Tuesday, October 29, 2019

SILAS PAPARE





MESKI nama Silas Papare tak sebesar nama Jenderal Soedirman, perjuangannya dalam membela bangsa tak boleh diragukan. Lelaki kelahiran Serui Papua, 18 Desember 1918, itu dengan gigih berjuang menyatukan Irian Jaya (Papua) ke dalam wilayah Indonesia dari cengkeraman kolonial Belanda.
Silas Papare merupakan seorang pejuang yang berlatar pendidikan sebagai perawat. Setelah tamat Sekolah Rakyat Tiga, Silas melanjutkan pendidikan ke Sekolah Perawat Empat di Serui, dan lulus pada tahun 1935.
Selain menjadi perawat, Silas pun dipercaya Belanda sebagai tenaga intelijen. Sebab, meski tak didukung dengan pendidikan militer secara khusus, tetapi Silas memiliki penguasaan medan yang cukup bagus. Tak ayal pada 4 Juni 1944, Silas diberi bintang jasa pangkat Sersan Kelas II oleh Belanda.
Dalam hal memberikan pelayanan, Silas juga berhasil mengeluarkan rakyat Indonesia dari hutan semasa pendudukan Jepang, yakni dari Serui, Biak, dan Manokwari. Pada 5 April 1945, Silas mendapat penghargaan dari pemerintah kolonial Belanda berupa Bintang Perunggu, yang diberikan oleh Koningin Wilhelmina.
Karier militer Silas pun kian cemerlang. Berkat pertolongannya atas tentara Sekutu melawan Jepang di Irian Jaya, ia kembali memperoleh penghargaan dari bagian OPS Perang Pasifik dari Biro Intelijen tentara Sekutu yang ditandatangani oleh GA Willongbym Mayor Jenderal USA (US ARMY) pada 31 Oktober 1945.
Namun, sejak Sekutu meninggalkan Irian Jaya, dan digantikan lagi oleh kolonial Belanda, keadaan mulai berubah. Menurut Onnie Lumintang dalam buku Biografi Pahlawan Nasional; Marthin Indey dan Silas Papare menjelaskan, sebelum proklamasi diumumkan, Irian Barat (Irian Jaya) telah dibebaskan oleh tentara Sekutu dari kekuasaan bala tentara Jepang.
Pada saat tentara Sekutu melakukan pembebasan Irian barat, ikut pula Nederlandsch Indie Civil Administratie (NICA, Pemerintahan Sipil Hindia Belanda) bersama pasukannya. Tak pelak jika pada kemudian hari NICA menguasai Irian Barat meski sudah Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan.
Di lain sisi, rakyat Irian Barat justru sudah mendengar berita proklamasi kemerdekaan melalui radio dan pamflet-pamflet yang dikirim oleh orang-orang Indonesia di Australia, yang tergabung dalam Political Axile Association.
"Berita proklamasi tersebut mendorong rakyat Irian Barat untuk mempertahankan proklamasi tersebut di daerahnya," kata Onnie Lumintang dalam bukunya.
Hal tersebut, kata Onnie, terbukti dengan munculnya perlawanan yang dilakukan rakyat Irian Barat, yaitu dengan mendirikan organisasi-organisasi seperti Komite Indonesia Merdeka (KIM), dan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII) yang didirikan oleh Silas Papare.
Pada 25 Desember 1945, Silas dan beberapa kawannya berupaya mengajak pemuda-pemuda Irian yang tergabung dalam Batalyon Papua untuk bergabung dan memberontak terhadap Belanda. Sayangnya, rencana tersebut bocor ke telinga Belanda, sehingga Silas Papare ditangkap dan dipenjarakan di Serui, Jayapura.
Ketika menjalani masa tahanan di Serui, Silas berkenalan dengan dr Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi yang diasingkan oleh Belanda ke tempat yang sama. Perkenalannya tersebut semakin menambah keyakinan Silas bahwa Papua harus bebas dan bergabung dengan Republik Indonesia.
Akhirnya, Silas mendirikan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII). Akibatnya, pejuang Papua itu kembali ditangkap oleh Belanda dan dipenjarakan di Biak. Namun, ia kemudian melarikan diri menuju Yogyakarta.
Pada Oktober 1949, Silas mendirikan Badan Perjuangan Irian di Yogyakarta dalam rangka membantu pemerintah Republik Indonesia untuk memasukkan wilayah Irian Barat ke dalam wilayah RI.
Di Yogyakarta, Silas Papare membentuk Badan Perjuangan Irian yang berusaha keras untuk memasukkan wilayah Irian Jaya ke dalam negara Indonesia. Silas Papare kemudian ditunjuk menjadi salah seorang delegasi Indonesia dalam Perjanjian New York pada tanggal 15 Agustus 1962 yang mengakhiri perseteruan antara Indonesia dan Belanda perihal Irian Barat.
Perjanjian itu ditindaklanjuti dengan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969, di mana rakyat Irian Barat memilih bergabung dengan NKRI.
Pada 7 Maret 1978, akhirnya pejuang dari ujung timur Indonesia itu wafat. Untuk menghormati segala jasa-jasanya, Silas Papare dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keppres No. 077/TK/1993, Tgl. 14 September 1993.
Bahkan, salah satu kapal perang milik TNI AL mendapat kehormatan menggunakan nama KRI Silas Papare yaitu sebuah korvet kelas Parchim, yang dibuat untuk Volksmarine/AL Jerman Timur pada akhir 70-an. Penamaan menurut Pakta Warsawa adalah Project 133. 
Silas Papare merupakan pejuang yang dipercaya Presiden Soekarno menjadi delegasi RI yang mewakili Irian Barat dalam Perjanjian New York, perjanjian yang merupakan awal kebebasan Irian Barat dari cengkeraman penjajahan Belanda.
Saat Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Papua masih berada dalam cengkeraman Belanda. Bahkan Belanda yang semakin terpojok oleh dunia internasional, tidak tinggal diam dengan membentuk negara boneka Papua, yang kemudian menetapkan nama Papua sebagai Papua Barat.
Ada seorang laki-laki dari tanah Papua yang berpikir bahwa masyarakat Papua harus bebas dari jajahan Belanda dan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yaitu Silas Papare. Seorang pejuang dari timur Indonesia, yang berlatar pendidikan sebagai juru rawat.
Hidup dalam alam Irian Jaya yang terkenal ganas akan nyamuk malaria dan hidup dalam jajahan Belanda, menjadi awal mula mengapa Silas Papare jadi seorang juru rawat. Tenaga medis pada saat itu begitu dibutuhkan, perang pun masih berlangsung kala itu. Maka, setelah tamat Sekolah Rakyat tiga, Silas melanjutkan ke Sekolah Perawat Empat di Serui.
Semasa menjadi juru rawat, meskipun tidak didukung dengan pendidikan militer secara khusus, Silas Papare ternyata memiliki penguasaan medan yang bagus, sehingga beliau pun dipercaya Belanda sebagai tenaga intelijen. Prestasi yang pernah diraih pada masa Belanda adalah keberhasilannya melayani dan mengeluarkan rakyat Indonesia dari hutan semasa pendudukan Jepang, yaitu dari Serui, Biak, dan Manokwari. Atas keberhasilannya, pemerintah Belanda memberikan penghargaan berupa bintang perunggu yang diberikan oleh Koningin Wilhelmina di London pada 5 April 1945.
Pada masa pendudukan Sekutu dan Belanda, sesudah perang dunia kedua, berkat pengabdiannya di bidang intelijen, Silas Papare diangkat menjadi tentara Sekutu dengan pangkat sersan Persteklas. Pada tanggal 4 Juni 1944, Silas Papare dengan berani mengkoordinasi gerakan rakyat membantu tentara sekutu bertepatan dengan pendaratan sekutu pertama kalinya di Teluk Wombai, yang saat itu beliau diberi bintang jasa pangkat Sersan Kelas II.
Karir militer ini Ia tekuni sampai tahun 1945. Berkat kesuksesannya menolong Sekutu melawan Jepang di Irian Jaya, Silas Papare memperoleh penghargaan dari bagian OPS Perang Pasifik dari Biro Intelijen tentara Sekutu yang ditandatangani oleh G.A Willongbym Mayor Jenderal USA (US ARMY) pada 31 Oktober 1945.
Sejak Sekutu meninggalkan Irian Jaya dan digantikan oleh Belanda, Silas Papare tidak lagi sebagai tentara dan kembali sebagai tenaga medis di Serui. Pada akhir tahun 1945 Silas Papare diangkat sebagai Kepala Rumah Sakit Zending di Serui.
Karena punya beberapa teman di Pulau Jawa, Silas Papare pun sering pergi ke Jakarta. Sambil berjuang, Silas Papare pun mengabdikan diri di kantor Kementerian Kesehatan Kota Praja, Jakarta Raya. Ia menjalani profesi sebagai tenaga medis selama tiga tahun, dari tahun 1951-1954.
Pada masa akhir perang dunia, Silas terlibat dalam pekerjaan palang merah sedunia. Tepat pada 25 Desember 1945, Silas dan beberapa kawannya berupaya mengajak pemuda-pemuda Irian yang tergabung dalam Batalyon Papua untuk bergabung dan memberontak terhadap Belanda. Meski sayangnya, rencana tersebut bocor ke telinga Belanda, sehingga Silas Papare ditangkap dan dipenjarakan di Jayapura.
Takdir mempertemukan Silas Papare dengan Dr. Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi yang diasingkan Belanda. Melalui perkenalannya tersebut, Silas Papare semakin yakin bahwa Papua memang harus bebas dan bergabung dengan NKRI.
Setelah bebas dari penjara, Silas Papare tak gentar dan terus berupaya. Beliau mendirikan partai pertama di Irian Barat yang bernama Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII) pada tanggal 29 November 1946. Akibatnya, beliau kembali ditangkap oleh Belanda dan dipenjarakan di Biak.
Meskipun begitu, dalam perjalanan ke Biak, Silas berhasil meloloskan diri dan bersembunyi di Yogyakarta. Bahkan, Presiden Soekarno terkejut saat menyadari ada putera asli Irian yang mempunyai semangat berlayar selama dua bulan untuk sampai ke Pulau Jawa, demi mewujudkan cita-cita putera puteri Irian untuk bergabung dengan NKRI. Silas Papare pun kemudian ditunjuk sebagai wakil rakyat Japen Waropen/Serui untuk terus mengikuti jalannya perundingan KMB di Den Haag Belanda, pada 17 Agustus 1949.
Pada Oktober 1949, Silas Papare mendirikan Badan Perjuangan Irian di Yogyakarta untuk membantu Pemerintah Republik Indonesia dalam memasukkan wilayah Irian Barat ke dalam wilayah RI.
Namun, pada 27 Desember 1949 di Konferensi Meja Bundar, Belanda tetap tidak mau mengakui kedaulatan Indonesia atas Irian Barat.
Cara lain ditempuh Pemerintah RI, dengan mengumumkan Trikora pada tanggal 19 Desember 1961, sebagai upaya pembebasan Irian Barat dari Belanda. Silas pun membentuk Kompi Irian di Mabes Angkatan Darat.
Perjuangan Berbuah Manis Perang ternyata tidak pernah terjadi. Belanda bersedia menyelesaikan masalah Irian dengan jalan perundingan, yakni melalui Persetujuan New York pada tanggal 15 Agustus 1962 di kota New York. Silas menjadi delegasi RI pada perjanjian tersebut dan menjadi saksi sejarah diresmikannya Irian Barat secara de facto dan de jure menjadi bagian dari wilayah kesatuan Republik Indonesia. Kemudian, Irian Barat diganti namanya menjadi Irian Jaya.
Di dalam perjanjian itu disebutkan bahwa Irian Barat resmi masuk wilayah RI pada 1 Mei 1963. Setelah itu, akan dilakukan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969. Perjuangan Silas Papare pada akhirnya terbayar sudah.
Karier terakhir Silas Papare adalah sebagai anggota DPRS menggantikan almarhum Dr Radjiman Widiodiningrat. Tahun 1956 Silas Papare diangkat menjadi anggota DPR wakil rakyat Irian Jaya. Pada tahun yang sama diangkat sebagai anggota Dewan Perancang Nasional Sementara Republik Indonesia dan anggota MPRS. Ia menjalani hidup sebagai wakil rakyat hingga pensiun tahun 1960.
Silas Papare meninggal dunia di tanah kelahirannya Serui, Irian pada tanggal 7 Maret 1973, pada usia 54 tahun. Namanya diabadikan sebagai salah satu kapal selam perang, yakni KRI Silas Papare. Ia mendapat gelar pahlawan nasional pada 14 September 1993. Selain itu di Serui didirikan pula monumen Silas Papare.

No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive