Thursday, July 27, 2017

Perumusan Strategi


Perumusan strategi dapat dilakukan melalui 3 langkah, yaitu formulasi strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi [6]. Tahapan formulasi strategi dimulai dengan tahap input stage, yaitu tahap untuk memulai kuantifikasi proses perumusan strategi. Tahap ini juga menentukan faktor internal dan eksternal yang dianggap penting dalam menciptakan dan mengevaluasi strategi alternatif yang akan dirumuskan. Tools yang dapat digunakan dalam tahap input ini dalah Matriks EFE (Evaluasi Faktor Eksternal), Matriks EFI (Evaluasi Faktor Internal) dan Competitive Profile Matrix (CPM).
Lalu tahap selanjutnya adalah matching stage yaitu menyesuaikan faktor kekuatan dan kelemahan dengan peluang dan ancaman atau risiko yang dapat dihadapi. Penyesuaian faktor-faktor yang telah diidentifikasi tersebut secara efektif dapat mempermudah pihak perusahaan untuk merumuskan strategi alternatif. Tools yang dapatdigunakan pada tahap ini adalah Matriks SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats), Matriks SPACE (Strategic Position and Action Evaluation), Matriks BCG (Boston Consulting Group), Matriks IE (Internal External), dan Matriks Grand Strategy.

Setelah melakukan penyesuaian, tahap terakhir adalah tahap pengambilan keputusan. Dalam tahap pengambilan keputusan ini, dibutuhkan intuisi dan analisis yang mendalam untuk mendapatkan strategi alternatif yang dibutuhkan. Strategi-strategi alternatif yang sudah didapatkan sebelumnya akan diberikan kepada manajer atau karyawan yang berpartisipasi dalam melakukan analisis strategi dan aktivitas yang dipilih. Tools yang dapat digunakan pada tahap ini adalah Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (QSPM). 

Tuesday, July 18, 2017

Prinsip Pembelajaran di Taman Kanak-Kanak (TK)


Adapun prinsip-prinsip pembelajaran di Taman Kanak-Kanak sebagai berikut:
v  Pembelajaran berorientasi pada prinsip perkembangan anak.
Pembelajaran berorientasi pada prinsip perkembangan anak yaitu:
1.      Anak belajar dengan baik apabila kebutuhan fisiknya terpenuhi serta merasakan aman dan tentram secara psikologis.
2.      Siklus belajar anak selalu berulang.
3.      Anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan anak–anak lainnya.
4.      Minat dan keingintahuan anak akan memotivasi belajarnya.
5.      Perkembangan dan belajar anak memperhatikan perbedaan individu.
v  Berorientasi pada kebutuhan anak.
Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis (intelektual, bahasa, motorik dan sosio emosional). Dengan demikian berbagai jenis kegiatan pemebelajaran hendaknya dilakukan melalui analisis kebutuhan yang disesuaikan dengan berbagai aspek-aspek perkembangan dan kemampuan pada masing-masing anak.

v  Bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain.
Melalui bermain anak diajak bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan anak, sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi anak. Bermain bagi anak merupakan proses kreatif untuk bereksplorasi dapat mempelajari keterampilan yang baru dan dapat menggunakan simbol untuk menggambarkan dunianya. Ketika bermain mereka membangun pengertian yang berkaitan dengan pengalamannya. Pendidik mempunyai peran yang sangat penting dalam pengembangan bermain anak.
v  Menggunakan pendekatan tematik.
Kegiatan pembelajaran hendaknya dirancang dengan menggunkan pendekatan tematik dan beranjak dari tema yang menarik minat anak. Tema sebagai alat atau sarana atau wadah untuk mengenalkan berbagai konsep pada anak. Jika pembelajaran dilakukan dengan memanfaatkan tema, maka pemilihan tema dalam kegiatan pembelajaran hendaknya dikembangkan dari hal-hal yang paling dekat dengan anak, ederhana serta menarik minata anak. Penggunaan tema dimaksudkan agara anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas.
v  Kreatif dan inovatif.
Proses pembelajaran yang kreatif dan inovatif dapat dilakukan oleh pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berfikir kritis dan menemukan hal-hal baru. Selain itu dala pengelolaan pembelajaran hendaknya dilakukan secara dinamis. Artinya anak tidak hanya ebagai objek tetapi juga sebagai subjek dalam proses pembelajaran.

v  Lingkungan kondusif.
Lingkungan pembelajaran harus diciptakan sedemikian menarik dan menyenangkan sehingga anak selalu nyaman dalam lingkungan sekolah baik di dalam maupun di luar ruangan. Lingkungan fisik hendaknya mempehatikan keamanan dan kenyamanan anak dalam bermain. Penataan ruang harus disesuaikan dengan ruang gerak anak dalam bermain sehingga dalam interaksi baik pendidika maupun dengan temannya dapat dilakukan secara demokratis. Selain itu, dalam pembelajaran hendaknya memberdayakan lingkungan sebagai sumber belajar dengan memberi kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan kemampuan interpersonalnya sehingga anak merasa senang walaupun antar mereka berbeda (perbedaan individu). Lingkungan hendaknya tidak memaksaan  anak dari nilai-nilai budayanya yaitu dengan tidak membedakan  nilai-nilai yang dipelajari di rumah dan di sekolah ataupun di lingkungan sekitar. Penduduk harus peka terhadap karakteristik budaya masing-masing anak.
v  Mengembangkan kecakapan hidup.

Proses pembelajaran harus diarahkan untuk mengembangkan kecakapan hidup. Pengembangan konsep kecakapan hidup didasarkan ata pembiasaan-pembiasaan yang memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan untuk menolong dirinya sendiri, disiplin dan sosialisasi serta memperoleh keterampilan dasar yang berguna untuk kelangsungan hidupnya

Implementasi atau Hubungan antara Bermain Kartu Bilangan dengan Kemampuan Keterampilan Kognitif (Matematika) Siswa


      Langkah-Langkah Dalam Mengimplementasikan Bermain Kartu Bilangan dengan Kemampuan Keterampilan Kognitif  (Matematika) Siswa adalah sebagai berikut :
1. Melakukan identifikasi (need assessment) kebutuhan pengembangan Kemampuan Keterampilan Kognitif  (Matematika) Siswa dengan cara :
a. Survey lapangan, untuk melihat dan memahami potensi dan minat anak berdasarkan usia, karakteristik kehidupan dalam keluarga (orang tua) dan potensi lingkungan sekitar.
b. Studi referensi, mengakaji dan memahami perkembangan anak usia dini dan kurikulum Taman Kanak-Kanak, dan menginventarisir bahan-bahan kartu bilangan yang sudah ada dan telah apakah sudah sesaui dengan kurikulum.
2. Analisis data dan inventarisir prioritas kebutuhan permainan
kartu bilangan yang akan dijadikan alat pembelajaran yang sesuai denga kriteria anak usia dini.
3. Menetukan jenis kartu bilangan yang akan dibuat atau dikembangkan
serta mendiskusikan hasil identifiksi untuk menentukan jenis kartu bilangan yang akan dibuat, dikembangkan dengan cara mengadaptasi, memodifikasi, membuat baru yang mengacu pada karakteristik perkembangan kognitifnya dan kebutuhan bermain
anak.
4. Membuat rancangan bermain kartu bilangan untuk memudahkan dalam membuat dan mengembangkan kemampuan kognitif siswa.
5. Membuat kartu bilangan dengan formulasi permainan dan sesuai dengan standar alat permainan edukatif yang mengacu pada rancangan yang sudah ditentukan.
6. Uji coba kartu bilangan, kegiatan ini menguji cobakan kartu bilangan  yang sudah dibuat dilakukan secara terbatas, langsung diterapkan pada sasaran pengguna untuk melihat, kesesuaian, kemudahan, dan kemenarikan permainan dan alat permainan edukatif berdasarkan pada kurikulum dan karakteristik anaka termasuk perkembangan kognitifnya.
7. Revisi melakukan pertemuan sesama tim pendidik untuk menelaah analisis hasil uji coba di lapangan dan melakukan diskusi tentang hal-hal yang perlu diperbaiki kartu bilangan  yang sudah dibuat.
8. Master kartu bilangan penyempurnaan kartu bilangan menjadi Master kartu bilangan berdasarkan hasil masukan dan uji coba.
         Contoh Implementasi Bermain Kartu Bilangan dengan Kemampuan Keterampilan Kognitif  (Matematika) Siswa beberapa uraian di atas tentang kemampuan kognitif dan juga tentang bermain kertu bilangan sebagai alat permainan edukatif dapat memberi pandangan kepada guru atau orang tua agar dalam menerapkan pembelajaran sambil bermain, benar-benar harus memperhatikan kondisi perkembangan kognitif anak. Dengan kata lain, Contoh implementasi teori Bermain Kartu Bilangan dengan Kemampuan Keterampilan Kognitif  (Matematika) Siswa adalah sebagai berikut :


      1. Umur 3-4 tahun.
       Pada umur tiga tahun, anak lebih terfokus pada dirinya sendiri. Mereka berusaha menyenangkan orang-orang dewasa disekitarnya dan menunjukkan kemandirian yang lebih besar. Perbendaharaan kalimat katanya meningkat dan mulai tertarik untuk membuat kalimat-kalimat sendiri. Mereka mengerti penjelasan sederhana dan memberi alasan dengan tepat. Permainan menebak dan memasangkan yang sederhana sangat disukainya karena mereka mulai menyukai tantangan. Mereka mengerti konsep angka yang sederhana, misalnya, dua dan tiga. Permainan seperti mencari gambar yang sama, bermain kuda-kudaan dan bermain mur dan baut.
      2. Umur 4-5 tahun
       Anak pada umur empat tahun dapat melakukan lebih banyak hal lagi. Ia lebih berkembang secara sosial, mental, dan fisik. Interaksi dengan teman sebayanya akan mendukung perkembangannya. Mereka senang mengamati perbedaan dan persamaan di gambar, warna, bentuk, ukuran, huruf dan angka. Perkembangan koordinasi keterampilan tangannya juga meningkat pesat, dan mereka berkembang menunjukkan minat pada berbagai aktivitas yang secara alamiah dapat menggerakkan koordinasi dan kontrol otot-otot halus. Koordinasi otot-otot besar juga berkembang dengan baik, meski beberapa anak masih kesulitan dengan bermain melempar bola, menendang, melompat keseimbagan tubuh. Permainan yang sesuai pada tahap ini seperti bermain dengan betuk, bermain kotak rupa-rupa, bermain huruf, bermain memberi nama, dan bermain puzzle, melompati jarak.
       3. Umur 5-6 tahun
            Anak usia 4-6 tahun dapat diajar berpikir kritis dalam berbagai area, yaitu: seni bahasa, matematika, ilmu pengetahuan, dan ilmu sosial. Anak dapat mulai diajarkan keterampilan observasi dasar, seperti mengamati kelompok untuk mencari tahu apa yang membuat kelompok terbentuk. Lewat pengamatan, anak juga dapat diajak memahami apa itu bunyi, udara, air, cahaya, suhu, tanah, serta berbagai kayu dan logam. Dalam melakukan observasi anak dapat diperlengkapi dengan alat bantu seperti kaca pembesar, alat pengukur suhu dan sebagainya. Mereka dapat diberi tugas yang derajat kesulitannya bervariasi: dari mulai mencocokkan nama yang terdapat dalam daftar dengan stimulus tertentu (teman, bunyi, cahaya, dan lain-lain) yang ditampilkan oleh fasilitator, sampai ke menjelaskan karakteristik dari hal yang diamatinya, bahkan menjelaskan hubungan hal-hal itu dengan manusia. Anak juga dapat belajar berpikir kritis dari pengandaian-pengandaian. Anak diminta mengandaikan kejadian yang mungkin terjadi meskipun belum pernah terjadi dalam keseharian mereka. Misalnya mereka diminta untuk membayangkan apa yang terjadi jika tidak ada air, atau bayangkan jika tak ada cahaya. Anak juga dapat diajak untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru. Contohnya, minta anak untuk mencari cara lain untuk menulis selain menggunakan ballpoint atau pensil. Atau anak diminta mencari kegunaan lain dari suatu benda. Anak dapat diajarkan untuk menemukan kesalahan-kesalahan dari keseharian dengan menggunakan gambar. Contohnya kepada anak ditunjukkan benda tertentu yang kurang lengkap, lalu minta mereka menemukan lima kesalahan dari gambar itu. Atau kepada anak ditunjukkan gambar orang membuang sampah dan ditanya apa yang salah dengan orang dalam gambar itu, mengapa salah dan bagaimana seharusnya.

Ciri Utama Bermain


Pentingnya arti bermain bagi anak mendorong seorang tokoh psikologi dan filsafat terkenal Johan Huizinga untuk ikut merumuskan teori bermain. Ia mengemukakan bahwa bermain adalah hal dasar yang membedakan manusia dengan hewan. Melalui kegiatan bermain tersebut terpancar kebudayaan suatu bangsa. Namun beberapa orang tidak dapat membedakan kegiatan bermain dengan kegiatan tidak bermain. Pendidikan prasekolah yang menerapkan prinsip pendidikan anak dengan belajar yang bermain, mengalami kerancuan dalam makna. Untuk itu perlu diklasifikasikan antara kegiatan bermain dengan kegiatan yang bukan bermain. Menurut Rubin, Fein, & Vandenverg dalam Hughes ada 5 ciri utama bermain yang dapat mengidentifikasikan kegiatan bermain dan yang bukan bermain :
1.      Bermain didorong oleh motivasi dari dalam diri anak. Anak akan melakukannya apabila hal itu memang betul-betul memuaskan dirinya. Bukan untuk mendapatkan hadiah atau karena diperintahkan oleh orang lain.
2.      Bermain dipilih secara bebas oleh anak. Jika seorang anak dipaksa untuk bermain, sekalipun mungkin dilakukan dengan cara yang halus, maka aktivitas itu bukan lagi merupakan kegiatan bermain. Kegiatan bermain yang ditugaskan oleh guru TK kepada murid-muridnya, cenderung akan dilakukan oleh anak sebagai suatu pekerjaan, bukan sebagai bermain. Kegiatan tersebut dapat disebut bermain jika anak diberi kebebasan sendiri untuk memilih aktivitasnya.

  1. Bermain adalah suatu kegiatan yang menyenangkan. Anak merasa gembira dan bahagia dalam melakukan aktivitas bermain tersebut, tidak menjadi tegang atau stress. Biasanya ditandai dengan tertawa dan komunikasi yang hidup.
  2. Bermain tidak selalu harus menggambarkan hal yang sebenarnya. Khususnya pada anak usia prasekolah sering dikaitkan dengan fantasi atau imajinasi mereka. Anak mampu membangun suatu dunia yang terbuka bagi berbagai kemungkinan yang ada, sesuai dengan mimpi-mimpi indah serta kreativitas mereka yang kaya.
  3. Bermain senantiasa melibatkan peran aktif anak, baik secara fisik, psikologis, maupun keduanya sekaligus. 

Bermain harus sesuai dengan tahapan usia anak


          Pendidik seharusnya memiliki pemahaman dan pengetahuan tentang bermain agar dapat mendukung dan menetapkan kegiatan bermain yang cocok untuk anak. Anak dengan tingkat usia yang berbeda memiliki minat bermain yang berbeda. Tahapan tersebut dapat diprediksi karena telah dilakukan penelitian yang panjang pada setiap tahapan usia anak. Tahapan tersebut secara umum dijabarkan sebagai berikut ;
1. Bayi – Toddler
               Bermain lebih fokus pada keterampilan motorik, pemaksimalan panca indera, kegiatan eksplorasi objek, banyak melakukan gerakan sederhana, gerakan dilakukan tidak bertujuan dan dilakukan berulang-ulang, tidak ada atau belum ada komunikasi, melakukan aktivitas yang sama namun tidak berhubungan dengan anak lain, konsentrasi bermain hanya dengan mainannya sendiri, dan belum mengenal konsep peraturan.
2.  Anak-anak awal – akhir
Pada usia ini anak sudah mulai menunjukkan minat untuk bermain dengan anak lain, sering saling bertukar mainan, sama-sama belajar dengan anak lain untuk membuat peraturan dan bermain dengan peraturan, belajar untuk bekerja sama dalam satu aktivitas, sudah mampu membangun dan menciptakan sesuatu dengan benda, tujuan bermain adalah untuk memperoleh kepuasan pribadi, jika melakukan kegiatan bermain sambil bertanding, anak belum ada keinginan untuk menang, dan anak belajar untuk berhitung, membaca, menulis (kemampuan dasar akademik).
3.  Sekolah dasar
Pada tahap bermain ini, anak sangat tertarik untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan menciptakan mainannya sendiri (berkreasi), mulai menyukai kegiatan bermain yang menggunakan angka dan kode-kode rahasia, mulai menunjukkan siapa dirinya, keahliannya, talenta dan kemampuannya, sudah mulai memahami makna kata, huruf dan angka, sudah mampu membangun konsep kerjasama dan sudah mengenal rasa bersaing.
4.     Memasuki remaja awal
Tahapan bermain memasuki remaja awal yaitu banyak bermain dengan permainan teratur dan terstruktur, bermain dengan peraturan (sport), memiliki motivaasi bermain untuk memperoleh kemenangan (menang berarti mampu mengikuti peraturan), kegiatan terfokus/minat pada kelompok, dan anak belajar untuk memahami lingkungan sosial

Pentingnya Bermain Untuk Anak Usia Dini


               Bermain merupakan kegiatan yang tidak pernah lepas dari anak. Keadaan ini menarik minat peneliti sejak abad ke 17 untuk melakukan penelitian tentang anak dan bermain. Peneliti ingin menunjukkan sejauhmana bermain berpengaruh terhadap anak, apakah hanya sekedar untuk mendapatkan pengakuan dan penerimaan sosial atau sekedar untuk mengisi waktu luang.
               Pendapat pertama tentang bermain oleh Plato mencatat bahwa anak akan lebih mudah memahami aritmatika ketika diajarkan melalui bermain. Pada waktu itu Plato mengajarkan pengurangan dan penambahan dengan membagikan buah apel pada masing-masing anak. Kegiatan menghitung lebih dapat dipahami oleh anak ketika dilakukan sambil bermain dengan buah apel. Eksperimen dan penelitian ini menunjukkan bahwa anak lebih mampu menerapkan aritmatika dengan bermain dibandingkan dengan tanpa bermain.
               Pendapat selanjutnya oleh Aristoteles, ia mengatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara kegiatan bermain anak dengan kegiatan yang akan dilakukan anak dimasa yang akan datang. Menurut Aristoteles, anak perlu dimotivasi untuk bermain dengan permainan yang akan ditekuni di masa yang akan datang. Sebagai contoh anak yang bermain balok-balokan, dimasa dewasanya akan menjadi arsitek. Anak yang suka menggambar maka akan menjadi pelukis, dan lain sebagainya.
               Pada abad ke 18 dan awal abad ke 19, Rousseau dan Pestalozzi mulai menyadari bahwa pendidikan akan lebih efektif jika disesuaikan dengan minat anak. Pernyataan ini mendukung Teori Frobel yang mengatakan bahwa bermain sangat penting dalam belajar. Belajar berkaitan dengan proses konsentrasi. Orang yang mampu belajar adalah orang yang mampu memusatkan perhatian. Bermain adalah salah satu cara untuk melatih anak konsentrasi karena anak mencapai kemampuan maksimal ketika terfokus pada kegiatan bermain dan bereksplorasi dengan mainan.
                 Bermain juga dapat membentuk belajar yang efektif karena dapat memberikan rasa senang sehingga dapat menimbulkan motivasi instrinsik anak untuk belajar. Motivasi instrinsik tersebut terlihat dari emosi positif anak yang ditunjukkan melalui rasa ingin tahu yang besar terhadap kegiatan pembelajaran.
                 Akhir abad 19, Herbart Spencer, mengemukakan bahwa anak bermain karena anak memiliki energi yang berlebihan. Teori ini sering dikenal dengan teori Surplus Energi yang mengatakan bahwa anak bermain (melompat, memanjat, berlari dan lain sebagainya) merupakan manifestasi dari energi yang ada dari dalam diri anak. Bermain menurut Spencer bertujuan untuk mengisi kembali energi seseorang anak yang telah melemah.
                 Dilanjutkan oleh G Stanley Hall, ia menjabarkan teori bermain sebagai bentuk evolusi dari kegiatan nenek moyangnya dimasa yang lampau. Menurut Hall, kegiatan bermain pada anak menunjukkan pengalaman nenek moyang ras tertentu (pengulangan perkembangan ras). Sebagai contoh, anak yang suka bermain dengan air maka diduga bahwa nenek moyang anak tersebut adalah ikan, anak yang suka melakukan kegiatan memanjat maka diduga bahwa nenek moyang anak tersebut adalah monyet. Teori bermain Hall, sangat dipengaruhi Teori Evolusi Darwin yang pada saat itu memberikan pembaharuan baru dalam ilmu pengetahuan.
                 Seorang tokoh Filsafat, Karl Gross mengatakan bahwa anak bermain untuk mempertahankan kehidupannya. Menurut Gross, awalnya kegiatan bermain tidak memiliki tujuan namun kemudian memiliki tujuan dan sangat berguna untuk memperoleh dan melatih keterampilan tertentu dan sangat penting fungsinya bagi mereka pada saat dewasa kelak, contoh, bayi yang menggerak-gerakkan tangan, jari, kaki dan berceloteh merupakan kegiatan bermain yang bertujuan untuk mengembangkan fungsi motorik dan bahasa agar dapat digunakan dimasa datang.
                 Sigmund Freud berdasarkan Teori Psychoanalytic mengatakan bahwa bermain berfungsi untuk mengekspresikan dorongan implusif sebagai cara untuk mengurangi kecemasan yang berlebihan pada anak. Bentuk kegiatan bermain yang ditunjukan berupa bermain fantasi dan imajinasi dalam sosiodrama atau pada saat bermain sendiri. Menurut Freud, melalui bermain dan berfantasi anak dapat mengemukakan harapan-harapan dan konflik serta pengalaman yang tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata, contoh, anak main perang-perangan untuk mengekspresikan dirinya, anak yang meninju boneka dan pura-pura bertarung untuk menunjukkan kekesalannya.
                 Teori Cognitive-Developmental dari Jean Piaget, juga mengungkapkan bahwa bermain mampu mengaktifkan otak anak, mengintegrasikan fungsi belahan otak kanan dan kiri secara seimbang dan membentuk struktur syaraf, serta mengembangkan pilar-pilar syaraf pemahaman yang berguna untuk masa datang. Berkaitan dengan itu pula otak yang aktif adalah kondisi yang sangat baik untuk menerima pelajaran.
                 Berdasarkan kajian tersebut maka bermain sangat penting bagi anak usia dini karena melalui bermain mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak. Aspek tersebut ialah aspek fisik, sosial emosional dan kognitif. Bermain mengembangkan aspek fisik/motorik yaitu melalui permainan motorik kasar dan halus, kemampuan mengontrol anggota tubuh, belajar keseimbangan, kelincahan, koordinasi mata dan tangan, dan lain sebagainya. Adapun dampak jika anak tumbuh dan berkembang dengan fisik dan motorik yang baik maka anak akan lebih percaya diri, memiliki rasa nyaman, dan memiliki konsep diri yang positif . Pengembangan aspek fisik motorik menjadi salah satu pembentuk aspek sosial emosional anak.
                 Bermain mengembangkan aspek sosial emosional anak yaitu melalui bermain anak mempunyai rasa memiliki, merasa menjadi bagian/diterima dalam kelompok, belajar untuk hidup dan bekerja sama dalam kelompok dengan segala perbedaan yang ada. Dengan bermain dalam kelompok anak juga akan belajar untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan anak yang lain, belajar untuk menguasai diri dan egonya, belajar menahan diri, mampu mengatur emosi, dan belajar untuk berbagi dengan sesama. Dari sisi emosi, keinginan yang tak terucapkan juga semakin terbentuk ketika anak bermain imajinasi dan sosiodrama.

                 Aspek kognitif berkembang pada saat anak bermain yaitu anak mampu meningkatkan perhatian dan konsentrasinya, mampu memunculkan kreativitas, mampu berfikir divergen, melatih ingatan, mengembangkan prespektif, dan mengembangkan kemampuan berbahasa. Konsep abstrak yang membutuhkan kemampuan kognitif juga terbentuk melalui bermain, dan menyerap dalam hidup anak sehingga anak mampu memahami dunia disekitarnya dengan baik.

Teori Bermain


               Bermain dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Aktivitas bermain dilakukan anak dan aktivitas anak selalu menunjukkan kegiatan bermain. Bermain dan anak sangat erat kaitannya. Oleh karena itu, salah satu prinsip pembelajaran di pendidikan anak usia dini adalah bermain dan belajar. Adapun beberapa macam teori bermain menurut para ilmuwan adalah sebagai berikut : Teori-teori bermain banyak dikemukakan oleh para ilmuwan, seperti :
1). Teori rekreasi
   Teori ini berasal dari Schaller dan Lazarus ilmuwan dari Jerman yang berpendapat bahwa permainan merupakan kesikuan untuk menenangkan pikiran         atau     beristirahat.
2). Teori penglepasan
   Teori ini berasal dari Herbert Spencer ahli piker dari Inggris, mengatakan bahwa dalam diri anak terdapat kelebihan tenaga. Sewajarnya ia harus mempergunakan tenaga itu melalui kegiatan bermain.
         3). Teori atavistis
   Teori ini berasal dari Stanley Hall ahli psikologi dari Amerika, berpendapat bahwa di dalam perkembangan anak adalah melalui seluruh taraf kehidupan umat manusia sebelumnya. Atavistis artinya kembali kepada sifat-sifat nenek moyang di masa lalu.

         4). Teori biologis
   Teori ini berasal dari Karl Gross dari Jerman yang mengatakan bahwa permainan merupakan tugas biologis(hidup atau hayat).
         5). Teori Psikologi dalam

   Teori ini berasal dari Sigmund freud dan Adler. Menurut Freud, permainan merupakan pernyataan nafsu-nafsu yang terdapat di daerah bawah sadar, sumbernya berasal dari dorongan nafsu seksual. Menurut Fauzan, M. (2002 : 39-40) Permainan merupakan bentuk pemuasan dari nafsu seksual yang terdapat dikompleks terdesak. 

Saturday, July 8, 2017

Pendidikan Kewirausahaan Terintegrasi Dalam Seluruh Mata Pelajaran


     Yang dimaksud dengan pendidikan kewirausahaan terintegrasi di dalam proses
pembelajaran adalah penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan ke dalam
pembelajaran sehingga hasilnya diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai,
terbentuknya karakter wirausaha dan pembiasaan nilai-nilai kewirausahaan ke
dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang
berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada
dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai
kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk
menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilainilai
kewirausahaan dan menjadikannya perilaku. Langkah ini dilakukan dengan
cara mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran di seluruh
mata pelajaran yang ada di sekolah. Langkah pengintegrasian ini bisa dilakukan
pada saat menyampaikan materi, melalui metode pembelajaran maupun melalui
sistem penilaian.
     Dalam pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan ada banyak nilai yang dapat
ditanamkan pada peserta didik. Apabila semua nilai-nilai kewirausahaan tersebut
harus ditanamkan dengan intensitas yang sama pada semua mata pelajaran, maka
penanaman nilai tersebut menjadi sangat berat. Oleh karena itu penanaman nilainilai
kewirausahaan dilakukan secara bertahap dengan cara memilih sejumlah nilai
pokok sebagai pangkal tolak bagi penanaman nilai-nilai lainnya. Selanjutnya nilainilai
pokok tersebut diintegrasikan pada semua mata pelajaran. Dengan demikian
setiap mata pelajaran memfokuskan pada penanaman nilai-nilai pokok tertentu
yang paling dekat dengan karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan. Nilainilai
pokok kewirausahaan yang diintegrasikan ke semua mata pelajaran pada
langkah awal ada 6 nilai pokok yaitu: mandiri,kreatif pengambil resiko,
kepemimpinan, orientasi pada tindakan dan kerja keras.
    Integrasi pendidikan kewirausahaan secara terintegrasi di dalam mata pelajaran
dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan ini silabus dan
RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya memfasilitasi untuk
mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan. Cara menyusun silabus yang
terintegrsi nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan mengadaptasi silabus yang
telah ada dengan menambahkan satu kolom dalam silabus untuk mewadahi nilainilai
kewirausahaan yang akan diintegrasikan. Edangkan cara menyususn RPP yang
terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan cara mengadaptasi
RPP yang sudah ada dengan menambahkan pana materi, langkah-langkah
pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan. Prinsip
pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan
mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai
kewirausahaan sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang
diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan
pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri.
     Dengan prinsip ini peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan
berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan
peserta didik dalam melakukan kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai
kewirausahaan. Pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan dalam silabus dan RPP
dapat dilakukan melalui langkah-langkah berikut:
a. Mengkaji SK dan KD untuk menentukan apakah nilai-nilai kewirausahaan
sudah tercakup didalamnya.
b. Mencantumkan nilai-nilai kewirausahaan yang sudah tercantum di dalam SK
dan KD kedalam silabus.
c. Mengembangkan langkah pembelajaran peserta didik aktif yang
memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan integrasi nilai
dan menunjukkannya dalam perilaku.
d. Memasukan langkah pembelajaran aktif yang terintegrasi nilai-nilai
kewirausahaan ke dalam RPP

Ekonomi Kreatif

       Ekonomi Kreatif merupakan era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi
dan kreativitas dengan mengandalkan pada ide dan stock of knowledge dari SDM
sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Struktur perekonomian
dunia mengalami transformasi dengan cepat seiring dengan pertumbuhan ekonomi,
dari berbasis SDA ke berbasis SDM, dari era pertanian ke era industri dan
informasi. Alvin Toffler (1980) dalam teorinya melakukan pembagian gelombang
peradaban ekonomi kedalam tiga gelombang.Gelombang pertama adalah
gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi industri, dan yang
ketiga adalah gelombang ekonomi informasi. Kemudian diprediksikan gelombang
keempat inilah merupakan gelombang ekonomi kreatif yang berorientasi pada ide
dan gagasan kreatif.
       Menurut ekonom Paul Romer (1993), ide adalah barang ekonomi yang sangat
penting, lebih penting dari objek yang ditekankan di kebanyakan model-model
ekonomi. Di dunia dengan keterbatasan fisik ini, adanya penemuan ide-ide besar
bersamaan dengan penemuan jutaan ide-ide kecil-lah yang membuat ekonomi tetap
tumbuh. Ide adalah instruksi yang membuat kita mengkombinasikan sumber daya
fisik yang penyusunannya terbatas menjadi lebih bernilai. Romer juga berpendapat
bahwa suatu negara miskin karena masyarakatnya tidak mempunyai akses pada ide
yang digunakan dalam perindustrian nasional untuk menghasilkan nilai ekonomi.
Howkins (2001) dalam bukunya “The Creative Economy” menemukan kehadiran
gelombang ekonomi kreatif setelah menyadari pertama kali pada tahun 1996 ekspor
karya hak cipta Amerika Serikat mempunyai nilai penjualan sebesar US$ 60,18
miliar yang jauh melampaui ekspor sektor lainnya seperti otomotif, pertanian, dan
pesawat. Menurut Howkins ekonomi baru telah muncul seputar industri kreatif
yang dikendalikan oleh hukum kekayaan intelektual seperti paten, hak cipta, merek,
royalti, dan desain. Ekonomi kreatif merupakan pengembangan konsep berdasarkan
aset kreatif yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. (Dos Santos,
2007).
       Konsep Ekonomi Kreatif ini semakin mendapat perhatian utama di banyak negara
karena ternyata dapat memberikan kontribusi nyata terhadap perekonomian. Di
Indonesia, gaung Ekonomi Kreatif dimulai dari permasalahan akan pentingnya
meningkatkan daya saing produk nasional untuk menghadapi pasar global.
Pemerintah melalui Departemen Perdagangan yang bekerja sama dengan
Departemen Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(UKM) serta didukung oleh KADIN kemudian membentuk tim Indonesia Design
Power 2006 – 2010 yang bertujuan untuk menempatkan produk Indonesia menjadi
produk yang berstandar internasional namun tetap memiliki karakter nasional yang
diterima di pasar dunia. Setelah menyadari akan besarnya kontribusi ekonomi
kreatif terhadap negara maka pemerintah selanjutnya melakukan studi yang lebih
intensif dan meluncurkan cetak biru pengembangan ekonomi kreatif.

Pendidikan Kewirausahaan di Lingkungan Sekolah


Pendidikan kewirausahaan, dilihat dari siapa yang bertanggung jawab banyak pendapat mengatakan bahwa pendidikan kewirausahaan menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah, karena itu pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat (Guruvalah
2003 :1).
Pendidikan kita terdiri atas tiga bagian. Pertama, pendidikan informal (keluarga), formal (sekolah) dan nonformal (masyarakat). Dilihat dari sasaran yang ingin dicapai, sasaran pendidikan kita adalah pembentukan aspek kognitif (intelektual), afektif (sikap mental atau moral) dan psikomotorik (skill/keterampilan). Pada umumnya sekolah sebagai lembaga pendidikan dan merupakan pusat kegiatan belajar mengajar dijadikan tumpuan dan harapan orang tua, keluarga, masyarakat, bahkan pemerintah. Karena itu, sekolah senantiasa memberikan pelayanan pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang bersifat ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), pembentukan sikap dan keterampilan bagi peserta didik termasuk sikap mental wirausaha. Dalam praktik di sekolah, untuk menanamkan nilai-nilai kewirausahaan pada peserta didik ada beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:
1) Pembenahan dalam Kurikulum
Pembenahan kurikulum dalam rangka menginternalisasikan nilai-nilai kewirausahaan yang mampu membentuk karakter wirausaha pada peserta didik dapat dilakukan dengan cara melengkapi materi kurikulum yang telah ada dengan bidang studi kewirausahaan khususnya di SMK, dan mengintegrasikan nilai-nilai wirausaha kedalam silabus dan RPP. (Lihat contoh Silabus dan RPP dalam lampiran 1 dan 2).
2) Peningkatkan Peran Sekolah dalam Mempersiapkan Wirausaha.
Hakikat persiapan manusia wirausaha adalah dalam segi penempaan karakter wirausaha. Dengan perkataan lain, persiapan manusia wirausaha terletak pada penempaan semua daya kekuatan pribadi manusia itu untuk menjadikannya dinamis dan kreatif, di samping mampu berusaha untuk hidup maju dan berprestasi. Manusia yang semacam itu yang menunjukkan ciri-ciri wirausaha. Seperti telah  dikemukakan pada paparan di atas bahwa salah satu ciri manusia wirausaha adalah memiliki ciri-ciri kepribadian yang kuat. Untuk dapat menginternalisasikan nilai-nilai kewirausahaan pada diri peserta didik diperlukan peran sekolah secara aktif. Misal, guru akan menerapkan integrasi nilai kreatif, inovatif, dan berani
menanggung resiko dalam pembelajaran KD produksi, konsumsi, dan distribusi.
3) Pembenahan dalam Pengorganisasian Proses Pembelajaran
Pembelajaran di Indonesia telah mengalami berbagai macam pembaharuan, termasuk juga dalam pengorganisasian pengalaman belajar peserta didik. Agar peserta didik mengalami perkembangan pribadi yang integratif, dinamis dan kreatif, ada pembenahan lebih lanjut dalam hal pengorganisasian pengalaman belajar peserta didik. Hal ini tidak berarti bahwa pengorganisasian yang sudah berlaku di sekolah itu harus ditinggalkan. Pengorganisasian yang sudah ada biar berlangsung terus, yang penting perlu dicari cara pengorganisasian lain untuk menunjang proses pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk aktif belajar  dari pengalaman hidup sehari-hari di dalam masyarakat. Selain itu alternatif lain
untuk mengembangkan organisasi pengalaman belajar peserta didik adalah pelaksanaan pembelajaran yang berbasis unit produksi. Sebagai contoh pada pembelajaran materi produksi, anak dilatih keterampilan untuk memproduksi. 
Selanjutnya, hasil produksi dititipan dalam unit produksi di sekolah untuk digunakan sebagai latihan menjual pada saat penyampaian materi distribusi. Bentuk ini bukanya mengganti pengorganisasian yang sudah ada melainkan sebagai variasi pengalaman belajar peserta didik.
4) Pembenahan Proses Kelompok
Hubungan pribadi antar peserta didik di dalam kelas mempunyai pengaruh terhadap belajar mereka. Aktivitas belajar anak dapat dipengaruhi oleh perasaannya tentang diri sendiri dalam hubungannya dengan guru-guru serta temantemannya. Pertumbuhan anak banyak tergantung pada suasana emosional dari kelompok kelasnya. Proses-proses kelompok di kelas bukan hanya mempengaruhi perasaan dan sikap para peserta didik, tetapi juga mempengaruhi hasil belajar mereka. Hal ini guru dituntut untuk berusaha mengadakan modifikasi-modifikasi terhadap proses-proses kelompok peserta didik di dalam kelas agar tumbuh kembang nilai-nilai kewirausahaan pada diri peserta didik. Contoh: pembentukan diskusi kelompok memperlihatkan heterogenitas di dalam kelompok. Setiap kelompok sebaiknya terdiri dari peserta didik yang banyak bicara, peserta didik yang diam, peserta didik yang banyak ide, dan peserta didik yang pasif, sehingga akan terjadi perpaduan dalam pengalaman belajar.
5) Pembenahan pada Diri Guru

Sebelum guru melaksanakan pembelajaran di kelas dengan mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan, terlebih dahulu guru juga dilatih kewirausahaan terutama yang terkait dengan penanaman nilai-nilai dan ketrampilan/skill wirausaha. Akan lebih baik lagi jika guru juga memiliki pengalaman empiris di dalam mengelola bisnis usaha Pendidikan kewirausahaan juga bisa dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler, yang melatih peserta didik mengembangkan usaha yang terkait dengan bakat dan minat peserta didik. Peran guru adalah mengkomunikasikan potensi dan cita-cita secara jelas sehingga dapat menginspirasi setiap peserta didik untuk dapat melihat jiwa kewirausahaan dalam dirinya.

Pentingnya Pendidikan Kewirausahaan di Sekolah

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter wirausaha peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik.
Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar, terutama pembentukan karakter termasuk karakter wirausaha peserta didik sesuai tujuan pendidikan dapat dicapai. Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter termasuk karakter wirausaha dan peningkatan mutu akademik peserta didik.
Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah.
Kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa

tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.  Di samping itu pendidikan kewirausahaan dapat juga diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran yang berwawasan pendidikan kewirausahaan tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.

Hasil Belajar


Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar.
Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh peserta didik dan guru terpadu dalam satu kegiatan. Diantara keduannya itu terjadi interaksi dengan guru. Kemampuan yang dimiliki peserta didik dari proses belajar mengajar saja harus bisa mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas seseorang itu tanpa adanya intervensi orang lain sebagai pengajar.
Oleh karena itu hasil belajar yang dimaksud disini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang peserta didik setelah ia menerima perlakukan dari pengajar (guru),  seperti yang dikemukakan oleh Sudjana.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22).
Menurut Hamalik (2002:155) hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahantingkah laku pada diri peserta didik, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Perubahan dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap tidak sopan menjadi sopan dan sebagainya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:4-5) dampak pembelajaran adalah hasil yang dapat diukur seperti tertuang dalam raport, angka dalam ijazah atau kemampuan meloncat setelah latihan. Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak dari suatu interaksi dalam proses pembelajaran.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh peserta didik setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.

Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar


Hasil belajar yang dicapai peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri peserta didik dan faktor dari luar diri peserta didik (Sudjana, 2004 : 39). Dari pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam diri peserta didik perubahan kemampuan yang dimilikinya seperti yang dikemukakan oleh Clark dalam Sudjana (2004 : 39) menyatakan bahwa hasil belajar peserta didik disekolah 70% dipengaruhi oleh  kemampuan peserta didik dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga faktor dari luar diri peserta didik yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran.
Belajar adalah suatu perubahan perilaku, akibat interaksi dengan lingkungannya. Perubahan perilaku dalam proses belajar terjadi akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi biasanya berlangsung secara sengaja. Dengan demikian belajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya apabila terjadi perubahan dalam diri individu maka belajar tidak dikatakan berhasil.
Hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh kemampuan peserta didik dan kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik).

Dari beberapa pendapat di atas, maka hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu peserta didik berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri peserta didik yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh peserta didik berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif. 

Thursday, July 6, 2017

Makalah Ilmu Politik

BAB I
PENDAHULUAN



Istilah Demokrasi berasal dari kata “demos” yang berarti rakyat dan “kratein” yang berarti memerintah atau “kratos”. Tokoh-tokoh yang mempunyai andil besar dalam memperjuangkan demokrasi, misalnya : John Locke (dari Inggris), Montesquieu (dari Perancis), dan Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln. Menurut John Locke ada dua asas terbentuknya negara. Pertama, pactum unionis yaitu perjanjian antar individu untuk membentuk negara. Kedua, pactum suvjektionis, yaitu perjanjian negara yang dibentuknya. Abraham Lincoln berpendapat bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (democracy is government of the people, by the people, for the people). Ada dua asas pokok tentang demokrasi, yaitu sebagai berikut :
a. Pengakuan partisipasi rakyat di dalam pemerintahan.
b. Pengakuan hakikat dan martabat manusia HAM
Demokrasi dilaksanakan dengan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik.
b. Tingkat persamaan (kesetaraan) tertentu antara warga negara.
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh para warga negara.
d. Penghormatan terhadap supremasi hukum.
Prinsip demokrasi yang didasarkan pada konsep di atas (rule of law), antara lain sebagai berikut :
a. Tidak adanya kekuasaan yang sewenang-wenang;
b. Kedudukan yang sama dalam hukum;
c. Terjaminnya hak asasi manusia oleh undang-undang




BAB II
PEMBAHASAN



A.      Makna Budaya Demokrasi
Pertama kali demokrasi diterapkan di Yunani di kota Athena dengan demokrasi langsung, yaitu pemerintahan dimana seluruh rakyat secara bersama-sama diikutsertakan dalam menetapkan garis-garis besar kebijakan pemerintah negara baik dalam pelaksanaan maupun permasalahannya.
Tokoh-tokoh yang mempunyai andil besar dalam memperjuangkan demokrasi, antara lain sebagai berikut :

a. John Locke (Inggris)
John Locke menganjurkan perlu adanya pembagian kekuasaan dalam pemerintahan negara, yaitu sebagai berikut:
1)      Kekuasaan Legislatif yaitu kekuasaan pembuat undang-undang.
2)      Kekuasaan Eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang.
3)      Kekuasaan Federatif yaitu kekuasaan untuk menetapkan perang dan damai, membuat perjanjian (aliansi) dengan negara lain, atau membuat kebijaksanaan/perjanjian dengan semua orang atau badan luar negeri.

b. Montesquieu (Prancis)
Kekuasaan negara dalam melaksanakan kedaulatan atas nama seluruh rakyat untuk menjamin, kepentingan rakyat harus terwujud dalam pemisahaan kekuasaan lembaga-lembaga negara, antara lain sebagai berikut:
1)      Kekuasaan Legislatif yaitu kekuasaan pembuat undang-undang.
2)      Kekuasaan Eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang.
3)      Kekuasaan Yudikatif yaitu kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang oleh badan peradilan.

c. Abraham Lincoln (Presiden Amerika Serikat)
Menurut Abraham Lincoln “Democracy is government of the people, by people, by people, and for people”. Maksudnya adalah demokrasi yaitu pemerintahan yang dilakukan berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Menurut Lincoln, rakyatlah yang memiliki kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam suatu negara. 

B. Budaya Prinsip Demokrasi
Pada hakikatnya demokrasi adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Kerakyatan adalah kekuasaan tertinggi yang berada di tangan rakyat. Hikmah kebijaksanaan adalah penggunaan akal pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Permusyawaratan adalah tata cara khas kepribadian Indonesia dalam merumuskan dan memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga mencapai mufakat. Isi pokok-pokok demokrasi Pancasila, antara lain sebagai berikut :
  1. Pelaksanaan demokrasi harus berdasarkan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
  2. Demokrasi harus menghargai hak asasi manusia serta menjamin hak-hak minoritas.
  3. Pelaksanaan kehidupan ketatanegaraan harus berdasarkan berdasarkan atas kelembagaan.
  4. Demokrasi harus bersendikan pada hukum seperti dalam UUD 1945. Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) bukan berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat).

Demokrasi Pancasila juga mengajarkan prinsip-prinsip, antara lain sebagai berikut:
a.       Persamaan
  1. Keseimbangan hak dan kewajiban
  2. Kebebasan yang bertanggung jawab
  3. Musyawarah untuk mufakat.
  4. Mewujudkan rasa keadilan sosial.
  5. Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan.
  6. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.
Ada 11 prinsip yang diyakini sebagai kunci untuk memahami perkembangan demokrasi, antara lain sebagai berikut :
a. Pemerintahan berdasarkan konstitusi
b. Pemilu yang demokratis
c. Pemerintahan lokal (desentralisasi kekuasaan)
d. Pembuatan UU
e. Sistem peradilan yang independen
f. Kekuasaan lembaga kepresidenan
g. Media yang bebas
h. Kelompok-kelompok kepentingan
i. Hak masyarakat untuk tahu
j. Melindungi hak-hak minoritas
k. Kontrol sipil atas militer

C. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Sejak Orde Lama, Orde Baru, Dan Orde Reformasi

Demokrasi Pancasila adalah kedaulatan rakyat yang dijiwai oleh dan diintegrasikan dengan keseluruhan sila-sila dalam Pancasila. Ciri khas demokrasi Pancasila adalah musyawarah mufakat. Corak khas demokrasi Pancasila dapat dikenali dari sisi formal dan material. Dari sisi formal, demokrasi Pancasila mengandung makna bahwa setiap pengambilan keputusan sedapat mungkin didasarkan pada prinsip musyawarah untuk mufakat. Dari sisi material, demokrasi Pancasila menampakkan sifat kegotongroyongan.
Prinsip-prinsip demokrasi Pancasila, antara lain sebagai berikut :
a. Persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia
b. Keseimbangan antara hak dan dan kewajiban.
c. Kebebasan yang bertanggung jawab.
d. Mewujudkan rasa keadilan sosial.
e. Pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat.
f. Mengutamakan keputusan dengan musyawarah mufakat.
g. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.

a. Masa Orde Lama
Masa Orde Lama berlangsung mulai tanggal 5 Juli 1959 sampai dengan 1 Maret 1966. Berikut ini pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Lama. Demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi terpimpin.
Ciri umum demokrasi terpimpin, antara lain
a) Adanya rasa gotong royong.
b) Tidak mencari kemenangan atas golongan lain.
c) Selalu mencari sintesa untuk melaksanakan amanat rakyat.
Selama pelaksanaan demokrasi terpimpin kecenderungan semua keputusan hanya ada pada Pemimpin Besar Revolusi Ir. Sukarno. Hal ini mengakibatkan rusaknya tatanan kekuasaan negara, misalnya DPR dapat dibubarkan, Ketua MA, MPRS menjadi Menko, pemimpin partai banyak yang ditangkapi.

b. Masa Orde Baru
Masa Orde Baru berlangsung mulai dari 11 Maret 1966 sampai dengan 21 Mei 1998. Berikut ini pelaksanaan demokrasi masa Orde Baru.
1)        Demokrasi yang berkembang adalah demokrasi Pancasila sesuai dengan Pembukaan UUD   1945 Alinea keempat.
2)        Ciri umum demokrasi Pancasila, antara lain sebagai berikut:
a)      Mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
b)      Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
c)      Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
d)     Selalu diliputi semangat kekeluargaan.
e)      Adanya rasa tanggung jawab dalam menghasilkan musyawarah.
f)        Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
g)       Hasil keputusan harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

c. Masa Reformasi
Berlangsung mulai dari Mei 1998 sampai dengan sekarang. Ciri-ciri umum demokrasi Pancasila masa Reformasi, seperti yang tercantum pada demokrasi Pancasila. Selain itu juga lebih ditekankan pada :
  • Penegakkan kedaulatan rakyat dengan memberdayakan pengawasan sebagai lembaga  negara, lembaga politik, dan kemasyarakatan.
  • Pembagian secara tegas wewenang antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
  • Penghormatan kepada keberadaan asas, ciri aspirasi, dan program parpol yang multipartai.
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia selama kurun waktu 60 tahun terakhir telah banyak mengalami perubahan yang mencakup berbagai hal, yaitu sebagai berikut :
  1. Periode 1945-1949 dengan UUD 1945 seharusnya berlaku demokrasi Pancasila namun dalam penerapan berlaku demokrasi liberal
  2. Periode 1949-1950 dengan konstitusi RIS berlaku demokrasi liberal.
  3. Periode 1950-1959 dengan UUDS 1950 berlaku demokrasi liberal dengan multipartai.
  4. Periode 1959-1965 dengan UUD 1945 seharus berlaku demokrasi Pancasila, namun yang diterapkan demokrasi terpimpin (cenderung otoriter).
  5. Periode 1966-1998 dengan UUD 1945 berlaku demokrasi Pancasila (cenderung otoriter).
  6. Periode 1998 sampai sekarang dengan UUD 1945 berlaku demokrasi Pancasila (cenderung ada perubahan menuju demokratisasi).

Pelaksanaan Pemilu pada Masa Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi.
Sejak Indonesia merdeka telah melaksanakan pemilu sebanyak sembilan kali.
a. Tujuan Pemilu
1)      Melaksanakan kedaulatan rakyat.
2)      Sebagai perwujudan hak asasi politik rakyat.
3)      Untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR.
4)      Melaksanakan pergantian personil pemerintahan secara damai, aman, dan tertib (secara konstitusional).
5)      Menjamin kesinambungan pembangunan nasional.

b. Asas Pemilu Indonesia
Sesuai dengan Pasal 22 E Ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi “Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”.

c. Pelaksanaan Pemilu di Indonesia.
  1. Pemilihan Umum Pertama dilaksanakan tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota parlemen (DPR), tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Dewan Konstituante. Diikuti 28 partai politik.
  2. Pemilihan Umum Kedua dilaksanakan pada tanggal 3 Juli 1971 yang diikuti sebanyak 10 partai politik.
  3. Pemilihan Umum Ketiga dilaksanakan pada tanggal 4 Mei 1977 yang diikuti oleh dua Parpol dan satu Golkar. Hal ini dikarenakan terjadi fusi parpol dari 10 parpol peserta pemilu 1971 disederhanakan menjadi 3 dengan ketentuan sebagai berikut.
a)         Partai yang berhaluan spiritual material fusi menjadi PPP (Partai Persatuan Pembangunan)
b)        Partai yang berhaluan material-spriritual fusi menjadi PDI (Partai Demokrasi Indonesia)
c)         Dan partai yang bukan keduanya menjadi Golkar (Golongan Karya).

  1. Pemilihan Umum Keempat dilaksanakan pada tanggal 2 Mei 1982.
  2. Pemilihan Umum Kelima dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987.
  3. Pemilihan Umum Keenam dilaksanakan pada tanggal 6 Juni 1992, peserta pemilu masih dua parpol (PPP dan PDI) serta satu Golongan Karya.
  4. Pemilihan Umum Ketujuh dilaksanakan pada tanggal 29 Mei 1997. Peserta pemilu adalah PPP, Golkar, dan PDI. Jumlah anggota DPR 500 orang dan anggota MPR 1.000 orang dengan rincian sebagai berikut.
a)    Unsur ABRI 75 orang
b)   Utusan Daerah 149 orang
c)    Imbangan susunan : anggota MPR 251 orang utusan golongan 100 orang Jumlah 1.000 orang
  1. Pemilihan Umum Kedelapan (Era Reformasi) dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999 yang diikuti sebanyak 48 partai politik. Pada pemilu ini telah terpilih jumlah anggota DPR sebanyak 500 orang dan jumlah anggota MPR sebanyak 700 orang dengan rincian DPR dipilih 462 orang, DPR unsur TNI/Polri 38 orang, utusan daerah 135 orang, dan utusan golongan 65 orang.
  2. Pemilihan Umum Kesembilan dilaksanakan tanggal 5 April 2004 yang diikuti 24 partai politik. Ini telah terjadi penyempurnaan pemilu, yakni pemilu dilaksanakan untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota serta memilih presiden dan wakil presiden.

D. Perilaku Budaya Demokrasi Dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam rangka mengoptimalkan perilaku budaya demokrasi maka sebagai generasi penerus yang akan mempertahankan negara demokrasi, perlu mendemonstrasikan bagaimana peran serta kita dalam pelaksanaan pesta demokrasi. Prinsip-prinsip yang patut kita demonstrasikan dalam kehidupan berdemokrasi, antara lain sebagai berikut :
a.         Membiasakan untuk berbuat sesuai dengan aturan main atau hukum yang berlaku.
b.        Membiasakan bertindak secara demokratis bukan otokrasi atau tirani.
c.         Membiasakan untuk menyelesaikan persoalan dengan musyawarah.
d.        Membiasakan mengadakan perubahan secara damai tidak dengan kekerasan atau anarkis.
e.         Membiasakan untuk memilih pemimpin melalui cara-cara yang demokratis.
f.         Selalu menggunakan akal sehat dan hati nurani luhur dalam musyawarah.
g.        Selalu mempertanggungjawabkan hasil keputusan musyawarah baik kepada Tuhan, masyarakat, bangsa, dan negara.
h.        Menggunakan kebebasan dengan penuh tanggung jawab.
i.          Membiasakan memberikan kritik yang bersifat membangun.

Perilaku Budaya Demokrasi dalam Lingkungan Keluarga
a. Lingkungan Keluarga
1)      Membiasakan diri untuk menempatkan anggota keluarga sesuai dengan kedudukannya.
2)      Membiasakan mengatasi dan memecahkan masalah dengan jalan musyawarah mufakat.
3)      Saling menghargai perbedaan pendapat masing-masing anggota keluarga.
4)      Mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi.

b. Lingkungan Sekolah
1)      Berusaha selalu berkomunikasi individual.
2)      Ikut serta dalam kegiatan politik di sekolah seperti pemilihan ketua OSIS, ketua kelas, maupun kegiatan yang lain yang relevan.
3)      Berani mengajukan petisi (saran/usul).
4)      Berani menulis artikel, pendapat, opini di majalah dinding.
5)      Selalu mengikuti jenis pertemuan yang diselenggarakan OSIS.
6)      Berani mengadakan kegiatan yang merupakan realisasi dari program OSIS dan sebagainya.


c. Lingkungan masyarakat
1)      Bersama-sama menjaga kedamaian masyarakat.
2)      Berusaha mengatasi masalah yang timbul dengan pemikiran yang jernih.
3)      Mengikuti kegiatan rembug desa.
4)      Mengikuti kegiatan kerja bakti.
5)      Bersama-sama memberikan usulan demi kemajuan masyarakat.
Ada beberapa contoh perilaku yang dapat mendukung tegaknya prinsip-prinsip demokrasi, antara lain sebagai berikut :
  1. Menghindarkan perbuatan otoriter.
  2. Melaksanakan amanat rakyat.
  3. Melaksanakan hak tanpa merugikan orang lain.
  4. Mengembangkan toleransi antarumat beragama.
  5. Menghormati pendapat orang lain.
  6. Senang ikut serta dalam kegiatan organisasi misalnya OSIS, Pramuka, PMR dan sebagainya.
  7. Menentukan pemimpin dengan jalan damai melalui pemilihan.
  8. Menerima perbedaan pendapat.










BAB III
KESIMPULAN



Reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 telah berjalan lebih dari sepuluh tahun. Selama kurun waktu tersebut berbagai perubahan mendasar dalam rangka membangun kembali sistem politik demokratis yang kokoh dan berkesinambungan telah dilakukan oleh para pekerja demokrasi dan diteruskan oleh para pemangku kepentingan politik dari berbagai spektrum. Para pekerja demokrasi telah berhasil mengakhiri kekuasaan rezim otoriter Orba yang telah bercokol dalam perpolitikan nasional selama tiga dasawarsa, dan mendorong terjadinya serangkaian perubahan fundamental dalam sistem politik dan pemerintahan yang menjadi prasyarat bagi proses panjang demokratisasi di masa datang.
Yang paling utama adalah dilakukannya empat kali amandemen atas UUD 1945, khususnya pasal-pasal yang dianggap tidak lagi relevan dengan zeitgeist serta dinamika perubahan politik yang terjadi dalam masyarakat. Perubahan mendasar itulah yang kemudian menjadi landasan utama bagi proses pemulihan dan penegakan demokrasi yang pada gilirannya akan dapat menjadi wahana bagi pemenuhan cita-cita Proklamasi dan tujuan pembentukan negara RI sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.


DAFTAR PUSTAKA



Budiardjo,M. (1983). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia

Sanit, A. (1982). Sistem Politik Indonesia, Kestabilan Peta Kekuatan Politik dan Pembangunan. Jakarta: CV. Rajawali

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive