BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia
adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan,
khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional
dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan
alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan dan
peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu
pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah,
terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup
menggembirakan, namun sebagaian lainnya masih memprihatinkan.
Sekolah sebagai intitusi (lembaga) pendidikan, merupakan wadah tempat
proses pendidikan dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis. Dalam
kegiatannya, sekolah adalah tempat yang bukan hanya sekedar tempat berkumpul
guru dan murid, melainkan berada dalam satu tatanan sistem yang rumit dan
saling berkaitan, oleh karena itu sekolah dipandang sebagai suatu organisasi
yang membutuhkan pengelolaan. Lebih dari itu, kegiatan inti organisasi sekolah
adalah mengelola sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan menghasilkan lulusan
yang berkualitas, sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, serta pada
gilirannya lulusan sekolah diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada
pembangunan bangsa.
Sekolah dipandang sebagai suatu organisasi yang didesain untuk dapat
berkontribusi terhadap upaya peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat suatu
bangsa. Sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia serta
peningkatan derajat sosial masyarakat bangsa, sekolah sebagai intitusi
pendidilan perlu dikelola, diatur, ditata dan diberdayakan, agar sekolah dapat
menghasilkan produk atau hasil secara optimal. Dengan kata lain, sekolah
sebagai lembaga tempat penyelenggaran pendidikan, merupakan sistem yang
memiliki berbagai perangkat dan unsur yang saling berkaitan yang memerlukan
pemberdayaan.
Faktor-faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami
peningkatan secara merata. Faktor pertama,
kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function atau input-output analysis yang tidak
dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan
berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input (masukan)
yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan
menghasilkan output yang dikehendaki.
Faktor kedua, penyelenggaran
pendidikan nasional diselenggarakan secara birokratik-sentralistik sehingga
menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada
keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang
kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat.
Faktor ketiga, peran serta
warga sekolah khususnya guru dan peran serta masyarakat khususnya orang tua
siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi
guru dalam pengambilan keputusan sering diabaikan, padahal terjadi atau
tidaknya perubahan di sekolah sangat tergantung pada guru.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut di atas, tentu saja perlu
dilakukan upaya-upaya perbaikan, salah satunya adalah melakukan reorientasi
penyelenggaraan pendidikan, yaitu dari manajemen peningkatan mutu berbasis
pusat menuju manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah.
1.2 Maksud
dan Tujuan
Maksud pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut
:
- Menjelaskan Konsep Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.
- Menguraikan Prinsip Umum Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.
- Mendeskripsikan Strategi Pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.
- Menjelaskan keterkaitan Faktor Pendukung keberhasilan MPMBS.
- Menjelaskan penerapan TQM dalam MPMBS.
1.3 Rumusan
Masalah
- Apa pengertian Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah ?
- Apa tujuan dan manfaat Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah ?
- Bagaimana prinsip umum Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah ?
- Bagaimana strategi pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah,?
- Bagaimana keterkaitan Faktor pendukung keberhasilan MPMBS ?
- Bagaimana Penerapan TQM (Total Quality Management) ?
1.4 Sistematika
Makalah
Terdiri dari :
I.
Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang
1.2 Maksud
dan Tujuan
1.3 Sistematika
Makalah
II.
Pembahasan
2.1
Pengertian Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
2.2 Tujuan
dan manfaat Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah
2.3
Prinsip umum Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
2.4
Strategi
pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
2.5
Faktor pendukung keberhasilan Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah
2.6 Total Quality Management
(TQM)
III.
Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (MPMBS) adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar
kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/keluwesan-keluwesan kepada sekolah,
dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku. MPMBS merupakan bagian dari
manajemen berbasis sekolah (MBS). Jika MBS bertujuan untuk meningkatkan semua
kinerja sekolah (efektivitas, kualitas/mutu, efisiensi, inovasi, relevansi, dan
pemerataan serta akses pendidikan), maka MPMBS lebih difokuskan pada
peningkatan mutu.
Dalam hubungannya dengan Model MPMBS
keberadaan Dewan Sekolah (Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional disebut Komite Sekolah) merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dengan MPMBS. MPMBS bukan saja merupakan tuntutan inovatif dalam
manajemen sekolah, melainkan merupakan pula kebijakan nasional yang strategis
sebagaimana dinyatakan pada Pasal 51 ayat 1 UU RI No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi “Pengelolaan Satuan Pendidikan Anak
Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah dilaksanakan berdasarkan
Standar Pelayanan Minimal dengan prinsip Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah/Madrasah”.
Me-manage atau mengelola sekolah
artinya mengatur agar seluruh potensi sekolah berfungsi secara optimal dalam
mendukung tercapainya tujuan sekolah. Dengan demikian keberadaan Dewan
Sekolah/Komite Sekolah merupakan suatu kepatutan yang perlu ada dalam MPMBS,
karena keberadaan sekolah diperlukan oleh masyarakat. Secara substantif, peran
dan fungsi yang selama ini dilaksanakan oleh BP3 akan larut dan “melebur” ke
dalam Komite Sekolah. Dalam keadaan tertentu fungsi kelembagaan sebagai
penampung dana partisipasi masyarakat masih elevenn untuk dilanjutkan, maka
dalam rangka MPMBS, fungsi tersebut dilaksanakan oleh Dewan Sekolah (Komite
Sekolah).
Sesuai dengan UU RI No. 20 tentang
Sistem Pendidikan Nasional seperti dinyatakan dalam Pasal 56 ayat 1, sebutan
Dewan Sekolah diubah menjadi Komite Sekolah, seperti dinyatakan “masyarakat
berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan,
pengawasan dan evaluasi program pendidikan melalui Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah/Madrasah”. Sesungguhnya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (sesuai
dengan Oxford Advanced Learners
Dictionary of Current English) istilah yang tepat untuk kepentingan itu
adalah Dewan Sekolah bukan Komite Sekolah. Namun demikian sesuai dengan sebutan
UU RI No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam pelaksanaan MPMBS,
sebutan Dewan Sekolah diubah menjadi Komite Sekolah.
2.2 Tujuan dan manfaat
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
MPMBS
bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian
kewenangan (otonomi) kepada sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih besar
kepada sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong partisipasi
warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan. Lebih rincinya
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah memiliki tujuan untuk :
- Meningkatkan Mutu Pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
- Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
- Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolah.
- Meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah untuk pencapaian mutu pendidikan yang diharapkan.
- Memperdayakan potensi sekolah yang ada agar menghasilkan lulusan yang berhasil guna dan berdaya guna.
Secara umum manfaat yang bisa diraih dalam melaksanakan MPMBS antara lain
sebagai berikut :
1.
Sekolah dapat mengoptimalkan sumber daya yang tersedia
untuk memajukan sekolahnya, karena bisa lebih mengetahui peta kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman yang mungkin dihadapi.
2.
Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya khususnya
input dan output pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam
proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta
didik.
3.
Pengambilan keputusan partisipatif yang dilakukan dapat
memenuhi kebutuhan sekolah karena lebih tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
4.
Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan
efektif bilamana masyarakat turut serta mengawasi.
5.
Keterlibatan warga sekolah dalam pengambilan keputusan
sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
6.
Sekolah bertanggung jawab tentang mutu pendidikan di
sekolahnya kepada pemerintah, orang tua, peserta didik dan masyarakat.
7.
Sekolah dapat bersaing dengan sehat untuk meningkatkan
mutu pendidikan.
8.
Sekolah dapat merespon aspirasi masyarakat yang berubah
dengan pendekatan yang tepat dan cepat.
2.3 Prinsip
umum Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
Ada 6 (enam) prinsip umum yang patut
menjadi pedoman dalam pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah,
yaitu :
- Memiliki visi, misi, dan strategi ke arah pencapaian mutu pendidikan, khususnya mutu siswa sesuai dengan jenjang sekolah masing-masing.
- Berpijak pada “Power Sharing” (berbagi kewenangan), yaitu bahwa pengelolaan pendidikan sepatutnya berlandaskan pada keinginan saling mengisi, saling membantu, saling menerima dan berbagi kekuasaan/kewenangan sesuai dengan fungsi dan peran masing-masing.
- Adanya profesionalisme semua bidang. Maksudnya bahwa implementasi MPMBS menuntut adanya derajat profesionalisme berbagai komponen, baik para praktisi pendidikan, pengelola, dan manajer pendidikan lainnya, termasuk profesionalisme Komite Sekolah.
- Melibatkan partisipasi masyarakat yang kuat maksudnya bahwa tanggung jawab pelaksanaan pendidikan, bukan hanya dibebankan pada sekolah (guru dan Kepala Sekolah saja), tetapi juga menuntut adanya keterlibatan dan tanggung jawab semua komponen lapisan masyarakat, termasuk orang tua siswa.
- Menuju kepada terwujudnya Komite Sekolah. Artinya, dalam implementasi MPMBS idealnya setiap sekolah harus membentuk Komite Sekolah (KS), sebagai institusi yang akan melaksanakan MPMBS. Dengan demikian pembentukan Komite Sekolah merupakan prasyarat implementasi MPMBS. Pembentukan Komite Sekolah itu, sebaiknya juga diikuti dengan langkah-langkah nyata, yaitu mengidentifikasi tujuan, manfaat, perencanaan dan pelaksanaan program, serta aspek yang berkaitan dengan Komite Sekolah sebagai institusi penopang keberhasilan visi dan misi sekolah.
- Adanya transparansi dan akuntabilitas. Yaitu memiliki makna bahwa prinsip MPMBS harus berpijak pada transparansi atau keterbukaan dalam pengelolaan sekolah, termasuk di dalamnya masalah fisik dan nonfisik. Sedangkan akuntabilitas (tanggung jawab) memberi makna bahwa sekolah beserta komite sekolah merupakan institusi terdepan yang paling bertanggung jawab dalam pengelolaan sekolah.
2.4 Strategi pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah
Strategi adalah langkah-langkah sistematis dan sistemik
dalam melaksanakan rencana secara menyeluruh (makro) dan berjangka panjang dalam
pencapaian tujuan model MPMBS.
Perlu
disadari bahwa reformasi manajemen pendidikan persekolahan dengan menggunakan
model Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) merupakan tuntutan
yang mendesak. Namun demikian, tuntutan MPMBS bukanlah satu-satunya model yang
dapat mendongkrak mutu pendidikan tanpa dukungan faktor lain. Ada sejumlah
faktor lain yang mendukung dan menentukan diantaranya tingkat prestasi
stakeholder dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Artinya sekolah tidak dapat
berjalan sendiri dalam upaya meningkatkan mutu efisiensi, pemerataan pendidikan
dan kemandirian sekolah. Kondisi politik atau kebijakan pemerintah dalam hal
manajemen/organisasi/kepemimpinan, proses belajar mengajar, sumber daya manusia
dan administrasi sekolah merupakan sejumlah komponen MPMBS yang diperlukan
dalam konteks persekolahan di Indonesia.
Penerapan
disesuaikan dengan pemberlakuan MPMBS dibagi dalam tiga tingkatan MPMBS secara
penuh (tinggi), MPMBS tingkat menengah (sedang), sekolah dan MPMBS secara
minimal (rendah). Dalam menentukan tingkatan sekolah dan MPMBS-nya ada lima
persyaratan yang perlu dipenuhi yaitu :
1. Pemilihan Kepala sekolah dan guru
2. Pembentukan partisipasi masyarakat
3. Lokasi/kemampuan dasar orang tua
4. Kemampuan pengadaan dana
5. Nilai Ebtanas Murni
Kelima
kriteria tersebut dihubungkan dengan tipe sekolah (penuh, menengah dan
minimal).
Implikasi
penting dari penerapan model MPMBS adalah perlu disediakan penghargaan (reward) untuk hukuman (punishment) terhadap sekolah yang
berhasil dan tidak berhasilnya melaksanakan kegiatan model MPMBS. Salah satu
bentuk sanksi adalah pengurangan anggaran untuk sekolah tersebut.
2.5 Faktor pendukung keberhasilan Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah
Implementasi MPMBS akan sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang sifatnya internal di lingkungan sekolah ataupun faktor
eksternal di luar sekolah. Secara umum beberapa faktor pendukung MPMBS adalah
sebagai berikut :
1. Kepemimpinan dan Manajemen Sekolah yang professional
MPMBS
akan berhasil jika ditopang oleh kemampuan professional kepala sekolah dalam
memimpin dan mengelola sekolah secara efektif dan efisien, serta mampu
menciptakan iklim organisasi di sekolah yang kondusif untuk proses belajar
mengajar.
2. Kondisi sosial, ekonomi, dan apresiasi masyarakat
terhadap pendidikan
Faktor
eksternal akan turut menentukan keberhasilan MPMBS adalah kondisi tingkat
pendidikan orang tua siswa dan masyarakat. Kemampuan dalam membiayai
pendidikan, serta tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk terus belajar.
3. Dukungan pemerintah
Faktor
ini sangat menentukan efektivitas dan implementasi MPMBS terutama bagi sekolah
yang kemampuan orang tua/masyarakatnya relatif belum siap memberikan kontribusi
terhadap penyelenggaraan pendidikan. Alokasi dana pemerintah (APBN/APBD) dan
pemberian kewenangan dalam pengelolaan sekolah kepada sekolah menjadi penentu
keberhasilan.
4. Profesionalisme
Faktor
ini sangat strategis menentukan mutu dan kinerja sekolah. Tanpa profesionalisme
kepala sekolah, guru, pengawas, dan tenaga kependidikan yang lain akan sulit
dicapai PBM yang bermutu serta prestasi siswa.
2.6 Total
Quality Management (TQM)
TQM
(Total Quality Manajemen) atau Manajemen Mutu Terpadu (MMT) di bidang
pendidikan merupakan konsep baru dalam rangka meningkatkan mutu total
bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah yang berorientasi
kepada kebutuhan pengguna (customers)
siswa dan masyarakat.
Total
Quality Management (TQM) adalah suatu pendekatan manajemen yang memusatkan
perhatian pada peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu komponen
terkait.
Kunci
pokok keberhasilan atau kegagalan implementasi TQM adalah manajemen komitmen.
Apabila manajemen mempunyai dan memegang teguh komitmennya, kemungkinan besar
mereka akan berhasil. Sebaliknya, apabila mereka kurang komitmen bisa dipastikan
bahwa organisasi akan mengalami kegagalan mencapai TQM. Komitmen terhadap waktu
ini berupa kesadaran manajemen bahwa implementasi TQM, tergantung pada kondisi
sekolah, memerlukan pengorbanan waktu. Dalam hal ini manajemen harus
menyediakan waktu yang cukup berkonsentrasi pada TQM.
Drensek
dan Grubb (1995) menambahkan bahwa struktur organisasi yang tidak sesuai dengan
kebutuhan TQM juga menjadi penghambat. TQM menghendaki struktur yang jelas
menetapkan tanggung jawab dan prioritas bagi setiap anggota tim. Sehingga yang
membedakan adalah prioritas urutan tugas setiap anggota tim.
Lusk of Understanding
tentang apa yang dimaksud dengan filosofi TQM. Kekurangan-kekurangan ini
menjelma dalam beberapa tindakan. Hooper (1995) mengungkapkan bahwa seringkali
manajemen mengharapkan terlalu banyak dan terlalu cepat akan hasilnya.
Komponen
yang terkait dengan TQM Pendidikan :
1. Siswa
Kesiapan
dan motivasi belajarnya.
2. Guru
Kemampuan
professional, moral kerjanya (kemampuan personal) dan kerjasamanya (kemampuan
sosial)
3. Kurikulum
Relevansi
konten dan operasionalisasi proses pembelajarannya.
4. Dana, sarana dan prasarana
Kecukupan
dan keefektifan dalam mendukung proses pembelajaran.
5. Masyarakat (Orang tua, pengguna lulusan dan
perguruan tinggi)
Partisipasinya
dalam pengembangan program sekolah. Mutu komponen-komponen tersebut di atas
menjadi perhatian kepala sekolah.
Penyebab
kegagalan intern dalam TQM yaitu masalah sumber daya manusia (SDM). Kelemahan
yang lazimnya berupa tidak memadainya kualitas SDM yang tersedia untuk mencapai
tingkat kualitas tertentu. Hal ini mungkin saja ditimbulkan karena proses
rekrutmen yang kurang baik atau manajemen yang hanya mementingkan biaya pegawai
yang murah.
Penyebab
kegagalan intern lainnya yaitu faktor cost. Manajemen mengabaikan
perhitungan aspek pembiayaan, sehingga pembiayaan TQM melebihi hasil yang bisa
diraih. Salah satu implementasi TQM adalah untuk memperbaiki pula posisi
keuangan (finance performance).
Dilihat
dari sudut pengaruh ekstern organisasi bahwa kegagalan implementasi TQM terutama
disebabkan terutama karena beberapa hal pokok berikut, yaitu :
1. Ketidakmampuan mengontrol kualitas
2. Kurang memfokuskan pada “consumer” (murid dan masyarakat)
3. Peranan Kepala Dinas atau Kasi Dikdas
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berbagai kenyataan tidak optimalnya mutu sekolah dipengaruhi banyak
faktor, salah satunya adalah manajemen pendidikan. Dalam kenyataan, manajemen
pendidikan yang selama ini sentralistik telah menempatkan sekolah pada posisi
marginal, kurang berdaya, kurang mandiri, dan bahkan terpasung kreativitasnya.
Sekolah dipandang sebagai suatu organisasi yang didesain untuk dapat
berkontribusi terhadap upaya peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat suatu
bangsa. Sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia serta
peningkatan derajat sosial masyarakat bangsa, sekolah sebagai intitusi
pendidilan perlu dikelola, dimenej, diatur, ditata dan diperdayakan, agar
sekolah dapat menghasilkan produk atau hasil secara optimal.
Dalam hubungannnya dengan Model MPMBS keberadaan Dewan Sekolah (Dalam UU
RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebut Komite Sekolah)
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan MPMBS. MPMBS bukan saja
merupakan tuntutan inovatif dalam manajemen sekolah, melainkan merupakan pula
kebijakan nasional yang strategis sebagaimana dinyatakan pada Pasal 51 ayat 1
UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi
“Pengelolaan Satuan Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan
Menengah dilaksanakan berdasarkan Standar Pelayanan Minimal dengan prinsip Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah/Madrasah”.
Penerapan
disesuaikan dengan pemberlakuan MPMBS dibagi dalam tiga tingkatan MPMBS secara
penuh (tinggi), MPMBS tingkat menengah (sedang), sekolah dan MPMBS secara
minimal (rendah). Konsep MPMBS ini merupakan ide baru dalam wacana manajemen
pendidikan di Indonesia. Sebagai ide baru tentu saja konsep ini tidak otomatis
sempurna.
TQM
(Total Quality Manajemen) atau Manajemen Mutu Terpadu (MMT) dibidang pendidikan
merupakan konsep baru dalam rangka meningkatkan mutu total
bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah yang berorientasi
kepada kebutuhan penggunaan (customers)
siswa dan masyarakat.
Total
Quality Management (TQM) adalah suatu pendekatan manajemen yang memusatkan
perhatian pada peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu komponen
terkait.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas dikemukakan beberapa saran sebagai berikut
:
1.
Bagi mahasiswa hendaknya terus melakukan kajian intelektual
untuk mengembangkan pembelajaran Manajemen Pendidikan.
2.
Bagi mahasiswa hendaknya mengimplementasikan
hasil-hasil penelitian dalam bidang pendidikan terhadap kegiatan pembelajaran
di sekolah.
3.
Mengimplementasikan konsep Manajemen Pendidikan yang sesuai
sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. (2000). Panduan Manajemen Sekolah, Jakarta:
Depdiknas
Departemen Pendidikan Propinsi Jawa Barat. (2003). Implementasi Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah di Jawa Barat, Bandung: Depdiknas
Propinsi Jawa Barat
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah, Jakarta: Depdiknas
Departemen Pendidikan Nasional. (2000). Panduan Pelatihan dan
Pengembangan Sekolah, Jakarta: Depdiknas
Fattah, Nanang. (2004). Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan
Dewan Sekolah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
www.MPMBS-sd.org/isi.php
No comments:
Post a Comment