Sunday, February 3, 2019

ARTIKEL PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR


1.    Pendahuluan
Hingga kini pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah dasar, khususnya membelajarkan IPS masih belum menunjukkan perbaikan kualitas pembelajaran yang sesungguhnya. Guru masih memperlakukan siswanya sebagai objek belajar, sehingga aktivitas mereka sebatas duduk dengan tertib di masing-masing tempat duduknya, mendengarkan apa yang disampaikan oleh gurunya dan sesekali melontarkan pertanyaan bila penjelasan guru itu kurang dimengerti atau dipahami.
Berdasarkan pengalaman di lapangan, sejumlah fakta yang dapat dilihat dari proses pembelajaran yang berlangsung di SDN 2 Kertamukti di kelas II menunjukkan bahwa bidang studi IPS sampai saat ini kurang berhasil meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terlihat pada hasil belajar siswa yang mendapatkan nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Di antara 32 orang siswa kelas II, 15 orang siswa mendapatkan nilai dibawah KKM 65 untuk mata pelajaran IPS. Ada beberapa aspek yang menyebabkan hasil belajar siswa kurang bagus atau belum mencapai KKM, diantaranya :
a.         Guru. Dalam proses pembelajaran guru belum menerapkan metode yang bervariasi, guru juga belum memberikan bahan pelajaran yang luas selain dari buku paket yang digunakan oleh siswa.
b.        Siswa, hasil belajar yang kurang dikarenakan latar belakang siswa yang beragam. Baik itu dari kemampuan dasar kognitif siswa maupun latar belakang sosial siswa atau keluarganya.
c.         Sarana dan prasarana, terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah mengakibatkan penggunaan media pembelajaran yang kurang, sehingga kurang membantu siswa dalam memahami konsep pembelajaran IPS pokok bahasa dokumen.
  Salah satu metode pembelajaran yang dapat mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning-CTL). Pendekatan kontekstual merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai keluarga dan masyarakat.
Beberapa alasan CTL dapat berhasil dalam pembelajaran karena sesuai dengan kehidupan sehari-hari siswa, pendekatan CTL mampu mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa, sesuai dengan cara kerja alam. Penerapan CTL diharapkan dapat melatih siswa untuk berpikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu, dan memecahkan masalah.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas , penulis tertarik untuk membahas permasalahan dalam makalah yang berjudul “Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning-CTL Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajarna IPS di Sekolah Dasar (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas II SDN 2 Kertamukti Kecamatan Campaka Kabupaten Purwakarta Tahun Ajaran 2012/2013).”
 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) aktifitas belajar siswa Kelas II SDN 2 Kertamukti dengan menerapkan pendekatan CTL, 2) hasil belajar siswa Kelas II SDN 2 Kertamukti setelah menerapkan pendekatan CTL. Manfaat penelitian ini yaitu mendapatkan informasi yang akurat mengenai hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS dengan penerapan model pembelajaran yang kooperatif dengan menggunakan media gambar.

2.    Rangkuman Kajian Teori
IPS merupakan pendidikan yang memiliki misi membantu peserta didik dalam mengembangkan potensinya untuk menggali, mengelola, sumber-sumber fisik dan sosial yang ada di lingkungan sekitarnya. Sehingga mereka dapat hidup selaras dengannya. Pembelajaran IPS sebagai salah satu program pengajaran yang membina dan menyiapkan kehidupan sosial yang baik serta peserta didik sebagai “warga negara Indonesia yang baik dan memasyarakat” diharapkan mampu membina perubahan dan harapan-harapan baru tersebut. Para pelaksana pembelajaran IPS harus selalu mengikuti gejolak kehidupan dan perkembangan masyarakat di sekitarnya, bangsa dan negara dan bahkan kehidupan dunia pada umumnya.
Pembelajaran IPS sebagai bagian program pengajaran di SD, baik secara progmatik maupun prosedural harus berkaitan dan berkesinambungan dengan pembelajaran IPS jenjang selanjutnya (SLTP). Pengenalan pada keadaan lingkungan, baik keadaan lingkungan sosial masyarakat maupun keadaan lingkungan fisik atau geografis yang selalu berubah merupakan materi yang diajarkan dalam proses pembelajaran IPS di SD.
Menurut Bandono (2010:1) CTL merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu peserta didik untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga peserta didik memiliki pengetahuan/keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
Pembelajaran CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa sehingga dapat mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa karakteristik Contextual Teaching and Learning menurut Sutarji dan Sudirjo (2007: 103-104), yaitu:
a.    Membuat hubungan penuh makna. Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam berkelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat.
b.    Melakukan pekerjaan penting. Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai anggota masyarakat.
c.    Belajar mengatur sendiri. Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produk/hasilnya yang sifatnya nyata.
d.   Kerja sama. Siswa dapat bekerja sama. Guru  membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
e.    Berpikir kritis dan kreatif. Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif: dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan bukti-bukti dan logika.
f.     Memelihara individu. Siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memberi harapan-harapan yang tinggi memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa.
g.    Mencapai standar tinggi, Penggunaan penilaian sebenarnya. Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut “excellence
h.    Mengadakan assesmen autentik. Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya, siswa boleh menggambar informasi akademis yang telah mereka pelajari untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Dalam pembelajaran CTL dapat dilakukan dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran yang efektif yaitu :
a.    Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pada CTL, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan bukan secara tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat, tetap harus dikontruksikan melalui pengalaman dengan pemecahan masalah.
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut pengembang filsafat kontruktivisme Mark Baldwin dan dikembangkan serta diperdalam oleh Jean Piaget menyatakan bahwa “Pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya”. Siswa perlu dikondisikan untuk terbiasa memecahkan masalah, menemukan hal-hal yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan gagasan-gagasan (Nurhadi, 2004:31).
Landasan berpikir pada kontruktivisme adalah strategi lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pembelajaran. Esensi dari kontruktivisme adalah bagaimana pembelajaran dikemas menjadi proses mengkontruksi bukan menerima pengetahuan. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di benak mereka sendiri.
b.    Inkuiri
Inquiry artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Proses menemukan inilah yang dirangsang secara optimal lewat penerapan strategi pembelajaran CTL. Karena strategi pembelajaran CTL menekankan keaktifan siswa dalam menemukan sendiri pengetahuan. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hanya hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi juga hasil dari menemukan sendiri.
Sanjaya (2008: 265) mengatakan “belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itu diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intelektual, mental, emosional, maupun pribadinya”.
c.    Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Cara guru memancing siswa untuk bertanya akan dapat tereksplorasi dengan baik. Karena itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan seseorang dalam berpikir. Oleh karena itu bertanya dan menjawab pertanyaan menerapkan strategi utama pembelajaran yang berbasis pendekatan kontekstual. Pada semua aktivitas belajar, bertanya dan menjawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, maupun antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
d.   Masyarakat Belajar (Learning Community)
Dalam learning community, pengetahuan siswa didapatkan dari sharing dengan orang lain, antara teman, antara kelompok; yang sudah tahu memberikan kepada yang belum tahu, yaitu mempunyai pengalaman membagi pengalamannya pada orang lain. Pengetahuan dan pemahaman anak ditopang banyak oleh komunikasi dengan orang lain. Suatu permasalahan tidak mungkin dapat dipecahkan sendiri, tetapi membutuhkan bantuan orang lain. Kerja sama saling memberi dan menerima sangat dibutuhkan untuk memecahkan suatu persoalan. Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain.
Selain itu dalam kelas CTL, penerapannya dapat dilakukan melalui kelompok belajar yang bersifat heterogen, yang dapat dilihat dari kemampuannya, bakatnya, kecepatan belajarnya, maupun dari minatnya. Dalam kelompok tersebut biarkan anak saling belajar memberitahukan kepada yang belum tahu, yang terpenting adalah siswa diharapkan mampu menularkan kemampuan dan pengalamannya kepada siswa yang lainnya. Dalam kondisi penerapannya guru dapat mengundang orang yang dianggap memiliki keahlian dan sekiranya selaras dengan materi pelajaran yang akan dan telah dipelajari di kelas.
e.    Pemodelan (modeling)
Modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya: guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olahraga memberikan contoh bagaimana cara melempar bola, guru kesenian memberikan contoh bagaimana cara memainkan alat musik, guru biologi memberikan contoh bagaimana cara menggunakan termometer, dan lain sebagainya. Proses modeling tidak sebatas  dari guru saja, akan tetapi dapat juga memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan.
Pada asas modeling ini, guru dalam pembelajarannya menggunakan alat peraga sebagai contoh yang menunjang pembelajaran agar dapat ditiru oleh siswa. Sebagai contoh, guru dapat menggunakan alat peraga tertentu, atau bagaimana melafalkan bahasa asing yang tepat. Pembelajaran akan menjadi lebih cepat manakala guru menyiapkan model pembelajaran, misalnya: guru menyuruh siswa untuk mengukur luas sebuah buku gambar yang kemudian ditiru oleh siswa.
f.     Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk “merenung” atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Refleksi merupakan perenungan pembelajaran yang baru dipelajari, yang nantinya dapat diambil kesimpulan tentang pembelajaran yang baru dipelajari tadi. Perenungan itu nantinya dapat menghasilkan wawasan baru atau hanya sekedar pemahaman berkelanjutan.
g.    Penilaian sebenarnya (Aunthentic Assesment)
Pada tahap penilaian, guru tidaklah langsung menilai kemampuan siswa secara langsung, akan tetapi guru menilai dari segi bagaimana pemanfaatan pemahaman siswa pada materi yang telah dipelajarinya dengan diintegrasikan dengan pengalamannya. Penilaian bukan bersifat tes bagaimana siswa menjawab soal-soal yang diberikan, akan tetapi penilaian ini menitikberatkan pada pola pemahaman siswa.
Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan guru pada saat ini, biasanya ditekankan pada aspek intelektual sehingga alat evaluasi yang digunakan terbatas pada penggunaan tes. Dengan tes dapat diketahui seberapa jauh siswa telah menguasai materi pelajaran. Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab itu, penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti tes, akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata.
Pelaksanaan pendekatan CTL dalam pembelajaran IPS topik kedudukan dan peran anggota keluarga terdiri dari tiga tahap, yaitu:
a.    Tahap sebelum pertemuan, pada tahap ini kegiatan dilaksanakan adalah membuat rencana pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL.
b.    Tahap pertemuan, pada tahap ini guru melaksanakan perencanaan pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya. Kegiatan ini meliputi pendahuluan, inti dan penutup.
c.    Tahap setelah pertemuan, pada tahap ini guru mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakannya. Kegiatan evaluasi ini sering disebut juga merefleksi diri dilakukan dengan mencatat segala kekurangan yang ada dalam pembelajaran yang harus diperbaiki ataupun hal-hal yang cukup baik yang harus ditingkatkan dalam pembelajaran selanjutnya.

3.    Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat perbaikan pembelajaran, oleh karena itu metode yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Suyanto (1996/1997:4), PTK adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih profesional.
Dalam penelitian ini menggunakan “Sistem spiral refleksi diri”. Menurut Kemmis dan Taggart (Kasbolah, 1998: 113) bahwa penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari rencana, tindakan, pengamatan dan refleksi. Penelitian ini dilakukan melalui empat langkah utama yaitu 1. Perencanaan, 2. Tindakan, 3.Observasi dan 4. Refleksi.
Untuk menghindari terjadinya penafsiran istilah dalam memahami inti masalah dalam penelitian ini, ditegaskan dari beberapa istilah yang digunakan. Adapun istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut:
a.    Penerapan ialah proses atau cara untuk menerapkan dan mempraktikkan suatu teori dalam bentuk perbuatan.
b.    Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga.
c.    Hasil belajar, dapat diartikan sebagai kondisi yang dicapai dari pembelajaran berupa pemahaman (kognitif), sikap (afektif) dan perilaku (psikomotor) siswa yang ditunjuk dengan data hasil penilaian.
Penelitian ini dilaksanakan di kelas II SDN 2 Kertamukti Kecamatan Campaka Kabupaten Purwakarta. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas II semester II SDN 2 Kertamukti tahun pelajaran 2012/2013 sebanyak 32 orang. Adapun latar belakang pemilihan sekolah ditetapkan oleh peneliti didasarkan pertimbangan berikut :
a.    Lokasi sekolah yang digunakan merupakan tempat peneliti melaksanakan tugas sehari-hari;
b.    Memperoleh kemudahan dalam perizinan, mendapat dorongan dari pihak sekolah, baik dari kepala sekolah maupun rekan-rekan seprofesi.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket, wawancara, lembar observasi, tes tulis dan lembar kerja siswa (LKS). Pengolahan data (analisis) diawali dengan proses pengumpulan data, pengkategorian, penafsiran, dan penarikan kesimpulan atas data yang diperoleh.  

4.    Pembahasan
Lokasi penelitian di SDN 2 Kertamukti beralamat di Kampung Nagrog Desa Kertamukti Kecamatan Campaka Kabupaten Purwakarta dengan subjek penelitian adalah siswa di Kelas II SDN 2 Kertamukti tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 32 orang dari jumlah siswa secara keseluruhan 248 orang yang tersebar dari kelas I sampai dengan kelas VI.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Lembar observasi, 2. Lembar Soal/Tes. Dalam penelitian ini digunakan dua cara pengumpulan data yaitu: 1. Data kualitatif diperoleh dari kegiatan pengamatan (observasi) selama proses pembelajaran berlangsung. 2. Data kuantitatif, diperoleh dari penilaian hasil tes. Teknik Pengolahan Data yang digunakan 1) Tes Hasil Belajar, 2) Observasi.
Hasil observasi aktivitas siswa pada siklus I pada aspek kontruktivitasme mendapat kriteria Cukup dengan persentase 50%, aspek menemukan (inquiry) mendapat kriteria Kurang dengan persentase 37,5%, aspek bertanya (questioning) mendapat kriteria Cukup dengan persentase 50 % dan aspek Kerja kelompok mendapat kriteria Kurang dengan persentase 29,16%.
Hasil pos tes siklus I dari dua kali tindakan menunjukkan bahwa yang memperoleh nilai di atas KKM pada tindakan I sebanyak 26 orang (81,25%), sedangkan siswa yang belum mencapai batas KKM sebanyak 6 orang (18,75%). Pada tindakan II sebanyak 28 orang (87,50%) yang telah melampaui batas KKM, sedangkan siswa yang belum mencapai batas KKM sebanyak 4 orang (12,50%). Nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil siklus I tindakan I 69,22 dan pada tindakan II adalah 74,84. Pada kegiatan akhir siswa dan guru menyimpulkan materi pembelajaran dilanjutkan dengan pemberian pekerjaan rumah.
Berdasarkan hasil pengamatan mulai ada perubahan pada pembelajaran, siswa mulai tertarik dan antusias dalam menerima pelajaran walaupun belum optimal.
Berdasarkan hasil refleksi tersebut akan dijadikan masukan untuk pelaksanaan siklus selanjutnya, dan adapun kekurangan yang harus diperbaiki dari temuan-temuan hasil belajar siswa diantaranya yaitu:
a.    Guru sebaiknya menanggapi keinginan atau ide dari siswa supaya muncul rasa percaya dirinya.
b.    Guru sebaiknya sering melakukan penguatan baik berupa kata pujian maupun gerakan tubuh kepada siswa agar mereka merasa percaya diri.
c.    Aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS materi dokumen diri dan keluarga dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning pada siklus I tindakan II belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Hal tersebut dikarenakan masih banyak siswa yang tidak memperhatikan guru, dan masih terdapat siswa yang ngobrol ketika pembelajaran berlangsung.
Pada siklus II tahap perencanaan dirancang untuk memperbaiki hasil pada siklus sebelumnya. Adapun tahapan-tahapan persiapan tindakan dalam tindakan pertama siklus II adalah sebagai berikut:
a.    Menetapkan materi pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai. Kompetensi dasar yang akan dicapai yaitu menceritakan kedudukan dan peran anggota keluarga.
b.    Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), skenario pembelajaran dan lembar kerja siswa (LKS) untuk siklus kedua.
c.    Menyiapkan alat dan bahan untuk aktivitas penyelidikan dalam pembelajaran.
d.   Mempersiapkan media pembelajaran.
Hasil observasi aktivitas siswa pada siklus II pada aspek kontruktivitasme mendapat kriteria Baik dengan persentase 75%, aspek menemukan (inquiry) mendapat kriteria Baik dengan persentase 81,25%, aspek bertanya (questioning) mendapat kriteria Baik dengan persentase 75% dan aspek Kerja kelompok mendapat kriteria Cukup dengan persentase 62,5%.
Hasil pos tes siklus I dari dua kali tindakan menunjukkan bahwa yang memperoleh nilai di atas KKM pada tindakan I sebanyak 30 orang (93,75%), sedangkan siswa yang belum mencapai batas KKM sebanyak 2 orang (6,25%). Pada tindakan II sebanyak 32 orang (100%) yang telah melampaui batas KKM, dan sudah tidak ada siswa yang belum mencapai batas KKM. Nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil siklus II tindakan I 77,34 dan pada tindakan II adalah 85,16. Pada kegiatan akhir siswa dan guru menyimpulkan materi pembelajaran dilanjutkan dengan pemberian pekerjaan rumah.
Pembelajaran dengan pendekatan CTL memberi kesempatan siswa dalam mengoptimalkan kemampuannya melalui aktivitas belajar yang merujuk pada komponen pembelajaran CTL. Salah satunya dengan kegiatan kerja kelompok siswa dapat mengembangkan kemampuan menemukan (inquiry). Dengan demikian dengan menggunakan pendekatan CTL maka hasil belajar siswa dalam mendeskripsikan kedudukan dan peran anggota keluarga pada pembelajaran IPS menunjukkan hasil yang memuaskan.


5.    Kesimpulan
Berdasarkan analisis data berikut pembahasan hasil penelitian tindakan kelas pada pembelajaran IPS di Kelas II SDN 2 Kertamukti peneliti mencoba membuat kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap semua permasalahan penelitian.
Dari hasil penelitian tindakan kelas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.    Aktivitas belajar Kelas II SDN 2 Kertamukti dengan menerapkan pendekatan CTL berdasarkan catatan observasi aktifitas siswa selama PBM pada siklus I masih ada yang kurang serius dalam bekerja dengan temannya. Pada siklus II, berdasarkan analisis tindakan, respon yang dimunculkan siswa sudah muncul siswa terlihat mulai aktif menanggapi rangsang yang diberikan guru, siswa sudah berani mengeluarkan pendapatnya, menyampaikan hasil kerja kelompoknya.
2.    Hasil belajar nilai akhir ini diperoleh SDN 2 Kertamukti setelah menerapkan pendekatan CTL sebagai berikut: Pada tindakan I rata-rata hasil belajar yang di dapat siswa naik menjadi 77,34 dan pada tindakan II menjadi 85,16 dengan KKM sebesar 65.

6.    Daftar Pustaka
Aqib Zainal. (2006). Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru. Bandung: Yrama Widya.
Bandono. (2010). Menyusun Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL). [Online]. Tersedia: http://bandono.web.id/2010/03/07 menyusun-model-pembelajaran-contextual-teaching-and-learning (diunduh tanggal 02 April 2013)
Dahar, Wilis R. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Departemen Pendidikan Nasional (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Untuk SD/MI. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Hermawan, dkk. (2007). Metode Penelitian Pendidikan Sekolah Dasar. Bandung: UPI Press.
Istianti,T., Rustini, T., dan Adisaputra, T. (2005). Pendidikan IPS di Sekolah Dasar. Bandung: UPI Press.
Kasbolah, E.S.K. (1998/1999). Penelitian Tindakan Kelas/PTK. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Prima Tungkai. (2008, 20 Februari). 7 Komponen CTL [Online].Tersedia:http://primatungkai.wordpress.com/2008/02/2007-komponen-ctl/. [11 Maret 2013].
Riyanto. (2001). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Rohayati,E. (2009). “Pengembangan Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) pada keterampilan Berbicara Bahasa Sunda”, dalam Menuju Pendidikan Dasar Bermutu (Prosiding Seminar Nasional ke-2 Program Pendidikan Profesi Guru Sebagai Upaya Membangun Keunggulan Pendidikan Di Masa Depan. Bandung: Rizqi
Suseno, Edy, (2003). Meningkatkan keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendayagunaan Media Kartu Bahasa pada Siswa Kelas II SDN 02 Wonosari Kecamatan Pegadon Kabupaten Kendal. (Skripsi Universitas Semarang).
Susilo.(2007). Panduan Penilitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Sutardi, D dan Sudirjo, E. (2007). Pembaharuan Dalam PBM di SD. Bandung: UPI Press.
Suyanto.(1996/1997). Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas. Bagian Kesatu Pengetahuan Penelitian Tindakan Kelas. IKIP Yogyakarta.
Syahza, A. (2010). Pembelajaran Kontekstual. [Online]. Tersedia: http://almasdi.unsri.ac.id/index.php?option=com –content&view=article&id+68&catid=25.the-project [ 02 April 2013 ]
T.R. Burhanudin. (2007). Pendekatan, Metode, dan Teknik Penelitian Pendidikan (Sebuah Pengantar Praktis). Purwakarta: UPI Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar Kampus Purwakarta.
Undang, H.G, dkk. (1998). Peningkatan Mutu Proses Belajar Mengajar di Sekolah Dasar. Bandung: Siger Tengah.
Widayanto. (2010, 21 Oktober). Penerapan Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) dalam Menulis Teks Procedure (Sebuah Studi Kolaboratif Quasi Eksperimen di MTsN Wonorejo – Kabupaten Pasuruan). [Online]. Tersedia: http://pusdiklatteknis.depag.go.id/index.php/20101021180/penerapan-pendekatancontextual-teaching-and-learning-ctl-dalam-menulisteksprocedure-sebuah-studikolaboratif-quasi-eksperimen-di-mtsnwonorejo-kabupaten-pasuruan-html (12 April 2013)

Wiriatmadja, R. dan Arief A.(2006). Metode Penelitian Tindakan Kelas Untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen. Bandung:Universitas Pendidikan Indonesia bekerjasama dengan PT. Remaja Rosda Karya. 

No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive