- Penegak Hukum Dalam Sistem
Peradilan Pidana
Pada mulanya dalam menangani perkara pidana digunakan
pendekatan hokum dan ketertiban (law and
order), salah satu cirri pendekatan ini dalam peradilan pidana diantaranya
adalah titik berat pada “law enforcement” dimana hokum diutamakan dengan dukungan
instansi kepolisian.
Pendekatan “hokum dan ketertiban” dalam praktek telah
mengalami kegagalan dalam menekan angka kriminalitas, sehingga muncul gagasan
pendekatan system dalam peradilan pidana. Pendekatan ini mempunyai cirri
diantaranya titik berat pada koordinasi dan sinkronisasi komponen peradilan
pidana (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Permasyarakatan).
Pendekatan system dalam peradilan pidana dikenal dengan
system peradilan pidana. Prof. MULYADI mengemukakan bahwa, system peradilan pidana
merupakan suatu jaringan (network)
peradilan yang menggunakan hokum pidana material, hokum pidana formil maupun
pelaksanaan pidana.
Dalam system peradilan pidana memandang keempat aparatur
penegak hokum yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga
permasyarakatan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari system penegak hokum
pidana.
Selain keempat aparatur penegak hokum tersebut, komponen
penasehat hokum/advocate dewasa ini dipandang sebagai komponen yang penting
lainnya, hal ini didasarkan pada pertimbangan keberhasilan penegak hokum dalam
kenyataannya ternyata dipengaruhi juga oleh peranan dan tanggung jawab dari
advocate/penasehat hokum tersebut, dan komponen advocate/penasehat hokum yang
baik dan benar akan mendukung terciptanya suasana peradilan yang bersih dan
berwibawa.
Dalam KUHAP ternyata telah mengarah kepada pendekatan
system peradilan pidana, KUHAP merupakan landasan hokum bagi terselenggaranya
peradilan pidana yang baik, berwibawa serta memberikan perlindungan terhadap
harkat dan martabat tersangka atau terdakwa sebagai manusia. KUHAP telah
mengatur ketentuan mengenai tugas dan wewenang komponen aparatur penegak hokum
dalam proses penyelesaian perkara pidana.
Demikian pula dalam proses penyelesaian anak, berdasarkan
ketentuan Undang – Undang Pengadilan Anak, hokum acara yang berlaku adalah
sebagaimana diatur dalam KUHAP kecuali apabila ditentukan lain dalam Undang –
Undang Pengadilan Anak, sehingga pendekatan system peradilan pidana dalam
perkara anak harus dilaksanakan.
Pendekatan system peradilan pidana dalam perkara anak
dalam Undang – Undang Pengadilan Anak terlihat dengan terintegrasinya peran
aparatur penegak hokum yang khusus menangani perkara pidana yang dilakukan oleh
anak. Aparatur penegak hokum dalam perkara pidana anak terdiri dari penyidik
anak, penuntut anak, hakim anak dan lembaga permasyarakatan anak serta
advocate/penasehat hokum yang mempunyai dedikasi dan minat terhadap perkara
anak.
Pendekatan system peradilan pidana dalam perkara anak
dalam pelaksanaanya tetap mempertimbangkan pertumbuhan dan perkembangan anak
baik secara fisik, psikologis, sosiologis maupun paedogogis, misalnya dalam
Undang – Undang Pengadilan Anak ditentukan bahwa dalam pemeriksaan
dipersidangan hakim, jaksa penuntut umum maupun advocate/penasehat hokum tidak
memakai toga dan dalam suasana kekeluargaan.
- Penyidik Perkara Anak
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 KUHAP, penyidikan
adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya. Sedangkan penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia
atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang – undang untuk melakukan Penyidikan.
Tindakan penyidikan menekankan pada tindakan untuk
mencari serta mengumpulkan bukti, supaya menjadi terang tindak pidana yang
terjadi serta agar dapat menemukan dan menentukan pelakunya. Antara penyelidikan dangan Penyidikan ini merupakan dua
fase tindakan yang saling berkaitan guna dapat diselesaikan pemeriksaan suatu
peristiwa pidana.
Pasal 7 ayat (1)
KUHAP mengatur tentang wewenang Penyidik, yaitu :
a.
Menerima laporan atau pengaduan tentang
adanya tindak pidana;
b.
Melakukan tindak pertama pada saat di
tempat kejadian;
c.
Menyuruh berhenti seorang tersangka dan
memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d.
Melakukan penangkapan, penahanan,
penggeladahaan dan penyitaan;
e.
Melakukan pemeriksaan dan penyitaan
surat;
f.
Mengambil sidik jari dan memotret
seorang;
g.
Mengambil orang untuk didengar dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h.
Mendatangkan orang ahli yang diperlukan
dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara;
i.
Mengadakan tindakan lain menurut hokum
yang bertanggungjawab.
Penyidikan terhadap
anak dilakukan oleh penyidik anak, yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan
Kepala Kepolisian RI atau pejabat yang ditunjuk olehnya. Dengan demikian
penyidik umum tidak bias melakukan penyidikan terhadap perkara anak, kecuali
dalam hal tertentu, misalnya belum ada penyidik anak ditempat itu.
Pasal 41 ayat (2)
Undang – Undang Pengadilan Anak menentukan syarat – syarat untuk menjadi
penyidik anak, yaitu :
a.
Telah berpengalaman sebagai Penyidik;
b.
Mempunyai
minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak.
Dalam melaksanakan tugas penyidikan terhadap perkara
anak, penyidik anak mempunyai beberapa kewajiban sebagaimana ditentukan dalam
pasal 42 Undang – Undang Pengadilan Anak yaitu dalam memeriksa tersangka harus
dalam suasana kekeluargaan, dalam melakukan penyidikan terhadap anak wajib
meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing kemasyarakatan, dan apabila
perlu juga dapat meminta pertimbangan ahli kesehatan jiwa, ahli agama atau
petugas kemasyarakatan lainnya. Kewajiban penyidik anak yang lainnya adalah
wajib merahasiakan proses penyidikan.
Tindakan penyidikan yang harus mendapat perhatian
khusus adalah tindakan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka, kedua
tindakan ini berkaitan dengan pengekangan kebebasan seseorang, yang apabila
dilakukan tanpa dasar dan prosedur hokum merupakan pelanggaran terhadap hak
asasi tersangka.
Penangkapan dan penahanan terhadap anak yang diduga
melakukan tindak pidana dilakukan berdasarkan ketentuan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam KUHAP.
Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa
pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat
cukup bukti guna kepentingan penyelidikan atau penyidikan atau penuntunan dan
atau peradilan.
Penangkapan harus memenuhi syarat formal maupun
syarat materi, sebagai berikut :
a.
Syarat formal :
1. Dilakukan oleh penyidik POLRI atau
oleh penyelidik atas perintah penyidik;
2.
Dilengkapi dengan Surat Perintah
Penangkapan dari Penyidik;
3.
Menyerahkan Surat Perintah Penangkapan
kepada tersangka dan tembusannya kepada keluargannya.
b. Syarat materil :
1.
Ada bukti permulaan yang cukup;
2.
Penangkapan paling lama untuk satu kali
24 jam
Penangkapan yang
tidak memenuhi syarat formal dan materil adalah tidak sah dan karenanya dapat
diajukan praperadilan untuk menyatakan ketidaksahannya dan sekaligus meminta
ganti kerugian atas penangkapan tersebut.
Penahanan adalah
penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh Penyidik atau
Penuntut Umum atau Hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang
diatur dalam KUHAP.
Penahanan dilakukan
apabila memenuhi unsur yuridis, unsur kekhawatiran dan dipenuhinya syarat pasal
21 ayat (1) KUHAP. Dasar unsure yuridis ditentukan pasal 21 ayat (4) KUHAP,
yang berbunyi :
“penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka
atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan meupun pemberian
bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:
a.
Tindak
pidana itu diancam dengan penjara lima
tahun atau lebih;
b.
Tindak pidana sebagai dimaksud dalam
pasal 282 ayat (3), pasal 296, pasal 335 ayat (1), pasal 372, pasal 378, pasal
379a, pasal 480 dan pasal 506 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, pasal 25 dan
pasal 26 Rechtordonnantie (pelanggaran terhadap Ordonansi bea dan cukai,
terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), pasal I, pasal 2 dan
pasal 4 Undang – Undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang – Undang Nomor 8 Drt
Tahun 1955, Lembaran Negara ahun 1955 Nomor 8), pasal 36 ayat (7), pasal 41,
pasal 42, pasal 43, pasal 47 dan pasal 48 Undang – Undang nomor 9 tahun 1976
Tentang Narkotika (Lembaran Negara tahun 1976 nomor 37, Tambahan Lembaran
Nigara Nomor 3086).”
Adapun
unsure kekhawatiran ditentukan dalam pasal 21 ayat (1) KUHAP, yaitu penahanan
atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa dalam hal adanya keadaan yang
menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa tersebut akan melarikan
diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tndak pidana.
Penahanan disamping memenuhi unsure-unsur tersebut diatas, juga harus memenuhi syarat
seperti yang ditentukan pasal 21 ayat (1) KUHAP, yaitu tersangka atau terdakwa
“diduga keras” sebagai pelaku tindak pidanayang bersangkutan dan dugaan keras
tersebut didasarkan pada bukti yang cukup.
Berdasarkan ketentuan pasal 22 KUHAP jenis penahanan
dapat berupa :
a. Penahanan
rumah tahanan Negara.
b. Penahanan rumah
c. Penahanan kota .
Anak
lebih singkat dari pada penahanan menurut KUHAP, demikian pula perpanjangan
penahanan istimewa sesuai dengan ketentuan Pasal 50 Undang – Undang pengadilan
Anak adalah lebih singkat disbanding perpanjangan istimewa untuk orang dewasa
sebagaimana diatur dalam KUHAP Sebagaimana telah diuraikan di atas penahanan
tehadap anak menurut Undang – Undang Pengadilan.
3.
Penentuan Perkara Anak
Pengertian
penuntutan berdasarkan ketentua Pasal 1 angka 7 KUHAP, adalah tindakan Penuntut
Umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam
hal ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim dalam sidang
pengdilan.
Pasal 53 Undang – Undang
Pengdilan Anak menyatakan bahwa penuntutan terhadap anak dilakukan oleh
penuntut Umum, yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung atau
pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung. Syarat – syarat untuk dapat
ditetapkan sebagai Penuntut Umum Anak, adalah:
a. Telah berpengalaman sebagai Penuntut
Umum tindak pidana yang dilakukan orang dewasa;
b. Mempunyai minat, perhatian,
dedikasi, dan memahami masalah anak.
Dalam hal
tertentu dan dipandang perlu, tugas penuntutan sebagai Penuntut Umum Anak dapat
dibebankan kepada Penuntut Umum yang melakukan tugas penuntutan bagi tindak pidana yang dilakukan
oleh orang dewasa, yaitu bilamana di daerah tersebut belum ada penunjukan
Penuntut Umum Anak.
Selanjutnya
Pasal 54 Undang – Undang Pengadilan Anak mengatur tentang kewajiban Penuntut
Umum Anak agar dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan sesuai dengan ketentuan dalam
KUHAP, apabila menurut hasil penyelidikan dapat dilakukan penuntutan.
Pasal 143
ayat 2 KUHAP mengatur tentang syarat – syarat surat dakwaan, yaitu syarat formal dan syarat
materil. Syarat formal surat
dakwaan yang meliputi nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir,
jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka. Surat dakwaan tersebut
diberi tanggal dan ditandatangani Penuntut Umum.
Sedangkan
syarat materil dari surat dakwaan yaitu surat dakwaan diuraikan
secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat
material menurut ketentuan Pasal 143 ayat ( 3 ) KUHAP adalah batal demi hukum.
KUHAP
tidak mengatur mengenai bentuk – bentuk surat
dakwaan, namun dalam praktek dikenal beberapa jenis surat dakwaan, yaitu :
1. Surat Dakwaan Biasa
Bentuk
Surat Dakwaan Biasa adalah surat
dakwaan yang disusun dalam rumusan tunggal. Surat dakwaan dalam bentuk ini hanya berisi
satu dakwaan saja, misalnya Pasal 303 KUHAP.
2. Surat Dakwaan Alternatif
Bentuk
Surat Dakwaan Alternatif ialah antara dakwaan yang satu dengan yang lain saling
mengecualikan atau one that substitutes
for another. Dengan surat dakwaan dalam bentuk ini member pilihan
kepada hakim untuk menentukan dakwaan mana yang tepat untuk
dipertanggungjawabkan kepada terdakwa. Misalnya terdakwa didakwa melakukan
tindak pidana melanggar Pasal 262 KUHAP atau melakukan tindak pidana melanggar
Pasal 480 KUHAP.
3. Surat Dakwaan Subsidair.
Bentuk
Surat Dakwaan Subsidair adalah bentuk dakwaan yang tediri dari dua atau lebih
dakwaan yang disusun secara berurutan, mulai dari dakwaan tindak pidana yang
terberat sampai pada yang teringan. Urutan yang terberat biasanya dakwaan
primair, kemudian subsidair dan lebih subsidair, dengan pengertian bila jaksa
tidak dapat membuktikan dakwaan primair, maka telah dipersiapkan dakwaan
subsidair dan begitu seterusnya.
Contoh
:
-
Primair
: Melanggar Pasal 340 KUHAP.
-
Subsidair
: Melanggar pasal338 KUHAP.
-
Lebih
Subsidair : Melanggar Pasal 351 ayat ( 3 ) KUHAP.
4. Bentuk Surat Dakwaan Komulasi.
Surat
Dakwaan Komulasi yaitu surat
dakwaan yang berisi lebih dari satu dakwaan kepada Terdakwa secara sekaligus,
dan jaksa penuntut umum harus membuktikan seluruh dakwaannya tersebut. Misalnya
terdakwa didakwa melakukan tindak pidana melanggar Pasal 338 KUHAP dan
melanggar Pasal 362 KUHAP.
4. Persidangan
Perkara Anak
Penentuan
hari sidang dilakukan oleh hakim yang ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk
menyidangkan perkara ( pasal 142 ayat ( 1 ) KUHAP ). Dalam persidangan perkara
anak yang wajib hadir dalam persidangan tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 55
Undang – Undang Pengadilan Anak, adalah Penuntut Umum, Penasehat Umum,
Pembimbing Kemasyarakatan, orang tua, wali atau orang tua asuh dan saksi.
Pemeriksaan
perkara anak dilakukan dalam suasana kekeluargaan, oleh karena itu Hakim,
Penuntut Umum dan Penasehat Hukum tidak memakai toga melainkan memakai pakaian
dainas biasa.
Sebelum
sidang dibuka, Hakim memerintahkan agar Pembimbing Kemasyarakatan menyampaikan
laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan.
Laporan kemasyarakatan berisi :
a. Data individu anak, keluarga,
pendidikan, dan kehidupan social anak, dan
b.
Kesimpulan atau pendapat dari
Pembimbing Kemasyarakatan.
Pengertian sebelum sidang dibuka adalah beberapa saat
sebelum secara resmi sidang dibuka, hal ini memberi kesempatan kepada hakim
guna mempelajari laporan kemasyarakatan. Laporan kemasyarakatan diberikan
beberapa waktu sebelum persidangan.
Setelah
Hakim membuka persidangan dan menyatakan sidang ditutup untuk umum, terdakwa
dipanggil masuk beserta orang tua, wali, atau orang tua asuh, Penasehat Hukum /
advokat, dan Pembimbing Kemasyarakatan.
Kemudian
Hakim menanyakan identitas terdakwa seperti nama, umur, pendidikan, agama,
jenis kelamin, kebangsaan, pekerjaan, serta mengingatkan kepada terdakwa supaya
memperhatikan sesuatu yang didengar dan dilihatnya dalam sidang. Sesudah itu
hakim memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umumuntuk membacakan surat dakwaan,
dan kemudian Hakim menanyakan kepada terdakwa ia sudah benar - benar mengerti. Apabila terdakwa belum
mengerti maka Penuntut Umum atas permintaan Hakim menjelaskan perihal dakwaan
kepada terdakwa.
Terhasap
surat dakwaan itu terdakwa atau Penasehat Hukum / Advokat yang mendampingi
terdakwa dapat mengajukan eksepsi. Eksepsi adalah tangkisan yang tidak mengenai
pokok perkara misalnya bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkara
tersebut ( Pasal 148 KUHAP ), dakwaan tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (
2 ) KuHAP, atau nebis in idem.
Bilaman
terdakwa atau panasehat Hukum / Advokat yang mendampingi terdakwa tidak
mengajukan eksepsi, atau apabila eksepsi yang disampaikan ditolak oleh hakim,
maka pemeriksaan dilanjutkan pada acara pemeriksaan saksi.
Saksi
dipanggil ke dalam ruangan sidang demi seorang menurut urutan yang ditentukan
Hakim. Saksi sebelum memberikan keterangannya wajib mengucapkan sumpah atau
janji menurut agamanya masing – masing. Setiap kali seorang saksi selesai
memberikan keterangannya, hakim ketua sidang menanyakannya kepada
terdakwabagaimana pendapatnya tentang keterangan saksi tersebut, apakah telah
benar atau telah disangkal.
Dalam
persidangan perkara anak, pada saat acara pemeriksaan saksi, Hakim dapat
memerintahkan agar terdakwa dibawa keluar sidang dimaksudnya untuk menghindari
adanya hal yang mempengaruhi jiwa anak. Pada waktu tedakwa dibawa keluar sidang
orang tua, wali, atau orang tua asuh, Penasehat Hukum, dan Pembimbing
kemasyarakatan tetap hadir.
Tahap
selanjutnya setelah selesai pemeriksaan saksi dan terdakwa, Hakim berdasarkan
ketentuan Pasal 59 Undang – Undang Pengadilan anak memberikan kesempatan kepada
orang tua, wali, atau orange tua asuh untuk mengemukakan segala hal ikhwal yang
bermanfaat bagi anak. Kemudian setelah itu jaksa Penuntut Umum menyampaikan
tuntutan ( requisitor ), terhadap
tuntutan dari jaksa Penuntut Umum tersebut terdakwa atau Penasehat
Hukumnya ( Pleedoi ).
Pasal 59 ayat ( 2 )
Undang – Undang Pengadilan Anak dalam menjatuhkan putusan dalam perkara anak
wajib mempertimbsngkan laporan penelitia kemasyarakatan. Apabila Hakim tidak
mempertimbangkan laporan penelitian tersebut maka putusan batal demi hukum.
Putusan harus diucapkan dalam sidang
yang terbuka untuk umum.
Putusan yang tidak
diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum, adalah batal demi hokum.
Putusan hakim dalam
pengadilan anak dapat berupa membebaskan terdakwa, menyatakan terdakwa lepas
dari segala tuntutan hokum, atau menyatakan terdakwa terbukti secara syah dan
meyakinkan dakwaan dari penuntut umum, yang selanjutnya memberikaan pidana atau
tindakan.
Putusan bebas jika
hakim berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan disidang, kesalahan terdakwa
atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan (Pasal 191 ayat (1) KUHAP).
Jika hakim
pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa
terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka
terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hokum sebagaimana yang tercantum
dalam PAsal 191 ayat (2) KUHAP.
Pidana yang dapat
dijatuhkan kepada anak ialah pidana pokok dan pidana tambahan. Yang dimaksud
dengan pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah :
a. Pidana
penjara;
b. Pidana kurungan;
c. Pidana denda atau;
d. Pidana pengawasan
Selain dijatuhkan pidana pokok terhadap anak, juga
dapat dijatuhkan pidana tambahan. Penjatuhan pidana tambahan terhadap anak
tersebut dapat berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran
ganti rugi, yang mana mengenai bentuk dan tata cara pembayaran ganti rugi
tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Hakim dapat menjatuhkan pidana
terhadap anak yang melakukan tindak pidana, sedangkan terhadap anak yang
melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan
perundang – undangan meupun ketentuan hokum lain yang hidup dan berlaku dalam
masyarakat yang bersangkutan, hakim menjatuhkan tindakan.
Tindakan
yang dapat dijatuhkan oleh hakim terhadap anak dapat berupa :
-
Mengembalikan
kepada orang tua, wali atau orang tua asuh;
-
Menyerahkan
kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja; atau
-
Menyerahkan
kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak
dibidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.
Tindakan – tindakan seperti tersebut diatas dapat
disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh hakim pengadilan.
Pasal 196 ayat (3) KUHAP mewajibkan hakim ketua
sidang untuk memberitahukan kepada terdakwa segala sesuatu yang menjadi haknya
sehubungan dengan putusan pemidanaan yang dijatuhkan kepadanya. Hak terdakwa
dimaksud meliputi hak untuk menerima atau menolak putusan, hak untuk
mempelajari putusan, hak untuk mengajukan grasi maupun hak untuk mengajukan
banding.
Pemberitahuaan hak – hak terdakwa tersebut
kendatipun bersifat wajib, namun undang – undang tidak menentukan sanksi atas
kelalaian kewajiban tersebut. Menurut M. YAHYA HARAHAP, S.H. sanksi yang dapat
diberikan kepada hakim tersebut adalah sanksi administrative.
5.
Advokasi
Anak
Anak yang
tersangkut dengan perkara pidana dapat didampingi penasehat hokum/advokat mulai
ditingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan anak.
Untuk itu penyidik, penuntut umum, dan hakim wajib memberitahukan kepada
tersangka/terdakwa, orang tua, wali atau orang tua asuh si anak mengenai hak
mendapat hokum dari penasehat hokum/advokat. Hak untuk mendapatkan bantuan
hokum atau lebih penasehat hokum dinyatakan dengan tegas dalam pasal 51 Undang
– Undang Pengadilan Anak.
Ketentuan
pasal 56 KUHAP hanya mewajibkan seorang tersangka/terdakwa didampingi penasehat
hokum, apabila diancam dengan hukuman 5 (lima )
tahun atau lebih. Sedangkan Undang – Undang Pengadilan Anak tidak mengatur
kewajiban tersangka/terdakwa anak didampingi Penasehat Hukum pada tingkat
penyidikan, penuntutan maupun persidangan kendatipun ancaman pidana terhadapnya
5 (lima ) tahun atau lebih.
Sebenarnya
pada Rancangan Undang – Undang Pengadilan Anak, agar pada semua tingkat
pemeriksaan tersangka/terdakwa wajib didampingi Penasehat Hukum, tetapi
kemudian ketentuan wajib itu diubah menjadi “berhak” pad Undang – Undang
Pengadilan Anak.
Permasalahan
yuridis yang timbul adalah bagaimana apabila anak yang tersangkut tindak pidana
dengan ancaman pidana penjara 5 (lima )
tahun atau lebih dan si anak tersebut tidak mampu untuk membayar biaya
Penasehat Hukum. Undang – Undang Pengadilan Anak tidak mengatur kewajiban
tersangka/terdakwa untuk didampingi Penasehat Hukum, sehingga ketentuan pasal
56 ayat (1) KUHAP tetap berlaku. Pejabat pada semua tingkat pemeriksaan wajib
menunjuk Penasehat Hukum/advokat untuk memberikan bantuan hokum pada anakl
tersebut.
Bantuan
hukum menurut Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat adalah jasa
hokum yang diberikan oleh advokat secara Cuma – Cuma kepada klien yang tidak
mampu. Advokat/penasehat hokum yang ditunjuk untuk memberikan bantuan hokum,
wajib memberikan bantuan hokum secara Cuma –acuma kepada tesangka/terdakwa yang
tidak mampu, sebagaimana dimanfaatkan pasal 22 undang – undang advokat.
Advokat/Penasehat
Hukum yang ditunjuk untuk memberikan bantuan hokum pada anak yang tersangkut
perkara tindak pidana dalam menjalankan tugasnya berkewajiban memperhatikan
kepentingan anak dan nkepentingan umum serta berusaha agar suasana kekeluargaan
tetap terpelihara dan peradilan berjalan lancer. Untuk itu harus dijaga antara
kepentingan anak dan masa depannya dengan kepentingan umum. Advokat/penasehat
hokum dalam mendampingi anak yang menyangkut perkara tindak pidana juga harus
memperhatikan pendapat dari petugas kemasyarakatan.
6. Lembaga
Pemasyarakatan Anak
Lembaga Pemasyarakatan Anak adalah
tempat pendidikan dan pembinaan bagi anak pidana, Anak Negara dan Anak Sipil.
Yang dimaksud anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan
menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling lama sampai berumur 18
(delapan belas) tahun, Anak Negara adalah anak yang berdasarkan putusan
pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di Lembaga
Pemasyarakatan Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun,
sedangkan Anak Sipil adalah anak yang atas permintaan orang tua atau walinya
memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di Lembaga Pemasyarakatan Anak
paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.
Pasal
60 Undang – Undang Pengadilan Anak menyatakan bahwa anak didik pemasyarakatan
yang terdiri atas anak pidana, anak Negara, dan anak sipil ditempatkan di
Lembaga Pemasyarakatan Anak yang harus terpisah dari orang dewasa. Selama
berada di Lembaga Pemasyarakatan, Anak Didik Pemasyarakatan berhak memperoleh
pendidikan dan latihan sesuai dengan bakat dan kemampuannya serta hak lain
berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Hak – hak anak didik Pemasyarakatan yang lain diantaranya
sebagaimana tertuang dalam ketentuan pasal 14 Undang – Undang RI Nomor 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan, diantaranya hak melakukan ibadah sesuai dengan
agama atau kepercayaanya, mendapatkan pelayanan kesehatan, menerima kunjungan
keluarga dan lain sebagainya.
Pasal 61 Undang – Undang Pengadilan Anak menentukan
bahwa Anak Pidana yang belum selesai menjalankan pidananya di Lembaga
Pemasyarakatan Anak dan telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun
dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan. Anak pidana yang dipindahkan tersebut,
yang telah berumur 18 (delapan belas) tahun tetapi belum mencapai umur 21 (dua
puluh satu) tahun ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan secara terpisah dari
yang telah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun.
Anak pidana yang telah menjalani pidana penjara 2/3
(dua pertiga) dari pidana yang dijatuhkan yang sekurang – kurangnya 9
(Sembilan) bulan dan berkelakuan baik, dapat diberikan pembebasan bersyarat.
Sedangkan anak pidana yang berada dibawah pengawasan jaksa dan pembimbing
kemasyarakatan yang dilaksanakan oleh balai pemasyarakatan.
Untuk pembebasan bersyarat disertai dengan masa
percobaan yang lamanya sama dengan sisa pidana yang harus dijalankan, didalam
pembebasan bersyarat dan masa percobaan ini ditentukan syarat umum dan syarat
khusus.
No comments:
Post a Comment