Sunday, June 11, 2017

TASAWUF AKHLAKI




A.     HASAN AL-BASHRI

1.            Riwayat Hidup
Hasan Al-Bashri, yang nama lengkapnya Abu Sa’id Al-Hasan bin Yasar, adalah seorang zahid yang sangat masyhur di kalangan tabi’in. Ia dilahirkan di Madinah pada tahun 21 H (632 M) dan wafat pada hari Kamis bulan Rajab tanggal 10 tahun 110 H (728M). Ia dilahirkan dua malam sebelum Khalifah Umar bin Khattab wafat. Ia dikabarkan bertemu dengan 70 orang sahabat yang turut menyaksikan peperangan Badar dan 600 sahabat lainnya.
Dialah yang mula-mula menyediakan waktunya untuk memperbincangkan ilmu-ilmu kebatinan, kemurnian akhlak, dan usaha menyucikan jiwa di Mesjid Bashrah. Ajaran-ajarannya tentang kerohanian senantiasa didasarkan pada sunnah Nabi, sahabat Nabi yang masih hidup pada zaman itu pun mengakui kebesarannya. Suatu ketika seseorang datang kepada Anas bin Malik sahabat Nabi yang utama untuk menanyakan persoalan agama. Anas memerintahkan orang itu agar menghubungi Hasan. Mengenai kelebihan lain dalam diri Hasan, Abu Qatadah pernah berkata : “Bergurulah kepada Syekh ini. Saya sudah saksikan sendiri (keistimewaannya). Tidak ada seorang Tabi’in pun yang menyerupai sahabat Nabi selainnya.”
Karir pendidikan Hasan Al-Bashri dimulai dari Hijaz. Ia berguru hampir kepada seluruh Ulama di sana. Bersama ayahnya, ia kemudian pindah ke Bashrah, tempat yang membuatnya masyhur dengan nama Hasan Al-Bashri. Puncak keilmuannya ia peroleh di sana.

2.            Ajaran-ajaran Tasawufnya
Abu Na’im Al-Ashbahani menyimpulkan pandangan tasawuf Hasan Al-Bashri sebagai berikut : “Takut (Khauf) dan pengharapan (Rafa’) tidak akan dirundung kemuraman dan keluhan, tidak pernah tidur senang karena selalu ingat Allah.” Pandangan tasawufnya yang lain adalah anjuran kepada setiap orang untuk senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak mampu melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjadi seluruh larangan-Nya. Sya’ram pernah berkata : “Demikian takutnya, sehingga seakan-akan ia merasa bahwa neraka itu hanya dijadikan untuk ia (Hasan Al-Bashri).”
Lebih jauh lagi, Hamka mengemukakan sebagian ajaran Tasawuf Hasan Al-Bashri seperti :
a.       “Perasaan takut yang menyebabkan hatimu tentram  lebih baik daripada rasa tentram yang menimbulkan perasaan takut”
b.      “Dunia adalah negeri tempat beramal. Barang siapa bertemu dunia dengan perasaan benci dan zuhud, ia akan berbahagia dan memperoleh faedah darinya. Namun, barang siapa bertemu dunia dengan perasaan rindu dan hatinya tertambat dengan dunia, ia akan sengsara dan akan berhadapan dengan penderitaan yang tidak dapat ditanggungnya.”
c.       “Dunia ini adalah seorang janda yang telah tua renta bungkuk dan beberapa kali ditinggalkan mati oleh suaminya.”
d.      “Hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa mengancamnya, dan juga takut akan kiamat yang hendak menagih janjinya.”
e.       “Banyak duka cita di dunia memperteguh semangat amal saleh.”

B.  AL MUHASIBI PANDANGAN TASAWUFNYA
Al-Harits bin Asad Al-Muhasibi (W. 243 H), menempuh jalan tasawuf karena hendak keluar dari keraguan yang dihadapinya. Tatkala mengamati madzhab-madzhab yang dianut umat Islam, Al-Muhasibi menemukan kelompok di dalamnya. Diantara mereka ada sekelompok orang yang tahu benar tentang keakhiratan, namun jumlah mereka sangat sedikit. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang mencari ilmu karena kesombongan dan motivasi keduniaan. Diantara mereka terdapat pula orang-orang yang terkesan sedang melakukan ibadah karena Allah, tetapi sesungguhnya tidak demikian.
Al-Muhasibi memandang bahwa jalan keselamatan hanya dapat ditempuh melalui ketakwaan kepada Allah SWT, melaksanakan kewajiban-kewajiban wara’ dan meneladani Rasulullah. Al-Muhasibi, tatkala sudah melaksanakan hal-hal di atas, maka seseorang akan diberi petunjuk oleh Allah berupa penyatuan antara Fiqh dan Tasawuf. Ia akan meneladani Rasulullah dan lebih mementingkan akhirat daripada dunia.

1.  Pandangan Al-Muhasib tentang Ma’rifat
  1. Taat. Awal dari kecintaan kepada Allah adalah taat, yaitu wujud konkret ketaatan hamba kepada Allah. Kecintaan kepada Allah hanya dapat dibuktikan dengan jalan ketaatan bukan sekedar pengungkapan kecintaan semata sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang. Mengekspresikan kecintaan kepada Allah hanya dengan ungkapan-ungkapan, tanpa pengalaman merupakan kepalsuan semata. Di antara implementasi kecintaan kepada Allah adalah memenuhi hati dengan sinar. Kemudian sinar ini melimpah pada lidah dan anggota tubuh yang lain.
  2. Aktivitas anggota tubuh yang telah disinari oleh cahaya yang memenuhi hati merupakan tahap ma’rifat selanjutnya.
  3. Pada tahap ketiga ini Allah menyingkapkan khazanah-khazanah keilmuan dan kegaiban kepada setiap orang yang telah menempuh kedua tahap di atas. Ia akan menyaksikan berbagai rahasia yang selama ini disimpan Allah.
  4. Tahap keempat adalah apa yang dikatakan oleh sementara sufi dengan fana’ yang menyebabkan baqa’.

2.   Pandangan Al-Muhasibi tentang Khauf dan Raja’
Pangkal wara’, menurutnya adalah ketakwaan, pangkal ketakwaaan adalah introspeksi diri (musabat al-nafs), pangkal introspeksi diri adalah khauf dan raja’, pangkal khauf dan raja’ adalah pengetahuan tentang janji dan ancaman Allah.


No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive