Pendidikan kewirausahaan, dilihat dari
siapa yang bertanggung jawab banyak pendapat mengatakan bahwa pendidikan
kewirausahaan menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan
pemerintah, karena itu pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di
dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat (Guruvalah
2003
:1).
Pendidikan kita terdiri atas tiga
bagian. Pertama, pendidikan informal (keluarga), formal (sekolah) dan nonformal
(masyarakat). Dilihat dari sasaran yang ingin dicapai, sasaran pendidikan kita
adalah pembentukan aspek kognitif (intelektual), afektif (sikap mental atau
moral) dan psikomotorik (skill/keterampilan). Pada umumnya sekolah sebagai
lembaga pendidikan dan merupakan pusat kegiatan belajar mengajar dijadikan tumpuan
dan harapan orang tua, keluarga, masyarakat, bahkan pemerintah. Karena itu, sekolah
senantiasa memberikan pelayanan pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang bersifat
ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), pembentukan sikap dan keterampilan bagi
peserta didik termasuk sikap mental wirausaha. Dalam praktik di sekolah, untuk menanamkan
nilai-nilai kewirausahaan pada peserta didik ada beberapa hal yang dapat
dilakukan antara lain:
1)
Pembenahan dalam Kurikulum
Pembenahan
kurikulum dalam rangka menginternalisasikan nilai-nilai kewirausahaan yang
mampu membentuk karakter wirausaha pada peserta didik dapat dilakukan dengan
cara melengkapi materi kurikulum yang telah ada dengan bidang studi
kewirausahaan khususnya di SMK, dan mengintegrasikan nilai-nilai wirausaha
kedalam silabus dan RPP. (Lihat contoh Silabus dan RPP dalam lampiran 1 dan 2).
2)
Peningkatkan Peran Sekolah dalam Mempersiapkan Wirausaha.
Hakikat
persiapan manusia wirausaha adalah dalam segi penempaan karakter wirausaha.
Dengan perkataan lain, persiapan manusia wirausaha terletak pada penempaan
semua daya kekuatan pribadi manusia itu untuk menjadikannya dinamis dan
kreatif, di samping mampu berusaha untuk hidup maju dan berprestasi. Manusia
yang semacam itu yang menunjukkan ciri-ciri wirausaha. Seperti telah dikemukakan pada paparan di atas bahwa salah
satu ciri manusia wirausaha adalah memiliki ciri-ciri kepribadian yang kuat.
Untuk dapat menginternalisasikan nilai-nilai kewirausahaan pada diri peserta
didik diperlukan peran sekolah secara aktif. Misal, guru akan menerapkan
integrasi nilai kreatif, inovatif, dan berani
menanggung
resiko dalam pembelajaran KD produksi, konsumsi, dan distribusi.
3)
Pembenahan dalam Pengorganisasian Proses Pembelajaran
Pembelajaran
di Indonesia telah mengalami berbagai macam pembaharuan, termasuk juga dalam
pengorganisasian pengalaman belajar peserta didik. Agar peserta didik mengalami
perkembangan pribadi yang integratif, dinamis dan kreatif, ada pembenahan lebih
lanjut dalam hal pengorganisasian pengalaman belajar peserta didik. Hal ini
tidak berarti bahwa pengorganisasian yang sudah berlaku di sekolah itu harus
ditinggalkan. Pengorganisasian yang sudah ada biar berlangsung terus, yang
penting perlu dicari cara pengorganisasian lain untuk menunjang proses pembelajaran
yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk aktif belajar dari pengalaman hidup sehari-hari di dalam
masyarakat. Selain itu alternatif lain
untuk
mengembangkan organisasi pengalaman belajar peserta didik adalah pelaksanaan
pembelajaran yang berbasis unit produksi. Sebagai contoh pada pembelajaran
materi produksi, anak dilatih keterampilan untuk memproduksi.
Selanjutnya, hasil produksi dititipan
dalam unit produksi di sekolah untuk digunakan sebagai latihan menjual pada
saat penyampaian materi distribusi. Bentuk ini bukanya mengganti
pengorganisasian yang sudah ada melainkan sebagai variasi pengalaman belajar
peserta didik.
4)
Pembenahan Proses Kelompok
Hubungan
pribadi antar peserta didik di dalam kelas mempunyai pengaruh terhadap belajar
mereka. Aktivitas belajar anak dapat dipengaruhi oleh perasaannya tentang diri
sendiri dalam hubungannya dengan guru-guru serta temantemannya. Pertumbuhan
anak banyak tergantung pada suasana emosional dari kelompok kelasnya.
Proses-proses kelompok di kelas bukan hanya mempengaruhi perasaan dan sikap
para peserta didik, tetapi juga mempengaruhi hasil belajar mereka. Hal ini guru
dituntut untuk berusaha mengadakan modifikasi-modifikasi terhadap proses-proses
kelompok peserta didik di dalam kelas agar tumbuh kembang nilai-nilai kewirausahaan
pada diri peserta didik. Contoh: pembentukan diskusi kelompok memperlihatkan
heterogenitas di dalam kelompok. Setiap kelompok sebaiknya terdiri dari peserta
didik yang banyak bicara, peserta didik yang diam, peserta didik yang banyak
ide, dan peserta didik yang pasif, sehingga akan terjadi perpaduan dalam
pengalaman belajar.
5)
Pembenahan pada Diri Guru
Sebelum
guru melaksanakan pembelajaran di kelas dengan mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan,
terlebih dahulu guru juga dilatih kewirausahaan terutama yang terkait dengan
penanaman nilai-nilai dan ketrampilan/skill wirausaha.
Akan lebih baik lagi jika guru juga memiliki pengalaman empiris di dalam
mengelola bisnis usaha Pendidikan kewirausahaan juga bisa dilaksanakan melalui
kegiatan ekstrakurikuler, yang melatih peserta didik mengembangkan usaha yang
terkait dengan bakat dan minat peserta didik. Peran guru adalah
mengkomunikasikan potensi dan cita-cita secara jelas sehingga dapat
menginspirasi setiap peserta didik untuk dapat melihat jiwa kewirausahaan dalam
dirinya.
No comments:
Post a Comment