A. Pengertian Strategi
Istilah strategi berasal dari
bahasa Yunani strategia yang diartikan sebagai "the art of the
general" atau seni seorang panglima yang biasanya digunakan dalam
peperangan. Karl von Clausewitz (1780-1831) berpendapat bahwa pengertian
strategi adalah pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk memenangkan
peperangan. Dalam abad modern ini, penggunaan istilah strategi tidak lagi
terbatas pada konsep atau seni seorang panglima dalam peperangan, tetapi sudah
digunakan secara luas hampir dalam semua bidang ilmu.
Dalam pengertian umum, strategi
adalah cara untuk mendapat kemenangan atau pencapaian tujuan. Seiring dengan
perkembangan disiplin ilmu, pengertian strategi menjadi bermacam-macam
sebagaimana dikemukakan oleh para ahli dalam buku karya mereka masing-masing.
Menurut Stephanie K. Marrus, pengertian strategi adalah suatu proses penentuan
rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang
organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan
tersebut dapat dicapai. Selain definisi-definisi strategi yang sifatnya umum
tersebut, ada juga pengertian strategi yang lebih khusus, seperti yang
diungkapkan oleh dua pakar strategi, Hamel dan Prahalad.
Menurut Hamel dan Prahalad
pengertian strategi adalah tindakan yang bersifat incremental (senantiasa
meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang
apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi
hampir dimulai dari apa yang terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi.
Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen
memerlukan komptensi inti (core competencies). Perusahaan perlu mencari
kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.
Salah satu definisi strategi
menurut Glueck dan Jauch (1998:12) yang mengatakan : “strategi adalah rencana
yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi
perusahaan dengan tantangan lingkungan dan yang dirancang untuk memastikan
bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh
organisasi”.
Dari pengertian strategi yang
telah banyak disimpulkan oleh para ahli, yang intinya menyatakan bahwa strategi
adalah suatu alat yang digunakan untu mencapai tujuan. Strategi dapat dikatakan
sebagai suatu tindakan penyesuaian untuk mengadakan reaksi terhadap situasi
lingkungan tertentu yang dapat dianggap penting, dimana tindakan penyesuaian
tersebut dilakukan secara sadar berdasarkan pertimbangan yang wajar. Strategi
dirumuskan sedemikian rupa nsehingga jelas apa yang sedang dan akan
dilaksanakan demi mencapai tujuan yang ingin dicapai.
B.
Pengertian Andragogi
Andragogi berasal dari kata andros atau aner yang
berarti orang dewasa. Kemudian agogos berarti memimpin. Andragogi berarti
memimpin orang dewasa, sedangkan pedagogi berasal dari kata paes, yang berarti
anak, dan agogos berarti memimpin. Pedagogi berarti memimpin anak – anak.
Dari segi definisi, andragogi adalah seni dan ilmu
mengajar orang dewasa (Knowles, 1980). Sebagai ilmu, tidak ubahnya seperti ilmu
yang lain, tentunya andragogi dapat dipelajari oleh siapa saja karena ia
mengikuti hukum – hukum keilmuan pada umumnya yang bersifat objektif. Sebagai
seni atau kiat, andragogi adalah krativitas yang merupakan kecakapan kreatif
dan keahlian seseorang yang terkait dengan rasa estetika, terikat dengan
kepribadian, karakter atau watak di pendidik. Ada pendidik yang sangat piawai
dalam memengaruhi dan memperlakukan anak-anak didiknya yang berdampak pada rasa
senang dan simpati kepada si pendidik. Dengan kesabarannya, ketelatenannya dan
rasa humornya, seorang pendidik lebih memikat hari anak lebih dari yang lain.
Begitu sebaliknya, ada pendidik yang kurang dapat melakukan hal-hal seperti dimaksudkan
tadi walaupun mungkin dia sangat menguasai dan pandai secara keilmuan.
Tampaknya ilmu mendidik saja belum cukup dan harus dipadukan dengan seni.
Demikianlah, sebenarnya mendidik merupakan perpaduan antara ilmu dan seni dalam
membantu orang lain, baik anak ataupun orang dewasa, dalam belajar.
Ada juga yang mendefinisikan andragogi sebagai ilmu
tentang orang dewasa belajar atau the science of learning (Laird, 1981), yang
dalam hal ini lebih merupakan psikologi belajar. Di samping itu, ada juga yang
menitikberatkan pada pemberian bantuan, yang mendefinisikan andragogi sebagai
seni dan ilmu tentang bagaimana membantu orang dewasa belajar (Brundage, 1981).
Di indonesia, Direktorat Pendidikan Masyarakat telah mulai mengadopsi ide ini
sejak tahun 1970-an dengan menggunakan istilah membelajarkan dan juga
pembelajaran orang dewasa.
Jadi ringkasnya, andragogi adalah seni dan ilmu
tentang bagaimana membantu orang dewasa belajar. Dalam hal ini, pendidik harus
berusaha bagaimana membantu mempermudah atau memfasilitasi orang dewasa
belajar. Dalam hubungan ini, diyakini bahwa wujud bantuannya pasti berbeda
dengan anak karena karakteristik yang berbeda antara keduanya.
C.
Strategi Pembelajaran Orang Dewasa
Dalam kegiatan pembelajaran, pendidik dituntut
memiliki kemampuan memilih pendekatan pembelajaran yang tepat. Kemampuan
tersebut sebagai sarana serta usaha dalam memilih dan menentukan pendekatan
pembelajaran untuk menyajikan materi pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan
prgoram pembelajaran. Untuk menentukan atau memilih pendekatan pembelajaran,
hendaknya berangkat dari perumusan tujuan yang jelas. Setelah tujuan
pembelajaran ditentukan, kemudian memilih pendekatan pembelajaran yang
dipandang efisien dan efektif. Pemilihan pendekatan pembelajaran ini hendaknya
memenuhi kriteria efisien dan efektif. Suatu pendekatan pembelajaran dikatakan
efektif dan efisien apabila strategi tersebut dapat mencapai tujuan dengan
waktu yang lebih singkat dari pendekatan yang lainnya. Kriteria lain yang perlu
diperhatikan dalam memilih pendekatan pembelajaran adalah tingkat keterlibatan
peserta didik dalam proses pembelajaran.
Strategi pembelajaran merupakan kegiatan yang dipilih
pendidik dalam proses pembelajaran yang dapat memberikan kemudahan atau
fasilitas kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
Srategi pembelajran terdiri atas dua kata, strategi dan pembelajaran. Istialah
strategi (strategy) berasal dari kata kerja dalam bahsa Yunani, “stratego” yang
berarti merencanakan (to plan). Strategi adalah suatu pola yang direncanakan
dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan kegiatan atau tindakan. Strategi
mencakup tujuan kegiatan yang terlibat dalam kegiatan, isi kegiatan, proses
kegiatan dan sarana penunjang kegiatan. Strategi yang diterapkan dalam kegiatan
pembelajaran disebut strategi pembelajran. Pembelajaran adalah upaya sistematis
dalam membantu warga belajar dalam mengembangkan potensinya secara optimal
melalui kegiatan belajar.
Strategi pembelajaran mencakup penggunaan pendekatan,
metode dan teknik, bentuk media, sumber belajar, peserta didik, untuk
mewujudkan interaksi edukasi antara pendidik dengan peserta didik dengan
lingkungannya. Tujuan strategi pembelajaran adalah untuk mewujudkan efisiensi,
efektivutas dan produktifitas kegiatan pembelajaran. Isi kegiatan pembelajaran
adalah bahan/materi pembelajaran yang bersumber dari kurikulum yang telah
disusun dalam program pembelajaran. Proses kegiatan pembelajaran merupakan
langkah-langkah atau tahapan yang harus dilalui oleh pendidik dan peserta didik
dalam pembelajaran. Sumber pendukung kegiatan pembelajaran mencakup fasilitas
dan alat-alat bantu pembelajaran (Sudjana, 2005).
Menurut Dick dan Carey (1990 : 1) strategi
pembelajaran adalah suatu pendekatan dalam mengelola secara sistematis kegiatan
pembelajaran sehingga warga belajar dapat mencapai isi pelajaran atau mencapai
tujuan seperti yang diharapkan. Lebih lanjut Dick dan Carey (1990) :
Menyebutkan lima komponen umum dari strategi
instruksional sebagai berikut:
1. Kegiatan pra instruksional.
2. Penyajian informasi.
3. Partisipasi peserta didik .
4. Tes.
5. Tindak.
Gagne dan Briggs dalam Atwi Suparman (1996: 156)
mengemukakan sembilan urutan kegiatan instruksional, yaitu:
1. Memberikan motivasi atau menarik
perhatian.
2. Menjelaskan tujuan instruksional
kepada peserta didik .
3. Mengingatkan kompetensi
prasyarat .
4. Memberi stimulus (masalah,
topik, dan konsep).
5. Memberikan petunjuk belajar.
6. Menentukkan penampilan peserta
didik .
7. Memberi umpan balik .
8. Menilai penampilan.
9. Menyimpulkan.
Strategi pembelajaran orang dewasa pada pendidikan
keaksaraan fungsional terdiri dari lima langkah kegiatan, yaitu menulis,
membaca, berhitung, diskusi dan aksi/penerapan. Langkah-langkah tersebut, bukan
berarti langkah yang baku/kaku atau harus berurutan. Tetapi bisa saja dilakukan
secara acak, misalnya dimulai dari diskusi, kemudian belajar membaca, menulis
dan seterusnya. Hal ini tergantung dari situasi dan kondisi serta kesepakatan
di dalam kelompok belajar. Namun demikian, kebiasaan yang ditemui adalah
melalui diskusi terlebih dahulu baru dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan yang
lain. Bisa juga dimulai dari masalah yang ditemui (aksi) peserta didik,
kemudian didiskusikan di kelompok belajar, menulis, membaca dan seterusnya.
Keefektifan kegiatan belajar, sangat bergantung pada
kemampuan tutor dalam mengarahkan, dan membimbing peserta didik di dalam
kegiatan belajarnya. Pengalaman juga menunjukkan bahwa, kegiatan menulis perlu
didahulukan dan pada kegiatan membaca. Karena melalui kegiatan belajar menulis,
peserta didik sedikit demi sedikit langsung belajar membaca. Sebaliknya apabila
peserta didik didahulukan belajar membaca, maka cenderung kurang terampil dalam
hal menulis.
Kegiatan pembelajaran partisipatif sebagai upaya
pembelajaran yang mengikutsertakan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.
Menurut Sudjana (2005:155) keikutsertaan peserta didik diwujudkan dalam tiga
tahapan kegiatan pembelajaran, yaitu: perencanaan program pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Partisipasi dalam
perencanaan merupakan bentuk keterlibatan peserta didik dalam kegiatan
mengidentifikasi kebutuhan belajar, permasalahan dan menentukan prioritas
masalah, sumber-sumber atau potensi yang tersedia. Hasil dari identifikasi
digunakan sebagai dasar dalam menentukan tujuan pembelajaran.dan penetapan
program kegiatan pembelajaran.
Partisipasi dalam pembelajaran adalah keterlibatan
peserta didik dalam menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif. Iklim belajar
yang kondusif ditandai dengan :
1. Kedisiplinan peserta didik.
2. Terjadi hubungan antar peserta
didik dan antara peserta didik dengan pendidik yang akrab, terbuka, terarah,
saling menghargai, saling membantu dan saling belajar.
3. Interaksi pembelajar yang
sejajar. Kegiatan pembelajaran lebih ditekankan pada peran peserta didik
(student centered). Peserta didik diberikan kesempatan secara luas dalam
kegiatan pembelajaran, peran pendidik membantu peserta didik dalam melakukan kegiatan
pembelajaran.
Banyak pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan
dalam menciptakan iklim pembelajaran kondusif, misalnya: pendekatan tematik,
descoveri-inkuiri, kontektual, cooperative learning, konstruktrukvistik,
meaningfull learning, dsb. Adapun metode pembelajaran yang diterapkan,
misalnya; metode diskusi, tanya jawab, problem solving, discovery-inkuiri,
simulasi, brainstorming, role playing,games, siklus belajar berbasis
pengalaman, demonstrasi, kooperatif, dan sebagainya.
Partisipasi dalam evaluasi pembelajaran adalah
keterlibatan peserta didik dalam menghimpun informasi mengenai pengelolaan
pembelajaran dan perubahan yang dirasakan selama mengikuti proses pembelajaran.
Dalam partisipasi evaluasi pembelajaran ini, pendidik memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk memberikan penilaian pada seluruh komponen
pembelajaran (refeksi pembelajaran) dan suasana diri (moood meter) dalam
mengikuti pembelajaran.
Langkah-langkah yang dilakukan pendidik dalam menerapkan strategi pembelajaran
partisipatif adalah:
1.
Melakukan assesment kebutuhan belajar, merumuskan tujuan, mengidentifikasi
hambatan, dan menetapkan prioritas yang akan digunakan untuk mengelola kegiatan
pembelajaran.
2.
Memilih tema/pokok bahasan dan/atau tugas yang harus dilakukan dalam
pembelajaran dan menentukan indikator pencapaian tujuan pembelajaran.
3.
Mengenai dan mengkaji karakteristik peserta didik sebagai bahan masukan dalam
menyusun rencana pembelajaran.
4.
Mengidentifikasi isi/materi atau bahan pelajaran/rincian tugas pembelajaran.
5.
Merumuskan tujuan pembelajaran.
6.
Merancang kegiatan pembelajaran, dengan memilih metode, media pembelajaran yang
digunakan secara tepat dan pengelolaan waktu.
7.
Memilih fasilitas pembelajaran dan sumber bahan yang mendukung proses
pembelajaran.
8.
Mempersiapkan sistem evaluasi proses dan hasil kegiatan pembelajaran.
9.
Mempersiapkan tindak lanjut dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
Menurut Tom Nesbit, Linda Leach & Griff Foley
(2004) bahwa ada enam prinsip dalam praktek pembelajaran orang dewasa agar
dapat diterapkan secara efektif, yaitu:
1.
Adanya partisipasi secara sukarela.
2.
Adanya perasaan respek secara timbal balik.
3.
Adanya semangat berkolaborasi dan kooperasi.
4.
Adanya aksi dan refleksi.
5.
Tersedianya kesempatan refleksi kritis dan
6.
Adanya iklim pembelajaran yang kondusif untuk belajar secara mandiri.
Prinsip tersebut sangat berkaitan dengan karakteristik
orang dewasa yang telah memiliki konsep diri dan pengalaman yang cukup banyak.
Konsep diri orang dewasa telah mandiri dan bergantung sepenuhnya kepada orang
lain dalam menentukan pilihan atau keputusan pemecahan masalah. Pengalaman
merupakan pembelajaran yang sangat berharga bagi orang dewasa. Setiap peserta
memiliki pengalaman yang bervariasi, tingkat pendidikan, kematangan dan
lingkungan yang berbeda pula. Untuk itu pembelajaran hendaknya memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1.
Peserta sebagai sumber belajar, oleh karena itu teknik pembelajaran yang
diterapkan diorientasikan pada upaya penyerapan pengalaman mereka melalui;
diskusi kelompok, curah pendapat, bermain peran, simulasi, curah pendapat,
demonstrasi, focus group discussion.
2.
Penekanan pada aplikasi praktis, pengetahuan baru, konsep-konsep, dan
3.
Pengalaman baru dapat dijelaskan melalui pengalaman praktis yang pernah dialami
peserta didik. Hasil dari pembelajaran dapat dimanfaatkan secara langsung dalam
kehidupannya.
4.
Materi pembelajaran dirancang berdasarkan pengalaman dan kondisi peserta didik.
D. Konsep Khit-pan dalam Andragogi
Konsep Khit-pan ini dilakukan dalam program
pendidikan luar sekolah di Thailand, dan konsep Khit-pan ini dapat pula
diterapkan pada pendidikan orang dewasa di Indonesia. Khit-pan ini berarti
dapat berfikir secara rasional dan kritis, pada akhirnya menuju pemecahan
masalah. Seseorang yang mengalami Khit-pan akan mampu mendekati masalah
sehari-hari secara sistematis. Ia akan mampu menelaah penyebab masalahnya, ia
akan mampu menelaah penyebab masalahnya, ia akan mampu mengumpulkan informasi
untuk pengambilan tindakan yang harus diambil, dalam rangka pemecahan masalah.
Konsep Khit-pan didasari filsafat bhuda. Pertama;
hidup adalah penderitaan, kedua; penderitaan dapat diatasi, ketiga; untuk
mengatasi, maka sumber penderitaan harus diidentifikasikan dan kemudian baru
mencari cara pemecahan yang baik.Sehubungan dengan konsep Khit-pan, maka
pengembangan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan 4 strategi, yaitu:
1.
Strategi pertama sebelum merancang kegiatan pembelajaran dilakukan lebih dahulu
identifikasi kebutuhan warga belajar dalam mencari kebutuhan belajar digunakan
baseline survey. Hasilnya dipecah menjadi 73 konsep.
2.
Strategi kedua, merencanakan satuan pelajaran dan proses diskusi, sehingga
setiap pertemuan memberikan kesempatan untuk berlatih dalam pemecahan masalah.
Melalui pertemuan-pertemuan peserta didik mengembangkan kemampuan kritis tentang
keadaan dalam kehidupannya sehari-hari, dimana mereka telah mempunyai
pengalaman yang dapat mereka sumbangkan dalam diskusi tersebut.
3.
Strategi ketiga, banyak menggunakan gambar atau perangsang diskusi, dan
berfungsi sebagai alat untuk mempraktekkan teknik atau keterampilan memecahkan
masalah. Tugasnya adalah menciptakan bahan-bahan belajar yang merangsang untuk
mengembangkan pola pikir yang rasional dan kritis.
4.
Strategi keempat, kurikulum disusun secara luwes untuk mengakomodasi
keanekaragaman peserta didik. Hal ini memungkinkan kepada tutor untuk
menerapkan dan menyesuaikan program belajarnya dengan keadaan lingkungan
setempat dan menyesuaikan dengan minat peserta didik serta dimasukkannya
masalah-masalah baru yang diidentifikasikan oleh peserta didik selama proses
belajar berlangsung, suasana belajar diatur secara luwes. Peraturan-peraturan
di dalam kelas untuk orang dewasa lebih longgar dari pada peraturan-peraturan
yang berlaku pada sekolah-sekolah formal biasa. Tempat belajar tidak harus di
dalam ruangan dan juga di rumah penduduk, dibalai desa, dan sebagainya. Cara
duduk peserta didik tidak diatur seperti di dalam kelas, sehingga pendidik
dapat saling tatap muka
E. Implikasi Konsep Andragogi Dalam Pembelajaran
Konsep Andragogi didasarkan pada sedikitnya 4 asumsi
tentang karakteristik warga belajar yang berbeda dari asumsi yang mendasari
pedagogi tradisional,yaitu:
1.
Konsep diri mereka bergerak dari seseorang dengan pribadi yang tergantung
kepada orang lain kearah seseorang yang mampu mengarahkan diri sendiri.
2.
Mereka telah mengumpulkan segudang pengalaman yang selau bertambah yang menjadi
sumber belajar yang semakin kaya.
3.
Kesiapan belajar mereka menjadi semakin berorientasi kepada tugas-tugas
perkembangan dari peranan sosial mereka.
4.
Perspektif waktu mereka berubah dari penerapan yang tidak seketika dari
pengetahuan yang mereka peroleh kepada penerapan yang segera, dan sesuai dengan
itu orientasi mereka kearah belajar bergeser dari yang berpusat kepada mata pelajaran
kepada yang berpusat kepada penampilan.
Usaha-usaha ke arah penerapan teori andragogi dalam
kegiatan pendidikan orang dewasa telah dicobakan oleh beberapa ahli,
berdasarkan empat asumsi dasar orang dewasa yang di atas yaitu: konsep diri,
akumulasi pengalaman, kesiapan belajar, dan orientasi belajar.
Asumsi dasar tersebut dijabarkan dalam proses
perencanaan kegiatan pembelajaran dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menyiapkan Iklim Belajar yang
Kondusif
Faktor lingkungan berpengaruh terhadap keberhasilan
belajar. Oleh karena itu, dalam pembelajaran model Andragogi langkah pertama
yang harus dikerjakan adalah menyiapkan iklim belajar yang kondusif. Ada tiga
hal yang perlu disiapkan agar tercipta iklim belajar yang kondusif itu.
Pertama, penataan fisik seperti ruangan yang nyaman, udara yang segar, cahaya
yang cukup, dan sebagainya. Termasuk di sini adalah kemudahan memperoleh
sumber-sumber belajar baik yang bersifat materi seperti buku maupun yang bukan
bersifat materi seperti bertemu dengan fasilitator. Kedua, penataan iklim yang
bersifat hubungan manusia dan psikologis seperti terciptanya suasana atau rasa
aman, saling menghargai, dan saling bekerjasama. Ketiga, penataan iklim
organisasional yang dapat dicapai melalui kebijakan pengembangan SDM, penerapan
filosofi manajemen, penataan struktur organisasi, kebijakan finansial, dan
pemberian insentif.
2. Menciptakan Mekanisme
Perencanaan Bersama
Perencanaan pembelajaran dalam model Andragogi
dilakukan bersama antara fasilitator dan peserta didik. Dasarnya ialah bahwa
peserta didik akan merasa lebih terikat terhadap keputusan dan kegiatan bersama
apabila peserta didik terlibat dan berpartisipasi dalam perencanaan dan
pengambilan keputusan.
3. Menetapkan Kebutuhan Belajar
Dalam proses pembelajaran orang dewasa perlu
diketahui lebih dahulu kebutuhan belajarnya. Ada dua cara untuk mengetahui
kebutuhan belajar ini adalah dengan model kompetensi dan model diskrepensi.
Model kompetensi dapat dilakukan dengan mengunakan berbagai cara seperti
penyusunan model peran yang dibuat oleh para ahli. Pada tingkat organisasi
dapat dilakukan dengan melaksanakan analisis sistem, analisis performan, dan
analisis berbagai dokumen seperti deskripsi tugas, laporan pekerjaan, penilaian
pekerjaan, analisis biaya, dan lain-lain. Pada tingkat masyarakat dapat
digunakan berbagai informasi yang berasal dari penelitian para ahli, laporan
statistik, jurnal, bahkan buku, dan monografi. Model dikrepensi, adalah mencari
kesenjangan. Kesenjangan antara kompetensi yang dimodelkan dengan kompetensi
yang dimiliki oleh peseta didk. Peseta didik perlu melakukan self assesment.
4. Merumuskan Tujuan Khusus
(Objectives) Program
Tujuan pembelajaran ini akan menjadi pedoman bagi
kegiatan-kegiatan pengalaman pembelajaran yang akan dilakukan. Banyak terjadi
kontroversi dalam merumuskan tujuan pembelajaran ini karena perbedaan teori
atau dasar psikologi yang melandasinya. Pada model Andragogi lebih dipentingkan
terjadinya proses self-diagnosed needs.
5. Merancang Pola Pengalaman
Belajar
Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan perlu
disusun pola pengalaman belajarnya atau rancangan programnya. Dalam konsep
Andragogi, rancangan program meliputi pemilihan problem areas yang telah
diidentifikasi oleh peserta didik melalui self-diagnostic, pemilihan format
belajar (individual, kelompok, atau massa) yang sesuai, merancang unit-unit
pengalaman belajar dengan metoda-metoda dan materi-materi, serta mengurutkannya
dalam urutan yang sesuai dengan kesiapan belajar peserta didik dan prinsip
estetika. Rancangan program dengan menggunakan model pembelajaran Andargogi
pada dasarnya harus dilandasi oleh konsep self-directed learning dan oleh
karena itu rancangan program tidak lain adalah preparat tentang
learning-how-to-learn activity.
6. Melaksanakan Program
(Melaksanakan Kegiatan Belajar)
Catatan penting pertama untuk melaksanakan program
kegiatan belajar adalah apakah cukup tersedia sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan membelajarkan dengan menggunakan model Andragogi. Proses pembelajaran
Andragogi adalah proses pengembangan sumberdaya manusia. Peranan yang harus
dikembangkan dalam pengembangan sumberdaya manusia adalah peranan sebagai
administrator program, sebagai pengembang personel yang mengembangkan
sumberdaya manusia. Dalam konteksi pelaksanaan program kegiatan belajar perlu
dipahami hal-hal yang berkaitan dengan berbagai teknik untuk membantu orang
dewasa belajar dan yang berkaitan dengan berbagai bahan-bahan dan alat-alat
pembelajaran.
7. Mengevaluasi Hasil Belajar dan
Menetapkan Ulang Kebutuhan Belajar
Proses pembelajaran model Andragogi diakhiri dengan
langkah mengevaluasi program. Pekerjaan mengevaluasi merupakan pekerjaan yang
harus terjadi dan dilaksanakan dalam setiap proses pembelajaran. Tidak ada
proses pembelajaran tanpa evaluasi. Proses evaluasi dalam model pembelajaran
Andragogi bermakna pula sebagai proses untuk merediagnosis kebutuhan belajar.
Untuk membantu peserta didik mengenali ulang model-model kompetensi yang
diharapkannya dan mengasses kembali diskrepensi antara model dan tingkat
kompetensi yang baru dikembangkannya. Pengulangan langkah diagnosis menjadi
bagian integral dari langkah evaluasi. Dalam khasanah proses evaluasi terdapat
empat langkah yang diperlukan untuk mengefektifkan assessment program yaitu
evaluasi reaksi yang dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana peserta didik
merespon suatu program belajar; evaluasi belajar dilaksanakan untuk mengetahui
prinsip-prinsip, fakta, dan teknik-teknik yang telah diperoleh oleh peserta
didik; evaluasi perilaku dilaksanakan untuk memperoleh informasi perubahan
perilaku peserta didik setelah memperoleh latihan; dan evaluasi hasil
dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program.
Aplikasi yang diutarakan di atas sebenarnya lebih
bersifat prinsip-prinsip atau rambu-rambu sebagai kendali tindakan
membelajarkan orang dewasa. Oleh karena itu, keberhasilannya akan lebih benyak
tergantung pada setiap pelaksanaan dan tentunya juga tergantung kondisi yang
dihadapi. Jadi, implikasi pengembangan teknologi atau pendekatan andragogi
dapat dikaitkan terhadap penyusunan kurikulum atau cara mengajar terhadap warga
belajar. Namun, karena keterikatan pada sistem lembaga yang biasanya
berlangsung, maka penyusunan program atau kurikulum dengan menggunakan
andragogi akan banyak lebih dikembangkan dengan menggunakan pendekatan ini.
Sebagai orang dewasa merasakan bahwa konsep-diri
seseorang dapat berubah. Mereka mulai melihat peranan sosial mereka dalan hidup
tidak lagi sebagai warga belajar “full time”. Mereka melihat diri mereka
semakin sebagai penghasil atau pelaku. Sumber utama kepuasan-diri mereka
sekarang adalah penampilan mereka sebagai pekerja, suami/isteri, orang tua, dan
warga negara. Orang dewasa memperoleh status baru, di mata mereka dan
orang-orang lain, dari tanggung jawab yang non-pendidikan ini. Konsep-diri
mereka menjadi sebagai pribadi yang mengarahkan dirinya sendiri. Mereka melihat
diri mereka sendiri sebagai mampu membuat keputusan-keputusan mereka sendiri
dan menghadapi akibat-akibatnya, mengelola hidup mereka sendiri. Dalam hal itu
mereka juga mengembangkan satu kebutuhan psikologis yang dalam untuk dilihat
orang lain sebagai orang yang mampu mengarahkan diri sendiri.
Orang dewasa menemukan bahwa mereka dapat bertanggung
jawab bagi pembelajaranmereka sendiri, sebagaimana mereka lakukan bagi
segi-segi lain kehidupan mereka, mereka mengalami perasaan lega dan gembira.
Kemudian mereka akan memasuki kegiatan belajar dengan keterlibatan-diri yang
mendalam, dengan hasil yang seringkali mengejutkan bagi mereka sendiri dan para
fasilitator mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Pengertian Strategi Menurut Para Ahli.
[Online]. Tersedia :
http://www.pengertianahli.com/2013/12/pengertian-strategi-menurut-para-ahli.html.
[30 Oktober 2014].
Kawaguchi, Hasan. 2010. Pengertian Andragogi.
[Online]. Tersedia :
http://kulpulan-materi.blogspot.com/2012/10/pengertian-andragogi.html. [30
Oktober 2014].
Hidayat, Rahmat. 2012. Analisis Lingkungan sebagai
Dasar Penetapan Strategi. [Online]. Tersedia :
http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/123456789/20553/1/Analisi-lingkungan-sebagai-dasar-penetapan-strategi-korporat-%3A-Studi-pada-CV.-Argo-Tunggal,-Batu.pdf.
[30 Oktober 2014].
Sujarwo. 2013. Strategi Pembelajaran Orang Dewasa.
[Online]. Tersedia : http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Dr.%20Sujarwo,%20M.Pd./Makalah-Strategi%20Pembelajaran%20Orang%20dewasa%20%28Repaired%29.pdf.
[30 Oktober 2014].
Ativa, Titik. 2011. Pendekatan dalam Pendidikan.
[Online]. Tersedia : http://92putrimedan-sitiativa.blogspot.com/2011/11/beberapa-pendekatan-dalam-pendidikan.html.
[30 Oktober 2014].
No comments:
Post a Comment