Sunday, January 13, 2019

LIKU-LIKU KELUARGAKU



            Aku remaja usia 14 tahun. Aku adalah anak terakhir dari tiga bersaudara. Kedua kakakku sudah berkeluarga. Aku tinggal berdua dengan ibuku, “mamah” biasa kupanggil. Bapakku pergi meninggalkan rumah waktu umurku masih sangat kecil sekitar + 2 tahun.
            Sosok yang harusnya ada menjadi panutan bagiku tak pernah sekalipun menjenguk aku. Hanya bisa mendoakan dimanapun bapak berada. Beliau selalu sehat. Mamah mengurus aku seorang diri sampai saat ini dengan kasih sayang dan kesabarannya. Kadang aku seringkali membuatnya kesal atau ucapanku bikin menyakitkan. Ya aku sebenarnya tak bermaksud membuat mamah kesal hanya saja caraku ingin bergurau terlalu berlebihan. Caraku berkomunikasi seperti ini adanya. Setiap orang memiliki karakternya masing-masing begitupun aku. Di usiaku remaja ini tak banyak aku memiliki teman dekat. Aku termasuk remaja yang suka menyendiri, lebih suka diam di rumah dengan game onlineku.Sepulang sekolah kubuka kembali pelajaran yang sudah kudapat di sekolah. Cukup mengulang beberapa bacaan, dalam seminggu dua kali mengikuti les tambahan.
            Di hari liburpun aku jarang sekali pergi berkumpul dengan teman-teman. Pergi ke tempat wisata hanya bersama keluarga. Itu pun hanya sebulan sekali. Di setiap minggunya kakak-kakakku selalu datang berkunjung. Rumah menjadi ramai karena keponakan-keponakanku yang masih balita. Itulah sedikit cerita dariku.
            Dan pagi ini saat hendak aku berangkat sekolah hujan amat deras. Mamah yang pagi mengantarkanku ke sekolah dengan motornya. Pagi ini tak dapat mengantarku. Aku khawati matanya yang sudah mulai rabun tak bisa melihat jalan dengan jelas karena derasnya hujan. Akhirnya aku dengan membawa payung usang pergi ke sekolah berjalan kaki jarak yang lumayan jauh lalu dilanjut menaiki, angkutan umum.
            Di tengah perjalanan angkot, biasa disebut begitu di kotaku, yang kunaiki mogok dan beberapa penumpang ada yang beralih ke angkot lain. Aku tak ikut pindah angkot aku hanya duduk dipojok menunggu sopir membetulkan angkotnya. Kulihat jam di tangan sudah terlambat untuk masuk ke sekolah. Hujan pun reda, angkotpun suda selesai diperbaiki. Laju angkot cukup kencang karena ada penumpang yang meminta sopir untuk cepat-cepat. Sekolahku terlewati aku tidak menghentikan angkotnya. Dalam hati aku pikir percuma, sudah terlambat. Aku tak mau dihukum karena terlambat.


            Tiba-tiba terlintas dipikiranku untuk mencari rumah bapakku. Beramodal informasi seadanya aku nekad untuk mencarinya. Kuhentikan angkot di daerah yang katanya di sana bapakku tinggal. Kulewati hamparan sawah, daerah yang masih dipenuhi pohon bambu, jarang sekali kutemukan rumah warga. Di perjalanan aku bertemu petani yang memikul pacul dan menenteng karung. Kuhentikan dia kutanyakan mengenai bapakku, kusebutkan namanya, ciri-cirinya tapi sayang petani itu tak mengenalinya.
Kulanjutkan perjalanan, kutemui rumah panggung dengan dinding dibilik yang sudah usang. Ada beberapa anak kecil sedang bermain di halamannya. Kuhampiri salah satu dari mereka kutanyakan mungkin dia tahu nama yang kusebutkan, tapi anak itu hanya diam tak menjawab. Anak itu berlari ke dalam rumah memanggil ibunya. Keluarlah ibu-ibu paruh baya, dia menghampiriku dan bertanya, adek siapa? Mau cari siapa? Saya pun menjawabnya. Saya sebutkan nama Bapak saya Toyib Agus. Ibu itupun mengerutkan dahinya berpikir sejenak lalu dia mengajak saya masuk ke rumahnya. Sayapun menurutinya di dalam saya disuguhkan teh hangat dan ibu itu mulai membuka pembicaraan.
Ade ini putra Bapak Toyib Agus?
Iya, kujawab singkat.
Lalu ibu itu pun menangis terisak.
Nak bapakmu sudah meninggal setahun lalu dia tinggal di belakang rumah ibu ini, hanya seorang diri. Di hari-hari menjelang ajalnya, karena sejak Pak Toyib pensiun beliau sakit-sakitan sampai ajal menjemputnya




No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive