Sunday, June 11, 2017

TASAWUF IRFANI




A. RABI’AH AL-ADAWIAH
1.      Riwayat Rabi’ah Al-Adawiah
Nama lengkap Rabi’ah adalah Rabi’ah bin Ismail Al-Adawiah Al-Bashriyah Al-Qaisiyah. Diperkirakan lahir pada tahun 95 H / 713 M atau 99 H/717 M, di suatu perkampungan dekat kota Basrah (Irak) dan wafat di kota itu pada tahun 185 H / 801 M. Ia dilahirkan sebagai putri keempat dari keluarga yang sangat miskin. Itulah sebabnya, orangtuanya menamakan Rabi’ah. Kedua orang tuanya meninggal masih kecil. Konon pada saat terjadinya bencana perang di Bashrah, ia dilarikan penjahat dan dijual kepada keluarga Atik dari suku Qais Banu Adwah. Disinilah ia dikenal dengan Al-Qaisiyah atau Al-Adawiyah. Pada keluarga ini ia bekerja keras, namun kemudian dibebaskan karena tuannya melihat cahaya yang memancar di atas kepala Rabi’ah dan menerangi seluruh ruangan rumah pada saat ia sedang beribadah.
Setelah dimerdekakan tuannya, Rabi’ah hidup menyendiri menjalani kehidupan sebagai seorang zahidah dan sufiah. Ia menjalani sisa hidupnya hanya dengan ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah sebagai kekasihnya. Ia memperbanyak tobat dan menjauhi hidup duniawi. Ia hidup dalam kemiskinan dan menolak segala bantuan materi yang diberikan oleh orang lain kepadanya. Bahkan dalam do’anya, ia tidak meminta hal-hal yang bersifat materi.

2.      Ajaran Rasawuf Rabi’ah Al-Adawiah
Untuk memperjelas pengertian Al-Hubb yang diajukan Rabi’ah, yaitu Al-Hawa dan Hub anta ahl lahu, perhatikanlah tafsiran beberapa tokoh berikut. Abu Thalib Al-Makiy dalam Qat Al-Qulub sebagaimana dijelaskan Badawi memberikan penafsiran bahwa makna Hubb Al-Hawa adalah rasa cinta yang timbul dari nikmat-nikmat dan kebaikan yang diberikan Allah. Adapun yang dimaksud dengan nikmat-nikmat adalah material, tidak spiritual karenanya hubb disini bersifat hubb indrawi. Walaupun demikian, hubb Al-Hawa yang diajukan Rabi’ah ini tidak berubah-ubah, tidak bertambah dan berkurang karena bertambah dan berkurangnya nikmat. Hal ini karena Rabi’ah tidak memandang nikmat itu sendiri, tetapi sesuatu yang ada dibalik nikmat tersebut. Adapun Al-Hubb anta ahl lahu adalah cinta yang tidak didorong kesenangan indrawi, tetapi didorong Dzat yang dicintai.

B.     DZU AL-NUN AL-MISHRI
1.            Riwayat Hidup Dznu Al-Mishri
Dzun An-Nun Al-Mishri adalah nama julukan bagi seorang sufi yang tinggal di sekitar pertengahan abad ketiga Hijriah. Nama lengkapnya Abu Al-Fatidh Tsauban bin Ibrahim. Ia dilahirkan di Ikhmim, dataran tinggi Mesir, pada tahun 180 H/776 M, dan wafat pada tahun 246 H/856 M. Julukan Dzu An-Nun diberikan kepadanya sehubungan dengan berbagai keramatannya yang Allah berikan kepadanya. Diantaranya ia pernah mengeluarkan seorang anak dari perut buaya di Sungai Nil dalam keadaan selamat atas permintaan ibu dari anak tersebut.
Dalam perjalanan hidupnya Al-Mishri selalu berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain. Ia pernah menjelajahi berbagai daerah di Mesir, mengunjungi Bait Al-Maqdis, Baghdad, Mekah, Hijaz, Syria, Pegunungan Libanon, Anthokiah, dan Lembah Kan’an. Ia hidup pada masa munculnya sejumlah ulama terkemuka dalam bidang ilmu Fiqh, Ilmu Hadist dan guru sufi sehingga ia dapat berhubungan dan mengambil pelajaran dari mereka. Ia pernah mengikuti pengajian Ahmad bin Ahmad. Ia mengambil riwayat hadist dari Malik Al-Laits, dan lain-lainnya. Sebelum Al-Mishri, sebenarnya sudah ada sejumlah guru sufi, tetapi ia adalah orang pertama yang memberi tafsiran terhadap isyarat-isyarat tasawuf. Ia pun merupakan orang pertama di Mesir yang berbicara tentang ahwal dan maqamat para wali dan orang yang pertama memberi definisi tauhid dengan pengertian yang bercorak sufistik. Ia mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan pemikiran tasawuf.

2.            Ajaran-ajaran Tasawuf Dzun Al-Nun Al-Mishri
Al-Mishri berhasil memperkenalkan corak baru tentang ma’rifat dalam bidang sufisme Islam. Pertama, ia membedakan antara ma’rifat sufiyah dengan ma’rifat aqliyah. Kedua, menurut Al-Mishri, ma’rifat sebenarnya adalah musyahadah qalbiyah (penyaksian hati), sebab ma’rifat merupakan fitrah dalam hati manusia sejak azali.

Al-Mishri membagi pengetahuan tentang Tuhan menjadi tiga macam yaitu :
1.      Pengetahuan untuk seluruh muslim
2.      Pengetahuan khusus untuk para filosof dan ulama
3.      Pengetahuan khusus untuk para wali Allah
Dalam perjalanan rohani, Al-Mishri mempunyai sistematika sendiri tentang jalan menuju ma’rifat.
Adapun tanda-tanda seorang arif, menurut Al-Misri adalah sebagai berikut :
a.       Cahaya ma’rifat tidak memadamkan cahaya kewara’annya
b.      Ia tidak berkeyakinan bahwa ilmu bathin merusak hukum lahir
c.       Banyaknya nikmat Tuhan tidak mendorongnya menghancurkan tirai-tirai larangan Tuhan.

3.            Pandangan Dzu An-nun Al-Mishri tentang Maqamat dan Ahwal
Pandangan Al-Misri tentang Maqamat, dikemukakan pada beberapa hal saja, yaitu At-Taubah, Ash-Shabr, At-tawakul, dan Ar-Rida. Tentang At-Taubah Al Mishri membagi menjadi dua macam yaitu taubat Awwam dan taubat khawas tentang maqam ash-shabr adalah menghadapi segala cobaan dengan rasa kesabaran. Berkenaan dengan At-tawakal mengartikan sebagai berhenti memikirkan diri sendiri dan merasa memiliki daya dan kekuatan. Intinya adalah penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah disertai perasaan tidak memiliki kekuatan kemudian tentang Ar-Rida adalah kegembiraan hati menyambut ketentuan Tuhan baginya.

Berkenaan dengan ahwal adalah Al-Mishri menjadikan mahabbah (cinta kepada Tuhan) sebagai urutan pertama dari empat ruang lingkup pembahasan tentang tasawuf. Menurutnya tanda-tanda orang-orang yang mencintai Allah adalah mengikuti kekasih-Nya dalam akhlak, perbuatan dan ucapan segala perintah dan juga mengikuti sunnah Rasul.

No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive