Pendekatan
CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu kontruktivisme (contructivism),
menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat belajar ( learning
community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian yang
sebenarnya ( Authecnic assessment). Sebuah dikatakan menggunakan pendekatan CTL
jika menerapkan ke tujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Dan untuk
melaksanakan hal itu tidak sulit. CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa
saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
Penerapan
CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar Mukhan (2001:2) menjabarkan langkahnya
adalah sebagai berikut :
1.
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan
dan keterampilan barunya!
2.
Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topic!
3.
Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya!
4.
Ciptakan masyarakat belajar
(belajar dengan kelompok-kelompok)!
5.
Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran!
6.
Lakukan refleksi di akhir pertemuan!
7.
Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara!
Berikut penulis
uraikan tujuh komponen pembelajaran CTL atau kontekstual
1.
Konstrukivisme
(Constructivisme)
Konstrukivisme
(Constructivisme) merupakan landasnan berfikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu
bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas ( sempit), dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalui pengalaman nyata.
Siswa
perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi
dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak
mereka sendiri.
Dari
teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan
mentransfokasikan suatu informasi komplek ke situasi lain, dan apabila
dikehendaki, informasi itu milik mereka sendiri.
Dengan
dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjasi proses mengkonstruksi bukan
menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan
mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.
Landasan
berfikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivis, yang
lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivis,
strategi memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan :
(1)
Menjadikan
pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa,
(2)
Memberi
kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan
(3)
Menyadarkan
siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar. Pengetahuan tumbuh
berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin kuat apabila selalu
diuji dengan pengalaman baru.
Menurut
Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya yang masing-masing
berisi informasi bermakna berbeda-beda. Pengalaman sama bagi beberapa orang akan
dimaknai berbeda-beda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam kotak yang
berbeda. Setiap pengalaman baru dihubungkan dengan kotak-kotak (struktur
pengetahuan) dalam otak manusia tersebut. Struktur pengetahuan dikembangkan dalam otak manusia melalui dua
cara, yaitu asimilasi atau akomodasi. Asimilasi maksudnya struktur pengetahuan
baru dibuat atau dibangun atas dasar struktur pengetahuan yang sudah ada.
Akomodasi maksudnuya struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk
menampung dan menyesuaikan denga hadirnya pengalaman baru.
Lalu
bagaimanakah penerapannya di kelas? Bagaimana cara merealisasikannya pada
kelas-kelas di sekolah kita. Pada umumnya kita juga sudah menerapkan filosofi
ini dalam pembelajaran sehari-hari yaitu ketika kita merancang pembelajaran
dalam bentuk siswa bekerja, praktek mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik,
menulis karangan, mendemonstrasikan, menciptakan ide, dan sebagainya. Mari kita
kembangkan cara-cara tersebut lebih banyak dan lebih banyak lagi.
Siklus
inquiry: observasi (observation), bertanya (Questioning), mengajukan dugaan (Hyphothesis),
pengumpul data ( Data Gathering), penyimpulan (Conclution).
2.
Menemukan (
Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis
CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru
harus selalu merancang kegiatan yang
merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.topik mengenal
adanya dua jenis binatang melata, sudah
seharusnya ditemukan sendiri oleh siswa, bukan menurut buku.
Adapun
siklus inquiry adalah sebagai berikut:
1.
Observasi
(observation)
2.
Bertanya
(Questioning)
3.
Mengajukan
dugaan (Hyphothesis
4.
Pengumpul data
( Data Gathering)
5.
Penyimpulan
(Conclution)
Apakah hanya pada pelajaran IPA inkuiri itu bisa diterapkan?
Jawabannya,
tentu “ tidak”. Inkuirri dapat diterapkan pada semua bidang
Studi : bahasa
Indonesia ( menemukan cara menulis paragraph deskripsi yang indah); IPS (
membuat sendiri bagan silsilah raja-raja Majapahit); PPKN (menemukan perilaku
baik dan perilaku buruk sebagai warga Negara). Kata kunci dari strategi inkuiri
adalah siswa menemukan sendiri.
Langkah-langkah
kegiatan menemukan (inkuiri):
(1)
Merumuskan
masalah (dalam mata pelajaran apapun)
a)
Bagaimanakah
silsilah raja-raja Majapahit? (Sejarah)
b)
Bagaimanakah
cara melukiskan suasana menikmati ikan bakar di tepi pantai kendari? (bahasa
Indonesia)
c)
Ada berapa
jenis tumbuhan menurut bentuk bijinya? ( biologi)
d)
Kota mana saja
yang termasuk kota besar di Indonesia? (geografi)
(2)
Mengamati atau
melakukan observasi
a)
Membaca buku
atau sumber lain untuk mendapatkan informasi pendukung
b)
Mengamati clan
mengumpulakan data sebanyak-banyaknya dari sumber atau objek yang diamati
(3)
Menganalisis
dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya
lainnya
a)
Siswa membuat
peta kota-kota besar sendiri
b)
Siswa membuat
paragraph deskripsi sendiri
c)
Siswa membuat
bagan silsilah raja-raja Majapahit sendiri
d)
Siswa membuat
penggolongan tumbuh-tumbuhan sendiri
e)
Siswa membuat
essay atau usulan kepada pemerintah tentang berbagai masalah di daerahnya
sendiri dan seterusnya.
(4)
Mengkomunikasikan
atau menyajikan masalah karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audien
lainnya
a)
Karya siswa
disampaikan teman atau kepada orang banyak untuk mendapatkan masukan.
b)
Bertanya jawab
dengan teman
c)
Memunculkan
ide-ide baru
d)
Melakukan
refleksi
e)
Menempelkan
gambar atau karya tulis, peta dan sejenisnya di dinding kelas, dinding sekolah,
majalah dinding sekolah, dan sebagainya.
3.
Bertanya ( Questioning
)
Pengetahuan yang dimilliki seseorang selalu bermula dari bertanya.
Sebelum tahu kota Palu seseorang bertanya “ mana arah kota Palu?” queationing ( bertanya ) merupakan strategi.
Bertanya dipandang sebagai
kegiatan guru mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Pada
semua aktivitas belajar, queationing dapat diterapkan: antara siswa dengan
siswa, antara guru dengan siswa, antara sisswa dengan guru, antara siswa dengan
orang lain yang didatangkan kelas, dan sebagainya. Utama pembelajaran yang
berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran di pandang sebagai kegiatan guru
untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa,
kegiatan bertanya merupakan kegiatan penting dalam melaksanakan pembelajaran
yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi mengkonfirmasikan apa yang
sudah ada diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum
diketahuinya.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna
untuk:
(1)
Menggali
informasi baik administrasi maupun akademis
(2)
Mengecek
pemahaman siswa
(3)
Membangkitkan
respon kepada siswa
(4)
Mengetahui
sejumlah keingintahuan siswa
(5)
Mengetahui
hal-hal yang diketahui siswa
(6)
Memfokuskan
perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru
(7)
Untuk
membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa untuk menyegarkan kembali
pengetahuan siswa
Bagaimanakah penerapannya di kelas? Hampir pada semua aktivitas
belajar, queationing dapat diterapkan: antara siswa dengan siswa, antara guru
dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang
didatangkan ke kelas, dan sebagainya. Aktivitas bertanya juga ditemukan ketika
siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika
mengamati, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan itu akan menumbuhkan dorongan
untuk bertanya. Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu untuk melaksanakan
pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar.
4.
Masyarakat
belajar ( Learning Community )
Konsep learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran
diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Ketika seorang anak baru belajar
meraut pensil dengan peraut elektronik, ia bertanya kepada temannya “ bagaimana
caranya? Tolong bantuin, aku! ” lalu temannya yang sudah biasa, meunnjukkan cara mengoperasikan
alat itu. Maka, dua orang anak itu sudah membentuk masyarakat- belajar (
Learning Community ).
Motivasi belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar
kelompok, dan atara yang tahu ke yang belum tahu.di ruang ini, di kelas ini, di
sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semua adalah anggota
masyarakat-belajar.
Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran
dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang
anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberitahu
yang belum tahu, yang cepat menangkap medorong tamannya yang lambat, yang
mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya. Kelompok siswa biasa
sangat bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, jumlah bahkan biasa melibatkna
siswa di kelas atasnya, atau guru melakukan kolaburasi dengan mendatangkan
seorang ahli ke kelas. Misalnya tukang sablon, petani jagung, peternak susu,
teknisi computer, tukang cat mobil, tukang reparasi kunci, dan sebagainya.
“ Masyarakat-belajar ” bisa
terjadi bila ada proses komunikasi dua arah “ seorang guru mengajari siswanya ”
bukan contoh masyarakat-belajar karena komunikasi hanya terdiri satu arah,
yaitu informasi hanya datang dari guru kea rah siswa, tidak ada arus informasi yang perlu
dipelajari guru yang datang dari arah siswa. Dalam contoh iniyang belajar hanya
siswa bukan guru. Dalam masyarakat belajar, dua kelompok ( atau lebih ) yang
terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar seseorang yang terlibatt
dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman
bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi
yang diperlukan dari teman belajarnya.
Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi pabila tidak ada pihak
yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk
bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak mau saling
mendengarkan, setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki
pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang perlu dipelajari.
Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain. Maka setiap orang
lain bisa menjadi sumber belajar, dan ini berarti setiap orang sangat kaya
denga pengetahuan dan pengalaman. Metode pembelajaran dengan teknik “ learning
community “ ini sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Prakteknya dalam
pembelajaran terwujud dalam
a)
Pembentukan
kelompok kecil
b)
Pembentukan
kelompok besar
c)
Mendatangkan
ahli ke kelas ( tokoh, olahragawan, dokter, perawat, petani, pengurus
organisasi, polisi, tukang kayu, dan sebagainya.)
d)
Bekerja dengan
sekelas sederajat
e)
Bekerja
kelompok dengan kelas di atasnya
f)
Bekerja dengan
masyarakat
5.
Pemodelan (
modifikasi )
Komponen CTL selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya, dalam sebuah
pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa
ditiru. Model itu bisa berupa
mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olah raga, cntoh karya
tulis, cara menghafal bahasa Inggris, dan sebagainya. Atau, guru memberi contoh
dalam mengerjakan sesuatu dan begitu guru memberi model tentang bagaimana cara
belajar.
Dalam pendekatan CTL guru bukan satu-satunya model. Sebagian guru
memberi contoh tentang mengerjakan sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas.
Misalnya, cara menemukan kata kunci dalam bacaan. Dalam pembelajaran tersebut
guru mendemontransikan cara membaca cepat tersebut, siswa mengamati guru membaca
dan membolak balik teks. Gerak mata guru dalam menelusuri bacaan menjadi
perhatian utama siswa. Dengan begitu siswa tahu bagaimana gerak mata efektif
dalam melakukan scaning. Kata kunci yang di temukan guru di sampaikan kepada
siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran menemukan kata kunci secara cepat.
Secara sederhana, kegiatan itu di sebut pemodelan. Artinya. Ada model yang bisa
di tiru dan di amati siswa, sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci. Dalam
kasus itu, guru menjadi model.
Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat
dirancang dengan melibatkan siswa.seorang siswa dapt ditunjuk untuk member
ccontoh temannya cara melafalkan suatu kata. Jika kebetulan ada siswa yang
perlu memenagkan lomba baca puisi atau memenangkan kontes berbahasa Inggris,
siswa itu dapat ditunjuk untuk mendemonstrasikan keahliannya. Siswa contoh
tersebut dikatakan sebagai model. Siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai standar kompetensi yang
harus dicapainya.
Model juga dapat didatangkan dari luar. Seorang penutur asli
berbahasa Inggris sekali waktu dapat dihadirkan di kelas untuk menjadi model
cara berujar, cara bertutur kata, gerak tubuh ketika berbicara, dan sebagainya.
Bagaimanakah contoh praktek pemodelan di kelas?
a)
Guru olah raga
memberi contoh berenang gaya kupu-kupu di hadapan siswa
b)
Guru PPKN
mendatangkan seorang veteran kemerdekaan ke kelas, lalu siswa diminta bertanya
jawab dengan tokoh itu
c)
Guru geografi
menunjukkan peta jadi yang dapat digunakan sebagai contoh siswa dalam merancang
peta daerah
d)
Guru biologi
mendemonstrasikan penggunaan thermometer suhu badan
e)
Guru bahasa
Indonesia menunjukkan teks berita dari harian kompas, Jawapos, dan sebagainya
f)
Guru kerajinan
mendatangkan model tukang kayu ke kelas, lalu memintanya untuk bekerja dengan
peralatannya, sementara siswa menirunya.
6.
Refleksi ( Reflection )
Refleksi juga bagian penting dalam pembelajaran dengan pendekatan
CTL. Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu.
Siswa mengedepankan apa yag baru di pelajrinya sebagai struktur pengetahuan
yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.
Rafleksi baru di terima. Misalnya, kita pelajaran berakhir,siswa merenung”
kalau begitu, cara saya menyimpan file selama ini salah, ya! Mestinya, dengan
cara yang baru saja palajari ini, file computer saya lebih tertata.”
Pengetahuan yang bermakna di peroleh dari proses pengethun di
miliki siswa di perluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian di perluas
sedikit demi sedikit. Guru atau orang dewasa membantu siswa membuat
hubungan-hubungan antara pengetahuan yg di miliki sebelumnya dengan pengetahuan
yang baru. Dengan begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi
dirinya tentang apa-apa yang baru di pelajarinya.
Kunci
dari itu semua adalah, bagian mana pengetahuan itumengendap di benak siswa.
Siswa mencatat apa yg sudah di pelajari dan bgaimana merasakan ide-ide baru.
Pada
akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi
realisasinya berupa
a)
Pernyataan
langsung tentang apa-apa yang di perolehnya hari itu
b)
Catatan atau
curnal di buku siswa
c)
Kesan dan saran
siswa mengenai pembeljaran hari itu
d)
Diskusi
e)
Hasil karya
Pembelajaran
yang benar memang seharusnya di tekankan pada upaya membantu siswa agar mampu
mempelajari ( learning how to learn ) sesuatu, bukan ditekankan pada
diperolehnya sebanyak mungkan informasi di akhir periode pembelajaran.
7.
Penilaian yang sebenarnya
(authentic assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan data yang bisa memberikan
gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu
diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa perlu mengalami proses
pembelajran dengan benar. Apabila dara yang dikumpulkan guru mengidentifikasi
bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar. Karena gambaran tentang kemajuan
belajar itu diperlukan sepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak
dilakukan di akhir periode (cawu/semester) pembelajaran seperti pada kegiatan
evaluasi hasil belajar seperti UN/UAS), tetapi dilakukaan bersama secara
terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran.
Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian (assessment)
bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar
memang sseharusnya ditekankan pada upaya
membantu siswa agar mampu mempelajari (leraning how to learn), bukan ditekankan
pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di ahir periode pembelajaran.
Karena assessment menekankan proses pembelajaran, maka data yang
dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan
nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran, guru
yang ingin mengetahui perkembangan belajar siswa. Bahasa Inggris bagi para
siswanya harus mengumpulkan data saat para siswa harus menggunakan bahasa
Inngris, bukan pada saat siswa mengerjakan tes bahasa Inggris. Data yang
diambil dari kegiatan siswa saat siswa melakukan bahasa Inggris yang baik di
dalam kelas maupun di luar kelas itulah yang disebut data autentik.
Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melalui hasil. Ketika
guru mengajarkan sepak bola, siswa yang tendangannya paling bagus,dialah yang
memperoleh nilai paling tinggi. Dalam pembelajaran bahasa asing ( bahasa
Inggris), siapa yang ucapannya cas cis cus, dialah yang nilainya paling tinggi,
bukan hasil ulangan yang grammarnya. Penilaian autentik menilai pengetahuan dan
keterampilam (performansi) yang diperoleh siswa. Penilai tidak hanya guru,
tetapi bisa juga teman lain atau orang lain.
Karakteristik authentic assessment
1.
Dilaksanakan
selama dan sebuah proses pembelajaran langsung
2.
Bisa digunakan
untuk formatif maupun sumatif
3.
Yang diukur
keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta
4.
Berkesinambungan
5.
Terintegrasi
6.
Dapat digunakan
sebagai feed back
Hal-hal yang
bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa
(1)
Proyek/kegiatan
dan laporannya
(2)
PR
(3)
Kuis
(4)
Karya siswa
(5)
Persentasi atau
penilaian siswa
(6)
Demonstrasi
(7)
Laporan
(8)
Jurnal
(9)
Hasil tes tulis
(10)
Karya tulis
Intinya,
dengan authentic assessment, pertanyaan
yang ingin dijawab adalah “ apakah anak-anak belajar?”, bukan “ apa yang sudah
diketahui?” jadi, siswa dinilai kemampuannya dengan berbagai cara.
No comments:
Post a Comment