Wednesday, November 21, 2018

Unsur-unsur Tindak Pidana


Dalam doktrin atau ilmu hukum pidana, unsur-unsur tindak pidana itu dibedakan dalam dua macam, yaitu unsur objektif dan unsur subjektif :[1]
1.1 Unsur Objektif
Unsur objektif adalah unsur yang terdapat di luar diri sisi pelaku tindak pidana, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan,
Unsur objektif ini meliputi :
1)    Perbuatan atau kelakuan manusia itu ada yang aktif (berbuat sesuatu), misalnya membunuh – Pasal 338 KUHP; menganiaya – Pasal 351 KUHP; mencuri – Pasal 362 KUHP; dan lain-lain.
Dan ada pula yang pasif (tidak berbuat sesuatu), misalnya : tidak melaporkan kepada yang berwajib atau kepada yang terancam, sedangkan ia mengetahui ada suatu pemufakatan jahat, adanya niat untuk melakukan suatu kejahatan tertentu – Pasal 164, 165 KUHP; tidak mengindahkan kewajiban menurut undang-undang sebagai saksi, ahli, atau juru bahasa – Pasal 224 KUHP; tidak memberi pertolongan kepada orang yang sedang menghadapi maut – Pasal 531 KUHP.
2)    Akibat yang menjadi syarat mutlak dari delik
Hal ini terdapat dalam delik-delik mateliil atau delik-delik yang dirumuskan secara materiil, misalnya : pembunuhan – Pasal 338 KUHP; penganiayaan – Pasal 351 KUHP; penipuan – Pasal 378 KUHP.
3)    Unsur melawan hukum
Setiap perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh peraturan perundang-undangan hukum pidana itu harus bersifat melawan hukum (wedderrechtelijkkheid / rechtsdrigkeit), meskipun unsur ini tidak dinyatakan dengan tegas dalam perumusannya. Ternyata sebagian besar dari perumusan delik dalam KUHP tidak menyebutkan dengan tegas unsur melawan hukum, hanya beberapa delik saja yang menyebutkan dengan tegas, seperti : dengan melawan hukum merampas kemerdekaan – Pasal 333 KUHP; untuk dimilikinya secara melawan hukum – Pasal 362 KUHP, dan lainnya.
4)    Unsur lain yang menentukan sifat tindak pidana
Ada beberapa tindak pidana yang untuk dapat memperoleh sifat tindak pidananya itu memerlukan hal-hal objektif yang menyertainya, seperti : penghasutan – Pasal 160 KUHP; melanggar kesusilaan – Pasal 282 KUHP; pengemisan – Pasal 504 KUHP; mabuk – Pasal 536 KUHP. Tindak pidana – tindak pidana tersebut harus dilakukan di muka umum. 
5)    Unsur yang memberatkan pidana
Hal ini terdapat dalam delik-delik yang dikualifikasikan oleh akibatnya, yaitu karena timbulnya akibat tertentu, maka ancaman pidananya diperberat. Seperti penganiayaan – Pasal 351 KUHP diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan – ayat (1), apabila penganiayaan itu mengakibatkan luka-luka berat yang ancaman pidananya diperberat menjadi penjara paling lama 5 tahun - ayat (2), jika mengakibatkan mati maka diperberat lagi menjadi penjara paling lama 12 tahun - ayat (3).

6)    Unsur tambahan yang menentukan tindak pidana
Hal ini misalnya : dengan suka rela masuk tentara negara asing, yang diketahuinya bahwa negara itu akan perang dengan negara Indonesia, pelakunya hanya dapat dipidana jika terjadi pecah perang – Pasal 123 KUHP; membujuk atau membantu orang itu jadi bunuh diri – Pasal 345 KUHP; dan jika orang itu meninggal dunia – Pasal 531 KUHP.

1.2     Unsur Subjektif
Unsur subjektif adalah unsur yang terdapat dalam diri si pelaku tindak pidana.
Unsur subjektif ini meliputi :
1)    Kesengajaan (dolus)
KUHP tidak memberikan perumusan terhadap kesengajaan, akan tetapi menurut Memorie van Toelichting (M.v.T) yang dimaksud dengan kesengajaan itu adalah “menghendaki dan mengetahui” (willens en wetens). Yang dimaksud dengan “menghendaki dan mengetahui” adalah seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan dengan sengaja itu haruslah menghendaki (willens) apa yang ia buat, dan harus mengetahui (wetens) pula apa yang ia buat itu beserta akibatnya[2]. Hal ini terdapat, seperti dalam : melanggar kesusilaan – Pasal 281 KUHP; Membunuh – Pasal 338 KUHP.
2)    Kealpaan (culpa)
KUHP tidak memberikan penjelasan terhadap istilah-istilah yang artinya menunjukan kealpaan (culpa). Akan tetapi dalam Memorie van Toelichting (M.v.T) dari Rancangan KUHP Negeri Belanda mengatakan “Kealpaan itu, di satu pihak merupakan kebalikan yang sesungguhnya dari kesengajaan, dan di lain pihak merupakan kebalikan dari suatu kebetulan”. Sedangkan Ilmu Hukum Pidana dan Yurisprudensi menafsirkan kealpaan (culpa) sebagai “ kurang mengambil tindakan pencegahan” atau “kurang hati-hati”, dan hal ini dalam doktrin lazim digunakan istilah “kealpaan tidak disadari” (onbewuste schuld) dan “kealpaan disadari” (bewuste schuld)[3].
Hal ini terdapat seperti dalam : dirampas kemerdekaan – Pasal 334 KUHP; menyebabkan mati – Pasal 359 KUHP.
3)    Niat (voornemen)
Menurut Moeljatno : bahwa niat jangan disamakan dengan kesengajaan tetapi niat secara potensial dapat berubah menjadi kesengajaan apabila sudah diwujudkan menjadi perbuatan yang dituju, dalam hal semua perbuatan yang diperlukan untuk kejahatan telah dilakukan, tetapi akibat yang dilarang tidak timbul (percobaan selesai/voltooide poging), di situ niat 100% (seratus persen) menjadi kesengajaan, sama kalau menghadapai delik selesai. Tetapi apabila belum diwujudkan menjadi perbuatan, maka niat masih ada dan merupakan sikap bathin yang memberi arah kepada perbuatan (subjective onrecht element). Oleh karena itu niat tidak sama dan tidak dapat disamakan dengan kesengajaan, maka isinya niat jangan diambil dari isinya kesengajaan apabila kejahatan itu terjadi. Untuk itu diperlukan pembuktian tersendiri bahwa isi yang tertentu tadi sudah ada sejak niat belum diwujudkan dalam perbuatan.
4)    Maksud (oogmerk)
Dalam KUHP istilah “oogmerk” (maksud) diartikan sebagai “tujuan pokok” dari tindakan-tindakan yang telah disebutkan sebelumnya.
5)    Dengan rencana lebih dahulu (met voorbedachte rade)
Hal ini terdapat, seperti dalam : pembunuhan dengan rencana – Pasal 340 KUHP. Mengenai istilah “met voorbedachte rade” sebenarnya bukanlah merupakan bentuk “opzet” melainkan cara membentuk “opzet”. Tentang cara membentuk “opzet” ini ada syarat-syarat, yaitu : “opzet” nya itu dibentuk setelah direncanakan terlebih dahulu; dan setelah orang merencanakan (“opzet” nya) itu dibentuk (“de vorm waarin opzet wordt gevormd”) yaitu harus dalam keadaan tenang (“in koelen bloede”); dan pada umunya merencanakan pelaksanaan “opzet” itu memerlukan jangka waktu yang agak lama[4].
6)    Perasaan takut (vrees)
Hal ini terdapat, seperti dalam : membuang anak sendiri – Pasal 308 KUHP; membunuh anak sendiri – Pasal 341 KUHP; membunuh anak sendiri dengan rencana – Pasal 342 KUHP.




[1] Ibid., hlm 118-122.
[2] Ibid, hlm 189.
[3] Ibid, hlm 210.
[4] Harmien Hadiati Koeswadji, Kejahatan Terhadap Nyawa, Asas-asas, Kasus, Dan Permasalahannya, Sinar Wijaya, Surabaya, 1984, hlm 45 dan 113.

No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive