Tuesday, October 29, 2019

Resume Ilmu Falak

Bab 1 (Tata Koordinat)
Menjelaskan tentang tata koordinat yang meliputi lingkaran vertikal, meridian, lintang, bujur, tinggi kutub, horizon, peredaran matahari, sudut waktu, deklinasi, azimuth, dan tinggi kulminasi.
Lingkaran vertikal adalah suatu lingkaran yang menghubungkan titik zenith dan titik nadir melalui horizon tegak lurus pada bidang horizon, sehingga setiap titik pada lingkaran horizon jaraknya 900 dan dapat dibuat tak terbatas.
Meridian adalah lingkaran vertical yang menghubungkan titik Utara (U), titik selatan (S), Zenit (Z), Nadir (N) melalui Kutub Utara (Ku) dan Kutub Selatan (KS).
Lintang merupakan jarak dari khatulistiwa ke kutub, diukur melalui lingkaran kutub kea rah utara disebut lintang utara dan diberi tanda positif (+) dan ke arah selatan diberi tanda negative (-)
Bujur adalah jarak suatu tempat dari kota Greenwich di Inggris diukur melalui lingkaran meridian. Ke arah timur disebut Bujur Timur diberi tanda (-) atau minus yang berarti negative dan ke arah Barat diberi tanda (+) atau plus yang berarti positif.
Tinggi kutub adalah jarak dari kutub ke horizon, yang diukur melalui lingkaran meridian.Lintang tempat adalah jarak dari khatulistiwa ke suatu tempat yang biasanya ditandai dengan huruf yunani ⱷ   dibaca fi.
Horizon adalah lingkaran pada bola langit yang menghubungkan titik utara, titik timur, titik selatan, dan titik barat sampai ke titik utara. Horizon merupakan batas pemisah antara belahan langit yang tampak dan tidak tampak.
Peredaran matahari merupakan pergerakan matahari yang terlihat bergerak dari Timur lalu bergerak makin lama makin tinggi, pada tengah hari matahari mencapai titik kulminasi tertinggi setelah itu meneruskan perjalanannya bergerak semain lama semakin rendah dan senja hari terbenam di ufuk barat.
Setiap lingkaran membentuk sudut dengan lingkaran meridian, sudut waktu dapat dilihat pada kutub. Sudut MKuC atau MksE yang besarnya sama. Sudut-sudut tersebut dinamakan sudut waktu yang ditandai dengan huruf t.
Deklinasi adalah jarak dari suatu benda langit ke equator langit, diukur melalui lingkaran waktu (lingkaran deklinasi) atau dapat juga dikatakan deklinasi adalah sepotong busur lingkaran deklinasi yang diukur dari titik perpotongan suatu benda langit ke equator pada lingkaran deklinasi.
Azimuth sebuah benda langit adalah jarak dari titik utara ke lingkaran vertical yang dilalui benda langit tersebut, diukur sepanjang lingkaran horizon searah perputaran jarum jam, melalui titik Timur, titik Selatan, sampai ke titik Barat.
Bab 2 (Kedudukan Matahari Pada Awal Waktu)
Menjelaskan tentang kedudukan matahari yaitu meliputi, kedudukan matahari pada waktu zhuhur dimana matahari sedang berkulminasi, titik pusat matahari berkedudukan tepat di meridian. Pada saat tinggi ashar dimana apabila matahari berkulminasi, bayang-bayang sebuah tongkat yang terguncang tegak lurus di atas bidang datar, mempunyai panjang tertentu.
Terbit dan terbenamnya matahari, waktu maghrib dimulai setelah matahari terbenam dan waktu subuh berakhir saat matahari terbit. Kemudian refraksi (pembiasan cahaya) dalam ilmu astronomi angkasa yang meliputi bumi tidak rata keadaan suhunya dan tingkat kepadatannya, semakin dekat dengan bumi maka semakin padat, semakin jauh dari permukaan bumi maka semakin tipis.Selain itu, juga dijelaskan tentang kerendahan ufuk,parallax, isya dan fajar, dan yang terakhir yaitu ikhtisar.

Bab 3 (Segitiga siku-siku dan segitiga bola)
Di bab ini dijelaskan mengenai segitiga siku-siku, segituga bola, hukum cosinus, hokum sinus, tifa sisi, dua sisi dan sudut antaranya, dua sisi dan satu sudut seberangnya, segitiga bola langit, dan rumus waktu.

Bab 4 (Hisab Awal Waktu Shalat dengan Sistem Ephemeris)
Ephemeris adalah sejenis almanac atau buku, emphemeris ini memuat data yang berkaitan dengan perhitungan awal bulan qamariyah, awal waktu shalat dan perhitungan arah qiblat; disamping data lainnya , sehingga mempermudah dalam melakukan hisab. Lalu dilanjutkan dengan informasi tentang data yang diperlukan, teknik pengunaan data, rumus yang digunakan, serta langkah dan teknik hisab awal waktu shalat.
1. Data dan Rumus yang Digunakan
Dalam melakukan hisab awal waktu shalat, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :
a.  Data yang harus diketahui
1). Lintang tempat (f)
2). Bujur tempat (l)
3). Deklinasi matahari (do)
4). Equation of time/perata waktu (eo)
5). Tinggi matahari (ho)
6). Koreksi waktu daerah (Kwd) : (ldh - ltp )/15
7). Ikhtiyat
b.  Rumus yang dipergunakan
1). Rumus sudut waktu matahari
     Cos t = - tan f tan d + sin h / cos f / cos d
2). Rumus awal waktu
     12 – e + t + Kwd + i
3). Rumus tinggi matahari (ho)
Ashar         : Cotan h = tan zm + 1   atau  zm = [p – d]
Maghrib     : - 1o
Isya            : - 18o
Subuh         : - 20o
Terbit         : 1o
Dhuha        : 4.5o
4). Rumus koreksi waktu daerah
     Kwd = (ldh - ltp)/15
c.  Keterangan rumus :
1). Untuk menghitung  awal waktu Dhuhur, rumus (b) dipergunakan tanpa t, sehingga menjadi :
     12 – e + Kwd + i
2). Untuk menghitung  awal waktu Ashar, rumus (b) dapat dipergunakan sepenuhnya, sedangkan dalam
     menggunakan rumus (a), ho hendaknya dihitung tersendiri dengan rumus :
     Cotan ho = tan zm + 1 atau zm = | f – d |
     12 – e + t + Kwd + i
3). Untuk menghitung awal waktu Maghrib, Isya, Subuh, Terbit dan Dhuha rumus (b) dapat dipergunakan sepenuhnya, rumus (a) ho disesuaikan dengan waktunya. Dengan catatan  khusus untuk  t  waktu Subuh, Terbit dan Dhuha (dikurangkan), sehingga rumusnya menjadi: 12 – e – t + Kwd + i. Sedang untuk Terbit i dikurangkan, rumusnya menjadi : 12 – e – t + Kwd – i
2. Prosedur dalam Perhitungan
Dalam melakukan perhitungan awal waktu shalat, prosedurnya sebagai berikut
a. Kota/tempat dan waktu/tanggal yang akan dihitung awal waktunya
b. Diketahui data lintang dan bujur tempat (ftp, ltp)
c. Diketahui data matahari (do, eo)
d. Diketahui data tinggi matahari (ho)
e. Diketahui data koreksi waktu daerah (Kwd)
f.  Rumus yang digunakan
g. Alat hitung yang dipergunakan (misal : calculator)

Bab 5 (Hisab Awal Waktu Shalat dengan Sistem Nautika)
Nautika adalah almanac kelautan yang diterbitkan oleh TNI AL dinas Hidro Oseanografi untuk kepentingan pelayaran, terutama untuk angkatan laut. Meskipun demikian, dapat juga diguakan untuk hisab awal waktu shalat karena data yang berkaitan dengan perhitungan awal waktu shalat, awal bulan, dan sebagainya terdapat dalam almanac ini. Hal yang dibahas tidak terlalu berbeda dengan bab 4.
I.   AWAL WAKTU DHUHUR ( Z )
Rumusnya :
 Z = 12 – E + (  105 – V   ) / 15 + i
Untuk menghitung awal waktu shalat daerah indonesia maka standar waktu Wib adalah 105, Wita adalah 120 dan Wit adalah 135. Jadi jika kita akan menghitung awal waktu shalat di daerah WITA atau WIT, maka angka merah yang terdapat pada rumus awal waktu dhuhur tersebut diganti sesuai dengan standar waktu yang akan di hitung.
II.  AWAL WAKTU ASHAR ( WA )
Rumus h : Shift tan ( 1 / ( - tan (P – D) + 1  
Rumus : t= shift cos ( - tan p tan d + sin h / cos p / cos d )
Rumus WA = t / 15 + i      istiwa’      
WA = Z + t / 15     WIB
III.   AWAL WAKTU MAGHRIB ( WM )
h = -semi diameter – refracsi – kerendahan ufuk
h = -0º 16º – 0º 34.5º – .0293 √ K
t= shift cos ( - tan p tan d + sin h / cos p / cos d )
Rumus WM = t / 15 + i     istiwa’
WM = Z + t / 15     WIB
IV.  AKHIR WAKTU SUBUH ( TERBIT ) ( WT )
t. sama dengan waktu maghrib
Rumus WT = 12 – t  / 15 – i    istiwa’
WT = Z – t / 15 – 2 x  i    WIB
V.    AWAL WAKTU ISYA’ ( WI )
h. (ketinggian matahari rata-rata pada awal waktu shalat) untuk awal waktu isya’ adalah -18
t= shift cos ( - tan p tan d + sin -18 / cos p / cos d )
Rumus WI = t / 15 + i   istiwa’
WI = Z + t / 15    WIB
VII.     AWAL WAKTU SUBUH ( WS )   h = - 20
h. (ketinggian matahari rata-rata pada awal waktu shalat) untuk awal waktu isya’ adalah -20
t= shift cos ( - tan p tan d + sin -20 / cos p / cos d )

Rumus WS = 12 – t  / 15 + i   istiwa’
WS = Z – t / 15 WIB
VII.     AWAL WAKTU DHUHA ( WD )   h = 4.5
h. (ketinggian matahari rata-rata pada awal waktu shalat) untuk awal waktu isya’ adalah 4.5
t= shift cos ( - tan p tan d + sin 4.5 / cos p / cos d )
Rumus WD = 12 – t  / 15 + i   istiwa’
WD = Z – t / 15 WIB

VIII.       WAKTU IMSAK
Rumusnya = awal waktu subuh – 10 menit

Bab 6 (Arah Kiblat)
Persoalan qiblat adalah persoalan azimuth, yaitu jarak dari titik utara ke lingkaran vertikal melalui benda langit atau melalui suatu tempat diukur sepanjang lingkaran horizon menurut arah perputaran jarum jam. Sengan demikian, persoalan arah qiblat erat kaitannya dengan letak geografis suatu tempat.

Bab 7 (Hisab Awal Bulan)
Berisi tentang istilah-istilah yang berkaitan dengan data astronomis beserta pengertiannya, dijelaaskan juga mengenai data astronomis dalam ephemeris, langkah- langkah hisab awal bulan, teknik mengambil dan mengolah data, dan teknik hisab awal bulan,


No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive