Monday, February 4, 2019

Metode Bercerita Menggunakan Media Puzzle



A.      Media Puzzle
Menurut Depdiknas (2003: 43) puzzle merupakan salah satu jenis media yang digunakan dalam suatu permainan. Permainan ini berupa kegiatan bongkar dan menyusun kembali kepingan puzzle menjadi bentuk utuh. Posisi awal puzzle yang dalam keadaan acak-acakan bahkan keluar dari tempatnya anak akan merasa tertantang untuk karena hal ini yang mendorong kelincahan koordinasi tangan dan pikiran terwujud secara nyata.
Soebachman (2012: 48) permainan puzzle adalah permainan terdiri atas kepingan-kepingan dari satu gambar tertentu yang dapat melatih yang kreativitas, keteraturan, dan tingkat konsentrasi. Permainan puzzle dapat dilakukan oleh anak-anak hingga anak belasan tahun, tetapi tentu saja tingkat kesulitannya harus disesuaikan dengan usia anak yang memainkannya. Permainan puzzle anak akan mencoba memecahkan masalah yaitu menyusun gambar. Pada tahap awal mengenal puzzle, mereka mungkin mencoba untuk menyusun gambar puzzle dengan cara mencoba memasang-masangkan bagian-bagian puzzle tanpa petunjuk. Permainan puzzle dengan sedikit arahan dan contoh, maka anak sudah dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya dengan cara mencoba menyesuaikan bentuk, menyesuaikan warna, atau logika.
Menurut Yulianty (2008:42) Puzzle adalah permainan menyusun dan mencocokan bentuk dan tempatnya sesuai dengan gambar yang sebenarnya. Disimpulkan bahwa permainan puzzle adalah permainan yang dapat merangsang kemampuan logika matematika anak, yang dimainkan dengan cara membongkar pasang kepingan puzzle berdasarkan pasangannya.
b. Tujuan Permainan Puzzle
Memberikan permainan pada anak yaitu permainan yang menarik dan memberikan pengetahuan yang dapat mengasah strategi anak. Permainan anak yang diberikan dapat memberikan simbol. Permainan membuat anak belajar dengan senang, dan dengan belajar melalui permainan anak dapat menguasai pelajaran yang lebih menantang. Permainan puzzle menurut Sunarti (2005: 49) mempunyai tujuan, yaitu:
1.      Mengenalkan anak beberapa strategi sederhana dalam menyelesaikan masalah.
2.      Melatih kecepatan, kecermatan, dan ketelitin dalam menyelesaikan masalah.
3.      Menanamkan sikap pantang menyerah dalam menghadapi masalah.
c. Jenis Potongan Puzzle
Dunia anak-anak terdapat berbagai jenis permainan, salah satu jenis permainan yang bermanfaat bagi anak dan bersifat edukatif adalah puzzle. Puzzle terdiri dari kepingan-kepingan. Kegiatan membongkar dan menyusun kembali kepingan puzzle menjadi bentuk yang utuh bertujuan melatih koordinasi mata, tangan dan pikiran anak dalam menyusun kepingan puzzle yang terdiri dari berbagai bentuk yang berbeda dengan cara mencocokkan potongan gambar satu dengan lainnya, sehingga membentuk satu gambar yang utuh dan baik. Puzzle merupakan permainan yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan anak dalam merangkainya. Anak terbiasa dalam permainan puzzle, lambat laun mental anak juga akan terbiasa untuk bersikap tenang, tekun, dan sabar dalam menyelesaikan sesuatu. 

d. Manfaat Permainan Puzzle
Permainan puzzle bisa memberikan kesempatan belajar yang banyak kepada anak. Memainkan puzzle bersama-sama dapat merekatkan hubungan antara orangtua dan anak. Permainan puzzle memberikan tantangan tersendiri untuk anak disaat anak berada dalam kondisi bingung sebagai orangtua dapat menyemangati anak agar tidak patah semangat. Semangat yang diperoleh anak dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan merasa mampu menyelesaikan permainan puzzle tersebut. Rasa percaya diri dapat menambah rasa aman kepada anak sehingga anak akan lebih aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan lainnya. Manfaat permainan puzzle menurut Yulianty (2008:43) adalah:
1.      Mengasah otak, kecerdasan otak anak akan terlatih karena permainan puzzle yang melatih sel-sel otak untuk memecahkan masalah.
2.      Melatih koordinasi mata dan tangan, permainan puzzle melatih koordinasi tangan dan mata anak. Hal itu dikarenakan anak harus mencocokan keping-keping puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar utuh.
3.      Melatih membaca, membantu mengenal bentuk dan langkah penting menuju pengembangan keterampilan membaca.
4.      Melatih nalar, permainan puzzle dalam bentuk manusia akan melatih nalar anak-anak karena anaak-anak akan menyimpulkan dimana letak kepala, tangan, kaki, dan lain-lain sesuai dengan logika.
5.      Melatih kesabaran. Aktivitas permainan puzzle, kesabaran akan terlatih karena saat bermain puzzle di butuhkan kesabaran dalam menyelesaikan permasalahan.
6.      Memberikan pengetahuan, permainan puzzle memberikan pengetahuan kepada anak-anak untuk mengenal warna dan bentuk. Anak juga akan belajar konsep dasar binatang, alam sekitar, jenis-jenis benda, anatomi tubuh manusia, dan lain-lain.
e. Cara Memainkan Puzzle
Permainan yang dapat merangsang daya pikir anak, termasuk diantaranya meningkatkan kemampuan konsentrasi dan memecahkan masalah. Permainan tidak hanya membuat anak menikmati permainan tapi juga dituntut agar membuat anak untuk teliti dan tekun ketika mengerjakan permainan tersebut. Kegiatan yang aktif dan menyenangkan juga meningkatkan aktifitas sel otaknya dan juga merupakan masukan-masukkan pengamatan atau ingatan yang selanjutnya akan menyuburkan proses pembelajaran dan menggunakan semua panca indranya secara aktif. Cara memainkan puzzle pun tidak sulit. Menurut Yulianti (2008: 43) langkah-kangkah memainkan permainan puzzle adalah sebagai berikut:
1. Lepaskan kepingan puzzle dari papannya
2. Acak kepingan puzzle tersebut
3. Mintalah anak untuk memasangkannya kembali
4. Berikan tantangan pada anak untuk melakukannya dengan cepat, biasanya dengan hitungan angka dari 1 sampai 10, stopwatch, dll.

B.       Kemampuan Bercerita
1. Pengertian Bercerita
Cerita merupakan tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal, yaitu peristiwa atau kejadian (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,2003:210). Menurut Arsjad dan Mukti (1991:12) cerita adalah suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya tindak tanduk yang dijalani dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam kesatuan waktu. Wigadho (1997:166) mengatakan cerita adalah karangan yang menceritakan satu atau beberapa kejadian dan bagaimana berlangsungnya peristiwa-peristiwa tersebut. Isi yang diceritakan berupa peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi atau tentang sesuatu yang khayal.
Menurut Rahmulyati (2001:6) bercerita adalah menuturkan suatu peristiwa, kejadian atau pengalaman baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun rekaan yang disusun menurut urutan waktu. Majid (2002:9) mengatakan bercerita yaitu penyampaian cerita kepada pendengar atau membacakannya bagi mereka. Ketika proses bercerita dibutuhkan adanya hal-hal yang mencakup posisi duduk, bahasa, suara, gerakan-gerakan, peragaan agar penceritaan menjadi baik. Bercerita berdasarkan kurikulum adalah siswa mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan, secara lisan melalui menceritakan pengalaman, membahas masalah-masalah aktual, mendeskripsikan benda atau seseorang, menjelaskan petunjuk penggunaan, berdiskusi, dan menyampaikan pesan melalui telepon serta menceritakan kembali isi dongeng dan bermain peran.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat didefinisikan pengertian bercerita adalah bentuk perilaku manusia untuk mengutarakan suatu kejadian, baik fakta atau khayalan secara lisan dengan memanfaatkan organ tubuh yaitu kepala, tangan, roman muka, disusun menurut urutan waktu atau singkatnya menuturkan cerita.
2. Faktor Penunjang Keefektifan Bercerita
Kemampuan bercerita ialah kemampuan mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Arsjad dan Mukti,17:1988). Yang dimaksud ucapan adalah seluruh kegiatan yang kita lakukan dalam memproduksi bunyi bahasa, yang meliputi artikulasi, yaitu bagaimana posisi alat bicara, seperti lidah, gigi, bibir, dan langit-langit pada waktu kita membentuk bunyi, baik vokal maupun konsonan. Menjadi pencerita yang baik selain harus menguasai kesan bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan, si pencerita juga harus memperlihatkan keberanian, kegairahan., dan pencerita harus bercerita dengan jelas dan tepat. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh si pencerita untuk keefektifan bercerita yaitu faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan. Berikut dijelaskan faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan sebagai penunjang keefektifan bercerita (Arsjad dan Mukti, 1988:17).
1) Faktor Kebahasaan
Faktor penunjang keefektifan bercerita faktor kebahasaan adalah meliputi, ketepatan ucapan, penempatan tekanan, nada, sendi, dan ritme yang sesuai, plihan kata, dan ketepatan sasaran pembicaraan. Faktor-faktor kebahasaan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan bercerita seseorang. Berikut dijelaskan faktor-faktor kebahasaan sebagai penunjang keefektifan bercerita.
a) Ketepatan Ucapan
Seorang pencerita harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang tidak tepat atau cacat akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, atau kurang menarik. Ketepatan ucapan cukup mempengaruhi proses komunikasi. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa dianggap tidak tepat apabila pencerita menyimpang terlalu jauh dari ragam lisan biasa, sehingga mengganggu komunikasi.
b) Penempatan Tekanan, Nada, Sendi dan Ritme yang sesuai
Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan ritme merupakan daya tarik tersendiri dalam bercerita. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, maka dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan ritme yang sesuai, akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik. sebaliknya jika penyampaiannya datar, akan menimbulkan kejenuhan dan keefektifan bercerita berkurang. Pendengar akan lebih tertarik dan senang mendengarkan jika pencerita bercerita dengan jelas dalam bahasa yang dikuasai pencerita.
c) Pilihan Kata (Diksi)
Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan tertarik dan senang mendengarkan kalau pencerita bercerita dengan jelas dalam bahasa yang dikusainya, dalam arti yang betul-betul menjadi miliknya, baik sebagai perorangan maupun sebagai pembicara.
d) Ketepatan Sasaran Pembicaraan
Ketepatan sasaran pembicaraan berkaitan pemakaian kalimat. Pencerita yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap isi cerita. Seorang pencerita harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat mengenai sasaran, sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan, atau menimbulkan akibat. Kalimat efektif mampu membuat isi atau maksud yang disampaikan tergambar lengkap dalam pikiran pendengar seperti apa yang dimaksud oleh pencerita.
2) Faktor Nonkebahasaan
Faktor nonkebahasaan menyangkut perilaku atau tingkah laku bercerita yaitu
1) sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku, 2) pandangan harus diarahkan kepada
lawan bicara, 3) kesediaan menghargai pendapat orang lain, 4) gerak-gerik dan mimik yang tepat, 5) kenyaringan suara, 6) kelancaran, 7) relevansi atau penalaran, 8) penguasaan topik. Faktor nonkebahasaan jika dapat dikuasai pencerita akan memudahkan penerapan faktor kebahasaan. 
Adanya faktor kebahasaan dan non kebahasaan sebagai faktor penunjang keefektifan bercerita akan meningkatkan nilai tinggi seorang pembicara. Agar menyampaikan informasi dengan efektif, sebaiknya pembicara harus melihat pada fakor kebahasaan dan nonkebahasaan yang telah dijabarkan di atas.
3. Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Bercerita
Kegiatan bercerita merupakan kegiatan berbicara yang memerlukan persiapan untuk memulai cerita. Ada bebrapa hal untuk persiapan bercerita. Persiapan bercerita menurut Haryadi dan Zamzani (dalam Suhartiningsih,1997:702 ) adalah 1) memilih cerita yang tepat, 2) mengetahui isi cerita, 3) merasakan cerita, 4) menyelaraskan cerita, 5) pemilihan pokok cerita, 6) menyarikan cerita, 7) memperluas cerita, 8) mengisahkan cerita secara langsung, 9) bercerita dengan tubuh yang alamiah, 10) menentukan tujuan, 11) memfungsikan kata dan percakapan, 12) melukiskan kejadian, 13) menetapkan suasana gerak, 14) merangkai adegan.
Menurut Suhartiningsih (1997:702 ) untuk menjadi pencerita yang baik adalah penguasaan dan penghayatan cerita, penyelarasan dengan situasi dan kondisi, pemilihan dan penyusunan kalimat, pengapreasian alami, dan keberanian. Petunjuk bercerita menurut Setyono (1997:5 ) adalah 1) jangan menghafalkan cerita, 2) visulisasikan tokoh cerita dan latar dalam bentuk anda, sehingga anda dapat mendeskripsikan seolah-olah anda melihatnya, 3) tulis outline beserta detail-detailnya di kartu yang dapat anda pegang, tetapi jangan dibaca, 4) rencanakan terkebih dahulu cara-cara agar anda dapat memperpanjang atau memperpendek cerita tergantung pada waktu yang disediakan dan pendengar cerita, 5) latih terlebih dahulu di depan kaca atau kepada orang lain sebelum bercerita, 6) gunakan alat bantu untuk menambah suasana pada saat bercerita, 7) gunakan suara yang berbeda untuk menyampaikan rasa gembira, sedih, marah, 8) hadapkan wajah anda ke pendengar.
Berdasarkan sumber di atas hal-hal yang harus diperhatikan untuk bercerita adalah 1) memilih cerita yang tepat, 2) penguasaan dan penghayatan cerita 3) mengisahkan cerita langsung, 4) gunakan suara yang berbeda untuk menyampaikan rasa gembira, marah, dan sedih, 5) hadapkanlah wajah anda ke pendengar, dan 6) harus berani.
4. Manfaat Bercerita
Suatu kegiatan yang dilaksanakan harus mempunyai manfaat baik bagi diri
sendiri maupun orang lain. Bercerita mempunyai manfaat tertentu pada pencerita dan pendengar cerita. Menurut Suhartiningsih (1997:702) manfaat dari kegiatan bercerita adalah 1) memberikan hiburan, 2) mengajarkan kebenaran, dan 3) memberikan keteladanan atau model.
Seseorang akan merasa terhibur bila mendengar orang bercerita. Bercerita memberikan kesenangan untuk pencerita dan pendengar cerita. Orang yang merasakan kesedihan bila mendengarkan cerita maupun orang bercerita akan merasakan beban kesedihannya hilang. Pendengar cerita terhibur mendengarkan orang bercerita, pembicara bahagia ada orang yang mau mendengarkan ceritanya dan beban sedihnya berkurang dengan bercerita. Akan tetapi seseorang bercerita harus melihat kondisi pendengar, apakah sedih atau bahagia.

Cerita akan mengajarkan kebenaran dan memberikan keteladanan. Isi cerita akan memperlihatkan yang bisa dijadikan contoh teladan yang baik dan teladan yang buruk. Kebenaran suatu cerita mengambil keteladanan yang baik dari suatu cerita.

No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive