Monday, January 14, 2019

KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL

          
Kepala sekolah sebagai pimpinan adalah subjek yang harus melakukan transformasi kepemimpinan melalui pemberian bimbingan, tuntutan atau anjuran kepada yang dipimpinnya agar tujuan sekolah tercapai. Penerapan pola kepemimpinan transformasional dapat menunjang terwujudnya perubahan sistem persekolahan.
Dalam kenyataan, berbagai tuntutan terhadap kinerja kepala sekolah masih belum dapat dipenuhi, serta masih banyaknya sekolah yang siswanya berprestasi rendah, ketidakdisiplinan siswa dan guru, kurangnya kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, penguasaan sebagaian guru terhadap bidang keilmuan/ mata pelajarannya belum memadai, dan lambannya staf pengajar dan tata usaha dalam melayani kebutuhan siswa. Masalah-masalah ini merupakan cerminan kurangnya kemampuan kepala sekolah memberdayakan komunitasnya untuk berkinerja tinggi. Kepala sekolah seharusnya mampu mengelola semua sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolahnya. Adanya perubahan paradigma baru pendidikan, diperlukan juga perubahan paradigma kepemimpinan kepala sekolah yang profesional.
Untuk menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi di sekolah, pola kepemimpinan transformasional merupakan salah satu pilihan bagi kepala sekolah untuk memimpin dan mengembangkan sekolah yang berkualitas. Kepemimpinan transformasional memiliki penekanan dalam hal pernyataan visi dan misi yang jelas, penggunaan komunikasi secara efektif, pemberian rangsangan intelektual, serta perhatian pribadi terhadap permasalahan individu anggota organisasinya. Dengan penekanan pada hal-hal seperti itu, diharapkan kepala sekolah akan mampu meningkatkan kinerja staf pengajarnya dalam rangka mengembangkan kualitas sekolahnya. Penerapan kepemimpinan transformasional juga diperlukan karena berbagai informasi terkini seyogianya dapat ditransformasikan kepada guru, tenaga administrasi, siswa, dan orang tua melalui sentuhan persuasif, psikologis, dan edukatif dari kepala sekolah.
Ide teori kepemimpinan transformasional atau transformational leadership theory diawali oleh James McGregor Burns (1979) dalam bukunya yang mendapat Pulitzer Price dan National Book Award yang berjudul Leadership. Dalam buku ini Burns menggunakan istilah mentransformasi kepemimpinan (transforming leadership), dimana yang ditransformasikan adalah kepemimpinannya dari pemimpin ke pengikut. Istilah kepemimpinan transformasional (transformasional leadership) adalah proses memengaruhi secara transformasional dikemukakan oleh Bass (1985) dalam bukunya berjudul Leadership and Performance Beyond Expectations. Selanjutnya kepemimpinan transformasional menjadi istilah yang lebih banyak dipakai secara umum dalam ilmu kepemimpinan.
Berkaitan dengan kepemimpinan transformasional, Leithwood dkk, seperti dikutip oleh Danim (2003) mengemukakan:
Transformational leadership is seen to be sensitive to organization building, developing shared vision, distributing leadership and building school culture necessary to current restructuring efforts in schools”. (Kepemimpinan transformasional memiliki sensitivitas terhadap pengembangan organisasi, mengembangkan visi bersama antarkomunitas organisasi, mendistribusikan peran kepemimpinan, mengembangkan kultur sekolah, dan melakukan usaha-usaha restrukturisasi di sekolah).

Menurut Hater dan Bass (Arief dan Heny, 2001:9) mengemukakan bahwa:
Pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harus mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan.

Sedangkan menurut Yammarino dan Bass (Arief dan Heny 2001:10) menyatakan bahwa:
Pemimpin transformasional mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang realistik, menstimulasi bawahan dengan cara yang intelektual, dan menaruh perhatian pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki  oleh bawahannya. Pemimpin transformasional harus mampu membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih besar.
                       
Kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan yang mengutamakan pemberian kesempatan dan atau mendorong semua unsur yang ada di sekolah untuk bekerja atas dasar sistem nilai yang luhur, sehingga semua unsur yang ada disekolah (guru, siswa, staf pengajar dan staf lainnya, orang tua siswa, masyarakat, dan sebagainya) bersedia, tanpa paksaan, berpartisipasi secara optimal dalam rangka menjapai tujuan sekolah. Menurut Luthans sebagaimana yang telah dikutip oleh Suyanto (Sudarwan Danim, 2009:53) ada ciri-ciri dominan seorang yang telah berhasil menerapkan gaya kepemimpinan transformasional. Ciri-ciri dimaksud sebagai berikut:
a.         Mengidentifikasi dirinya sebagai agen pembaruan,
b.        Memiliki sifat pemberani,
c.         Mempercayai orang lain,
d.        Bertindak atas dasar sistem nilai (bukan atas dasar kepentingan individu, atas dasar kepentingan dan desakan kroninya),
e.         Meningkatkan kemampuannya secara terus menerus,
f.         Memiliki kemampuan untuk menghadapi situasi yang rumit, tidak jelas dan tidak menentu, dan
g.        Memiliki visi ke depan.

Kepemimpinan transformasional dapat dikatakan berupaya menggiring SDM yang dipimpin ke arah tumbuhnya sensitivitas pembinaan dan pengembangan organisasi, pengembangan visi secara bersama, pendistribusian kewenangan kepemimpinan, dan membangun kultur organisasi sekolah yang menjadi keharusan dalam restrukturisasi sekolah dan menurut apa yang dirasakan oleh guru. Kontribusi ini diperoleh dengan dukungan orang lain, peristiwa-peristiwa, dan faktor-faktor organisasi, seperti komitmen guru, kepuasan kerja guru, praktik-praktik pembelajaran atau kultur sekolah. Hal ini disebabkan karena kepemimpinan transformasional memiliki fokus transformasi pada guru sebagai ujung tombak proses pembelajaran.
Pada setiap tahap proses transformasional, keberhasilan seorang pimpinan sebagian akan tergantung kepada sikap, nilai, dan keterampilannya. Menurut Yukl (Sudarwan Danim, 2009:55), pemimpin transformasional yang efektif mempunyai atribut-atribut sebagai berikut:
a.         Mereka melihat diri mereka sendiri sebagai agen perubahan,
b.        Mereka adalah pengambil resiko yang berhati-hati,
c.         Mereka yakin pada orang-orang dan sangat peka terhadap kebutuhan-kebutuhan mereka,
d.        Mereka mampu mengartikulasikan  sejumlah nilai inti yang membimbing perilaku mereka,
e.         Mereka fleksibel dan terbuka terhadap pelajaran dan pengalaman,
f.         Mereka mempunyai keterampilan kognitif,
g.        Mereka memiliki keyakinan pada pemikiran yang berdisiplin dan kebutuhan akan analisis masalah yang hati-hati, dan
h.        Mereka adalah orang-orang yang mempunyai visi yang mempercayai intuisi mereka.

Berbeda dengan pendekatan kepemimpinan yang lain menuntut bawahannya untuk mengikuti arahan yang diberikan pemimpin, pemimpin transformasional lebih “memotivasi bawahan untuk berbuat lebih dari apa yang sesungguhnya diharapkan”. Dengan meningkatkan pemahaman bawahan akan arti penting dan nilai tugas, akan mendorong mereka mau berkorban demi kepentingan organisasi atau negara, dan menaikkan tingkat kebutuhan ke taraf yang lebih tinggi, seperti aktualisasi diri. Berkaitan dengan kepemimpinan transformasional ini, Burn mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional merupakan pendekatan yang diterapkan dalam rangka mempertahankan pemimpin dan organisasinya dengan cara penggabungan tiga unsur, yaitu strategi, kepemimpinan, dan budaya.
Strategi, merupakan kemampuan menetapkan arah yang akan dituju, mendefinisikan dan menerapkan rencana strategi untuk pencapaian tujuan atau misi, membangun visi, membangun kesamaan visi, menterjemahkan visi dan misi ke dalam aksi, mengembangkan komitmen untuk prestasi kerja, dan menerapkan strategi secara operasional keorganisasian. Upaya mewujudkan visi menjadi realita menuntut kapasitas kepemimpinan yang kuat, juga unggul. Salah satu keunggulan yang harus ditampilkan oleh kepala sekolah adalah kemampuan untuk mewujudkan lembaganya sebagai suatu organisasi pembelajaran yang berdampak pada rekulturisasi sekolah, sehingga organisasi sekolah yang awalnya bersifat hierarkis dan birokratis berubah cenderung “datar” dan “akomodatif”.
Kepemimpinan, kemampuan kepemimpinan kepala sekolah tercermin dari realisasi semua program berdasarkan strategi sesuai dengan fungsi dan situasi yang dihadapi. Seorang kepala sekolah sejati dapat mempengaruhi dan diakui oleh bawahan, memotivasi anggota komunitas sekolah untuk mengkaderkan-dirimenjadi pimpinan masa depan, menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan organisasi, mempertahankan kejayaan organisasi sekolah, dan membuat cara kerja yang lebih mudah.
Budaya, mencakup kemampuan dalam hal memotivasi bawahan untuk menerapkan strategi, memahami kerja yang tumbuh, berlaku adil pada semua orang, cepat menerima perubahanyang bersifat inovatif, menjadi teladan sebagai pekerja yang lebih baik, dan menyempurnakan semangat tim kerja.
Kemudian Bass sebagaimana dikutip oleh Robin (Sudarwan Danim, 2009:56-57) mengemukakan empat ciri kepemimpinan transformasional, yaitu karismatik, inspiratif, memiliki rangsangan intelektual dan kepekaan individual. Keempat ciri kepemimpinan dimaksud dijelaskan dengan ringkas berikut ini:
a.         Karismatik (Idealized influence), yaitu memberikan visi dan misi organisasi dengan jelas, menanamkan kebanggaan, memperoleh respek, dukungan dan kepercayaan dari bawahan atau rekan kerjanya.
b.        Inspiratif (Inspirational motivation), yaitu mengkomunikasikan harapan yang tinggi, menggunakan lambang-lambang untuk memfokuskan upaya mengungkapkan maksud-maksud penting dengan cara yang sederhana.
c.         Memiliki rangsangan intelektual (Intellectual stimulation), yaitu  menggalakkan perilaku yang cerdas, membangun organisasi belajar, rasionalitas, dan memberikan pemecahan masalah yang teliti.
d.        Kepekaan individual (Individualized consideration), yaitu memberikan perhatian pribadi, memperlakukan setiap karyawan secara individual, melatih dan menasihati.

Menyimak pendapat Bass, kepemimpinan transformasional bersinggungan erat dengan ciri kepemimpinan karismatik. Keduanya memang memiliki keterkaitan, tetapi kepemimpinan transformasional lebih dari sekedar pemimpin karismatik. Pemimpin karismatik menginginkan para pengikutnya atau bawahannya mengadopsi pandangan yang dikemukakan pemimpin tanpa atau dengan sedikit perubahan. Sebaliknya, kepemimpinan transformasional menanamkan dan mendorong para pengikut atau bawahannya untuk bersikap kritis terhadap pendapat, pandangan yang sudah mapan di organisasi dan yang ditetapkan oleh pemimpin. Pemimpin transformasional juga merangsang pengikut untuk lebih kreatif dan inovatif, serta lenbih meningkatkan harapan dan mengikatkan diri pada visi.
Johnson dan Johnson menggambarkan kepemimpinan transformasional menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan diantara anggota, saling merawat satu dengan lainnya, memiliki visi dan mencoba mengaktualisasikannya.
Dari berbagai kajian mengenai kepemimpinan transformasional, Olga Epitropaki  (2001:1) mengemukakan enam hal mengapa kepemimpinan transformasional penting bagi suatu organisasi, yaitu:
a.         Secara signifikan meningkatkan kinerja organisasi,
b.        Secara positif dihubungkan dengan orientasi pemasaran jangka panjang dan kepuasan pelanggan,
c.         Membangkitkan komitmen yang lebih tinggi para anggotanya terhadap organisasi,
d.        Meningkatkan kepercayaan pekerjja dalam manajemen dan perilaku keseharian organisasi,
e.         Meningkatkan kepuasan pekerja melalui pekerjaan dan pemimpin, dan
f.         Mengurangi stres para pekerja dan meningkatkan kesejahteraan.


Kepemimpinan transformasional sesungguhnya sejalan dengan kepemimpinan tokoh pendidikan Indonesia yakni Ki Hajar Dewantoro yang dikenal dengan semboyan “ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani”. Slogan kepemimpinan yang dikemukakan Ki Hajar Dewantoro ini dapat diterapkan pada berbagai bentuk organisasi, baik organisasi perkantoran, perusahaan, maupun pendidikan.

No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive