Tuesday, January 25, 2022

PEMANFAATAN TANAMAN BERBUNGA SEBAGAI BAHAN DASAR PRODUK SUNSCREEN

 

PENDAHULUAN

            Sunscreen atau tabir surya merupakan salah satu produk kosmetika yang berfungsi untuk merawat kulit tubuh atau wajah dari paparan sinar ultraviolet (UV)  yang berlebih. Paparan sinar uv yang berlebih dalam jangka panjang dapat menimbulkan berbagai macam permasalahan kulit seperti penuaan dini (photoaging), sunburn yang menyebabkan eritema, hiperpigmentasi, melasma, letigos surya, penyakit lupus, bahkan kanker kulit (Ismail, 2013; Kunh et al., 2011). Permasalahan kulit tersebut merupakan efek samping paparan sinar uv dalam jangka panjang, karena sering dijumpai pada orang yang sudah berumur atau memasuki usia 50 tahunan (Ismail, 2013).

            Namun, seiring perubahan iklim akibat adanya pemanasan global, permasalahan kulit tersebut tidak sedikit dijumpai pada orang yang terbilang masih muda yaitu pada umur 20 tahunan. Permasalahan kulit yang sering dijumpai tersebut diantaranya kulit kering, pecah-pecah, dan penuaan dini. Untuk mencegah terjadinya permasalahan kulit akibat paparan sinar uv dalam jangka pendek ataupun panjang, maka penggunaan sunscreen merupakan hal yang mutlak (Kunh et al., 2011).

            Dewasa kini, seiring berkembangnya beauty and health trend di Indonesia, kesadaran akan melindungi kulit dari paparan sinar uv pun meningkat. Hal tersebut ditandai dengan bertambahnya pengguna sunscreen dari berbagai kalangan usia baik remaja maupun dewasa serta berubahnya stigma masyarakat Indonesia mengenai penggunaan sunscreen yang hanya digunakan saat akan berenang untuk mencegah belang pada warna kulit. Meskipun kesadaran akan penggunaan sunscreen untuk melindungi kulit terutama kulit wajah meningkat, tetapi tidak sedikit masyarakat Indonesia yang belum menggunakan sunscreen secara rutin setiap harinya.

            Faktor yang menyebabkan masyarakat Indonesia enggan menggunakan  sunscreen secara rutin setiap harinya, disebabkan oleh faktor tekstur sunscreen serta kandungan sunscreen yang dirasa kurang nyaman untuk kulit masyarakat Indonesia dengan keadaan suhu serta cuaca di Indonesia. Tipe kulit wajah manusia secara umum dibedakan menjadi tiga jenis yaitu kulit kering, kulit normal, dan kulit berminyak (Wulandari,2019). Namun, baru-baru ini diketahui bahwa jenis kulit, ada yang berjenis sensitif, kombinasi (kering dan berminyak) serta jenis kulit acne prone. Maka dari itu, pemilihan jenis produk sunscreen yang tepat sangat perlu diperhatikan untuk menghindari efek samping lain seperti timbulnnya jerawat akibat penggunaan sunscreen yang tidak cocok dengan keadaan kulit kita masing-masing.

            Alasan saya ingin mengembangkan produk sunscreen berbahan dasar tanaman berbunga sebab, kebanyakan sunscreen yang beredar di pasaran merupakan sunscreen dengan kandungan bahan aktif sintetik. Bahan aktif sintetik tersebut diantaranya PABA (p-amino benzoic acid) dan turunannya, benzhopenone dan turunanya, octyl methoxycinnamate, dan octyl salycate (Fitriana, 2007). Pada beberapa jenis kulit seperti kulit sensitif, penggunaan bahan aktif sintetik tersebut dapat menyebabkan alergi pada ruam-ruam kulit. Alasan kedua, saya tertarik mengembangkan produk sunscreen dari tanaman berbunga ialah karena berdasarkan pengalaman pribadi saya serta hal layak umum yang merasakan bahwa tekstur sunscreen yang beredar di pasaran ini kurang cocok untuk jenis kulit serta cuaca di Indonesia. Alasan terakhir ialah harga sunscreen yang beredar di pasaran relatif mahal terutama sunscreen berbahan dasar herbal diketahui pada kisaran harga diatas Rp 100.000 – 200.000 dan kebanyakan produk sunscreen  yang beredar di pasaran merupakan produk import. Oleh karena itu, saya tertarik untuk mengembangkan produk sunscreen yang aman untuk digunakan oleh berbagai jenis kulit untuk dipakai sehari-hari, menggunakan bahan alami seperti tumbuhan yang dapat dibudidayakan di Indonesia serta dengan harga yang dapat dijangkau oleh berbagai kalangan usia seperti pelajar.

 

PEMBAHASAN

            Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayatinya, baik tingkat gen, spesies ataupun ekosistem. Salah satu tanaman berbunga yang menurut saya cocok untuk dikembangkan menjadi produk sunscreen ialah tanaman bunga matahari. Tanaman bunga matahari (Helianthus annuus L.) sudah mulai diteliti di Indonesia sejak tahun 1970. Oleh karena itu, tanaman ini sangat terkenal dikalangan masyarakat Indonesia dan dimanfaatkan kedalam berbagai macam bidang seperti bidang pangan dan obat-obatan. Namun, pemanfaatan bunga matahari  dalam bidang kosmetika masih belum begitu dilirik dan dikembangkan. Hal ini sangat disayangkan, karena menurut saya bunga matahari memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi produk kosmetika, salah satunya sunscreen, karena memiliki kandungan aktif yang baik untuk merawat kesehatan kulit.

            Kandungan aktif yang terdapat dalam bunga biji matahari (Helianthus annuus L.)  diantaranya omega 9, omega 6, vitamin E, lecitin, tocopherol, dan karotenoids.(Kulkarni et al., 2014)(Donglikar and Deore, 2016)(Mishra, Mishra and Chattopadhyay, 2011). Kandungan aktif yang dapat berperan sebagai bahan dasar sunscreen ialah vitamin E, tocopherol, dan karotenoid karena bersifat antioksidan. Tochoperol sendiri merupakan jenis senyawa kimia yang mengandung vitamin E didalamnya. Vitamin E bekerja sebagai antioksidan karena ia mudah teroksidasi (Lamid, 1995). Salah satu fungsi zat antioksidan yang terkandung dalam zat karotenoid ialah mencegah proses penuaan dini (Shui et al., 2004).  Selain ketiga zat tersebut yang peranannya sangat besar sebagai bahan aktif sunscreen, zat lainnya seperti omega 9, omega 6, dan lecitin juga sama bermanfaatnya untuk merawat kesehatan kulit. Omega 6 dapat mencegah timbulnya kemerahan pada kulit serta permasalahan kulit lain seperti penyakit eksim (Diana, 2012). Sedangkan, lecitin sendiri dalam dunia kosmetika berfungsi sebagai zat pengemulsi (Farset, 2020). Dengan begitu, proses pembuatan sunscreen akan lebih mudah, karena pada bunga matahari sudah memiliki zat pengemulsi alami.

             Berdasarkan hasil penelitian beberapa ahli sebelumnya, diketahui bahwa pembuatan sunscreen berbahan dasar tanaman bunga matahari ialah dengan cara mengekstrak bagian biji bunga matahari. 10kg biji bunga matahari dapat menghasilkan 1 liter ekstraksi minyak biji bunga matahari. Dari 1 liter ekstrak minyak tersebut, dilakukan ujicoba antioksidan dan SPF dengan cara mengujikan setiap 4 ml ekstrak minyak tersebut. Dari hasil ujicoba, diketahui bahwa ekstrak minyak biji bunga matahari memiliki antioksidan yang tinggi karena bahan aktif yang terkandungnya yaitu, vitamin E dan karotenoids sehingga sangat baik untuk merawat kulit dari paparan sinar uv dan permasalahan kulit lainnya serta SPF yang terbilang cukup tinggi yaitu 1,25 pada konsentrasi 125 µg/mL (Susanti, 2020).

            Hasil uji coba antioksidan serta SPF pada kandungan bahan aktif tanaman bunga matahari (Helianthus annuus L.)  menunjukan bahwa tanaman bunga matahari memiliki potensi kualitas yang unggul untuk dijadikan produk sunscreen. Namun, keunggulan produk sunscreen tidak hanya dipengaruhi oleh bahan aktif yang terkandungnya yang aman untuk kulit, tetapi juga tekstur sunscreen menjadi salah satu faktor yang membuat produk sunscreen unggul dan nyaman untuk dipakai semua jenis kulit dengan kondisi cuaca Indonesia. Tekstur sunscreen yang kebanyakan beredar di pasaran ialah sunscreen dengan tekstur krim ataupun lotion (Anief, 2003). Kelemahan dari kedua tekstur tersebut ialah, tekstur krim pada sunscreen dapat memicu orang berkulit berminyak untuk memproduksi minyak berlebih sehingga menyebabkan pori-pori kulit tersumbat dan menimbulkan jerawat. Selain itu, tekstur krim juga meninggalkan jejak white cast atau semacam lapisan berwarna putih keabuan setelah pemakaian. Dimana hal tersebut, dirasa tidak nyaman bagi masyarakat Indonesia yang rata-rata kulitnya ialah sawo matang. Karena hal tersebut dapat menyebabkan kulit terlihat kusam. Sedangkan kekurangan tekstur lotion ialah tekstur nya yang lebih cair menyebabkan daya perlindungan pada kulit tidak begitu maksimal.

            Melihat kekurangan tekstur pada sunscreen yang beredar di pasaran, saya tertarik untuk mengembangkan produk sunscreen berbahan dasar tanaman bunga matahari ini memiliki tekstur gel. Pemilihan tekstur ini didasarkan pada keadaan kondisi cuaca di Indonesia, yaitu beriklim tropis, sehingga diharapkan dengan menggunakan sunscreen bertekstur gel dapat memberikan rasa nyaman pada kulit, seperti dapat memberikan kelembaban pada kulit, tidak muncul rasa panas dan lengket saat diaplikasikan, serta dapat merawat kulit dari paparan sinar uv berlebih dengan cara menyerap uv tetap berada pada gel (permukaan kulit), sehingga aman untuk setiap jenis kulit karena tidak menyebabkan pori-pori tersumbat, tidak memengaruhi respirasi kulit, serta tidak menimbulkan komedogenic, jerawat pada kulit ataupun permasalahan kulit lainnya.

 

KESIMPULAN

            Dengan melihat adanya potensi pada tanaman bunga matahari (Helianthus annuus L.)  serta melakukan perbaikan pada aspek kualitas, maka diharapkan kedepannya sunscreen tanaman bunga matahari ini dapat menjadi produk sunscreen unggulan yang dapat cocok pada semua jenis kulit, dapat merawat kulit dan mencegah permasalahan kulit akibat paparan sinar uv yang berlebih dengan tekstur yang nyaman untuk digunakan menyesuaikan iklim dan cuaca Indonesia serta dapat dijangkau oleh setiap kalangan usia serta memajukan perekonomian Indonesia dengan melakukan bioprospeksi tanaman hasil budidaya petani lokal Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Diana, Fivi. (2012). Omega 6. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 7(1): 26-31.

Dienayati, Dara. (2012). Pembuatan Sunscreen Berbahan Dasar Nanopropolis Isolat Lokal Bagi Penderita Penyakit Lupus. Skripsi. Fakultas Teknik. Program Studi Teknologi Bioproses. Universitas Indonesia.

Faster. (2020). “Leesitin Sebagai Emulgator Dalam Sediaan Emulsi”. Artikel. Tersedia (online) gudangilmu.farmasetika.com (Diakses pada 23-11-2020 pukul 22.00 WIB).

Fitriana, Eva. (2007). Formulasi Sediaan Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih (Curcuma mangga Val.) dengan Carbopol Sebagai Gelling Agent dan Sorbitol sebagai Humectant. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Sanatha Darma.

Ismail, Isriany. (2013). Potensi Bahan Alam Sebagai Bahan Aktif Tabir Surya. Jurrnal Farmasi UINAM. 1(1): 45-55.

Lamid, Astuti. (1995). Vitamin E Sebagai Antioksidan. Media Litbangkes. 5(1): 14-16.

Susanti, Yanthy., Purba, A.V., & Rahmat, Deni. (2020). Nilai Antioksidan dan SPF dari Kombinasi Minyak Biji Wijen (Sesamun indicum L.) dan Minyak Biji Bunga Matahari (Helianthus annuus L.). Majalah Farmaseutik. 16(1): 107-110.

Wulandari, Sari. (2019). Pengelompokan Jenis Kulit Normal, Berminnyak dan Kering Menggunakan 4-Connectivity dan 8-Connectivity Region Properties Berdasarkan Ciri Rerata Bound.  Jurnal Transformatika. 17(1).

No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive