke pengetahuan obyektif melalui suatu publikasi.[21] Pengetahuan obyektif matematika dikonstruksi oleh siswa selama proses belajar berlangsung.


              [1]Novak dan Simon sebagaimana dikutip Ipung Yuwono, Pembelajaran Matematika Secara Membumi. (Malang: UM Press, 2001), hal. 13
               [2]Nana Sudjana,  Dasar –Dasar Proses Belajar Mengajar. (Bandung: Sinar Baru Alghesindo, 2005), hal. 28-29
               [3]Slameto, Belajar dan Faktor –Faktor Yang Mempengaruhinya. (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 3-4
               [4]Muhammad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar. (Bandung: Sinar Baru Alghesindo, 2004), hal. 13
               [5]Rusdi A. Siraj, Cara Seseorang Memperoleh Pengetahuan dan Aplikasinya Pada Pembelajaran Matematika, dalam  www.mathematicse-word press.com diakses  6  Maret 2011
               [6]Ibid., hal. 4
               [7]Slameto, Belajar dan Faktor –Faktor...., hal. 7
               [8]Suparno, Filsafat Konstuktivisme..., hal.
               [9]S. Nasution, Diktatik Asas–Asas Mengajar. (Bandung: Jemmars, 1986), hal. 41
               [10]Yuwono, Pembelajaran Matematika..., hal. 5
              [11]Siraj, Cara Seseorang...., hal. 8
              [12]Ibid., hal. 8
              [13]Thorndike sebagaimana dikutip Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung: UPI Press, 2003), hal. 28 
              [14]Ibid., hal. 21
              [15]Yuwono, Pembelajaran Matematika...., hal. 13 
              [16]Sutawijaya, Pembelajaran Matematika Konstruktivisme, (Tulungagung: Makalah disajikan dalam Workshop pembelajaran matematika kontemporer STAIN Tulungagung, 2007), hal. 1-2
              [17]Piaget sebagaimana dikutip Nining Dwi Rahmawati, Meningkatkan Kreatifitas Siswa Melalui Pembelajaran Pohon Matematika Pada Siswa Kelas V SD Plus Baitussalam Tulungagung, (Tulungagung:  Skripsi Tidak Diterbitkan, 2008), hal. 23
              [18]Piaget sebagaimana dikutip Suparno, Filsafat Konstuktivisme..., hal. 36
               [19]Piaget sebagaimana dikutip Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran..., hal. 36
               [20]Ibid., hal. 76
                [21]Siroj, Cara seseorang..., hal. 6

No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive