1. Beberapa
ciri kekhususan sidang pengadilan anak.
Terdapat beberapa ciri kekhususan sidang pengadilan anak,
antara lain :
a.
Disidangkan
oleh hakim anak.
b.
Hakim,
penuntut umum dan penasihat hukum tidak memakai toga.
c.
Disidangkan
dengan hakim tunggal.
d.
penanhanan
yang dierintahkan hakim paling lama 15 hari.
e.
Sebelum
sidang dibuka, ada penyampaian laporan pembimbing kemasyarakatan.
f.
Persidangan
dilaksanakan secara tertutup.
Ciri-ciri tersebut membedakannya dengan sidang pengadilan dalam perkara
orang dewasa.. Di bawah ini diuraikan secara singkat mengenai ciri-ciri
tersebut.
2. Hakim
anak.
Pemeriksaan persidangan anak nakal dilakukan oleh hakim khusus, yaitu hakim
anak. Hamim anak, pengangkatannya ditetapakan dengan surat keputusan Mahkamah Agung. Pasal 10 UUPA
menetapkan syarat-syarat hakim anak, yaitu :
a.
telah
berpengalaman sebagai hakim di pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
b.
mempunyai
minat, perhatian , dedikasi, dan memahami masalah anak.
Pengalaman
merupakan syarat yang ditentukan dalam pasal tersebut, masih bersifat umum.
Berapa lama pengalaman yang dianggap memenuhi syarat, belum jelas. Hakim yang
sudah berpengalamanpun belum tentu memnuhi syarat, apabila tidak mempunyai
dedikasi, minat, perhatian dan pemahaman masalah anak.
Tidak
memakai toga.
Baik hakim, jaksa penuntut umum, penasihat hukum, maupun
pengacara semuanya tidak memakai toga. Hal in dimaksudkan agar perseidangan
tidak memberikan kesan menakutkan atau seram terhadap anak yang diperiksa.
Hakim
tunggal.
Pemeriksaan dilakukan dengan hakim
tunggal (Pasal 11 ayat (1) UUPA). Tujuannya,
agar persidangan dapat diselesaikan dengan cepat. Sidang dengan hakim
tunggal dilakukan pada perkara pidana yang ancaman hukumannya lima tahun ke
bawah dan pembuktiannya mudah. Sedangkan apabila tindak pidananya diancam
dengan hukuman penjara di atas lima tahun dan ktiannya sulit, maka berdasarkan
Pasal 11 ayat (2) UUPA, perkara diperiksa dengan majelis hakim.
Penahanan oleh hakim paling
lama 15 hari
Hakim berwenang melakukan penahanan
untuk kepentingan pemeriksaan paling lama 15 (lima belas) hari. Apabila
merupakan penahanan lanjutan, penahannya dihitung sejak perkara dilimpahkan
penunut umum ke pengadilan negeri. Sedangkan apabila bukan penahanan lanjutan,
karena terdakwa tidak pernah ditahan di tingkat penyidikan maupun penuntutan,
maka tergantung kepada hakim kapan perintah penahan itu dikeluarkan selama
perkara belum diputus.
Jika jangka waktu 15 hari tersebut terlampaui,
sedangkan pemeriksaan belum selesai, penahan dapat diperpanjang oleh Ketua
Pengadilan Negeri untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari. Jadi untuk
kepentingan pemeriksaan sidang terdakwa dapat ditahan masimal 45 (empat puluh
lima) hari. Apabila jangka waktu itu terlampaui, sedangkan perkara belum
diputus, maka terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Jika perkara anak banding, hakim
banding berwenang menahan paling lama 15 hari dan dapat diperpanjjang untuk
paling lama 30 hari (Pasal 48 UUPA). Sedangkan hakim kasasi berwenang menahan
terdakwa paling lama 25 hari dan dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung
untuk paling lama 30 hari (Pasal 49 UUPA).
Laporan
Pembimbing Kemasyarakatan
Sesuai Pasal 56 UUPA, sebelum sidang
dibuka, hakim memerintahkan kepada Pembimbing Kemasyarakatan agar menyampaikan
laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenaianak yang bersangkutan.
Pembimbing kemasyarakatan dimaksud
adalah pembimbing kemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan di wilayah hukum
pengadilan negeri setempat. Adapun laporan hasil penelitian kemasyarakatan
sekurang-kurangnya :
a.
data
individu anak dan data keluarga anak yang bersangkutan
b.
kesimpulan
atau pendapat dari pembimbing kemasyarakatan yang membuat laporan hasil
penelitian kemasyarakatan.
Hakim wajib meminta penjelasan kepada
pembimbing kemasyarakatan atas hal tertentu yang berhubungan dengan perkara
anak untuk mendapatkan data yang lebih lengkap.
Laporan
pembimbing kemasyarakatan merupakan salah satu bahan yang penting bagi hakim ,
dan wajib dipertimbangkan oleh hakim dalam putusannya sesuai dengan penegasan
Pasal 59 ayat (2) UUPA.
Persidangan
dilaksanakan secara tertutup
Sidang pengadilan anak dilaksanakan
secara tertutup adalah sejalan dengan Pasal 153 ayat (3) KUHAP dan Pasal 57
ayat (1) UUPA, yang merupakan kewajiban hukum dan tidak bisa dilalaikan.
Apabila dilalaikan, maka persidangan adalah tidak sah, batal demi hukum.
Konsekwensinya persidangan wajib diulang, dan dilaksanakan secara tertutup.
Namun walaupun persidangan (wajib)
dilaksanakan tertutup, putusan tetap harus diucapkan dalam sidang terbuka.
2. Sanksi hukum yang dapat dijatuhkan
hakim.
Sanksi hukum yang dapat dijatuhkan
hakim adalah berupa pidana atau tindakan. Hukuman pidana ada dua macam, yaitu
pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok adalah pidana penjara, pidana
kurungan, pidana denda, atau pidana pengawasan. Pidana tambahan dapat berupa
perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi.
Sedangkan hukuman tindakan adalah :
mengembalikan kepada orang tuan, wali, atau orang tua asuh; menyerahkan kepada
negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; menyerahkan
kepada Departemen Sosial, atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak
di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.
Terhadap sanksihukum tersebut, hakim
tidak boleh menjatuhkan kumulasi hukuman, artinya hukuman pidana dan hukuman
tindakan tidak boleh dijatuhkan sekaligus. Namun dalam perkara anak berbeda
dengan perkara orang dewasa. Terdakwa anak dapat dijatuhi pidana pokok dan
pidana tammbahan sekaligus, misalnya hukuman berupa pindana penjara dan
pembayaran ganti rugi.
Apabila
hukuman pidana tidak dijatuhkan, hakim hanya dapat menjatuhkan hukuman tindakan
saja, misalnya hukuman berupa
menyerahkan terdakwa kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan
latihan kerja (Pasal 24 ayat (1) huruf b UUPA).
No comments:
Post a Comment