PENDAHULUAN
Sunscreen atau
tabir surya merupakan salah satu produk kosmetika yang berfungsi untuk merawat
kulit tubuh atau wajah dari paparan sinar ultraviolet (UV) yang berlebih. Paparan sinar uv yang berlebih
dalam jangka panjang dapat menimbulkan berbagai macam permasalahan kulit
seperti penuaan dini (photoaging), sunburn yang menyebabkan eritema,
hiperpigmentasi, melasma, letigos surya, penyakit lupus, bahkan kanker kulit
(Ismail, 2013; Kunh et al., 2011).
Permasalahan kulit tersebut merupakan efek samping paparan sinar uv dalam
jangka panjang, karena sering dijumpai pada orang yang sudah berumur atau
memasuki usia 50 tahunan (Ismail, 2013).
Namun, seiring perubahan iklim akibat adanya pemanasan
global, permasalahan kulit tersebut tidak sedikit dijumpai pada orang yang
terbilang masih muda yaitu pada umur 20 tahunan. Permasalahan kulit yang sering
dijumpai tersebut diantaranya kulit kering, pecah-pecah, dan penuaan dini.
Untuk mencegah terjadinya permasalahan kulit akibat paparan sinar uv dalam
jangka pendek ataupun panjang, maka penggunaan sunscreen merupakan hal yang mutlak (Kunh et al., 2011).
Dewasa kini, seiring berkembangnya beauty and health trend di Indonesia, kesadaran akan melindungi
kulit dari paparan sinar uv pun meningkat. Hal tersebut ditandai dengan
bertambahnya pengguna sunscreen dari
berbagai kalangan usia baik remaja maupun dewasa serta berubahnya stigma
masyarakat Indonesia mengenai penggunaan sunscreen
yang hanya digunakan saat akan berenang untuk mencegah belang pada warna
kulit. Meskipun kesadaran akan penggunaan sunscreen
untuk melindungi kulit terutama kulit wajah meningkat, tetapi tidak sedikit
masyarakat Indonesia yang belum menggunakan sunscreen
secara rutin setiap harinya.
Faktor yang menyebabkan masyarakat Indonesia enggan
menggunakan sunscreen secara rutin setiap harinya, disebabkan oleh faktor
tekstur sunscreen serta kandungan sunscreen yang dirasa kurang nyaman
untuk kulit masyarakat Indonesia dengan keadaan suhu serta cuaca di Indonesia.
Tipe kulit wajah manusia secara umum dibedakan menjadi tiga jenis yaitu kulit
kering, kulit normal, dan kulit berminyak (Wulandari,2019). Namun, baru-baru
ini diketahui bahwa jenis kulit, ada yang berjenis sensitif, kombinasi (kering
dan berminyak) serta jenis kulit acne
prone. Maka dari itu, pemilihan jenis produk sunscreen yang tepat sangat perlu diperhatikan untuk menghindari
efek samping lain seperti timbulnnya jerawat akibat penggunaan sunscreen yang tidak cocok dengan
keadaan kulit kita masing-masing.
Alasan saya ingin mengembangkan produk sunscreen berbahan dasar tanaman
berbunga sebab, kebanyakan sunscreen yang
beredar di pasaran merupakan sunscreen dengan
kandungan bahan aktif sintetik. Bahan aktif sintetik tersebut diantaranya PABA
(p-amino benzoic acid) dan
turunannya, benzhopenone dan
turunanya, octyl methoxycinnamate, dan
octyl salycate (Fitriana, 2007). Pada
beberapa jenis kulit seperti kulit sensitif, penggunaan bahan aktif sintetik
tersebut dapat menyebabkan alergi pada ruam-ruam kulit. Alasan kedua, saya
tertarik mengembangkan produk sunscreen dari
tanaman berbunga ialah karena berdasarkan pengalaman pribadi saya serta hal
layak umum yang merasakan bahwa tekstur sunscreen
yang beredar di pasaran ini kurang cocok untuk jenis kulit serta cuaca di
Indonesia. Alasan terakhir ialah harga sunscreen
yang beredar di pasaran relatif mahal terutama sunscreen berbahan dasar herbal diketahui pada kisaran harga diatas
Rp 100.000 – 200.000 dan kebanyakan produk sunscreen
yang beredar di pasaran merupakan
produk import. Oleh karena itu, saya tertarik untuk mengembangkan produk sunscreen yang aman untuk digunakan oleh
berbagai jenis kulit untuk dipakai sehari-hari, menggunakan bahan alami seperti
tumbuhan yang dapat dibudidayakan di Indonesia serta dengan harga yang dapat
dijangkau oleh berbagai kalangan usia seperti pelajar.
PEMBAHASAN
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman
hayatinya, baik tingkat gen, spesies ataupun ekosistem. Salah satu tanaman
berbunga yang menurut saya cocok untuk dikembangkan menjadi produk sunscreen ialah tanaman bunga matahari.
Tanaman bunga matahari (Helianthus annuus
L.) sudah
mulai diteliti di Indonesia sejak tahun 1970. Oleh karena itu, tanaman ini
sangat terkenal dikalangan masyarakat Indonesia dan dimanfaatkan kedalam
berbagai macam bidang seperti bidang pangan dan obat-obatan. Namun, pemanfaatan
bunga matahari dalam bidang kosmetika
masih belum begitu dilirik dan dikembangkan. Hal ini sangat disayangkan, karena
menurut saya bunga matahari memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi produk
kosmetika, salah satunya sunscreen, karena
memiliki kandungan aktif yang baik untuk merawat kesehatan kulit.
Kandungan aktif yang terdapat dalam bunga biji matahari (Helianthus annuus L.) diantaranya omega 9, omega 6, vitamin E,
lecitin, tocopherol, dan karotenoids.(Kulkarni et al., 2014)(Donglikar and
Deore, 2016)(Mishra, Mishra and Chattopadhyay, 2011). Kandungan aktif yang
dapat berperan sebagai bahan dasar sunscreen
ialah vitamin E, tocopherol, dan karotenoid karena bersifat antioksidan.
Tochoperol sendiri merupakan jenis senyawa kimia yang mengandung vitamin E
didalamnya. Vitamin E bekerja sebagai antioksidan karena ia mudah teroksidasi
(Lamid, 1995). Salah satu fungsi zat antioksidan yang terkandung dalam zat
karotenoid ialah mencegah proses penuaan dini (Shui et al., 2004). Selain ketiga
zat tersebut yang peranannya sangat besar sebagai bahan aktif sunscreen, zat
lainnya seperti omega 9, omega 6, dan lecitin juga sama bermanfaatnya untuk
merawat kesehatan kulit. Omega 6 dapat mencegah timbulnya kemerahan pada kulit
serta permasalahan kulit lain seperti penyakit eksim (Diana, 2012). Sedangkan,
lecitin sendiri dalam dunia kosmetika berfungsi sebagai zat pengemulsi (Farset,
2020). Dengan begitu, proses pembuatan sunscreen
akan lebih mudah, karena pada bunga matahari sudah memiliki zat pengemulsi
alami.
Berdasarkan hasil
penelitian beberapa ahli sebelumnya, diketahui bahwa pembuatan sunscreen berbahan dasar tanaman bunga
matahari ialah dengan cara mengekstrak bagian biji bunga matahari. 10kg biji
bunga matahari dapat menghasilkan 1 liter ekstraksi minyak biji bunga matahari.
Dari 1 liter ekstrak minyak tersebut, dilakukan ujicoba antioksidan dan SPF
dengan cara mengujikan setiap 4 ml ekstrak minyak tersebut. Dari hasil ujicoba,
diketahui bahwa ekstrak minyak biji bunga matahari memiliki antioksidan yang
tinggi karena bahan aktif yang terkandungnya yaitu, vitamin E dan karotenoids
sehingga sangat baik untuk merawat kulit dari paparan sinar uv dan permasalahan
kulit lainnya serta SPF yang terbilang cukup tinggi yaitu 1,25 pada konsentrasi
125 µg/mL (Susanti, 2020).
Hasil uji coba antioksidan serta SPF pada kandungan bahan
aktif tanaman bunga matahari (Helianthus
annuus L.) menunjukan bahwa tanaman bunga matahari
memiliki potensi kualitas yang unggul untuk dijadikan produk sunscreen. Namun, keunggulan produk sunscreen tidak hanya dipengaruhi oleh
bahan aktif yang terkandungnya yang aman untuk kulit, tetapi juga tekstur sunscreen menjadi salah satu faktor yang
membuat produk sunscreen unggul dan
nyaman untuk dipakai semua jenis kulit dengan kondisi cuaca Indonesia. Tekstur sunscreen yang kebanyakan beredar di
pasaran ialah sunscreen dengan
tekstur krim ataupun lotion (Anief,
2003). Kelemahan dari kedua tekstur
tersebut ialah, tekstur krim pada sunscreen
dapat memicu orang berkulit berminyak untuk memproduksi minyak berlebih
sehingga menyebabkan pori-pori kulit tersumbat dan menimbulkan jerawat. Selain
itu, tekstur krim juga meninggalkan jejak white
cast atau semacam lapisan berwarna putih keabuan setelah pemakaian. Dimana
hal tersebut, dirasa tidak nyaman bagi masyarakat Indonesia yang rata-rata
kulitnya ialah sawo matang. Karena hal tersebut dapat menyebabkan kulit
terlihat kusam. Sedangkan kekurangan tekstur lotion ialah tekstur nya yang
lebih cair menyebabkan daya perlindungan pada kulit tidak begitu maksimal.
Melihat kekurangan tekstur pada sunscreen yang beredar di pasaran, saya tertarik untuk
mengembangkan produk sunscreen berbahan
dasar tanaman bunga matahari ini memiliki tekstur gel. Pemilihan tekstur ini
didasarkan pada keadaan kondisi cuaca di Indonesia, yaitu beriklim tropis,
sehingga diharapkan dengan menggunakan sunscreen
bertekstur gel dapat memberikan rasa nyaman pada kulit, seperti dapat
memberikan kelembaban pada kulit, tidak muncul rasa panas dan lengket saat
diaplikasikan, serta dapat merawat kulit dari paparan sinar uv berlebih dengan
cara menyerap uv tetap berada pada gel (permukaan kulit), sehingga aman untuk
setiap jenis kulit karena tidak menyebabkan pori-pori tersumbat, tidak
memengaruhi respirasi kulit, serta tidak menimbulkan komedogenic, jerawat pada
kulit ataupun permasalahan kulit lainnya.
KESIMPULAN
Dengan melihat adanya potensi pada tanaman bunga matahari
(Helianthus annuus L.) serta melakukan perbaikan pada aspek kualitas,
maka diharapkan kedepannya sunscreen tanaman
bunga matahari ini dapat menjadi produk sunscreen
unggulan yang dapat cocok pada semua jenis kulit, dapat merawat kulit dan
mencegah permasalahan kulit akibat paparan sinar uv yang berlebih dengan
tekstur yang nyaman untuk digunakan menyesuaikan iklim dan cuaca Indonesia
serta dapat dijangkau oleh setiap kalangan usia serta memajukan perekonomian
Indonesia dengan melakukan bioprospeksi tanaman hasil budidaya petani lokal
Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Diana,
Fivi. (2012). Omega 6. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 7(1): 26-31.
Dienayati,
Dara. (2012). Pembuatan Sunscreen Berbahan
Dasar Nanopropolis Isolat Lokal Bagi Penderita Penyakit Lupus. Skripsi. Fakultas Teknik. Program Studi
Teknologi Bioproses. Universitas Indonesia.
Faster.
(2020). “Leesitin Sebagai Emulgator Dalam Sediaan Emulsi”. Artikel. Tersedia (online) gudangilmu.farmasetika.com
(Diakses pada 23-11-2020 pukul 22.00 WIB).
Fitriana,
Eva. (2007). Formulasi Sediaan Sunscreen Ekstrak
Rimpang Kunir Putih (Curcuma mangga Val.)
dengan Carbopol Sebagai Gelling Agent dan
Sorbitol sebagai Humectant. Skripsi. Fakultas
Farmasi. Universitas Sanatha Darma.
Ismail,
Isriany. (2013). Potensi Bahan Alam Sebagai Bahan Aktif Tabir Surya. Jurrnal Farmasi UINAM. 1(1): 45-55.
Lamid,
Astuti. (1995). Vitamin E Sebagai Antioksidan. Media Litbangkes. 5(1): 14-16.
Susanti,
Yanthy., Purba, A.V., & Rahmat, Deni. (2020). Nilai Antioksidan dan SPF
dari Kombinasi Minyak Biji Wijen (Sesamun
indicum L.) dan Minyak Biji Bunga Matahari (Helianthus annuus L.). Majalah
Farmaseutik. 16(1): 107-110.
Wulandari,
Sari. (2019). Pengelompokan Jenis Kulit Normal, Berminnyak dan Kering
Menggunakan 4-Connectivity dan 8-Connectivity Region Properties
Berdasarkan Ciri Rerata Bound. Jurnal Transformatika. 17(1).
No comments:
Post a Comment