A. Periode 1942
(Zaman Jepang)
Pada
masa ini bangsa Indonesia merasa agak lega hidup, sebab Jepang telah memberikan
janji-janji yang menyenangkan. Pada tahun 1943 Jepang mengumpulkan para
pengarang dan seniman agar mau menciptakan karya sastra yang bersifat
membangkitkan semangat yang berisi propaganda. Para pengarang dan seniman itu
berkumpul dalam suatu wadah yang diberi nama Kuimin Bunka Shidoseko.
Karya
sastra pada masa ini memiliki dua corak yaitu karya sastra dan pengarangnya
resmi dibawah naungan Pusat Kebudayaan Jepang dengan istilah kompromis. Mereka
mencipta sesuai dengan batas-batas yang ditentukan oleh Pusat Kebudayaan
Jepang. Sastrawan ini kelihatan kehilangan pegangan, tetapi mereka mencari
jalan baru untuk mengatakan sesuatu cara yang tidak berbahaya tetapi cita-cita
terkabul. Dengan melalui cara ini banyak karya sastra yang bercorak simbolik.
Pengarang-pengarang
dan karya-karyanya yang timbul pada masa Jepang adalah :
a.
Usmar
Ismail karyanya Kita Berjuang, Diserang Rasa Merdeka, Api, Citra dan
Liburan Seniman.
b. Rosihan Anwar karyanya berupa puisi berjudul Lukisan Kepada Prajurit.
c. Maria Amin karyanya Tinjaulah Dunia Sana, Dengarlah keLuhan Pohon Mangga, Penuh Rahasia.
Pada tanggal 25-29 Juni 1938
terselenggaralah Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Hal yang dibahas dalam kongres
diantaranya a) sejarah bangsa Indonesia oleh Sanusi Pane, b) bahasa Indonesia
dalam pergaulan oleh KH. Dewantara, c) bahasa Indonesia dalam persuratkabaran
oleh Jamaludin, d) menyesuaikan kata dan faham asing kepada bangsa Indonesia
oleh Amir Syarifudin, e) bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa
kebudayaan oleh Muh Yamin, f) bahasa Indonesia dalam Badan Perwakilan oleh
Sukardjo Wirjopranoto, g) pembaharuan bahasa dan usaha mengaturnya oleh St.
Takdir Alisjahbana.
B. Zaman Periode
1945
Rosihan
Anwar memberikan nama kepada para sastrawan yang ikut memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia diantaranya Chairil Anwar, Idrus, Asrul Sani, Usmar
Ismail dan lain-lain dengan sebutan Angkatan 45. Patokan yang digunakan oleh
angkatan 45 adalah :
a. Wujud pernyataan lebih dipentingkan
b. Kepribadian seseorang hendaknya menjadi pegangan dan
ukuran nilai mencipta
c. Nilai-nilai baru harus ditempatkan setelah
nilai-nilai lama dihancurkan
d. Pencipta harus mempunyai kebebasan penuh dalam
penciptaan karangannya
e. Tekanan difokuskan kepada kebudayaan dunia harus
bersifat universal
Yang menjadi pelopor dalam bidang puisi
pada zaman angkatan 45 ini adalah Chairil Anwar, sedangkan yang menjadi pelopor
dalam bidang prosa adalah Idrus. Karya sastra angkatan 45 mempunyai ciri-ciri
tertentu misalnya :
a. Bentuknya agak bebas dari angkatan lain
b. Isinya lebih dominan bercorak realita
c. Jika perlu, bentuk harus tunduk kepada puisi
d. Isi yang lebih dipentingkan bukan kulitnya
Menurut sumber yang ada, latar belakang
lahirnya angkatan 45 adalah karena masyarakat Indonesia pada zaman itu sama
sekali belum memiliki pengalaman menjadi sebuah bangsa yang merdeka. Sementara
itu, pengalaman masyarakat Indonesia sebagai bangsa yang terjajah demikian lama
dan mendalam.
Menurut Usman Efendi, angkatan 45 adalah
aliran modern dalam kesusastraan yang karena dorongan hendak sebebas-bebasnya,
memberikan keleluasaan yang tidak terbatas kepada pengarang untuk mencipta
dengan sesuka hatinya lepas dari segala yang mengikat.
Pengarang dengan karyanya yang lahir pada
masa angkatan 45 ini adalah :
a. Chairil Anwar salah satu karyanya yaitu sajak Kerikil Tajam, Deru Campur Debu, Kerawang
Bekasi.
b. Idrus salah satu karyanya yaitu Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma, Surabaya, Aki.
c. Asrul Sani, salah satu karyanya yaitu Panen, Museum, Elang Laut.
d. Sitor Situmorang, salah satu karyanya yaitu Bunga, Jalan Mutiara, Surat Kertas Hijau.
e. Muhammad Ali salah satu karyanya 5 Tragedi, Si Gila.
f. Toto Sudarto Bachtiar, karyanya yaitu Malam Laut, Pahlawan Tak Dikenal.
g. Usmar Ismail, karyanya yaitu Asoka Mala Dewi, Ayahku Pulang.
C. Periode Tahun
1950
Periode ini bukan
hanya sebagai pengekor dari angkatan 45, tetapi sudah merupakan survival atau
penyelamat setelah mengalami masa-masa kegoncangan. Ciri-ciri sastra pada zaman
angkatan 50 antara lain :
1. Puisi kegiatan sastra telah meluas ke pelosok
Indonesia, tidak hanya terpusat di Jakarta atau Yogyakarta.
2. Kebudayaan daerah lebih banyak diungkapkan demi
mencapai perwujudan sastra nasional Indonesia.
3. Penilaian keindahan dalam sastra tidak lagi didasarkan
pada kekuasaan asing, akan tetapi kepada peleburan antara ilmu dengan
pengetahuan asing dengan berdasarkan kepada perasaan dan ukuran nasional.
Nama angkatan 50 dikemukakan pertama
kali oleh Rendra dan kawan-kawan dari Yogya, pada akhir tahun 1953. Rendra dan
kawan-kawan memberi nama angkatan 50 bagi para sastrawan yang mulai menulis
pada tahun 1950an. Nama angkatan 50 sebagaimana dikemukakan oleh
Rendra,tidaklah popular dan kemudian dilupakan orang.
Dibandingkan karya sastra angkatan 45,
kuatnya unsur tradisi dan kebudayaan daerah pada angkatan 50 sangat besar dan
mencolok. Hal ini misalnya terlihat pada cerpen SM Ardan berjudul “Pawai Di
Bawah Bulan”. Para sastrawan yang karyanya yang muncul pada zaman angkatan 50 :
1. Ajip Rosidi karyanya antara lain Tahun-Tahun Kematian, Pesta, Di Tengah
Keluarga.
2. A.A.Navis karyanya antara lain Robohnya Surau Kami, Kemarau.
3. Trisnoyuwono karyanya antara lain Laki-laki dan Mesiu, Kisah-Kisah Revolusi.
4. Subagjo Sastrowardojo karyanya antara lain Kejantanan di Sumbing, Kisah, Simponi.
5. W.S. Rendra karyanya antara lain Sekda, Dunia Azwar, Bipbop.
D. Angkatan 66
Angkatan 66 pertama kali diperkenalkan
oleh HB Jassin dalam majalah Horison yang bertajuk Angkatan 66 Bangkitnya Satu
Generasi. Yang termasuk angkatan 66 menurut HB Jassin mereka yang tatkala tahun
1945 masih berumur kira-kira 6 tahun dan baru masuk sekolah rakyat, jadi mereka
yang tahun 66 kira-kira berumur 25 tahun.
Yang termasuk angkatan 66 diantaranya
Ajip Rosidi, Rendra, Yusch Ananda, Bastari Asnin, Hartoyo Andangdjaja, Mansur
Samin, Saribi Afin, Goenawan Mohamad, Taufik Ismail, Navis, Soewardi Idris,
Djamil Suherman, Bokor Hutasuhut.
Ciri-ciri karya sastra 60-an dapat
dikelompokkan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama tahun 1960 sebelum 1966,
dan kelompok kedua tahun 1966-1970. Pada masa tahun 1960 sebelum 1966 merupakan
masa kejayaan para pengarang Lekra yang bernaung di bawah panji PKI. Masa 66-70
didominasi oleh karya-karya yang beraliran realisme sosial kanan. Pada masa ini
karya sastra lebih banyak dikenal adalah karya sastra yang berbentuk puisi,
terutama puisi demonstrasi atau protes sosial.
Latar belakang yang melahirkan angkatan
66 menurut buku Bahasa Indonesia KPG paket A Jilid 3 adalah :
1. Perkembangan politik yang menghasilkan penyelewengan oleh pihak pimpinan rakyat
2. Merajalelanya korupsi para pejabat yang
menyalahgunakan kekuasaan
3. Dilakukannya kekejaman dan penangkapan terhadap
orang yang berani mengkritik terhadap pihak penguasa
Zaman ini melahirkan bentuk sajak bebas
dan cerpen yang bercirikan :
1. Bahasanya mempergunakan yang panjang-panjang tetapi
jelas artinya.
2. Isinya bertemakan protes terhadap pemimpin yang
telah lupa daratan
3. Temanya mengingatkan pemimpin rakyat akan
penderitaan yang mencekik rakyat kecil
4. Melahirkan seni baru berbentuk pembacaan sajak
dengan suara dan pelaguan yang tepat.
Beberapa
pengarang angkatan 66 dan karyanya diantaranya :
1.
Ajip Rosidi karyanya Tahun-tahun
Kematian, Di Tengah Keluarga, Sebuah Rumah buat Hari Tua dan Perjalanan Pengantin.
2.
Muhammad Ali karyanya 58 Tragedi,
Hitam Atas Putih.
3.
Toto Sudarto Bachtiar karyanya Suara,
Etsa.
4.
Alexander Leo karyanya Orang yang
kembali.
5.
NH. Dini karyanya Dua Dunia, Hati
yang Damai.
6.
Toha Muchtar karyanya Daerah Tak
Bertuan, Pulang.
No comments:
Post a Comment