Wednesday, November 21, 2018

Pengertian Konsumen


            Menurut Pasal 1 angka (2) UU Nomor 8 Tahun 1989 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disingkat UU No. 8 Tahun 1999), Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.  
            Penjelasan Pasal 1 angka (2) UU No. 8 Tahun 1999 menentukan bahwa :
            “Di dalam kepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam Undang-undang ini adalah konsumen akhir.”

            Dari Penjelasan Pasal 1 angka (2) UU No. 8 Tahun 1999 di atas dapat diketahui bahwa konsumen yang dimaksud adalah konsumen akhir yang dikenal dalam kepustakaan ekonomi.
            Menurut Az. Nasution, konsumen adalah setiap pengguna barang atau jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga, dan tidak untuk memproduksi barang/jasa lain atau memperdagangkannya kembali.
            Kriteria pokok barang atau jasa konsumen adalah bahwa barang atau jasa itu lazimnya digunakan untuk keperluan pribadi, keluarga dan rumah tangga di dalam masyarakat.
            Sehubungan dengan kata “orang” dalam definisi konsumen menurut Pasal 1 angka (2) UU No. 8 Tahun 1999, Shidarta menanggapinya bahwa istilah “orang” sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual (natuurlijke persoon) atau termasuk juga badan hukum (rechts persoon).
            Dikemukakannya lebih lanjut, bahwa :          
            “Hal ini berbeda dengan pengertian yang diberikan untuk “pelaku usaha” dalam Pasal 1 angka (3), yang secara eksplisit membedakan kedua pengertian persoon di atas, dengan menyebutkan kata-kata : “orang perseorangan atau badan usaha”. Tentu yang paling tepat tidak membatasi pengertian konsumen itu sebatas pada orang perseorangan. Namun, konsumen harus mencakup juga badan usaha, dengan makna yang lebih luas daripada badan hukum.”

            Dari kutipan di atas terlihat, bahwa yang dimaksud dengan “orang” dalam pengertian konsumen sebagaimana dimaksudkan oleh Pasal 1 angka (2) UU No. 8 Tahun 1999 meliputi orang pribadi (individual) dan badan usaha.
            Bertalian dengan kata “pemakai” dalam definisi konsumen menurut Pasal 1 angka (2) UU No. 8 Tahun 1999, Shidarta memberikan tanggapannya secara panjang lebar sebagaimana berikut ini :
            Istilah “pemakai” dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut, sekaligus menunjukkan, barang dan/atau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi jual beli. Artinya, yang diartikan sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang dan/atau jasa itu. Dengan kata lain, dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual (the privity of contract). Sebagai ilustrasi dapat diberikan contoh berikut. Seseorang memperoleh paket hadiah atau parsel pada hari ulang tahunnya. Isi paketnya berupa makanan dan minuman kaleng yang dibeli si pengirim dari pasar swalayan. Pertanyaannya, apakah penerima paket termasuk seorang konsumen juga? Jika ia akan menggugat pasar swalayan itu, apakah ada dasar gugatan yang cukup kuat baginya ? Hal ini patut dipertanyakan. Jika menggunakan prinsip the privity of contract tentu tidak ada hubungan kontraktual antara penerima hadiah dan pihak pasar swalayan karena si pembeli parsel ialah orang lain. Dengan demikian, UUPK sudah selayaknya meninggalkan prinsip yang sangat merugikan konsumen.

            Dijelaskannya lebih lanjut bahwa :

            Konsumen menang tidak sekadar pembeli (buyer atau koper), tetapi semua orang (perorangan atau badan usaha) yang mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Jadi, yang paling penting ialah terjadinya suatu transaksi konsumen (consumer transaction) berupa peralihan barang dan/atau jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam menggunakannya. Transaksi konsumen memiliki banyak metode. Dewasa ini, sudah lazim terjadi sebelum suatu produk dipasarkan, terlebih dulu dilakukan pengenalan produk kepada konsumen. Untuk itu, dibagikan sampel yang diproduksi khusus dan sengaja tidak diperjualbelikan. Orang yang mengkonsumsi produk sampel juga merupakan konsumen. Oleh karena itu, wajib dilindungi hak-haknya.

            Berkaitan dengan istilah barang dan/atau jasa, sebagai pengganti terminologi tersebut dapat digunakan kata produk, karena pada saat ini kata “produk” sudah berkonotasi pada barang atau jasa.
            UU No. 8 Tahun 1999 mengartikan barang sebagai setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik  bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
            Sementara itu, jasa diartikan sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
            Pengertian “disediakan bagi masyarakat” menunjukkan, jasa itu harus ditawarkan kepada masyarakat. Artinya, harus lebih dari satu orang. Selanjutnya, “ditawarkan kepada masyarakat” harus diartikan sebagai bagian dari transaksi konsumen.
            Dengan demikian, seseorang yang karena kebutuhan mendadak lalu menjual rumahnya kepada orang lain, tidak dapat dikatakan perbuatannya itu sebagai transaksi konsumen. Si pembeli tidak dapat dikategorikan sebagai “konsumen” menurut UU No. 8 Tahun 1999.
            Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/atau jasa itu dipergunakan bagi orang lain (di luar diri sendiri dan keluarganya), bahkan untuk makhluk hidup lain, seperti hewan dan tumbuhan.
            Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa konsumen tidak lagi diartikan sebagai pembeli dari suatu barang dan/atau jasa, tetapi termasuk juga bukan pemakai langsung, asalkan ia memang dirugikan sebagai akibat dari penggunaan suatu produk.

No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive