1. Kemerdekaan memberikan makna yang besar bagi bangsa Indonesia. Karena
dengan adanya kemerdekaan bangsa Indonesia dapat membangun dan menyelenggarakan
pemerintahaan serta melaksanakan pembangunan tanpa adanya campur tangan negara
lain. Bangsa Indonesia bebas untuk menentukan nasib dan cara dalam menjalankan
pembangunannya. Yang harus kita lakukan untuk Indonesia adalah memberikan
sumbangsih yang besar dalam memajukan pembangunan bangsa Indonesia dengan upaya
menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, yang memiliki kemampuan dalam
penguasaan ilmu pengetahuan serta teknologi yang mampu bersaing dengan bangsa
lain.
2. Secara de jure dan de facto bahwa bangsa Indonesia telah merdeka ketika
dibacakannya Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Akan tetapi pada
hakikatnya bangsa Indonesia masih belum merdeka. Karena bangsa Indonesia masih
banyak tergantung dengan bangsa lain khususnya dalam bidang ekonomi. Masih
banyak hutang negara Indonesia kepada bangsa lain dalam menjalankan pembangunan
bangsa.
3. Indonesia bisa menjadi negara maju. Hal ini didasarkan bahwa bangsa
Indonesia memiliki sumber daya yang cukup besar. Sumber daya manusia yang cukup
banyak dan berkualitas juga banyak. Apalagi bangsa indonesia dikaruniai
kekayaan alam yang melimpah baik di daratan maupun di lautan. Dengan
pengelolaan dan manajemen yang tepat, maka bangsa Indonesia dapat menjadi
bangsa yang maju setara dengan bangsa lain yang telah maju.
4. Perlu adanya upaya yang komprehensif dan konsisten dari pemerintah
khususnya dalam memberantas korupsi. Selama ini pemerintah tidak konsisten dan
kurang tegas dalam menjalankan upaya pemberantasan tindakan korupsi yang
dilakukan oleh para pejabat negara dan pejabat pemerintah daerah. Masyarakat
juga sebaiknya memberikan dukungan yang konkrit kepada pemerintah agar korupsi
menjadi semakin berkurang bahkan tidak ada lagi dimuka bumi Indonesia.
Masyarakat hendaknya memberikan sanksi sosial kepada para koruptor.
5. Demokrasi liberal (atau demokrasi
konstitusional) adalah sistem
politik yang menganut kebebasan individu. Secara konstitusional,
ini dapat diartikan sebagai hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah.[1] Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari
proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang
kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan
pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan
hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi.
Demokrasi liberal pertama kali dikemukakan
pada Abad Pencerahan oleh penggagas teori kontrak
sosial seperti Thomas Hobbes, John Locke,
dan Jean-Jacques Rousseau. Semasa Perang Dingin,
istilah demokrasi liberal bertolak belakang dengan komunisme ala Republik
Rakyat. Pada zaman sekarang demokrasi konstitusional umumnya
dibanding-bandingkan dengan demokrasi langsung atau demokrasi partisipasi.
Demokrasi liberal dipakai untuk menjelaskan sistem
politik dan demokrasi barat di Amerika
Serikat, Britania Raya, Kanada.
Konstitusi yang dipakai dapat berupa republik (Amerika
Serikat, India, Prancis)
atau monarki konstitusional (Britania
Raya, Spanyol).
Demokrasi liberal dipakai oleh negara yang menganut sistem presidensial (Amerika
Serikat), sistem parlementer (sistem Westminster: Britania Raya dan Negara-Negara Persemakmuran) atau sistem semipresidensial (Prancis).
Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi yang
berasaskan pada pengamalan sila-sila yang terkandung dalam Pancasila yang
sepenuhnya merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam kehidupan masyarakat dan
bangsa Indonesia. Demokrasi Pancasila hanya ada di Indonesia karena nilai-nilai
Pancasila bersumber dari nilai-nilai kehidupan yang ada di wilayah Indonesia
dan berlangsung sejak lama.
6.
Demokrasi merupakan sebuah sistem yang dianut oleh suatu negara dalam
menjalankan sistem kenegaraan dan sistem pemerintahaan. Sedangkan sistem
pemerintahan adalah cara yang dianut suatu negara dalam menjalankan
pemerintahannya. Contohnya Indonesia menganut demokrasi Pancasila dengan sistem
pemerintahaannya Presidensial
7.
Ciri-ciri pemerintahan parlemen yaitu:
·
Dikepalai oleh seorang perdana
menteri sebagai kepala pemerintahan sedangkan kepala negara dikepalai
oleh presiden/raja.
·
Kekuasaan eksekutif presiden
ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja diseleksi berdasarkan undang-undang.
·
Perdana menteri memiliki hak prerogratif (hak
istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
yang memimpin departemen dan non-departemen.
·
Menteri-menteri hanya bertanggung
jawab kepada kekuasaan legislatif.
·
Kekuasaan eksekutif bertanggung
jawab kepada kekuasaan legislatif
·
Kekuasaan eksekutif dapat dijatuhkan
oleh legislatif.
·
parlemen sebagai pemegang kekuasaan
di negara tersebut
8. Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer:
·
Pembuat kebijakan dapat ditangani
secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan
legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu
partai atau koalisi partai.
·
Garis tanggung jawab dalam pembuatan
dan pelaksanaan kebijakan publik jelas.
·
Adanya pengawasan yang kuat dari
parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi berhati-hati dalam
menjalankan pemerintahan.
·
Pembuatan keputusan memakan waktu
yang cepat.
9. Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer:
·
Kedudukan badan eksekutif atau
kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga
sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen.
·
Kelangsungan kedudukan badan
eksekutif atau kabinet tidak bisa ditentukan berakhir sesuai dengan masa
jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar.
·
Masa pemilihan
umum dapat berubah-ubah dengan jangka waktu tertentu.
·
Kabinet dapat mengendalikan
parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen
dan berasal dari partai mayoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen
dan partai, anggota kabinet dapat mengusai parlemen.
·
Parlemen menjadi tempat kaderisasi
bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen
dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan
eksekutif lainnya.
10.
Negara-negara yang melaksanakan sistem parlementer kondisi politiknya lebih labil,
kondisi ekonominya lebih maju dan kondisi sosialnya juga lebih baik. Akan
tetapi dengan sistem parlementer memiliki risiko tinggi dalam bidang politik
karena dapat terjadi perubahan pemerintahan karena Perdana Menteri mengundurkan
diri, serta para menteri sangat
bergantung dukungan dari parlemen. Sedangkan pada sistem non parlementer,
kondisi politiknya lebih stabil karena kekuasaan pemerintahaan berada di tangan
presiden dan para menteri bertanggung jawab kepada presiden bukan kepada
parlemen.
No comments:
Post a Comment