Friday, November 30, 2018

Peran bermain dalam belajar dan perkembangan


Salah satu cara anak mendapatkan informasi adalah melalui bermain. Bermain memberikan motivasi instrinsik pada anak yang dimunculkan melalui emosi positif. Emosi positif yang terlihat dari rasa ingin tahu anak meningkatkan motivasi instrinsik anak untuk belajar. Hal ini ditunjukkan dengan perhatian anak terhadap tugas. Emosi negative seperti rasa takut, intimidasi dan stress, secara umum merusak motivasi anak untuk belajar. Rasa ingin tahu yang besar, mampu berpikir fleksibel dan kreatif merupakan indikasi umum anak sudah memiliki keinginan untuk belajar. Secara tidak langsung bermain sangat berpengaruh terhadap keberhasilan anak untuk belajar dan mencapai sukses. Hal ini sesuai dengan teori bermain yang dikemukakan oleh James Sully, bahwa bermain berkait erat dengan rasa senang pada saat melakukan kegiatan (Christianti, 2007:1)

Aktifitas bermain yang belajar memberikan jalan majemuk pada anak untuk melatih dan belajar berbagai macam keahlian dan konsep yang berbeda. Anak merasa mampu dan sukses jika anak aktif dan mampu melakukan suatu kegiatan yang menantang dan kompleks yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya. Oleh karena itu pendidik seharusnya memberikan materi yang sesaui, lingkungan belajar yang kondusif, tantangan, dan memberikan masukan pada anak untuk menuntun anak dalam menerapkan teori dan melakukan teori tersebut dalam kegiatan praktek.

MUSEUM PANYAWANGAN


Dekripsi museum panyawangan adalah memiliki 9 ruangan.
Ruang pertama terdapat foto silisilah bupati yang kesatu hingga sekarang yang menjabat  
Purwakarta lahir pada tanggal 20 Juli 1831 , lalu setelah ruang pertama di ruang ke dua ada sebuah poster besar Jepang , foto – foto Purwakarta jaman dahulu Gedung Kembar dulu masih  satu komplek dengan Stasiun purwakarta  dan pada jaman dulu juga Situbuled tempat pemmandian badak dan sekarang jadi tempat air macur Sribaduga karena pemerintahan Belanda  jadi diubah.
Di ruang 3 bertema Purwakarta Masa Kemerdekaan dan Pasal Kemerdekaan 1945 -1959 Regasdengklok disana terdapat garuda besar yang melambangkan Bhineka Tunggal Ika, dan juga pasal-pasal Drs.Mohammad Hatta, proklamator Ir.Soekarno dan juga panjahit bendera Indonesia
Daftar Bupati Purwakarta dari masakemasa yaitu
·         RH Sunariyo Roggowalyo menjabat dari tahun 1968 sampai dengan 1969
·         Rh Muchtar menjabat dati tahun 19691 sampai dengan 1979
·         RHA Abubakar mejabat dari tahun 1979 sampai dengan 1980
·         Mukdas Dasuki menjabat dari tahun 1980 sampai dengan1982
·         RHA Abubakar menjabat dari tahun 1982 sampai dengan 1983
·         Soedarna TM menjabat dari tahun 1983 sampai dengan 1993
·         Bunyamin Dudih menjabat dari tahun 1993 sampai dengan 2003
·         Tubagus Lily Hambali Hasan menjabat dari tahun 2003 sampai dengan 2008
·         Dedi Mulyadi menjabat dari tahun 2008 sampai dengan 2018
·         M.Taufiq Budi Santoso {[PJ.} menjabat dari tahun 2018 sampai dengan 2018
·         Anne Ratna Mustika menjabat dari tahun 2018 sampai dengan 2018

                    Ada ruangan sejarah kerajaan Sunda,Indonesia.Museum yang diresmikan pada 21 Februari 2014 menyimpan sembilan kisah besar pada sembilan ruangan museum yang meliputi:
v  Bale Prabu Maharaja Linggabuana,menyajikan sejarah Tatar Sunda.
v  Bale Prabu Niskala Wastukancana, merupakan hal of fame yang menampilkan sosok para pemimpin Purwakarta.
v  Bale Prabu Dewaniskala, menggambarkan Purwakarta pada masa pengaruh Mataram, VOC dan Hindia Belanda dalam rentang waktu tahun 1620 sampai dengan 1799.
v  Bale Prabu Jayaningrat, menyajikan keadaan Purwakarta pada masa pergerakan nasional dan masa pendudukan Jepang;
v  Bale Prabu Ratudewata, kmenyajikan keadaan Purwakarta pada masa kemerdekaan dan pasca kemerdekaan tahun 1945-1950, dimulai dengan peristiwa Rengasdengklok, dan pada jaman demokrasi liberal tahun 1950-1959;
v  Bale Prabu Nilakendra, menampilkan Purwakarta pada masa demokrasi terpimpin tahun 1950-1967;
v  Bale Prabu Surawisesa, menyajikan Purwakarta pada masa pemerintahan 1968-1998  serta arus reformasi 1998 hingga sekarang;
v  Bale Ki Pamanah Rasa, menggambarkan “Digjaya Purwakarta Istimewa” 2008-2018.
terseliplah sebuah kisah dari suatu keluarga yang tetap menjaga api semangat dedikasi 72 tahun silam. emua bermula di mana Bung Karno dan Bung Hatta dibawa oleh para golongan muda dari Jakarta menuju Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945—sehari sebelum hari proklamasi. Sesampainya di sana, kedua tokoh besar tersebut ditempatkan lebih dahulu di markas Pembela Tanah Air (PETA).
Selain itu juga karena alasan keamanan agar tidak terendus oleh tentara Jepang dan ditambah dengan Bung Karno yang membawa istri beserta anaknya, Guntur Soekarnoputra, yang masih balita. Akhirnya mereka ditempatkan di rumah yang paling dekat dengan markas PETA yang berada di tepi Sungai Citarum. Rumah tersebut adalah milik Djiaw Kie Siong.
Walau tidak mengetahui apa yang terjadi saat itu secara jelas, Djiaw Kie Siong kemudian membawa seluruh keluarganya ke rumah kerabatnya karena rumah tersebut akan didiami sementara oleh Bung Karno dan Bung Hatta. Di rumah itulah, Bung Karno dan Bung Hatta memulai proses menulis konsep proklamasi. Sempat terjadi perdebatan antara kedua tokoh tersebut dengan para golongan muda. Golongan muda menginginkan proklamasi harus dilaksanakan secepat-cepatnya tanpa melalui Panitia Perencanaan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dianggap dipengaruhi oleh Jepang. Namun, Bung Karno tetap bersikeras bahwa proklamasi harus tetap dijalankan sesuai prosedur melalui PPKI.
“Pada tanggal 15 Agustus 1945 sebenarnya bendera Merah Putih sudah dikibarkan dan akan dilakukan pembacaan proklamasi di markas PETA. Tapi tanggal 16 Agustus 1945, Bung Karno dan Bung Hatta dijemput, jadi dibacakannya di Jakarta,” kata Ibu Lanny, pemandu Rumah Sejarah Rengasdengklok, yang merupakan cucu menantu dari Djiaw Kie Siong.
Ia menambahkan, setelah Bung Karno dan Bung Hatta kembali ke Jakarta, terdapat beberapa robekan kertas yang sepertinya digunakan dalam menyusun konsep proklamasi. Namun, karena terdapat kekuatiran jika jejak dari kedua proklamator tersebut akan ketahuan oleh tentara Jepang, maka robekan kertas tersebut kemudian dibakar untuk menghilangkan jejak.
Pada 1957, saat mengetahui abrasi sering melanda tepian Sungai Citarum, Djiaw Kie Siong berinisiatif untuk memindahkan rumahnya sekitar 150 meter agar menjauh dari tepian sungai demi mengamankan rumah bersejarah tersebut. Setahun kemudian, abrasi meluluhlantakkan bekas lokasi rumah tersebut sehingga kini telah menjadi aliran Sungai Citarum.
Pasal-Pasal
Pasal 33
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
Pasal 34
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara


Penjelasan Pasal 33 UUD 45
Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi

Wednesday, November 21, 2018

Pengertian Dan Jenis-jenis Tindak Pidana Pencurian



1.   Pengertian Tindak Pidana Pencurian
Tindak pidana pencurian merupakan perbuatan mengambil milik orang lain dengan maksud memiliki secara melawan hukum, di mana apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh anak maka kepadanya akan mendapat hukuman.
Pencurian menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 362, sebagai berikut :
“Barang siapa mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.
2.    Jenis-jenis Tindak Pidana Pencurian
Menurut doktrin (ilmu hukum pidana), tindak pidana pencurian terdiri dari 5 (lima) jenis, yaitu sebagai berikut :
1.       Pasal 362 KUHP : Pencurian biasa (gewone diefstal) atau pencurian dalam bentuk pokok (diefstal in zijn grondvorm).
Unsur-unsurnya :
a. Barang siapa, menunjukan bahwa subjek (pelaku) pencurian itu harus manusia atau orang.
b. Mengambil (wegnemen), ini merupakan unsur objektif – dalam arti sempit ialah menggerakan tangan dan jari memegang barang dan memindahkan barang itu ke tempat lain.
c. Barang sesuatu, menurut histories pembetukan Pasal 362 KUHP itu, barang itu harus barang berwujud, karena barang demikianlah yang dapat dipindahkan seperti uang, pakaian, perhiasan wanita termasuk pula binatang (manusia tidak termasuk).
Namun dalam praktik, barang yang tidak berwujud pun dapat menjadi objek (sasaran) pencurian, seperti pencurian tenaga listrik (stroom) dan pencurian gas yang walaupun tidak berwujud dapat dialirkan melalui kabel dan pipa. Jadi barang-barang itu harus bersifat dapat digerakan, dapat diangkat dan dapat dipindahkan. Barang yang tetap, tidak brgerak seperti sebidang tanah, sawah, rumah , gedung dan sebagainya tidak dapat menjadi objek (sasaran) pencurian. Seseorang yang menguasai barang-barang tersebut kepunyaan orang lain dan menjualnya bukan merupakan perbuatan pencurian, melainkan perbuatan stellionat (penggelapan hak atas barang-barang tidak bergerak) menurut Pasal 385 KUHP.
a.    Dengan maksud untuk dimilikinya, “dengan maksud” di sini merupakan unsur subjektif yang berupa kesengajaan (dolus). Unsur “dengan maksud” di sini menunjukan kehendak si pelaku untuk memiliki barang itu, yang maksudnya barang itu seolah-olah miliknya sendiri.
b.    Secara melawan hukum, maksudnya tidak berhak, berlawanan dengan hak orang lain, tanpa seizin pemilik barang itu.
2.        Pasal 363 KUHP, pencurian dengan pemberatan atau pencurian dengan kualifikasi (gequalificeerde diefstal)
Maksudnya dari pencurian ini adalah pencurian yang memiliki unsur-unsur pencurian biasa/pencurian dalam bentuk pokok (Pasal 362 KUHP) yang ditambah dengan unsur-unsur lain, sehingga ancaman pidananya diperberat.
Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa pencurian dengan pemberat/pencurian dengan kualifikasi itu merupakan pencurian biasa (Pasal 362 KUHP) yang disertai dengan salah satu keadaan yang disebutkan dalam Pasal 363 ayat (1) butir 1 s.d. butir 3 dan ayat (2) KUHP, yaitu sebagai berikut :
1.    Jika barang yang dicuri itu ternak.
Yang dimaksud dengan ternak itu dapat kita baca Pasal 101 KUHP, yang berbunyi:
“Yang disebut ternak yaitu semua binatang yang berkuku satu, binatang memamah biak dan babi”.
2.    Jika pencurian itu dilakukan pada waktu adanya malapetaka, seperti kebakaran, letusan, banjir, gempa, gunung meletus dan sebagainya.
3.    Jika pencurian itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak.
4.    Jika pencurian itu dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.
5.    Jika dalam pencurian itu, pencuriannya itu ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil dilakukan dengan merusak, memotong, atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu.
3.        Pasal 364 KUHP, Pencurian ringan (lichte diefstal).
Yang dimaksud dengan pencurian ringan (lichte diefstal) adalah pencurian yang memiliki unsur-unsur pencurian biasa/pencurian dalam bentuk pokok (Pasal 362 KUHP) yang ditambah dengan unsur-unsur lain, sehingga ancaman pidananya diperingan.
Pencurian ringan dalam Pasal 364 KUHP ini, terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu sebagai berikut :
a.        Pencurian biasa/pencurian dalam bentuk pokok (Pasal 362 KUHP), jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari Rp. 250,00 (dua ratus lima puluh rupiah);
b.        Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu (Pasal 363 ayat (1) butir 4 KUHP), jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari Rp. 250,00 (dua ratus lima pulh rupiah).
c.        Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu, perintah palsu (Pasal 363 ayat (1) butir 5 KUHP), apabila:
-           tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya;
-           Harga barang yang dicuri tidak lebih dari Rp. 250,00 (dua ratus lima puluh rupiah).
4.        Pasal 365 KUHP: Pencurian dengan kekerasan (diefstal met geweld).
Pencurian dengan kekerasan atau ancaman kekerasan yang ditentukan dalam Pasal 365 KUHP ini, dengan maksud tertentu, yaitu jika pencurian itu :
a.    Didahului (voorafgegaan) dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, maka kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut dimaksudkan untuk mempersiapkan pencurian itu.
b.    Disertai (vergezerd) dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, maka kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut dimaksudkan untuk mempermudah pencurian itu.
c.    Diikuti (gevlog) dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, maka kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut jika si pelaku atau peserta lainnya tertangkap tangan (kepergok), maka kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut dimaksudkan untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.
5.    Pasal 367 KUHP : Pencurian dalam keluarga (familie diefstal).
Ayat (1) mengatur tentang gugurnya kewenangan penuntutan pidana secara khusus, yaitu jika terjadinya pencurian antara suami istri (sebagai pembuat atau pembantu), baik bagi mereka yang tunduk pada peraturan kawin menurut KUHPerdata (B.W.) yang tidak terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah harta kekayaan maupun bagi mereka yang tunduk pada peraturan kawin menurut hukum Adat (Islam), maka terhadap suami/istri yang membuat (melakukan) pencurian antar suami istri tidak mungkin diadakan penuntutan pidana. Rasionya (dasar pikirannya) dari ketentuan ini adalah oleh karena kedua orang (suami istri) itu sama-sama memiliki harta benda suami istri.
Ayat (2) mengatur tentang tindak pidana aduan relatif, yaitu :
b.        Jika terjadinya pencurian antar suami istri yang terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan.
c.        Jika yang melakukan atau membantu pencurian itu adalah keluarga sedarah atau semenda, baik dalam garis lurus atau menyimpang derajat kedua.
Ayat (3) mengatur tentang jika menurut adat istiadat keturunan ibu (matriakal), kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain daripada bapak kandung, maka peraturan tentang pencurian dalam keluaraga tersebut dalam Pasal 367 ayat (2) KUHP berlaku pula pada orang itu, misalnya seorang kemenakan yang mencuri barang mamaknya (adat Minangkabau) itu adalah tindak pidana aduan.

Selanjutnya dalam Pasal 367 KUHP ini tidak terdapat ancaman pidananya, maka untuk ancaman pidana ini kita harus menunjuk (mempergunakan) ancaman pidana yang terdapat dalam pencurian bentuk pokoknya, yaitu Pasal 362 KUHP.

Unsur-unsur Tindak Pidana


Dalam doktrin atau ilmu hukum pidana, unsur-unsur tindak pidana itu dibedakan dalam dua macam, yaitu unsur objektif dan unsur subjektif :[1]
1.1 Unsur Objektif
Unsur objektif adalah unsur yang terdapat di luar diri sisi pelaku tindak pidana, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan,
Unsur objektif ini meliputi :
1)    Perbuatan atau kelakuan manusia itu ada yang aktif (berbuat sesuatu), misalnya membunuh – Pasal 338 KUHP; menganiaya – Pasal 351 KUHP; mencuri – Pasal 362 KUHP; dan lain-lain.
Dan ada pula yang pasif (tidak berbuat sesuatu), misalnya : tidak melaporkan kepada yang berwajib atau kepada yang terancam, sedangkan ia mengetahui ada suatu pemufakatan jahat, adanya niat untuk melakukan suatu kejahatan tertentu – Pasal 164, 165 KUHP; tidak mengindahkan kewajiban menurut undang-undang sebagai saksi, ahli, atau juru bahasa – Pasal 224 KUHP; tidak memberi pertolongan kepada orang yang sedang menghadapi maut – Pasal 531 KUHP.
2)    Akibat yang menjadi syarat mutlak dari delik
Hal ini terdapat dalam delik-delik mateliil atau delik-delik yang dirumuskan secara materiil, misalnya : pembunuhan – Pasal 338 KUHP; penganiayaan – Pasal 351 KUHP; penipuan – Pasal 378 KUHP.
3)    Unsur melawan hukum
Setiap perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh peraturan perundang-undangan hukum pidana itu harus bersifat melawan hukum (wedderrechtelijkkheid / rechtsdrigkeit), meskipun unsur ini tidak dinyatakan dengan tegas dalam perumusannya. Ternyata sebagian besar dari perumusan delik dalam KUHP tidak menyebutkan dengan tegas unsur melawan hukum, hanya beberapa delik saja yang menyebutkan dengan tegas, seperti : dengan melawan hukum merampas kemerdekaan – Pasal 333 KUHP; untuk dimilikinya secara melawan hukum – Pasal 362 KUHP, dan lainnya.
4)    Unsur lain yang menentukan sifat tindak pidana
Ada beberapa tindak pidana yang untuk dapat memperoleh sifat tindak pidananya itu memerlukan hal-hal objektif yang menyertainya, seperti : penghasutan – Pasal 160 KUHP; melanggar kesusilaan – Pasal 282 KUHP; pengemisan – Pasal 504 KUHP; mabuk – Pasal 536 KUHP. Tindak pidana – tindak pidana tersebut harus dilakukan di muka umum. 
5)    Unsur yang memberatkan pidana
Hal ini terdapat dalam delik-delik yang dikualifikasikan oleh akibatnya, yaitu karena timbulnya akibat tertentu, maka ancaman pidananya diperberat. Seperti penganiayaan – Pasal 351 KUHP diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan – ayat (1), apabila penganiayaan itu mengakibatkan luka-luka berat yang ancaman pidananya diperberat menjadi penjara paling lama 5 tahun - ayat (2), jika mengakibatkan mati maka diperberat lagi menjadi penjara paling lama 12 tahun - ayat (3).

6)    Unsur tambahan yang menentukan tindak pidana
Hal ini misalnya : dengan suka rela masuk tentara negara asing, yang diketahuinya bahwa negara itu akan perang dengan negara Indonesia, pelakunya hanya dapat dipidana jika terjadi pecah perang – Pasal 123 KUHP; membujuk atau membantu orang itu jadi bunuh diri – Pasal 345 KUHP; dan jika orang itu meninggal dunia – Pasal 531 KUHP.

1.2     Unsur Subjektif
Unsur subjektif adalah unsur yang terdapat dalam diri si pelaku tindak pidana.
Unsur subjektif ini meliputi :
1)    Kesengajaan (dolus)
KUHP tidak memberikan perumusan terhadap kesengajaan, akan tetapi menurut Memorie van Toelichting (M.v.T) yang dimaksud dengan kesengajaan itu adalah “menghendaki dan mengetahui” (willens en wetens). Yang dimaksud dengan “menghendaki dan mengetahui” adalah seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan dengan sengaja itu haruslah menghendaki (willens) apa yang ia buat, dan harus mengetahui (wetens) pula apa yang ia buat itu beserta akibatnya[2]. Hal ini terdapat, seperti dalam : melanggar kesusilaan – Pasal 281 KUHP; Membunuh – Pasal 338 KUHP.
2)    Kealpaan (culpa)
KUHP tidak memberikan penjelasan terhadap istilah-istilah yang artinya menunjukan kealpaan (culpa). Akan tetapi dalam Memorie van Toelichting (M.v.T) dari Rancangan KUHP Negeri Belanda mengatakan “Kealpaan itu, di satu pihak merupakan kebalikan yang sesungguhnya dari kesengajaan, dan di lain pihak merupakan kebalikan dari suatu kebetulan”. Sedangkan Ilmu Hukum Pidana dan Yurisprudensi menafsirkan kealpaan (culpa) sebagai “ kurang mengambil tindakan pencegahan” atau “kurang hati-hati”, dan hal ini dalam doktrin lazim digunakan istilah “kealpaan tidak disadari” (onbewuste schuld) dan “kealpaan disadari” (bewuste schuld)[3].
Hal ini terdapat seperti dalam : dirampas kemerdekaan – Pasal 334 KUHP; menyebabkan mati – Pasal 359 KUHP.
3)    Niat (voornemen)
Menurut Moeljatno : bahwa niat jangan disamakan dengan kesengajaan tetapi niat secara potensial dapat berubah menjadi kesengajaan apabila sudah diwujudkan menjadi perbuatan yang dituju, dalam hal semua perbuatan yang diperlukan untuk kejahatan telah dilakukan, tetapi akibat yang dilarang tidak timbul (percobaan selesai/voltooide poging), di situ niat 100% (seratus persen) menjadi kesengajaan, sama kalau menghadapai delik selesai. Tetapi apabila belum diwujudkan menjadi perbuatan, maka niat masih ada dan merupakan sikap bathin yang memberi arah kepada perbuatan (subjective onrecht element). Oleh karena itu niat tidak sama dan tidak dapat disamakan dengan kesengajaan, maka isinya niat jangan diambil dari isinya kesengajaan apabila kejahatan itu terjadi. Untuk itu diperlukan pembuktian tersendiri bahwa isi yang tertentu tadi sudah ada sejak niat belum diwujudkan dalam perbuatan.
4)    Maksud (oogmerk)
Dalam KUHP istilah “oogmerk” (maksud) diartikan sebagai “tujuan pokok” dari tindakan-tindakan yang telah disebutkan sebelumnya.
5)    Dengan rencana lebih dahulu (met voorbedachte rade)
Hal ini terdapat, seperti dalam : pembunuhan dengan rencana – Pasal 340 KUHP. Mengenai istilah “met voorbedachte rade” sebenarnya bukanlah merupakan bentuk “opzet” melainkan cara membentuk “opzet”. Tentang cara membentuk “opzet” ini ada syarat-syarat, yaitu : “opzet” nya itu dibentuk setelah direncanakan terlebih dahulu; dan setelah orang merencanakan (“opzet” nya) itu dibentuk (“de vorm waarin opzet wordt gevormd”) yaitu harus dalam keadaan tenang (“in koelen bloede”); dan pada umunya merencanakan pelaksanaan “opzet” itu memerlukan jangka waktu yang agak lama[4].
6)    Perasaan takut (vrees)
Hal ini terdapat, seperti dalam : membuang anak sendiri – Pasal 308 KUHP; membunuh anak sendiri – Pasal 341 KUHP; membunuh anak sendiri dengan rencana – Pasal 342 KUHP.




[1] Ibid., hlm 118-122.
[2] Ibid, hlm 189.
[3] Ibid, hlm 210.
[4] Harmien Hadiati Koeswadji, Kejahatan Terhadap Nyawa, Asas-asas, Kasus, Dan Permasalahannya, Sinar Wijaya, Surabaya, 1984, hlm 45 dan 113.

Pengertian Tindak Pidana


Pembentukan undang-undang kita telah menggunakan istilah “strafbaar feit” untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai “tindak pidana” di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya yang di maksud dengan perkataan “strafbaar feit” tersebut[1].
Terdapat beberapa pendapat para ahli mengenai tindak pidana, di antaranya yaitu :
Menurut Simons :
Strafbaar feit” adalah “een strafbaar gestelde, onrechmatige, met schuld verband stand handeling van een toerekeningsvatbaar persoon”. Jadi unsur-unsur “strafbaar feit”, adalah :
  1. Perbuatan manusia (positif atau negatif; berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan);
  2. Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld);
  3. Melawan hukum (onrechtmatig);
  4. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband stand);
  5. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar persoon)
Simons menyebut adanya unsur subjektif dan unsur objektif, yang disebut sebagai unsur objektif, ialah :
  1. Perbuatan orang;
  2. Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu;
  3. Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu seperti dalam Pasal 281 KUHP sifat “openbaar
Unsur subjektif dari “strafbaar feit”, adalah :
  1. Orang yang mampu bertanggung jawab;
  2. Adanya kesalahan (dolus/culpa). Perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan; kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat dari perbuatan atau dengan keadaan-keadaan mana perbuatan itu dilakukan.

Menurut Van Hamel :
Strafbaar feit” adalah “een wettelijik omschreven menschelijke gedraging, onrechtmatig, strafwaardig en aan schuld te wijten”.
Jadi unsur-unsurnya, adalah :
1.    Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang;
2.    Melawan hukum;
3.    Dilakukan dengan kesalahan;
4.    Patut dipidana[2].

Menurut Moeljatno :
Dalam pidatonya pada Dies Natalis VI Universitas Gajah Mada tanggal 19 Desember 1955 : Perbuatan pidana dapat diberi arti perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut (Moeljatno :7 dan 14) di samping itu perbuatan tersebut harus betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh atau tak patut dilakukan (Moeljatno : 15). Dengan demikian syarat-syarat formal yaitu perumusan undang-undang juga harus mencocoki syarat-syarat materiil yaitu sifat melawan hukum bahwa perbuatan tersebut harus betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh atau tak patut dilakukan (Moeljatno : 16)[3]
Pengertian strafbaar feit atau tindak pidana dari Simons dan dari Van Hamel itu dapat disebut sebagai pandangan yang “monistis” terhadap strafbaar feit atau tindak pidana, karena dalam pengertian itu dicakup pula pertanggungjawaban pidana. Pengertian perbuatan pidana atau tindak pidana dari Moeljatno itu dapat disebut sebagai pandangan yang “dualistis”  terhadap perbuatan pidana atau tindak pidana, sebab dalam pengertiannya itu tidak tercakup pertanggungjawaban pidana. Jadi pandangan “dualistis” ini, memisahkan antara perbuatan pidana atau tindak pidana (criminal act / actus reus) dengan pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility / criminal liability / mensrea)[4].
Unsur-unsurnya adalah :
1)    Unsur-unsur formal, yaitu :
a.    Perbuatan (manusia);
b.    Perbuatan itu dilarang oleh suatu aturan hukum;
c.    Larangan itu disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu;
d.    Larangan itu dilanggar oleh manusia.
2)    Unsur-unsur materiil, yaitu :
Perbuatan itu harus bersifat melawan hukum, yaitu harus betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh atau tak patut dilakukan.



[1] P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm 181.


[2] Sudarto, op.cit., hlm 40-41.

[3] Moeljatno dalam Sofjan Sastrawidjaja, Hukum Pidana ( Asas Hukum Pidana Sampai  Dengan Peniadaan Pidana), hlm 114.
[4] Sofyan Sastrawidjaja, ibid, hlm 116.

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive