1.
Hak Saisine
Hak tersebut diatur dalam Pasal 833 ayat (1) KUH
Perdata yang menyatakan bahwa :[1]
Sekalian ahli waris dengan sendirinya
karena hukum memperoleh hak atas segala barang, segala hak dan segala piutang si
yang meninggal dunia.
Kata saisine berasal dari bahasa Perancis “Le
mort saisit le vit“ yang berati bahwa yang mati dianggap memberikan
miliknya kepada yang masih hidup. Maksudnya adalah bahwa ahli waris segera pada
saat meninggalnya pewaris mengambil alih semua hak-hak dan kewajiban-kewajiban
pewaris tanpa adanya suatu tindakan dari mereka, kendatipun mereka tidak
mengetahuinya.[2]
2.
Hak Hereditatis Petitio
Hak ini diberikan oleh undang-undang kepada para
ahli waris terhadap mereka, baik atas dasar suatu titel atau tidak menguasai
seluruh atau sebagian dari harta peninggalan, seperti juga terhadap mereka yang
secar licik telah menghentikan penguasaannya.[3]
Dalam KUH Perdata, hak ini diatur dalam Pasal 834 dan Pasal 835.
3. Hak untuk Menuntut Bagian Warisan
Hak ini diatur dalam Pasal 1066 KUH Perdata. Hak ini
merupakan hak yang terpenting dan merupakan ciri khas dari Hukum Waris. Pasal
1066 menyatakan bahwa :
Tiada seorangpun yang
mempunyai bagian dalam
harta peninggalan diwajibkan menerima berlangsungnya harta peninggalan itu
dalam keadaan tidak terbagi.
Pemisahan ini setiap waktu dapat dituntut, biarpun
ada larangan untuk melakukannya. Namun daptalah diadakan persetujuan untuk
selama suatu waktu tertentu tidak melakukan pemisahan.[4]
4. Hak untuk Menolak Warisan
Hak untuk menolak warisan diatur dalam Pasal 1045
jo. Pasal 1051 KUHPerdata.
E. Hak Waris Aktif
Hak waris aktif anak-anak luar kawin diatur dalam
Pasal 862 sampai dengan Pasal 866 dan Pasal 873 ayat (1) KUHPerdata. Kedudukan
anak luar kawin diakui sebenarnya sama dengan kedudukan ahli waris lainnya.
Dengan demikian anak luar kawin diakui juga mempunyai hak-hak yang dimiliki
seorang ahli waris, hal yang mebedakan hanyalah bagian yang ia terima tidak
sama dengan anak sah.[5]
Besarnya bagian warisan dari anak-anak luar kawin
tergantung dari derajat hubungan kekeluargaan daripada ahli waris yang sah. Hal
ini diatur dalam Pasal 863 KUH Perdata yang menentukan :[6]
- Jika anak luar kawin diakui mewaris
bersama dengan golongan I, maka bagiannya 1/3 X bagian seandainya ia anak
sah.
- Jika anak luar kawin diakui mewaris
bersama dengan golongan II, maka bagiannya 1/2 X bagian seandainya ia anak
sah.
- Jika anak luar kawin diakui mewaris
bersama dengan golongan III, maka bagiannya 1/2 X bagian seandainya ia
anak sah.
- Jika anak luar kawin diakui mewaris
bersama dengan golongan IV, maka bagiannya 3/4 X bagian seandainya ia anak
sah.
- Jika anak luar kawin diakui mewaris
bersama dengan golongan III dan golongan IV (golongan III dan golongan IV
yang beda pancer), maka bagiannya 1/2 X bagian seandainya ia anak sah
(diambil derajat yang terdekat).
F. Hak Waris Pasif
Cara bagaimana seorang anak luar kawin mewariskan
harta peninggalannya secara pasif, diatur dalam Pasal 870 dan Pasal 871 serta
Pasal 873 ayat (2) dan ayat (3) KUH Perdata.[7] Pasal 870 KUH Perdata, menyatakan :[8]
Warisan seorang anak luar kawin yang
meninggal dunia dengan tak meninggalkan keturunan, maupun suami isteri, adalah
untuk bapak atau ibunya yang mengakuinya atau untuk mereka berdua masing-masing
setengahnya, jika keduanya telah mengakuinya.
Pasal
871 KUH Perdata, menyatakan :[9]
Jika seorang anak luar kawin meninggal
dunia dengan tak meninggalkan keturunan, maupun suami isteri, sedangkan kedua
orang tuanya telah meninggal terlebih dahulu, maka barang-barang yang dulu
diwariskannya dari orang tua itu jika masih ada dalam ujudnya, akan pulang
kembali kepada keturunan yang sah dari bapak atau ibunya, hal yang drmikian itu
berlaku juga terhadap hak-hak si meninggal untuk menuntut kembali sesuatu, jika
ini telah dijualnya dan uang belum dibayar.
Pasal 873 ayat
(2) dan ayat (3) KUHPerdata, menyatakan :
Jika anak luar kawin tadi meninggal
dunia, dengan tak meninggalkan keturunan, maupun suami atau isteri yang hidup
terlama maupun pula bapak atau ibu maupun saudara laki-laki atau perempuan atau
keturunan mereka, maka warisannya adalah dengan mengesampingkan negara untuk
diwaris oleh para keluarga sedarah yang terdekat dengan bapak atau ibunya yang
telah mengakuinya, maka setengah bagian adalah untuk para keluarga sedarah yang
terdekat terdapat dalam garis bapak, sedangkan setengah bagian lainnya sejenis
dari garis ibu. Pembagian dalam kedua garis dilakukan menurut peraturan
mengenai pewarisan biasa.
No comments:
Post a Comment