a. Pendidikan
Sebagai Pelestarian Nilai
Pendidikan sebagai
proses rekayasa sosial (Social Reengenering
Process) sejatinya merupakan instrumentasi budaya dalam melanjut-kembangkan
peradaban. Artinya, kecuali berperan besar dalam mendorong perkembangan
kemajuan IPTEK adalah juga tetap pada fungsi dasarnya sebagai penjaga dan
pelestari nilai tujuan hidup manusia, yakni sebagai insan yang bukan hanya
harus cerdas mengatasi tuntutan dunia material bagi kebutuhan jasmaniah-ragawi,
tetapi juga cemerlang dalam memahami, mendalami keluhuran makna hidup sebagai
umat manusia secara spiritual.
Keberkaitan antara konsep nilai,
moral termasuk norma dan pendidikan memetakan hubungan dan kedudukan yang tak
terpisahkan, dimana konsep nilai menjadi kerangka dasar bagi kajian moral, atau
moral menjadi substansi penting yang menempati posisi sentral di dalam kerangka
nilai, dan norma sebagai kumpulan aturan yang keberadaannya menjadi petunjuk
kemana sebuah pendidikan nilai atau moral akan ditujukan, sementara “moral
bukanlah moral” atau tidaklah pernah ada; tanpa adanya pendidikan, sebab moral
adalah produk dari sebuah proses panjang; langsung dan tak langsung ‘ segala
daya upaya yang ada di dalam suatu komunitas budaya’, yakni pendidikan.
b. Pendidikan
dan Perubahan Sosial
Perubahan sosial sebagaimana
tampak kecenderungannya dari masa ke masa dapat terjadi seperti gejala liar
fenomena alam lainnya, dimana manusia sebagai makhluk alamiah dihadapkan pada
berbagai tuntutan hidup seiring perubahan alam, dan sejarah sosialnya. Fakta
berlangsungnya eksploitasi manusia oleh manusia, hingga bangsa atas bangsa lain
dan kecenderungan umum manusia memanfaatkan sumber daya alam secara
semena-mena, adalah sejarah nyata yang tak dapat dibantah dan karenanya terus
berlangsung entah sampai kapan.
Perubahan sosial yang terjadi didorong
kemajuan kecerdasan dalam menemukan IPTEK telah mengantarkan perubahan
spektakuler dalam cara hidup. Terjadinya perubahan tersebut yang berlangsung
kemudian secara massal dapat diterima sebagai bagian dari kemajuan pendidikan.
Pendidikan adalah investasi untuk menggapai kemenangan masa depan. Mengabaikan
pendidikan, sama artinya dengan membiarkan diri bangsa ini tidak tahu bagaimana
menghadapi hari depannya, dan itu adalah sebesar-besarnya kejahatan terhadap
kemanusiaan dan anak bangsanya sendiri.
Dengan demikian, pendidikan dan perubahan sosial merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Dimana pendidikan selalu ada dalam masyarakat pada tingkat sederhana sekalipun. Dimana ada dua orang individu atau lebih secara kontinyu membuat saling interaksi yang menetap sebagai sebuah community, pendidikan terlahir dengan sendirinya, pertama tentu saja sebagai bagian dari naluri, namun selanjutnya sebagai tantangan hidup manusia yang terus berkembang telah memberikan pengalaman pembelajaran mulai dari penemuan empirik hingga hasil kemampuan refleksi kekuatan akal dan pikirannya.
Dengan demikian, pendidikan dan perubahan sosial merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Dimana pendidikan selalu ada dalam masyarakat pada tingkat sederhana sekalipun. Dimana ada dua orang individu atau lebih secara kontinyu membuat saling interaksi yang menetap sebagai sebuah community, pendidikan terlahir dengan sendirinya, pertama tentu saja sebagai bagian dari naluri, namun selanjutnya sebagai tantangan hidup manusia yang terus berkembang telah memberikan pengalaman pembelajaran mulai dari penemuan empirik hingga hasil kemampuan refleksi kekuatan akal dan pikirannya.
c.
Pengembangan Nilai baru dalam Paradigma Pendidikan Nasional ke depan
Nilai-nilai yang kita yakini
bersama, bukanlah salah dalam tataran konseptualnya. Jika kini kita harus
mencari dan merumuskan nilai-nilai baru sebagai antisipasi ke depan dan tidaklah
tentu berharap, salah-salah dikemudian kelak menuai kegagalan yang sama.
Karena itu, reformasi yang
menjadi pilihan jaman ini harus memulai menata kembali kedudukan nilai dalam
strategi pembangunan nasional kita, tetapi bukan nilainya itu sendiri. Sebab
nilai dasar keyakinan kita sebagai sebuah bangsa, yakni Pancasila telah final
sejak pendirian Negara.
Untuk itu, kembali membangun
kesadaran kebangsaan atau “National
Character Building” tidaklah merupakan langkah mundur, karena itu telah
dicetuskan Bung Karno pada awal kemerdekaan. Kemunduran justru terjadi ketika
kebijakan pembangunan bangsa ini mengejar perumbuhan ekonomi semata, anak
bangsanya mabuk produk teknologi tinggi sehingga besar menjadi pasar konsumsi.
Maka nilai yang menjadi acuannya bukan lagi etos menjaga harga diri, melainkan
segala cara untuk memudahkan urusan dan perkara.
Berikut ini dapat dipetikkan
deskripsi nilai dalam format pencarian kembali nilai pendidikan nasional untuk Indonesia
masa depan. Nilai-nilai yang dimaksud adalah: 1) Nilai-nilai dasar (Basic Value), yang merupakan a) sejumlah
nilai yang telah ada dalam sumber legal; b) Nilai inti (Core Value); c) Nilai-Inti yang Ideal (Ideal Core Value); dan d) Nilai-nilai instrumental; 2) Nilai-nilai
Aktual dalam bentuk yang dapat dilihat seperti: a) perilaku terpuji (conduct) dan b) kepribadian terpuji (virtues).
1) Nilai-nilai dasar (Basic Values)
a. Nilai dalam Sumber Legal
Sejak bangsa ini memproklamasikan
kemerdekaan dan menetapkan pendirian Negara, nilai-nilai yang menjadi keyakinan
masyarakat bangsa ini telah ditempatkan mengisi, dan selanjutnya berfungsi
menjadi sumber legal, karena ada tertuang dalam konstitusi dan pembukaannya
sebagai dokumen resmi Negara. Nilai-nilai itu tentu saja tampilannya merupakan
nilai-nilai ideal; Pancasila.
b. Nilai Inti (Core Value)
Yang menjadi nilai inti bagi
bangsa kita dalam kondisi saat ini, bahkan setiap manusia dimanapun secara
universal haruslah pandangan yang dilandasi keyakinan untuk menjadi dasar
perbuatan yang membebaskan dari segala ketergantungannya. Proses pendidikan
berfungsi mendewasakan manusia, dan keberhasilan pendidikan dalam mendewasakan
diri manusia terletak pada seberapa besar setiap individu mampu mengurangi
ketergantungan diri pada hal-hal yang tidak seharusnya.
Sebagai sumbangan konseptual bagi
pengembangan pendidikan nasional Indonesia ke depan, Pokja menunjuk substansi
kemandirian (independency) menjadi
sebuah nilai inti yang harus dikembangkan. Yang dimaksud dengan nilai
kemandirian adalah :
Berupa kemampuan membuat keputusan sendiri
setelah secara matang memperhitungkan berbagai kondisi lingkungan. Nilai
kemandirian, pada tingkat individual, kolektif, maupun nasional sesungguhnya
hanyalah terjadi oleh dukungan keberdayaan, yaitu adanya kekuatan yang dapat
digunakan untuk menghadirkan dampak yang diinginkan. Keberdayaan bercirikan
kesadaran akan kemampuan diri, pemahaman yang sehat terhadap kenyataan
kehidupan, pola kehidupan yang sehat, bebas dari perasaan takut, keberanian
untuk berpikir dan bertindak, memiliki informasi yang memadai untuk menjalani
kehidupan, dan memiliki keteguhan pendirian.
c. Nilai Inti yang Ideal (Ideal Core Value)
Meskipun kemandirian
memiliki nilai positif karena bermakna membebaskan siapa saja dari
ketergantungan kepada hal-hal yang seharusnya tidak perlu jika potensi di dalam
dirinya ada. Tetapi itu baru bernilai plus satu, nilai inti ideal tentu saja
mensyaratkan nilai plus lebih dari satu, atau dari sekedar bertahan, melainkan
harus mampu menang dalam menyerang. Artinya memiliki kekuatan diri untuk
membebaskan diri dari ketergantungan saja tetap akan kalah oleh kemampuan dalam
mengatasi persaingan yang menjadi tuntutan jaman kini dan ke depan. Sehingga,
merujuk pada tuntutan dan tantangan hidup kini dalam menghadapi persaingan,
bukan lagi nilai potensil sekedar bertahan, melainkan nilai aktual yang dapat
mengatasi dan memenangkan persaingan.
Kemandirian merupakan nilai inti yang ideal
untuk masa depan, melainkan merupakan nilai inti yang bersifat antara (intermediate core value). Yang merupakan
nilai inti ideal untuk masa depan adalah keunggulan (excellence). Intinya adalah usaha untuk menjaga agar tetap sukes,
motivasi untuk terus berprestasi, atau prestasi yang diperoleh dijadikan energi
untuk meraih prestasi yang lebih tinggi lagi, sehingga dapat mencapai
keunggulan.
d. Nilai-nilai Instrumental
Nilai instrumental memenuhi
maknanya ketika nilai-nilai tersebut menjalani fungsi sebagai antara. Terdapat
8 nilai instrumental seperti nilai-nilai : 1) otonomi (autonomy) ; 2) kemampuan atau kecakapan (ability); 3) kesadaran demokrasi; 4) kreativitas; 5) kesadaran
kebersamaan kompetitif ; 6) estetis; 7) bijak (wisdom) dan 8) bermoral.
2) Nilai-nilai Aktual dalam Perilaku
Kedelapan hingga kesebelas
nilai-nilai instrumental tersebut di atas dikembangkan untuk menjadi acuan
konseptual dalam memberi arah pada kiprah pendidikan baik secara makro hingga
tataran mikro di lapangan persekolahan/lembaga pendidikan. Selanjutnya
konstruksi konsep nilai-nilai tersebut harus dapat diproyeksikan pada dimensi aktual
dalam ujud perilaku hingga menjadi kepribadian setiap manusia Indonesia sebagai
individu warga negara atau warga masyarakat baik pada tataran lokal, nasional
hingga global.
Sesuai dengan nilai-nilai dasar yang menjadi rujukannya, maka ujud perilaku dan kepribadian yang diharapkan terbentuk melalui proses pendidikan multi sistem di dalam dinamika pembangunan nasional kita ke depan, diharapkan mengkristal pada standar-tatalaku ideal, yang disebut ‘perilaku terpuji’ (conduct) dan kepribadian terpuji (Virtues).
No comments:
Post a Comment