Sejauh
ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai
perangkat fakta-fakta yang harus dihapal kelas masih berfokus pada guru sebagai
sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi
beajar. Untuk itu diperlukan strategi belajar baru yang lebih memberdayakan siswa.
Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta,
tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstrusikan pengetahuan di
benak mereka sendiri.
Melalui
landasan filosofi konstruksitivisme, CTL dipromosikan menjadi altenatif
strategi belajar yang baru. Melalui strategi CTL, siswa diharapkan belajar
melalui mengalami, bukan menghafal.
Penekatan
kontesktual mendasrkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar
sebagai proses mengalami sendiri, mngkonstruksi pengetahuan, kemudian memberi
makna pada pengetahuan itu. Di bawah dikemukakan beberapa ciri pembelajaran kontekstual
menurut wijayanti (2011:4) yakni:
1.
Proses Belajar
a)
Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus
mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri
b)
Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola
bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
c)
Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu
terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu
persoalan ( subject metter )
d)
Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau
proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat
diterapkan.
e)
Manusia mempunyai tingkatan yang berada dalam menyikapi sesuatu
yang baru.
f)
Siswa perlu dibiasakan dalam memecahkan masalah, menemukan sesuatu
yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
g)
Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur
otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan
keterampilan seseorang. Untuk itu perlu dipahami, strategi belajar yang salah
dan terus menerrus dipajangkan akan mempengaruhi struktur otak, yang pada
akhirnya mempengaruhi cara seseorang berprilaku.
h)
Anak harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan dan
keterampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya.
2.
Transfer Belajar
a)
Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang
lain.
b)
Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas
(sempit), sedikit demi sedikit.
c)
Penting bagi siswa tahu untuk apa mereka belajar, dan bagaimana
mereka menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.
d)
Tugas guru: mengatur strategi belajar, membantu menghubungkan
pengetahuan lama dan baru dan memfasilitasi belajar.
3.
Siswa sebagai pembelajar
a)
Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang
tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat
hal-hal baru.
b)
Strategi belajar itu penting, anak dengan mudah mempelajari sesuatu
yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat sulit.
Strategi belajar amat penting.
c)
Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru
dan yang sudah diketahui.
d)
Tugas guru memfasilitasi; agar informasi baru bermakna, member
kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan
menydarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri. Siswa belajar dari
menemukan mereka sendiri. Lupakan tradisi: “ guru acting di panggung siswa
menonton “ ubah menjadi: “ siswa acting bekerja, berkarya, guru mengarahkan”.
4.
Pentingnya Lingkungan Belajar
a)
Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat
pada siswa. Dari “ guru acting di depan kelas , siswa menonton “ ke “ siswa acting bekerja, berkarya, guru
mengarahkan”.
b)
Pembelajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan
pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan
hasilnya.
c)
Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses
penilaian (assessment) yang benar.
d)
Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu
penting.
No comments:
Post a Comment